Syarat-syarat dan Rukun Pernikahan

dari segi ajaran agama dan hukum Islam perkawinan adalah suatu lembaga yang suci. Bahwa perkawinan merupakan lembaga yang suci dapat dibuktikan dari tata cara melangsungkannya, tata hubungan suami isteri, cara melakukan dan menyelesaikan perceraian yang pokok-pokok pengaturannya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Berbaktilah kamu kepada Allah yang atas dengan nama-Nya kamu saling meminta untuk menjadi pasangan hidup, demikian firman Tuhan dalam al-Quran surat 4 ayat 1. Takutlah kamu kepada Allah mengenai urusan wanita, karena kamu telah mengambil mereka dari orang tuanya dengan amanat Allah, demikian pesan Nabi Muhammad 82 hari sebelum beliau barpulang ke Rahmatullah. 9 Dalam hukum Islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah. Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah. Melakukan perbuatan ibadah berarti juga melaksanakan ajaran agama.Barang siapa yang kawin berarti ia telah melaksanakan separuh ajaran agamanya, yang separuh lagi, hendaklah ia taqwa kepada Allah demikian sunnah qauliyah sunnah dalm bentuk perkataan Rasulullah. Rasulullah memerintahkan orang- orang yang telah mempunyai kesanggupan, kawin, hidup berumah tangga karena perkawinan akan memeliharanya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah. 10

b. Syarat-syarat dan Rukun Pernikahan

Berbicara mengenai hukum perkawinan sebenarnya kita membicarakan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Bahwa bentuk masyarakat ditentukan atau 9 Mohammad Daud Ali., h. 1-2 10 Muhammad Daud Ali., h. 3 sekurang-kurangnya banyak dipengaruhi oleh bentuk dan system perkawinan, sebelum kita membicarakan tentang syarat dan rukun perkawinan tersebut alangkah lebih baik jika kita melihat bahwa perkawinan menurut Islam dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu : Pertama. Dari sudut hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian antara pria dan wanita agar dapat melakukan hubungan kelamin secara syah dalam waktu yang tidak tertentu. 11 Kedua, dari sudut agama, perkawinan itu dianggap sebagai suatu lembaga yang suci dimana antara suami dan istri agar dapat hidup tentram, saling cinta mencintai, santun menyantuni dan kasih mengasihi antara satu terhadap yang lain dengan tujuan mengembangkan keturunan. 12 Perkawinan adalah suatu jalan yang halal untuk melanjutkan keturunan dan dengan perkawinan itu akan terpelihara agama, kesopanan dan kehormatan. Banyak penyakit jiwa yang sembuh sesudah melakukan perkawinan, umpamanya penyakit kurang darah anemia. Dengan demikian perkawinan dapat menimbulkan keunggulan, keberanian, dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat dan Negara. Perkawinan juga dapat memperhubungkan silaturrahmi, persaudaraan dan kegembiraan dalam menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan sosial. Ketiga, dari sudut kemasyarakatan, bahwa orang-orang yang telah kawin atau berkeluarga telah memenuhi salah satu bagian syarat dan kehendak masyarakat, serta mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih dihargai dari mereka yang belum kawin. 13 11 Nazwar Syamsu., Al-quran tentang Manusia dan Masyarakat, Jakarta, Ghalia Indonesia :1983, Cet. Ke-1, h. 159 12 Ibid., h. 159 13 Ibid., h. 160 Adapun mengenai syarat dan rukun perkawinan tersebut sebagai berikut : 1. Ada calon pengantin pria dan wanita, yang pria benar-benar pria dan yang wanita benar-benar wanita. Adanya calon pengantin pria dan calon pengantin wanita adalah satu hal yang logis atau rasional. Logis, karena tanpa adanya salah satu calon pengantin tersebut maka sudah barang tentu perkawinan tidak dapat dilangsungkan. 2. Calon pengantin pria dan wanita sudah aqil baligh, sehat jasmani dan rohani. Kedua calon baik pria maupun wanita harus Islam, sesuai menurut Al-quran surat ke-X1 ayat 221 dan pengecualian dalam Al-quran surat ke- V ayat 5 yang membolehkan pria Islam kawin dengan wanita non Islam dari golongan ahli kitab. 3. Harus ada persetujuan bebas antara calon pengantin pria dengan pengantin wanita, tidak ada paksaan dari manapun datangnya, sesuai dengan hadits Rasul diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa seorang wanita perawan telah dating kepada Rasul mengatakan bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang pria padahal ia tidak suka, malah disuruh oleh Rasul kepada wanita itu salah satu dari dua alternative, tetap sebagai istri atau minta cerai. Jadi, menurut Islam kawin paksa itu tidak sah atau dilarang. 4. Harus ada wali nikah bagi calon pengantin wanita. Menurut mazhab Syafi’I tidak sah nikah seorang wanita tanpa wali, namun sebagi unsure akad nikah tidak selalu pada mempelai perempuan, walaupun hamper semua akad nikah yang dipraktekkan dalam masyarakat penentuan wali sebagai unsur akadnya selalu untuk mempelai perempuan saja. Jadi,penentuan wali untuk mempelai laki-laki jarang terjadi. 5. Secara teoritis, sekali peristiwa mungkin saja mempelai laki-laki dalam melakukan akad menampilkan walinya yang harus bertindak, bahkan wali itu sendiri yang berinisiatif mengambil prakaranya. 14 6. Harus ada sekurang-kurangnya dua orang saksi, hal ini sangat penting untuk kemaslahatan kedua belah pihak, maka para fuqaha sepakat bahwa saksi dalam majlis akad tidak bisa diabaikan dalam arti bahwa saksi menjadi bagian penting dari akad tersebut. 15 لﺎ ا سﻮ ا ةﺮ ﺮه ا : ﻮ ا حﺎﻜ ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺪ يﺪهﺎ و ﺪ ﺮ ﺔ ر او ﺪ ا اور حﺎﻜ ا بﺎ آ , ماﺮ ا غﻮ . Artinya : “Dari Abu Hurairah ibn Abi Musa dari bapaknya ia berkata : “tidaklah dianggap sah suatu perkawinan kecuali dengan wali yang cakap dan dua orang saksi yang adil”. HR. Ahmad dan al-Arba’ah. 7. Ijab dan Qabul. 8. Meskipun pembicaraan mengenai ijab qabul diletakkan pada urutan akhir, namun kedudukan ijab qabul itu sendiri sebagai unsure akad nikah sangatlah sentral dan mendominasi. Bahkan menurut Abu Hanifah unsur- unsur selain ijab qabul merupakan konsekuensi logis berhubungan adanya ijab qabul. 9. Ijab adalah perkataan yang mewujudkan kehendak pihak pertama dengan contoh sebagai berikut : ل ﺎ ﺔ ر ا ﺔﺋﺎ ﺮﻬ ﺪ ا ﺮ ﻚ ﻮﻄ ﻚ ﻜ او ﻚ وز 10. Sedang qabul adalah persetujuan pihak kedua terhadap isi kehendak pihak pertama. 14 Ahmad Kuzair., Nikah sebagai Perikatan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada : 1996, Cet. Ke-1, h. 41 15 As-Sayyid Imam Muh. Ibn Ismail al-Khalany, Bulughul Maram, Bandung, Dahlan, T.th, Jilid- 1, h. 117 ﻚ اﺬ ﺎﻬ وﺰ 16 Adapun untuk rukun perkawinan merupakan hal-hal yang harus dipenuhi saat melangsungkan perkawinan.Dalam islam sebenarnya banyak perbedaan pendapat yang terjadi antara Imam Mazhab,akan tetapi pada kali ini penulis hanya mengemukakan pendapat yang berkembang di Indonesia yang juga telah menjadi hukum tertulis di Indonesia diantaranya adalah : - Calon Suami - Calon Isteri - Wali Nikah - Dua orang Saksi,dan - Ijab dan Qabul 17

c. Tujuan dan Hikmah Pernikahan