Kerangka teori Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Terhadap Hak Ulayat

1.6 Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas kedalam ilmu hukum. Kerangka teori yang dimaksud disini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, ilmu hukum dibidang pertanahan, khususnya yang lebih mengenai masalah penguasaan tanah. Dalam hubunganya dengan tanah, menurut alam pikiran hukum adat tertanam keyakinan bahwa setiap kelompok masyarakat hukum adat tersedia suatu lingkungan tanah sebagai peninggalan pemberian dari sesuatu kekuatan gaib sebagai pendukung kehidupan kelompok dan para anggotanya sepanjang zaman. Disinilah sifat religius hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum adat bersama dengan tanah ulayatnya ini. Adapun tanah ulayat atau Universitas Sumatera Utara tanah bersama dalam hal ini oleh kelompok dibawah pimpinan kepala adat masyarakat hukum adat, misalnya adalah hutan, tanah lapang. 13 Hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataanya masih ada. Masih adanya hak ulayat pada suatu masyarakat hukum adat tertentu, antara lain dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari kepala adat dan para tetua adat dalam kenyataanya, sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah ulayat yang merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Selain diakui, pelaksanaanya juga dibatasi dalam arti sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang serta peraturan yang lebih tinggi lainya. 14 Kerangka teori yang yang dibahas disini meliputi berbagai hal yaitu; a. Hak menguasai tanah oleh Negara berasal dari konsep hak ulayat Konsideran UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria Nasional berdasarkan asas hukum adat, yang sederhana dan menjamin kepastian bagi seluruh masyarakat hukum Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria. Maka atas hak tersebut maka pembangunan Hukum tanah nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat dalam peraturan perundang- 13 Arie Sukanti Hutagalung,” Konsepsi Yang Mendasari Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional ”pidato pengukuhan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: 2003, h. 15 14 Hasim Purba, Syafruddin Kalo, Muhammad Yamin lubis, dkk” Sengketa Pertanahan Dan Alternative Pemecahan” penerbit CV Cahaya Ilmu, Cet.I, 2006, Medan, h.205 Universitas Sumatera Utara undangan menjadi hukum yang tertulis. Dan selama hukum adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan fungsional antara hukum adat dan hukum tanah nasional. Hukum adat yang dipakai sebagai hukum agraria adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah yang diberi sifat nasional. Sehingga dalam hubunganya dengan prinsip persatuan bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu hanya mementingkan suku dan masyarakat dan hukumnya sendiri harus diteliti. Menurut Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan norma- norma hukum adat sebagai pelengkap tanah yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. 15 Hukum sebagai kaedah atau norma merupakan pencerminan dari nilai- nilai hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat bersifat dinamis yang berarti berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, akibatnya hukumpun berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Demikian pula terhadap konsep hukum yang ada, konsep hak menguasai tanah oleh Negara yang berlaku saat ini bukanlah muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari suatu proses 15 Boedi Harsono, Hukum Agraria Hukum Indonesia, Sejarah pembentukan UUPA, isi, dan pelaksanaanya , Jilid 1 hukum tanah nasional, Djambatan, Jakarta, 1999, h. 209 Universitas Sumatera Utara perkembangan terus-menerus. 16 Rumusan pasal 1 ayat 1 UUPA menyatakan bahwa seluruh wilayah adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa tanah diseluruh wilayah Indonesia adalah hak bersama dari bangsa Indonesia aspek perdata dan bersifat abadi, yaitu seperti hak ulayat pada masyarakat hukum adat. Dengan demikian, hak bangsa Indonesia mengandung dua unsur yaitu: 1. Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. 2. Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan memimpin pengguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyai bersama tersebut. Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan politik untuk melaksanakanya, tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat. Oleh karena itu, penyelenggaraanya dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat yang pada tingkatan tertinggi diserahkan kepada Negara Republik Indonesai sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 16 Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogjakarta, 1978, h. 17 Universitas Sumatera Utara Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh Negara berdasarkan hak menguasai Negara yang dirumuskan dalam pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh Negara. dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945,” bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penguasaan Negara atas tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia bersumber pada hak bangsa Indonesia yang meliputi kewenangan Negara dalam pasal 2 ayat 2 UUPA yaitu: 17 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air dan ruang angkasa c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa Dalam Pasal 16 UUPA No. 5 tahun 1960 disebutkan juga bahwa Hak- hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 adalah: 18 a. hak milik b. hak guna-usaha c. hak guna-bangunan 17 Undang-Undang Pokok Agraria, Psl. 2 18 Undang-Undang Pokok Agraria psl 16 dan penjelasanya Universitas Sumatera Utara d. hak pakai e. hak sewa f. hak membuka tanah g. hak memungut-hasil hutan, h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut dalam pejelasanya, Pasal 16 UUPA menjelaskan bahwa Pasal ini adalah pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 4.Sesuai dengan azas yang diletakkan dalam pasal 5, bahwa hukum pertanahan yang Nasional didasarkan atas hukum adat, maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Dalam pada itu hak guna usaha dan hak guna bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern dewasa ini. Perlu kiranya ditegaskan, bahwa hak-guna usaha bukan hak erfpacht dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak guna-bangunan bukan hak opstal. Lembaga erfpacht dan opstal ditiadakan dengan dicabutnya ketentuan ketentuan dalam Buku ke II Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam pada itu hak-hak adat yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini pasal 7 dan 10, tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat sekarang ini belum dapat dihapuskan diberi sifat sementara dan akan diatur ayat 1 huruf h yo pasal 53. Sejalan dengan pasal 16 UUPA No. 5 Tahun 1960, Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila pasal 2 ayat 2 PMA No. 5 Tahun 1999: a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari Universitas Sumatera Utara c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut . Menurut S.1875-199a pernyataan umum tanah Negara tersebut berlaku juga didaerah-daerah diluar jawa dan Madura. Berdasarkan atas pasal 1 Keputusan Agraria, ternyata bahwa semua tanah dianggap menjadi tanah Negara. Artinya Negara menjadi pemilik dari tanah itu, kecuali jikalau orang lain dapat membuktikan, bahwa dia menjadi pemilik dari tanah tersebut. Meskipun sudah ada pernyataan umum tanah agraria, sebagaimana tersebut dalam pasal 1 Keputusan Agraria, sepertinya tentang hal ini masih ada keragu-raguan. Itulah kiranya mengapa sebelum pemberian hak erfpacht atas tanah-tanah Negara diluar jawa dan Madura diadakan pernyataan khusus tanah Negara untuk Sumatera S. 1847-94f, Manado S. 1877-55 dan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur S.1888-58. Dalam pasal 1 dari masing-masing peraturan tersebut ditetapkan, bahwa semua tanah-tanah kosong didaerah Gubernuran di Sumatera, Keresidenan di Manado, Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur, termasuk tanah Negara, sekedar pada tanah-tanah itu tidak terdapat ada hak-hak penduduk asli rakyat yang diperoleh dari hak membuka tanah. Sebagaimana telah diterangkan diatas, bahwa tanah-tanah bangsa Indonesia seperti tanah komunal, tanah yang sawah-sawah, lapangan-lapangan pengembalaan umum dan sebagainya termasuk tanah Negara. Universitas Sumatera Utara Yang dapat diberikan oleh Negara kepada orang lain hanyalah tanah-tanah kosong saja. 19 berhubung dengan hal tersebut, tanah-tanah Negara dapat dibagi atas dua bagian yaitu : a. Tanah Negara yang bebas Vrij Landsdomein, artinya tanah yang tidak terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia. b. Tanah Negara yang tidak bebas Onvrij Landsdomein, artinya tanah yang terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia. Sejak Indonesia merdeka cita-cita merombak hukum agraria kolonial telah ada, dengan menciptakan hukum agraria nasional berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut. Namun pekerjaan untuk menciptakan undang-undang yang sifatnya unifikasi yang berlaku untuk seluruh Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah, maka baru pada tanggal 24 September 1960, cita-cita tersebut terlaksana. Demikian mendesaknya segera direalisasikan hukum agraria yang sifatnya melindungi rakyat Indonesia, beberapa ketentuan mengenai agraria ini secara sporadik telah ditetapkan seperti: 20 a. Penghapusan Tanah-Tanah Partikulir, dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1958. 19 Purwopranoto, Penuntut Tentang Hukum Tanah, Astana Buku “ ABEDE”, Semarang, 1953, h. 98 20 Ibid Universitas Sumatera Utara b. Penghapusan Tanah-tanah Swapraja, dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1953. c. Undang-undang Bagi hasil, dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1960. b. Hierarki peraturan perundang-undangan Dalam ilmu hukum dikenal adanya tingkatan-tingkatan hierarki peraturan-peraturan berjenjang, dari tingkat yang paling bawah sampai tingkat paling atas. Di Indonesia terdapat tata urutan peraturan perundang- undangan yang diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” yang berbunyi sebagai berikut : a Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 b Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang c Peraturan Pemerintah d Peraturan Presiden e Peraturan Daerah Jika tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut dihubungkan langsung dengan pendapat Hans Kelsen, maka dapat dilihat kesimpulan yang menyatakan sebagai berikut: 1 Peraturan Perundang-Undangan yang paling tinggi tingkatanya, menurut Hans Kelsen adalah Constitution atau Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Universitas Sumatera Utara 2 Peraturan Perundang-Undangan dibawah Constitution general norm created in the legislative process adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang walaupun dibuat oleh presiden namun tingkatanya disamakan dengan Undang-Undang. Seperti halnya Undang-undang No. 5 Tahun 1960 3 Peraturan Perundang-Undangan yang paling rendah tingkatanya Administrative regulation adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibuat oleh Presiden dan Pemerintahan Daerah yaitu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden Dan Peraturan Daerah. Seperti halnya PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PMA No. 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Hierarki peraturan perundang-undangan tersebut membawa konsekwensi. peraturan perundang-undangan yang tingkatanya dibawah dibentuk, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya, demikian seterusnya hingga pada akhirnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatanya yaitu Undang- undang Dasar. Dengan demikian, maka pembentukan peraturan perundang- undangan yang ada dibawahnya senantiasa harus searah dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya. Universitas Sumatera Utara Apabila terjadi konflik hukum diantara sesama peraturan perundang- undangan, konflik hukum ini diatasi dengan tiga asas yaitu: 21 1. Lex superior derogat legi inferiori artinya, peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatanya mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatanya, apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan 2. Lex specialis derogat legi generali artinya, peraturan perundang- undangan yang bersifat khusus special mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum general, apabila kedua peraturan perundang-undangan itu memuat ketentuan yang saling bertentangan 3. Lex posterior derogat legi priori artinya, peraturan perundang- undangan yang baru mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang lama, apabila kedua peraturan perundang- undangan itu memuat ketentuan yang saling bertentangan. c. Kedudukan UUPA terhadap peraturan perundang-undangan lainya Pada tanggal 24 september 1960, berlaku Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria atau lebih terkenal dengan nama 21 Hadjon, P.M, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik, Dalam Majalah Hukum Universitas Airlangga, Yuridika No.6 Tahun 1994, h. 25 Universitas Sumatera Utara UUPA. Sesuai dengan namanya yaitu “undang-Undang Pokok Agraria”, UUPA memuat asas-asas pokok peraturan yang mengatur tentang Bumi, Air, Ruang angkasa dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya pasal 1 ayat 1-3 UUPA. Undang-undang Pokok Agraria ini juga sekaligus sebagai aturan penjabaran dari pasal 33 ayat 3 UUD 1945. d. Paradigma baru hak menguasai tanah oleh Negara Menurut UUPA, hak menguasai tanah oleh Negara dipegang pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat mempunyai hak itu apabila ada pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Akibatnya, hak menguasai tanah oleh Negara itu bersifat sentralistis. Setelah amandemen UUD 1945, terjadi perubahan paradigma kekuasaan Negara yang semula bersifat sentralistis menjadi desentralistis. Dalam Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. Penguasaan hak Menguasai Negara dapat kita konstruksikan dalam pengertian politis yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Memberikan hak seseorang atau badan yaitu melalui lembaga konversi atas tanah-tanah eks BW dan eks. Hukum adat dan atas tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah daerah otonom ataupun dikuasai oleh lembaga-lembaga pemerintahan. 2. Memberikan hak-hak baru yang ditetapkan oleh UUPA seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bagunan, hak pakai. 3. Mengesahkan sesuatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu hak lain diatasnya, seperti yang kita kenal Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik dan Hak Pakai diatas Hak Milik Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961.

2. Kerangka Konseps i