Analisis Univariat Analisis Bivariat

Sebagian besar perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak berisiko IMS yakni 85.2 . diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden berada pada kelompok umur remaja akhir 53.9. Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan urban yakni sebesar 56.6. Jika dikelompokkan berdasarkan karakteristik tingkat pandidikan, sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi 65.1. Pada variabel pendidikan terdapat missing data sebanyak 5. Sebagian besar 68.3 remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh 56.9 remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh 52.3 remaja pria di Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Sebagian besar 72.4 remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. Untuk sementara, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual tidak berisiko IMS, memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS, dan tidak menganngap adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seskualnya. Pada variabel pengetahuan dan remaja pria tersebar hampir seimbang pada pengetahuan baik dan kurang. Pada variabel peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi juga menunjukkan hasil serupa, yakni hampir seimbang antara yan menjawab berperan dan tidak berperan.

5.2 Analisis Bivariat

Berikut tabel 5.2 menampilkan tabel silang hubugan antara variabel independen dengan variabel dependen. Tabel 5.2 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Peran Sekolah dan Pengruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Variabel Perilaku Seksual Jumlah P value Berisiko IMS Tidak Berisiko IMS n n n Umur Remaja Akhir 1040 21.1 3898 79.8 4938 100 0.000 Remaja Awal 316 7.5 3906 92.5 4222 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Tempat Tinggal Rural 584 14.7 3388 85.3 3972 100 0.836 Urban 772 14.9 4416 85.1 5188 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Pendidikan Tinggi 915 15.3 5049 84.7 5964 100 0.000 Rendah 434 13.8 2716 86.2 3150 100 Missing 46 0.5 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Pengetahuan Kurang 694 11.1 5559 88.9 6253 100 0.000 Baik 662 22.8 2245 77.2 2907 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Sikap Negatif 1250 24 3959 76 5209 100 0.000 Positif 106 2.7 3845 97.3 3951 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Peran Sekolah sebagai Penyedia Informasi Kesehatan Reproduksi Tidak Berperan 670 14 4117 86 4787 100 0.025 Berperan 686 15.7 3687 84.3 4373 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Pengaruh Teman Sebaya Ada Pengaruh 935 37 1590 63 2525 100 0.000 Tidak ada Pengaruh 421 6.3 6214 93.7 6635 100 Jumlah 1356

14.8 7804

85.2 9160

100 Variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah umur P value 0.00, tingkat pendidikan P value 0.00, pengetahuan P value 0.00, sikap P value 0.00, peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi P value 0.025, dan pengaruh teman sebaya P value 0.00. Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah tempat tinggal P value 0.836. Remaja pria yang berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak berasal dari kelompok umur remaja akhir 21.1 dari pada remaja awal 7.5 , lebih bayak bertempat tinggal di pedesaanrural 14.7 dari pada perkotaanurban 14.9 , dan lebih banyak yang berpendidikan tinggi 15.3 dari pada berpendidikan rendah 13.8 . Remaja pria yang memiliki pengetahuan kurang dan berperilaku seksual berisiko IMS 11.1 lebih sedikit dari pada remaja pria yang memiliki pengetahuan baik dan berperilaku seksual berisiko IMS 22.8 . Remaja pria yang bersikap negatif 24 lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan remaja pria yang bersikap positif 2.7 . Remaja pria yang menganggap sekolahnya berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS 15.7 dibandingkan remaja pria yang menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Remaja pria yang merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS 37.0 dibandingkan remaja pria yang tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya 6.3 57 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia Tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong lintang dimana veriabel dependen dan independen diukur pada waktu bersamaan. Oleh sebab itu hubungan sebab akibat yang dapat diukur berupa hubungan asosiatif. Hasil ukur variabel dependen perilaku seksual terdiri dari berisiko IMS dan tidak berisiko IMS. Penelitian ini hanya mengukur perilaku berisiko IMS dan bukan perilaku berisiko terhadap kesehatan secara umum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui lebih spesifik risiko kesehatan yang dapat terjadi dari perilaku seksual tersebut. Jika mengukur risiko kesehatan secara umum maka akan menjadi sangat umum, tidak fokus dan spesifik. Karena perilaku yang berbeda akan menimbulkan risiko kesehatan yang berbeda pula. Segala perilaku yang melibatkan interaksi fisik dengan orang lain pasti memiliki risiko kesehatan, bahkan hanya berdekatan sekali pun. Misalnya virus atau bakteri yang dapat menular melalui udara. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada perilaku seksual yang berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Oleh sebab itu pada hasil ukur variabel dependen peneliti hanya mengkategorikan secara spesifik perilaku berisiko IMS dan tidak berisiko IMS. SDKI 2012 menyediakan sebuah buku yang berisikan pedoman wawancara sebagai panduan untuk para enumerator saat mengumpulkan data di lapangan. Termasuk panduan untuk wawancara pada responden remaja pria. Pada pedoman wawancara SDKI 2012 untuk remaja pria tidak disediakan probing atau pertanyaan untuk mengantisipasi jawaban yang bersifat normatif dari responden terkait pertanyaan yang sangat sensitif, yakni pertanyaan nomor 704 pernah berhubungan seksual. Hal ini bisa saja responden berbohong dan tidak menjawab dengan jujur. Bahkanpada buku panduan tesebut responden diperolehkan tidak menjawab apabila tidak berkenan menolak. Hal ini memang merupakan hak prerogatif responden. Namun hal ini juga membuka peluang bias pada data, seperti banyaknya missing data.

6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa remaja yang berperilaku seksual berisiko IMS sebesar 14.8, angka ini termasuk besar untuk ukuran remaja Indonesia. Tidak ada standar khusus untuk toleransi perilaku seksual remaja menurut WHO. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi Negara tetangga pada tahun yang sama, Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia yang hanya 8.3 remaja pernah berhubugan seksual N et al., 2014. Pada tahun 2015 perilaku seksual remaja pria di Malaysia hanya mendingkat sebesar 0.6 menjadi 8.9 Awaluddin et al., 2015. Artinya, data Indonesia menunjukkan bahwa 1356 dari 7804 remaja pria di Indonesia berperilaku berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati 2008 pada remaja santri Pondok Pesantren di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang