Pernikahan Menurut Hukum Positif a. Pengertian Pernikahan

Cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang dianugerahkan Allah kepada sepasang suami istri adalah untuk satu tugas yang berat tetapi mulia. Malaikat pun berkeinginan untuk melaksanakannya, tetapi kehormatan itu diserahkan Allah kepada manusia. 21

B. Pernikahan Menurut Hukum Positif a. Pengertian Pernikahan

Pernikahan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek. Pasal tersebut hendak meyatakan, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki- laki dengan seorang wanita. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. 22 Undang-undang 1 Tahun 1974 dan hukum Islam memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, tetapi juga dilihat dari aspek agama dan sosial. Aspek agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek administratif, yaitu pencatatan di KUA dan catatan sipil. Asser, Scholten, Wirarda, Pitlo, Petit, dan Melis mengartikan perkawinan adalah : Persekutuan antara seorang pria dan 21 Quraish Shihab., Wawasan al-Quran Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung, Mizan Anggota IKAPI : 1996, Cet. Ke-1. h. 214 22 Subekti., Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Intermasa : 1994, Cet. Ke-26. h. 23 seorang wanita yang diakui oleh negara untuk hidup bersama bersekutu yang kekal dalam R Soetojo Prawirohamidjojo, 1988 : 35. Esensi pengertian perkawinan yang dikemukakan pakar diatas adalah bahwa perkawinan sebagai lembaga hukum, baik apa yang ada di dalamnya, maupun karena apa yang terdapat di dalamnya. Dalam konsepsi hukum perdata barat, perkawinan itu dipandang dalam hubungan keperdataan saja. Maksudnya bahwa UU tidak ikut campur dalam upacara-upacara yang diadakan oleh gereja. UU hanya mengenal perkawinan perdata, yaitu perkawinan yang dilangsungkan di hadapan seorang pegawai catatan sipil Vollmar, 1983 : 50. 23

b. Syarat-syarat dan rukun pernikahan