Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012

seksual remaja pria di Indonesia p value = 0.836. Hal ini sejalan dengan studi pada remaja Indonesia, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan sgnifikan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual remaja Wijaya, 2015. Analisis lanjur SKRRI 2007 juga menunjukkan hasil serupa, yakni tidak terdapah hubungan bermakna antara variabel daerah tempat tinggal dengan perilaku berisiko pada remaja. Dalam hal ini perilaku berisiko pada remaja meliputi perilaku merokok, konsumsi alkohol, pengunaan narkoba, dan hubungan seksual pranikah LestarydanSugiharti, 2011. Tidak didapatkannya hubungan bermakna antara variabel tempat tinggal dengan perilaku seksual dapat disebabkan beberapa hal. Boleh jadi karena perbedaan proporsi remaja pria yang berperlaku seksual berisiko IMS di perkotaan dan pedesaan sangat tipis, sehingga tidak ditemukan beda proporsi yang signifikan. Selain itu dapat pula karena pembentukan perilaku dipengaruhi banyak faktor, dan tidak pernah dipengaruhi oleh faktor tunggal. Diantara faktor yang mempengaruhi dapat dikelompokkan menjadi faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor demografi merupkan salah satu tidak dapat dirubah. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang cukup luas. Maka itu, tidak dapat disamaratakan status ekonomi sosial demografinya. Secara umum wilayah di Indonesia dikelompokkan manjadi rural pedesaan dan urban perkotaan. Dalam hal ini akan dibahas masing-masing variabel inti menurut disaparias desa dan kota. Pada umumnya, wilayah pedesaanrural identik dengan ketertinggalan, sulitnya pelayanan, minimnya fasilitas dan infrastruktur, namun kekeluargaan pada masyarakatnya juga cukup tinggi. Sementara di perkotaan identik dengan individualisme, kemewahan, fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Remaja pria dengan pengetahuan terkait perilaku seksual berisikoo IMS kurang lebih banyak terdapat di pedesaan 76,9 dibandingkan dengan perkotaan 61.6. Hal ini diasumsikan Remaja pria yang memilki sikap negatif terhadap perilaku seskual berisiko IMS hampir sama antara di pedesaan dan perkotaan, yakni 57.5 di pedesaan dan 56.4 di perkotaan. Ini artinya baik di rural maupun urban, lebih banyak remaja pria yang bersikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko. Dalam hal ini bersikap negatif artinya setuju terhadap perilaku seksual berisiko dan sikap positif artinya tidak mendukung perilaku seksual berisiko. Diantara remaja pria Indonesia yang menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi terkait kesehatan reproduksi, lebih banyak yang bertempat tinggal di pedesaan 61.5 daripada di perkotaan 45.2. Ini artinya lebih banyak sekolah di pedesaan yang belum memberikan pendidikan kesehatan reproduksi secara komprehensif pada siswanya dibandingkan di perkotaan. Remaja pria yang menganggap teman sebaya berpengaruh dalam pembentukan perilaku seksualnya hampir sama antara di pedasaan dan perkotaan. Diantara keduanya hanya terpaut selisih 1 dimana di perkotaan lebih tinggi 28. Ini artinya, remaja di perkotaan lebih banyak yang merasakan pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya.

6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012

Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup Notoatmodjo, 2003. Jika dikelompokkan