1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Membaca adalah fondasi dasar pada keterampilan akademik. Banyak orang yang percaya bahwa
membaca merupakan ukuran yang tepat dari kesuksesan orang dalam bidang akademik. Sebagian mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa yang didasarkan
pada konsep sederhana yaitu baca, mensintesis, menganalisis dan memroses informasi. Selain itu, membaca dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis
dan memahami konsep pada setiap individu. Berpikir kritis merupakan kualitas penting dari seorang individu yang ingin sukses. Fungsi membaca juga akan
meningkatkan jumlah kosakata seseorang dan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Namun demikian, sebuah persoalan membaca yang selalu
mengemuka, terutama dikalangan pelajar, adalah bagaimana cara menimbulkan minat dan kebiasaan membaca
Asri, 2012.
Banyak negara berkembang memiliki persoalan yang sama, yaitu kurangnya minat membaca dikalangan masyarakat. Di Indonesia sekarang ini masih banyak
orang yang kurang menyukai aktivitas membaca. Menurut kepala perpustakaan Nasional, Sri Sularsi pada acara roadshow Perpustakaan Nasional yang dikutip dari
Artikel Orang Indonesia Tidak Suka Membaca 2013, Masyarakat Indonesia tidak
Universitas Kristen Maranatha
suka membaca. Lebih lanjut hasil survey menunjukkan bahwa, minat baca orang Indonesia hanya 0,001 atau satu berbanding 1.000 orang. Lebih lanjut lagi,
menurut Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.R Agung Laksono yang di kutip dalam Tempo 2012, persentase minat baca masyarakat
Indonesia hanya sebesar 0,01. Hal ini berarti dalam 10.000 orang hanya ada 1 orang saja yang memiliki minat baca. Berdasarkan data UNESCO United Nations
Development Proggrame UNDP atau Badan Program Pembangunan PBB, menunjukkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5
persen, jauh lebih rendah bila dibanding dengan negara tetangga Malaysia 86,4 persen. Laporan Bank Dunia Education in Indonesia Crisis to recovery 2012
juga menyebutkan bahwa tingkat membaca usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya mampu mencapai 51,7 di bawah Filipina 52,6, Thailand 65,1
dan Singapura 74,0. Kenyataan ini menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Menurut Priyo Sularso, Pustakawan Muda dari Perpustakaan Nasional RI dalam artikel Rendahnya Minat Baca Berpengaruh Terhadap Kualitas Bangsa 2013,
dampak rendahnya minat baca masyarakat Indonesia sangat memengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Minat baca masyarakat akan memengaruhi kemampuan
seseorang dalam memahami dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta informasi di dunia, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada ketertinggalan
bangsa Indonesia. Saat ini, penduduk Indonesia lebih banyak mencari informasi dari televisi dan radio dibanding buku atau media baca lainnya. Padahal melalui
radio dan televisi informasi yang diberikan tidak selengkap dan serinci
Universitas Kristen Maranatha
sebagaimana disajikan dalam buku. Oleh karena itu perlu dibudayakan gemar membaca sejak usia dini.
Pada bagian ketersediaan pustaka, pemilik Fadli Zon Library menyebutkan,
rata-rata satu buku di Indonesia dibaca oleh 5 orang. Angka itu didapat dari 167,7 juta jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah terbitan buku di negeri ini yang
berjumlah 50 juta eksemplar per tahun. Sedangkan dari 64 ribu desa yang ada di Indonesia, ternyata ketersediaan pustaka perpustakaan hanya 22 persen.
Menurutnya, rendahnya minat baca di kalangan siswa pun tidak terlepas dari persoalan perpustakaan sekolah yang tidak mencukupi dan memadai. Itu terlihat
dari 110 ribu sekolah yang ada di Indonesia, terindentifikasi hanya 18 persen yang mempunyai perpustakaan. Fadli juga menambahkan bahwa dari 200 ribu unit
sekolah dasar SD di Indonesia, hanya 20 ribu yang memiliki perpustakaan standar, SMP hanya 36 persen, dan SMA hanya 54 persen yang memiliki perpustakaan
standar Zon, 2013.
Hasil penelitian Sullivan 2013, menyebutkan 14,4 persen orang yang gemar membaca mampu menguasai matematika, sedangkan 9,9 persen lebih mudah
memahami kosakata. Disimpulkan, penguasaan kosakata dari kegemaran membaca itu membantu anak-anak menyerap banyak informasi dari kurikulum sekolah.
Simpulan itu juga berdasarkan pada latar belakang pendidikan orangtua. Dampak kemampuan anak-anak yang gemar membaca koran pada usia 16 tahun dan rajin
mengunjungi perpustakaan, empat kali lebih besar dari keuntungan memiliki orangtua yang berpendidikan perguruan tinggi Sullivan, 2013.
Universitas Kristen Maranatha
Oleh karena itu, untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara- negara tetangga, perlu dikaji apa yang menjadikan mereka lebih maju. Ternyata
mereka lebih unggul di sumber daya manusianya. Budaya membaca mereka telah mendarah daging dan sudah menjadi kebutuhan mutlak dalam kehidupan sehari-
harinya. Untuk mengikuti jejak mereka dalam menumbuhkan minat baca sejak dini perlu ditiru dan diterapkan pada masyarakat Indonesia, terutama pada tunas-tunas
bangsa yang kelak akan mewarisi negeri ini.
Ada sebagian orang yang benar-benar peduli membaca namun masih banyak pula yang kurang peduli dengan hal itu. Padahal membaca itu penting. Individu
akan memperoleh banyak informasi yang bermanfaat yang diperoleh dari membaca. Pada saat sebagian orang lebih banyak berpikir untuk mencari
kesenangan bagi dirinya sendiri dan tidak memikirkan perasaan orang lain, masih ada masyarakat yang melihat dan memiliki kepedulian terhadap kondisi ini dan
membentuk suatu komunitas. Komunitas itu tidak dibayar dan komunitas itu memanfaatkan dari waktu luang. Aktivitas yang dilakukan yaitu menyebarkan rasa
cinta membaca kepada setiap anak tingkat SD serta remaja di daerah terpencil yaitu daerah Garut. Transportasi yang digunakan oleh para relawan untuk mencapai
lokasi yaitu dengan mengendarai sepeda motor dari Bandung yang memerlukan waktu tempuh sekitar 2 jam. Mereka adalah orang-orang yang menyukai membaca
dan memiliki tekad untuk membuat remaja di daerah terpencil menyukai membaca. Kegiatan yang mereka lakukan meliputi mengelompokan anak-anak yang terdiri
dari 3-4 orang dalam satu kelompok dan dibimbing oleh 1 relawan. Setiap anggota kelompok diberi tugas untuk membaca buku cerita dan menceritakan kembali di
Universitas Kristen Maranatha
depan teman-temannya dan relawan. Kemudian para relawan akan memberikan apresiasi berupa pujian atas apa yang sudah dilakukan oleh anak-anak
bimbingannya. Komunitas ini dibentuk untuk mengumpulkan minat yang sama agar dapat tersalurkan. Begitu juga dengan komunitas cinta baca, mereka memiliki
suatu kegemaran yang sama yaitu membaca dan dari sanalah mereka melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca kepada orang lain.
Dalam melakukan kegiatan ini mereka tidak mendapatkan keuntungan finansial. Oleh karena itu perlu memahami apa yang sesungguhnya mendasari
anggota melakukan kegiatan tersebut. Mereka tidak mendapatkan uang, tidak jarang mereka harus menyumbangkan dana pribadi dan dikumpulkan untuk biaya
pergi ke desa terpencil dan memberikan buku-buku untuk daerah tersebut. Semua itu mereka lakukan agar warga Indonesia yang jarang membaca buku menjadi
gemar membaca buku.
Menurut wawancara dengan koordinator kegiatan komunitas cinta baca, kegiatan ini dilakukan mengambil waktu luang mereka, seperti hari Sabtu dan
Minggu. Akibatnya, relawan tidak bisa terlibat aktif melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca apabila bentrok dengan kegiatan lainnya yang lebih
penting. Di awal-awal berdiri, komunitas cinta baca ini memiliki jumlah anggota aktif sekitar 55 orang, kini jumlah anggota aktif hanya 35 orang. Kendala lainnya
yaitu dengan ketiadaan dana, selain itu rasa malas yang datang kepada relawan ketika sedang memberikan penyebaran gemar membaca, terkadang juga rasa bosan
karena pekerjaan yang dilakukannya hal itu saja. Namun apabila sedang malas,
Universitas Kristen Maranatha
bosan dan lelah mereka ingat pada tujuan awal sehingga mereka tetap menjadi relawan bagi kegiatan gemar membaca.
Kegiatan komunitas relawan cinta membaca dapat dikategorikan sebagai perilaku prososial. Relawan memiliki alasan bervariasi untuk melakukan kegiatan
prososial. Menurut Baron Byrne 2005, perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu
keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu risiko bagi orang yang melakukan pertolongan. Dengan demikian
dapat disimpulakan bahwa motivasi prososial adalah suatu tindakan menolong yang bermanfaat dan menguntungkan orang lain dengan cara berbagi dan menghibur.
Reykowsky Eisenberg, 1982 mengemukakan bahwa motivasi prososial merujuk seberapa kuat dorongan yang ada di dalam diri individu untuk melakukan
tingkah laku yang berorientasi pada melindungi, memelihara, atau meningkatkan kesejahteraan seseorang atau kelompok. Perilaku prososial meliputi fenomena yang
luas seperti menolong, berbagi, rela berkorban demi orang lain dan penghormatan terhadap norma yang berlaku.
Lebih lanjut Reykowsky Eisenberg, 1982 menjelaskan bahwa perilaku prososial didasari oleh motivasi prososial yang berasal dari dalam diri seseorang.
Secara umum terdapat tiga jenis motivasi prososial yaitu ipsosentric motivation, endosentric motivation, dan intrinsic prosocial motivation. Ipsosentic motivation
adalah motivasi prososial yang di dasarkan pada keuntungan diri. Endosentric motivation adalah motivasi prososial yang didasarkan pada upaya untuk
Universitas Kristen Maranatha
meningkatkan self esteem dan intrinsic prososial motivation adalah motivasi prososial yang di dasarkan pada rasa ingin mensejahterakan orang lain. Setiap orang
memiliki ketiga jenis motivasi prososial pada dirinya.
Para relawan yang memiliki ipsocentric motivation, berarti melakukan kegiatan untuk mendapatkan reward dari orang lain, yaitu menjadi relawan karena ingin
mendapatkan pahala. Relawan yang memiliki endosentric motivation artinya melakukan kegiatan semata-mata untuk meningkatkan self-esteem pada dirinya,
artinya relawan tersebut melakukan kegiatan karena ingin dipuji oleh orang lain. Ada juga relawan yang termasuk ke dalam intrinsic prosocial motivation, yaitu
relawan tersebut menolong orang lain karena keinginan dari dalam dirinya yang tulus untuk menolong orang lain walaupun tidak mendapatkan reward.
Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 orang relawan komunitas cinta baca, ditemukan bahwa relawan memiliki berbagai motivasi prososial. Sebanyak 2 orang
atau 20 diantaranya mengaku keterlibatan dalam komunitas cinta baca karena ikut-ikutan temannya saja, agar lebih mendapatkan banyak teman. Mereka
mengatakan, ada manfaat yang didapatkan ketika melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca seperti mendapatkan teman baru, dapat menjalin silaturahmi
dengan sesama manusia, ikut merasa senang ketika anak-anak senang. Adapun manfaat lain yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat ketika melakukan kegiatan
penyebaran gemar membaca. Ada kalanya relawan merasa malas pada saat akan menyebarkan kegiatan gemar membaca, ketika sedang ada rasa malas, relawan
mengaku tidak melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca. Selain itu, bila
Universitas Kristen Maranatha
ada pekerjaan lain, relawan mengaku lebih mengutamakan pekerjaan lain karena telah memiliki ikatan kontrak kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain.
Hal ini dapat berkaitan dengan jenis ipsocentric motivation. Apabila relawan yang memiliki ipsocentric motivation maka mereka cenderung untuk mencari teman
ketika akan melakukan kegiatan prososial, ketika tidak ada teman maka mereka dapat tidak jadi untuk melakukan kegiatan prososial ini. Sehingga anak-anak yang
ditolong akan sangat tergantung dari ada atau tidaknya teman dari relawan.
Sebanyak 3 orang atau 30 diantara mereka mengaku ingin mendapatkan reward yaitu dipandang baik oleh Tuhan atau orang lain. Ada relawan yang
mengatakan, kegiatan ini berjalan setiap seminggu sekali. Oleh karena itu jika tidak melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca dalam hidup mereka seperti tidak
berguna, terlalu memikirkan diri sendiri, merasa bersalah dan tidak bertanggung jawab. Selain itu, ada relawan yang mengatakan bahwa ia sebagai seorang manusia
ingin bermanfaat untuk individu lain, ingin meningkatkan kualitas dirinya sehingga relawan melakukan banyak kebaikan untuk orang lain seperti melakukan kegiatan
menyebarkan gemar membaca karena dengan melakukan kegiatan tersebut relawan merasa puas terhadap dirinya. Hal ini dapat berkaitan dengan jenis endosentric
motivation. Apabila relawan yang memiliki endocentric motivation maka mereka butuh penilaian baik dari orang lain sehingga self-esteem-nya meningkat. Ketika
relawan tidak memperoleh penilaian baik dari orang lain maka relawan cenderung tidak melakukan tindakan prososial ywang berupa menyebarkan gemar membaca
sehingga anak-anak yang ditolong akan sangat tergantung dari ada atau tidaknya penilaian baik kepada relawan dari orang lain.
Universitas Kristen Maranatha
Selain itu, ada sebanyak 5 orang atau 50 diantara mereka memang tulus dari dalam hati ingin membuat anak-anak memiliki kegemaran untuk membaca.
Relawan biasanya bersemangat ketika melakukan kegiatan menyebar gemar membaca karena senang bila anak-anak yang mereka arahkan untuk memiliki minat
baca menjadi menyukai membaca, senang bila banyak anak-anak yang bertanya mengenai buku yang mereka baca. Relawan berharap anak yang diajari untuk
gemar membaca memiliki peningkatan kualitas dirinya yaitu menjadi lebih gemar membaca dan sadar akan pentingnya membaca. Namun, adakalanya ketika relawan
memiliki rasa lelah, biasanya karena sudah mengikuti banyak kegiatan lain. Tetapi selalu ada yang memotivasi diri sendiri lagi berupa niat untuk membuat anak
– anak memiliki gemar membaca, sehingga ketika rasa lelah itu datang relawan tetap
melakukan kegiatan penyebaran gemar membaca. Ada di antara mereka yang lebih mementingkan hadir dalam kegiatan penyebaran gemar membaca dibanding hadir
dalam kegiatan lain, padahal dari kegiatan ini tidak mendapatkan reward berupa bayaran sedangkan dikegiatan yang lainnya itu di bayar. Hal ini dapat berkaitan
dengan jenis intrinsic prosocial motivation. Apabila relawan yang memiliki intrinsic prosocial motivation maka mereka cenderung melakukan kegiatan
menolongnya dengan tulus dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang ditolong. Sehingga minat baca anak-anak yang ditolong akan lebih cepat tumbuh.
Jika dilihat dari fenomena ini terdapat 50 pengurus yang memiliki motivasi jenis intrinsic prosocial motivation, 30 diantaranya memiliki ipsocentric
motivation dan 20 diantaranya memiliki endosentric motivation. Dari fenomena dan gambaran seperti inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti Studi
Universitas Kristen Maranatha
Deskriptif Mengenai Motivasi Prososial pada Relawan Komunitas Cinta Baca di Kota Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah