1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari- hari seseorang.
Status gizi yang baik diperlukan untuk pertumbuhan anak. Pola makan yang dimulai sejak masa kanak-kanak dapat mempengaruhi kesehatan
mereka selanjutnya. Pada masa kanak-kanak, status gizi yang kurang baik dapat mengakibatkan obesitas, gagal tumbuh, dan penyakit terkait defisiensi nutrisi.
Akibat jangka panjang yang dapat ditimbulkan adalah meningkatnya risiko penyakit degeneratif saat usia lanjut
Abidin, 2008 .
Status gizi pada setiap anak berbeda. Berdasarkan umur, status gizi pada anak dibagi menjadi umur balita bawah lima tahun dan umur 5
—
18 tahun. Status gizi anak umur 5
—
18 tahun dapat ditentukan menggunakan Z-score dengan indikator tinggi badan menurut umur TBU dan indeks massa tubuh menurut umur
IMTU. Berdasarkan indikator IMTU status gizi anak dikelompokkan menjadi sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas Riskesdas, 2013.
Di Indonesia jumlah status gizi anak umur 5
—
12 tahun anak usia sekolah dasar yang tidak termasuk kategori normal cukup tinggi yaitu 30 ,
dibandingkan dengan kelompok umur balita sebesar 24 , kelompok umur 13
—
15 tahun sebesar 21,9 , dan kelompok umur 15
—
18 tahun sebesar 16,7 . Sedangkan di Jawa Barat prevalensi status gizi anak umur 5
—
12 tahun yang tidak termasuk kategori normal adalah 27,7 terdiri dari 3,1 sangat kurus, 6,0
kurus, 10,7 gemuk, 7,9 obesitas Riskesdas, 2013. Data mengenai status gizi anak umur 5
—
12 tahun di wilayah Bandung masih belum jelas .
Status gizi anak pada umumnya dipengaruhi oleh pola makan. Pola makan anak usia sekolah dasar sebagian besar diadaptasi dari pola makan di keluarga. Di
keluarga, yang berperan penting dalam mengatur pola makan keluarga adalah ibu Achadi dkk, 2009
. Karena itu, peneliti merasa perlu untuk mengetahui apakah
Universitas Kristen Maranatha
2 terdapat korelasi antara pola asuh ibu dan status gizi anak umur di salah satu
sekolah dasar kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah