Gambaran Pola Asuh dan Status Gizi Balita Pada Keluarga Perokok di Kecamatan Berastagi Tahun 2014

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA PEROKOK DI KECAMATAN BERASTAGI

TAHUN 2014

Oleh :

DWINTA JULIAN SASMI NIM. 091000058

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA PADA

KELUARGA PEROKOK DI KECAMATAN BERASTAGI

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Dwinta Julian Sasmi

091000058

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

GAMBARAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA PEROKOK DI KECAMATAN BERASTAGI TAHUN 2014

Pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat pertumbuhan anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan bantuan kuesioner terhadap 100 responden yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Berastagi pada bulan Maret-Juni 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pola asuh ibu pada keluarga perokok berada pada kategori baik, yang terdiri dari praktek pemberian makanan 64%, praktek kebersihan/higienei dan sanitasi lingkungan 64%, dan perawatan anak dan keluarga dalam keadaan sakit 67%. Hasil pengukuran BB/TB menurut standart WHO 2005 yang berada pada kategori gemuk 1%, resiko gemuk 3%, normal 73%, kurus 17%, dan sangat kurus 6%. Hasil pengukuran pengetahuan gizi berada pada kategori baik yaitu sebesar 71%, dan pengetahuan merokok berada pada kategori baik yaitu sebesar 68%.

Diperlukan penyuluhan secara merata kepada ibu yang memiliki balita pada keluarga perokok tentang makanan, gizi dan kesehatan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita sehingga pengetahuan, pola asuh dan tingkat konsumsi yang baik bisa lebih ditingkatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi balita.


(5)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF PARENTING AND NUTRITIONAL STATUS OF BABY UNDER FIVE YEARS OLD IN SMOKER FAMILIES IN BERASTAGI

DISTRICT IN 2014

Parenting parents has significant impact on the life of children in the future. One of the growth inhibitory effect of parenting which is not oriented to the development of childern. It usually occurs in under five years old.

The objective of the study was to describe the parenting and nutritional status of five under years old in smokers families in Berastagi District in 2014. This research was a descriptive cross-sectional design. Data was collected by inter views and questionnaires to 100 respondents with five under year old in the region of sub-district healath centers Berastagi in March-June 2014.

The results showed that the majority of mother who have five under year old in smoker families were with good parenting category, which consisted of 64% feeding practices, hygiene practices and environmental sanitation 64%, and the care of children and families in sickness 67%. The results of measurements of weight/height according to the WHO 2005 standards were in the category off at 1%, 3% risk of fat, 73% normal, 17% lean, and very skinny 6%. The results of measurements of nutritional knowledge a were in either category that was equal to71%, and the knowledge of smoking were in the good category at 68%.

Counseling is required on food, nutrition and health to mothers who have five under years old in smoker families so that knowledge, parenting and a good level of consumption can be further improved and will ultimately improve the nutritional status of children.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwinta Julian Sasmi Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 Juli 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : Anak ke 2 dari 3 bersaudara

Alamat : Jln. Brigjen Bejo No. 1 B Pulo Brayan Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1995-1996 : TK Dewi Sartika Kabanjahe 2. Tahun 1996-2002 : SDN 040446 Kabanjahe 3. Tahun 2002-2005 : SMP Negeri 11 Medan

4. Tahun 2005-2008 : SMA Swasta Al- Ulum Medan 5. Tahun 2009-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Gambaran Pola Asuh Dan Status Gizi Balita Pada Keluarga Perokok Di Kecamatan Berastagi Tahun 2014” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapakan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Etty Sudaryati, MkM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Pembimbing II yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan FKM beserta Staf

Pengajar yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di FKM USU Medan.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarkat Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama kuliah di FKM USU Medan.

6. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Dosen Penguji II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

7. Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS selaku Dosen Penguji III Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Drs. Edison Karo Karo, M.Si selaku Camat Berastagi beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Pimpinan Puskesmas Kecamatan Berastagi beserta seluruh staf yang telah memberikan berbagai macam bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 10.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat angkatan 2009

yang telah memberikan dukungan dan semangat.

11.Secara khusus penulis mengucapakan terima kasih kepada yang tercinta papa Sasmi dan mama Zulista yang dengan kasih sayangnya yang tulus memberikan doa dan dukungan serta kepercayaan yang sebesar-besarnya kepada penulis.

12.Untuk kesayangan RMP, mbak ku LNS, adik ku SAS dan Davin yang telah banyak memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis berharap ada kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan khususnya bidang Gizi Kesehatan Masyarakat.

Medan, Agustus 2014


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah... 5

1.3.Tujuan Penelitian... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Anak ... 9

2.1.1. Praktek Pemberian Makanan ... 10

2.1.1.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendampinng Pada Anak ... 10

2.1.1.2. Persiapan dan Penyimpanan Makanan ... 14

2.1.2. Praktek Kebersihan/Higeine dan Sanitasi Lingkungan ... 15

2.1.3. Praktek Perawatan Anak Dan Keluarga Dalam Keadaan Sakit ... 16


(10)

2.2. Status Gizi ... 17

2.2.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ... 18

2.2.2. Pengaruh Perokok Pasif Terhadap Status Gizi ... 23

2.2.3. Penilaian Status Gizi ... 24

2.3. Keluarga Perokok ... 26

2.3.1. Indikator Perilaku Merokok ... 27

2.4. Kerangka Teori... 28

2.5. Kerangka Konsep ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi Dan Waktu Penilitian ... 32

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi Dan Sampel ... 33

3.3.1. Populasi ... 33

3.3.2. Sampel ... 33

3.4. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ... 34

3.4.1. Jenis Data ... 34

3.4.2. Cara Pengumpulan Data ... 35

3.5. Defenisi Operasional ... 36

3.6. Aspek Pengukuran ... 38

3.7. Pengolahan Dan Analisa Data ... 40

3.7.1. Pengolahan Data... 40

3.7.2. Analisa Data ... 41


(11)

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 42

4.1.1. Letak Geografis ... 42

4.1.2. Penduduk ... 43

4.1.3. Sarana Pendidikan ... 45

4.1.4. Data Kesehatan... 45

4.2. Pengumpulan Data Dasar ... 46

4.2.1. Jenis Kelamin Anak Pada Saat Pengumpulan Data Dasar ... 46

4.2.2. Kelompok Umur Balita Pada Saat Pengumpulan Data Dasar ... 47

4.3. Karakteristik Keluarga Balita ... 48

4.3.1. Pendidikan Ibu ... 48

4.3.2. Status Pekerjaan Ibu ... 48

4.3.3. Tingkat Pendapatan Keluarga ... 49

4.3.4. Jumlah Anggota Keluarga ... 50

4.4. Data Pola Asuh ... 50

4.4.1. Praktek Peberian Makanan ... 50

4.4.2. Praktek Kebersihan/Higiene dan Sanitasi Lingkungan ... 51

4.4.3. Perawatan Anak dan Keluarga Dalam Keadaan Sakit ... 52

4.5. Status Gizi Balita ... 53

4.6. Pengetahuan Responden... 54

4.6.1. Pengetahuan Gizi ... 54

4.6.2. Pengetahuan Merokok ... 55


(12)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Keluarga Balita ... 56

5.2. Pola Asuh ... 57

5.3. Status Gizi Balita... 61

5.4. Pengetahuan Ibu Balita ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel. 3.1. Pembagian Besar Sampel pada Tiap Desa/Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi ... 34 Tabel. 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kecamatan Berastagi

tahun 2013 ... 43 Tabel. 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan

Berastagi Tahun 2013 ... 44 Tabel. 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian di Kecamatan

Berastagi Tahun 2013 ... 44 Tabel. 4.4. Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Berastagi

Tahun 2013 ... 45 Tabel.4.5. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Berastagi

Tahun 2013 ... 45

Tabel. 4.6. Distribusi Tenaga Kesehatan di Kecamatan Berastagi Tahun 2013 ... 46

Tabel. 4.7. Distribusi Frekuensi Anak Pada Saat Pengumpulan Data Dasar berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 47

Tabel. 4.8. Distribusi Frekuensi Anak Pada Saat Pengumpulan Data Dasar berdasarkan Umur di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 47

Tabel. 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Berastagi tahun 2014 ... 48

Tabel. 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 49


(14)

Tabel. 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 49

Tabel.4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 50

Tabel. 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Praktek Pemberian Makanan di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 51

Tabel. 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Praktek Kebersihan/Higieni dan Sanitasi Lingkungan di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 52

Tabel. 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perawatan Anak dan Keluarga Dalam Keadaan Sakit di Kecamatan Berastagi

Tahun 2014 ... 53

Tabel.4.16. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Pengukuran Antopometri di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 54

Tabel.4.17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 55

Tabel. 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Merokok di Kecamatan Berastagi Tahun 2014 ... 55


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori ... 28 Gambar 2.2. Kerangka Konsep ... 29


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Identitas Responden.

Lampiran 2. Formulir Wawancara Pola asuh.

Lampiran 3. Formulir Antopometri.

Lampiran 4. Formulir Kuesioner Pengetahuan.

Lampiran 5. Formulir Hasil Pengumpulan Data Dasar.

Lampiran 6. Formulir Hasil Screening.

Lampiran 7. Formulir Hasil Wawancara Pola Asuh Praktek Pemberian Makanan.

Lampiran 8. Formulir Hasil Wawancara Pola Asuh Praktek Kebersihan/ Higieni dan Sanitasi Lingkungan.

Lampiran 9. Formulir Hasil Wawancara Pola Asuh Perawatan Anak dan Keluarga Dalam Keadaan Sakit.

Lampiran 10. Formulir Hasil Keusioner Pengetahuan Gizi.

Lampiran 11. Formulir Hasil Kuesioner Pengetahuan Merokok.

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian.

Lampiran 13. Surat Bukti Penelitian.


(17)

ABSTRAK

GAMBARAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA PEROKOK DI KECAMATAN BERASTAGI TAHUN 2014

Pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat pertumbuhan anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan bantuan kuesioner terhadap 100 responden yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Berastagi pada bulan Maret-Juni 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pola asuh ibu pada keluarga perokok berada pada kategori baik, yang terdiri dari praktek pemberian makanan 64%, praktek kebersihan/higienei dan sanitasi lingkungan 64%, dan perawatan anak dan keluarga dalam keadaan sakit 67%. Hasil pengukuran BB/TB menurut standart WHO 2005 yang berada pada kategori gemuk 1%, resiko gemuk 3%, normal 73%, kurus 17%, dan sangat kurus 6%. Hasil pengukuran pengetahuan gizi berada pada kategori baik yaitu sebesar 71%, dan pengetahuan merokok berada pada kategori baik yaitu sebesar 68%.

Diperlukan penyuluhan secara merata kepada ibu yang memiliki balita pada keluarga perokok tentang makanan, gizi dan kesehatan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita sehingga pengetahuan, pola asuh dan tingkat konsumsi yang baik bisa lebih ditingkatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi balita.


(18)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF PARENTING AND NUTRITIONAL STATUS OF BABY UNDER FIVE YEARS OLD IN SMOKER FAMILIES IN BERASTAGI

DISTRICT IN 2014

Parenting parents has significant impact on the life of children in the future. One of the growth inhibitory effect of parenting which is not oriented to the development of childern. It usually occurs in under five years old.

The objective of the study was to describe the parenting and nutritional status of five under years old in smokers families in Berastagi District in 2014. This research was a descriptive cross-sectional design. Data was collected by inter views and questionnaires to 100 respondents with five under year old in the region of sub-district healath centers Berastagi in March-June 2014.

The results showed that the majority of mother who have five under year old in smoker families were with good parenting category, which consisted of 64% feeding practices, hygiene practices and environmental sanitation 64%, and the care of children and families in sickness 67%. The results of measurements of weight/height according to the WHO 2005 standards were in the category off at 1%, 3% risk of fat, 73% normal, 17% lean, and very skinny 6%. The results of measurements of nutritional knowledge a were in either category that was equal to71%, and the knowledge of smoking were in the good category at 68%.

Counseling is required on food, nutrition and health to mothers who have five under years old in smoker families so that knowledge, parenting and a good level of consumption can be further improved and will ultimately improve the nutritional status of children.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagi segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pendidikan lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu : kecerdasan otak atau kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja.

Gizi yang baik ibarat bahan bakar bagi otak. Perkembangan sirkuit otak sangat bergantung pada kualitas gizi dan stimulasi yang diberikan pada balita sejak dalam kandungan sampai usia tiga tahun pertama atau disebut masa emas pertumbuhan (golden age period). Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia bayi hingga usia tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya di usia lima tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital (Anonim, 2010).

Laju pertumbuhan balita meningkat bila dibandingkan dengan masa bayi. Pada usia ini anak-anak belajar berbicara dan memahami bahasa sehingga mereka dapat meminta makanan yang diinginkan. Perkembangan kemampuan motorik memungkinkan mereka belajar makan sendiri dengan menggunakan tangan dan minum dengan cangkir. Mereka mengenal berbagai macam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur. Pada usia ini mereka juga belajar bermain dan menghilangkan keinginannya untuk makan. Pada saat itulah orangtua harus dapat mengarahkan anak untuk mengenal berbagai jenis makanan yang kelak berpengaruh terhadap kebiasaan makan selanjutnya (Almatseir, 2011).


(20)

Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), tentang status gizi, pendidikan umum, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak (Sunarti, 2000).

Pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun (Anonim, 2010). Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makanan terjadi karena banyak tradisi dan kebiasaan seperti penghentian penyusuan lebih awal dari 2 tahun, anak kecil hanya memerlukan makanan sedikit dan pantangan terhadap makanan, ini merupakan faktor penyebab masalah gizi di masyarakat (Depkes RI, 2002).

Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak. Kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.


(21)

Kebiasaan merokok merupakan satu perbuatan yang buruk, bukan saja kepada diri sendiri, melainkan kepada orang di sekitarnya. Diperkirakan hampir satu pertiga penduduk laki-laki di dunia mempunyai kebiasaan merokok di dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengancam kesehatan manusia, perokok atau orang-orang di sekitarnya, asap rokok juga dapat menyebabkan masalah polusi udara (WHO 2006).

Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok dirumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia (Depkes, 2008).

Prevalensi merokok di Indonesia semakin meningkat, sebanyak 65 juta perokok atau 28% dari total populasi di Indonesia merokok. Prevalensi merokok pada laki-laki, menjadikan perempuan dan anak-anak perokok pasif. Data sensus 2004 menyatakan bahwa 71% keluarga Indonesia setidaknya 1 orang perokok. Profil kesehatan Depkes Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 menunjukkan sekitar 86,1% perokok merokok di dalam rumah. Anggota keluarga lain yang tinggal bersama dengan perokok akan terpapar dengan asap rokok tersebut. Keseluruhan perokok aktif yang merokok setiap hari dengan usia diatas 10 tahun di Sumatera Utara diperkirakan sekitar 23,3% (Depkes Sumut, 2008).


(22)

Berdasarkan data Riskesdas (2008), proporsi perokok di Kabupaten Karo sebesar 40,2% dan merupakan kabupaten di Sumatera Utara dengan prevalensi perokok yang paling tinggi. Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Jarak Kecamatan ini dengan pusat pemerintahan kabupaten sendiri yakni Kabanjahe adalah 10 km, dengan ibukota provinsi yakni Medan adalah 65 km. Prilaku merokok masyarakat Berastagi tidak terlepas dari kebudayaan dan adat istiadat Suku Karo yang menjadikan rokok sebagai syarat mutlak dalam setiap acara kebudayaan.

Berdasarkan penelitian Sudaryati dkk (2013), proporsi rumah tangga perokok berdasarkan ketahanan keluarga sehat di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, menunjukkan bahwa dari 120 rumah tangga perokok terdapat 75 (62,5%) rumah tangga yang berketahanan sehat baik dan 45 (37,55%) rumah tangga yang tidak berketahanan sehat. Pengeluaran rokok per bulan rata-rata 26,7% dari total pendapatan keluarga, dan lebih besar dari pengeluaran non pangan yang hanya 21,9%. Faktor pangan yang meliputi ketersediaan pangan yang diteliti menunjukkan bahwa keluarga perokok yang mempunyai faktor pangan yang baik hanya ada pada 49 keluarga (40,8%), dan 71 keluarga (59,2%) berada dalam kategori faktor pangan kurang. Sedangkan proporsi rumah tangga perokok berdasarkan faktor lingkungan menunjukkan bahwa hanya ada 23 keluarga (19,2%) yang memiliki faktor lingkungan baik, dan sebanyak 97 keluarga (80,8%) memiliki faktor lingkungan kurang baik.

Faktor pangan dan lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab masalah gizi. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan


(23)

rumah tangga dalam menyediakan pangan, baik jumlah maupun jenisnya yang cukup. Selain itu dipengaruhi juga oleh pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya gizi kurang pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai. Sehingga masalah gizi merupakan masalah multifaktor (Soekirman, 2000).

Berdasarkan survey awal tentang capaian program gizi di Puskemas Berastagi menunjukkan bahwa dari 2710 balita terdapat 48 balita yang mengalami gizi kurang dan 1 balita mengalami gizi buruk. Penyakit Diare dan ISPA merupakan penyakit paling banyak dijumpai di wilayah kerja puskesmas. Penyakit infeksi ini dapat mengakibatkan anak mengalami gizi kurang maupun gizi buruk yang erat kaitannya dengan praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan anak balita.

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Karo, dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Ibu-ibu ikut membantu suami bekerja di ladang sehingga balita dibawa ke ladang untuk ikut dengan orang tuanya yang sedang bekerja sehingga memungkinkan pola asuh anak terutama pada pemberian makan anak kurang baik dan kebersihan anak juga kurang diperhatikan. Selain itu tidak jarang pula ditemui balita terpapar langsung dengan asap rokok, karena di daerah Berastagi kegiatan merokok dilakukan dimana saja, seperti dalam acara adat, di rumah ketika bersama keluarga, di pasar pada saat berdagang, maupun di areal pertanian ketika menyemprot pestisida.


(24)

Pada umumnya balita di Kecamatan Berastagi diberi makan pagi setelah ibunya selesai menyelesaikan pekerjaan rumah. Sehingga balita sering terlambat sarapan pagi. Untuk makan siang, karena bekerja diladang mereka sering lupa untuk memberi makan balitanya tepat waktu, dan sepulang kerja mereka harus memasak terlebih dahulu sehingga balita pun terlambat makan malam. Selain itu, balita tidak diberi makanan tambahan lainnya. Sehingga ditakutkan kebutuhan nutrisi balita tidak dapat terpenuhi.

Sedangkan untuk faktor kebersihannya, karena mereka bekerja di ladang sering sekali mereka makan tanpa mencuci tangan yang benar. Begitu juga keadaan di rumah, dikarenakan suhu yang dingin keluarga jarang membuka jendela sehingga ketika ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah tidak terjadi pertukaran udara dengan baik. Hal ini mengakibatkan seluruh anggota keluarga di rumah khususnya balita terpapar asap rokok tersebut. Untuk pelayanan kesehatannya apabila ada anggota keluarga yang sakit khususnya balita, biasa hanya dilakukan perawatan di rumah dengan menggunakan obat-obatan tradisional dan hanya akan dibawa ke puskesmas apabila penyakitnya semakin parah. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun 2014.


(25)

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran pemberian makan anak usia balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

2. Untuk mengetahui gambaran praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan anak balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

3. Untuk mengetahui gambaran perawatan anak dan keluarga dalam keadaan sakit pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

4. Untuk mengetahui status gizi anak balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi dengan menggunakan indeks antropometri yaitu BB/TB.

5. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan gizi dan pengetahuan merokok pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan gambaran pada masyarakat tentang pola asuh yang nantinya dapat diketahui bagaimana pola asuh yang baik untuk anak usia balita sehingga status gizi yang baik pada anak dapat tercapai.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petugas kesehatan (puskesmas) dan aparatur Kecamatan setempat mengenai gambaran pola


(26)

asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Anak

Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk pengasuhan makanan bergizi (Depkes RI, 2000).

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 2004).

Masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 1990).

Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga komponen makanan, kesehatan, dan asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Pola asuh meliputi 6 hal


(28)

yaitu : (1) perhatian/dukungan ibu terhadap anak, (2) pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan (6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti mencari tempat pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan (Engle, 1997).

2.1.1. Peraktek Pemberian Makanan

2.1.1.1.Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak

Pola asuh anak berkaitan dengan keadaan gizi anak. Pembrian kolostrum pada bayi dihari-hari pertama kehidupan berdampak positif pada keadaan gizi anak pada umur selanjutnya. Anak-anak dengan keadaan gizi yang lebih baik berkaitan erat juga dengan perilaku pemberian ASI. Mereka yang sudah tidak diberikan ASI lagi ternyata keadaan gizinya lebih rendah (Jahari, dkk, 2000).

Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2003).

Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :

1. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh. 2. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.

3. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.


(29)

4. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuhan dalam keluarga.

5. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita (Suharjo, 2003).

Anjuran makanan untuk balita mulai dari lahir hingga berumur lima tahun yang di berikan oleh ibu kepada anak antara lain :

1. Makanan Anak sejak Lahir Sampai Usia 2 tahun

Keadaan gizi anak pada waktu lahir sangat di pengaruhi oleh keadaan gizi ibu selama hamil. Ibu yang selama hamilnya menderita gangguan gizi selain akan melahirkan anak yang gizinya kurang baik, juga memungkinkan dapat melahirkan anak dengan berbagai kelainan dalam pertumbuhannya. Dalam usia empat bulan, Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling utama.

Air susu ibu merupakan makanan pokok yang terbaik bagi bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya cepat diberikan. ASI diproduksi pada 1-5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan tim.

ASI benar-benar bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan. Komposisinya juga unik bagi bayi serta bervariasi sesuai dengan petumbuhannya. ASI mudah dicerna dan langsung terserap. Kekurangan gizi, alergi, konstipasi


(30)

(sembelit) dan obesitas (kegemukan) tampak lebih kecil kemungkinan terjadi pada bayi yang mengkonsumsi ASI (Hayati, 2009).

ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).

Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipengaruhi oleh ASI. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Arisman, 2004).

Pertumbuhan anak usia 1-3 tahun tidak sama dengan masa bayi, tetapi pada masa ini aktifitasnya lebih banyak. Golongan ini sangat rentan terhadap penyakit dan gizi dan infeksi. Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas) dengan jadwal pemberian makanan sama yaitu 3 kali makanan utama (pagi, siang, malam) dan 2 kali makanan selingan (diantara 2 kali makanan utama). Jenis jumlah dan


(31)

frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya (Depkes RI, 2006). 2. Makanan Anak Usia 3 Tahun Sampai 5 Tahun

Makanan anak usia 3 tahun sampai 5 tahun, tetap sama dengan makanan sebelumnya. Terutama protein dan vitamin A, di samping kalori dalam jumlah yang cukup. Anak-anak dalam usia ini sudah dapat lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang disajikan untuk keluarga. Bahan-bahan makanan seperti tahu, tempe, dan sayuran dapat diberikan sejak anak melewati usia 1 tahun.

Anak berusia 1-5 tahun merupakan konsumen pasif, dimana makanan yang dimakan anak hanya sebatas makanan tumbuhan disamping ASI atau tergantung pada apa yang disediakan oleh orang tuanya yang memang sudah dianggap dapat memenuhi gizi anak, sehingga peranan orang tua dalam menentukan makanan yang bergizi lengkap dan seimbang. Pada usia ini, rasa ingin tahu anak juga sanga tinggi sehingga para ibu memiliki kesempatan untuk memperkenalkan berbagai jenis makanan yang beraneka ragam yang dapat dikonsumsi oleh balita. Setelah anak mencapai usia 5 tahun, makanan padat sudah dapat diberikan karena dengan bertambahnya umur maka kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat.

Pengetahuan ibu juga sangat diperlukan dalam mengolah makanan untuk anak balita. Pada masa balita umumnya anak balita mempunyai selera makan yang bergelombang dan cenderung memilih. Mereka lebih cenderung lebih suka memakan makanan yang disukainya, untuk itu ibu harus pintar berkreasi dalam menyusun menu makanan agar menarik perhatian anak.


(32)

Apabila tidak terpenuhinya gizi dalam tubuh anak balita maka akan menyebabkan gangguan gizi. Ada beberapa hal yang menyebabkan gangguan gizi adalah karena tidak sesuainya jumlah zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Gizi yang buruk menyebabkan mudahnya terjadinya infeksi karena daya tubuh menurun, sebaliknya, penyakit infeksi sering menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan nafsu makan biasanya menurun dan dapat mengakibatkan anak yang gizinya baik akan menderita gangguan gizi.

2.1.1.2.Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.

b. Alat makan dan memasak harus bersih.

c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan.

d. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.


(33)

Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah usaha untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed, 1996).

Widaninggar (2003) mengatakan kondisi lingkungan anak harus benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruangan (bermain-main) pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kamar mandi, dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak, kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare, cacingan, dan lain-lain. Kebersihan lingkungan erat hubungan dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk.

Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit.

Menurut Sulistijani (2001), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan yang


(34)

bersih rapi dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut : (a) mandi 2 kali sehari; (b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan; (c) menyikat gigi sebelum tidur; (d) membuang sampah pada tempatnya; dan (e) buang air kecil dan besar pada tempatnya.

2.1.3. Praktek Perawatan Anak dan Keluarga Dalam Keadaan Sakit

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak, membaik praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan di mana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, polindes (Zeitlin, 1990).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah :

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.


(35)

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter jika anak menderita sakit.

2.2. Status Gizi

Menurut penelitian Hafrida (2004), terdapat kecenderungan pola asuh dengan status gizi. Semakin baik pola asuh anak maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar. Dengan kata lain, jika pola asuh anak di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin baik dan akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak.

Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suharjo, 2005).

Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang di gunakan (Depkes RI, 2002).

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Soekirman (1990), menyatakan faktor yang mempengaruhi status gizi adalah kemiskinan, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota


(36)

keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sosial budaya dan bencana alam.

1. Tingkat Pendapatan Keluarga

Menurut Adisasmito (2007), mengatakan di Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk, proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak.

Menurut Winarno (1993) mengatakan bahwa terdapat kecenderungan penurunan pengeluaran sesuai dengan kenaikan pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan salah satu penyebab malnutrisi disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai masalah gizi di daerah masyarakat miskin.

Hubungan pendapatan dan gizi dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan pendapatan untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak.


(37)

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, atau pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui, penginderaan terjadi melalui panca indera, yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan karsa. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya : media masa, elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap suatu objek, penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran (Notoatmojo, 1993).

Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizinya, dimana pengetahuan gizi tersebut didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya tingkat pedidikan menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia bahan makanan (sayuran dan buah) serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

Dengan tingkat pengetahuan yang rendah, maka walaupun makanan yang berkualitas baik masuk ke rumah tangga, tidak ada jaminan apakah makanan itu sampai pada mereka yang paling membutuhkan makanan bergizi. Kecukupan protein anak balita sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan rumah tangga dan


(38)

pengetahuan ibu. Makin tinggi tingkat pengeluaran dan tingkat pengetauan gizi ibu, maka makin baik pula kecukuan gizi anak balita mereka (Grant, 1986).

Menurut Suharjo (1996), suatu hal yang harus diperhatikan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pada keluarga pengetahuan yang rendah sering kali tidak puas dengan makanan dan tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan ibu, seperti air susu ibu (ASI) dan sesudah usia enam bulan tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat baik jumlah atau kualitasnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disajikan dan dipersiapkan di rumah tangga (Adisasmito, 2007).

Faktor pengetahuan menyebabkan status gizi berubah disebabkan oleh :

a. Ibu yang tidak memahami tentang gizi.

b. Tidak memahami cara mengolah makanan agar zat-zat yang terkandung tidak hilang saat pengolahan.

c. Tidak memahami tentang cara konsumsi makanan anak balita.

d. Jenis makanan yang mempengaruhi jiwa anak misalnya timbul kebosanan terhadap makanan olahan ibunya.

e. Rendahnya tingkat pengetahuan mengakibatkan rendahnya pendidikan, dan faktor ekonomi turut menyebabkan status gizi kurang, walaupun pengetahuan


(39)

cukup tetapi karena tidak ada dana untuk membeli bahan makanan tertentu yang kadar gizinya tinggi seperti daging.

3. Tingkat Pendidikan

Menurut Ahmadi (2001) pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Pendidikan gizi adalah pengetahuan yang memungkinkan seseorang dan mempertahankan pola makan berdasarkan prinsip-prinsip ilmu untuk mempraktekkan atau pelaksanaan dengan pengertian makanan yang bergizi, baik bahan makanan, pengolahan, sikap dan emosi pada seseorang yang berkaitan dengan makanan (Soegeng, 1999).

Pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan anak yang pertama dan merupakan dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya, tidak terkecuali kebutuhan gizi dan kesehatan (Bitai dkk, 1998).

Menurut Adisasmito (2007), mengatakan unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit.

Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada dari ibu yang tidak memiliki pendidikan (Joshi, 1994).


(40)

Jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak dalam keluarga mengalami kekurangan gizi (Suharni, 1985).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa besarnya tanggungan keluarga akan semakin kecil tingkat konsumsi pangan untuk masing-masing anggota keluarga atau dapat dikatakan semakin besar tanggungan keluarga semakin besar pula pangan yang harus tersedia.

5. Status Pekerjaan Ibu

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg, A & Sajogyo, 1986).

2.2.2. Pengaruh Perokok Pasif Terhadap Status Gizi Balita

Perokok pasif adalah orang yang ikut menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif pada saat merokok. Menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahkan bahaya yang harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari perokok aktif. Penyakit yang


(41)

dapat diderita perokok pasif ini tidak lebih baik dari perokok aktif (Sapphire, 2009).

Hasil studi penelitian epidemologi menunjukkan bukti yang kuat bahwa paparan asap rokok lingkungan terhadap anak berkaitan peningkatan jumlah penyakit saluran nafas bawah, asma, dan penyakit infeksi lainnya. Paparan semasa kanak-kanak juga dapat menyebabkan pertumbuhan kanker semasa dewasa. Penelitian meta analisis yang dilakukan Strachan dan Cook menyimpulkan bahwa hubungan orang tua perokok dan penyakit saluran nafas bawah akut pada bayi sangat mungkin. Paparan asap rokok lingkungan (salah satu keluarga adalah perokok) setelah bayi lahir menyebabkan peningkatan resiko penyakit pernafasan akut pada anak. Juga terbukti ada hubungan antara orang tua perokok khususnya dengan penyakit saluran nafas bawah akut pada tahun kedua dan tahun ketiga kehidupan anak (Rad Marssy, 2007).

Data yang dikutip dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan bahwa ada 121 juta keluarga di Indonesia yang menjadi keluarga perokok. Dengan kata lain, apabila dalam satu keluarga terdapat seorang bayi dan balita, bearti 121 juta anak Indonesia menjadi perokok pasif.

2.2.3. Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung.


(42)

Indeks Antropometri

Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2001).

Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada anak balita.

Cara pengukuran dengan antopometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena


(43)

mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan.

2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur

Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan denganbertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap perrtumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama.

3. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat ini seperti halnya dengan BB/U yang digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu, indeks BB/TB termasuk indikator status gizi yang independen terhadap umur. Indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategarikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang terbaik (Soekirman, 2000).

Menurut Soekirman (2000), untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan indeks Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB) yang dikonversikan dengan baku rujukan WHO Anthro 2005, status gizi dapat dibagi enam kategori :

1. Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku > 3,0 SD 2. Gemuk : jika skor simpangan baku 2,0 < Z < 3,0 3. Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 < Z < 2,0 4. Normal : jika skor simpangan baku -2,0 < Z < 1,0 5. Kurus : jika skor simpangan baku -3,0 < Z < -2,0 6. Sangat kurus : jika nilai Z skor < -3,0 SD


(44)

2.3. Keluarga Perokok

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998): Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Dufall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan dengan ikatan perkawinan, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga.

Keluarga juga berperan atau berfungsi sebagai tempat belajar berbagai dasar kehidupan bermasyarakat sangat tepat dijadikan sebagai filter utama untuk membentuk pola hidup sehat guna menjaga ketahanan keluarga. Keluarga yang dibangun dengan dasar yang kuat dan memiliki individu yang sehat akan menjadi keluarga yang berperngaruh kuat dalam pembangunan semua bidang. Karena dengan kondisi keluarga yang sehat, sebuah keluarga akan mencapai tahap kesejahteraan (Sudaryati, 2013).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), merokok didefenisikan sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok itu sendiri diartikan gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) ynag dibungkus (daun nipah, kertas, dsb). Keluarga perokok adalah sebuah rumah tangga atau keluarga yang mempunyai salah satu anggota keuarga yang merokok baik perempuan maupun pria yang tinggal serumah dalam satu atap. Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Dari segi kesehatan, tidak ada satu titik yang


(45)

menyetujui atau melihat manfaat yang dikandungnya. Namun tidak mudah untuk menurunkan terlebih menghilangkannya.

Kebiasaan merokok merupakan suatu kebudayaan bagi Suku Karo yang berada di Kecamatan Berastagi dan kebiasaan ini sangat sulit untuk diubah. Akan tetapi jika tidak segera diubah maka akan berdampak bagi kualitas SDM yang akan terlihat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu keluarga yang mempunyai anggota perokok perlu diperhatikan bagaimana pola asuh anak pada keluarga tersebut. Karena jika kebiasaan merokok dengan pola asuh yang tidak baik akan memperburuk status gizi balita.

2.3.1. Indikator Perilaku Merokok

Sujoraharjo (1995) mengatakan bahwa 40% dari perokok-perokok adalah perokok berat. Ada tiga indikator perilaku merokok antara lain :

1. Aktivitas fisik, merupakan perilaku yang ditampakkan individu saat merokok. Perilaku ini berupa keadaan individu berada pada kondisi memegang rokok, menghisap rokok, dan menghembuskan asap rokok.

2. Akivitas psikologis, merupakan aktivitas yang muncul bersamaan dengan aktivitas fsik. Akivitas psikologis berupa asosiasi individu terhadap rokok yang dihisap yang dianggap mampu meningkatkan daya konsentrasi, memperlancar kemampuan ketegangan, meredakan ketegangan, meningkatkan kepercayaan diri, dan penghilang kesepian.

3. Intensitas merokok yang cukup tinggi, yaitu seberapa sering atau seberapa banyak rokok yang dihisap dalam sehari.


(46)

Menurut Engle (1997), Pola Asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fifik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota lainnya. Pola asuh meliputi 6 hal yaitu : (1) perhatian/dukungan ibu terhadap anak, (2) pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan (6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti mencari tempat pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan (Engle, 1997).


(47)

Berkaitan dengan kota, pedesaan Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Care and Nutrition (1997), Model Konseptual E ngle. 2.5. Kerangka Konsep

Pemberian

Makananan Kesehatan

Pola Asuh :

Perhatian kepada perempuan Praktek pemberian

ASI/makanan

Dukungan psikososial dan kognitif

Kebersihan perseorangan Praktek kesehatan di rumah Penyimpanan danpersiapan

makanan Sumber-sumber makanan/ ekonomi Pengeluaran makanan Pendapatan Pekerjaan Kepemilikan tanah Sumber-sumber Kesehatan

Ketersediaan air bersih

Sanitasi Lingkungan  Pelayanan

kesehatan Pelayanan Keselamatan/ perlindungan Sumber-sumber mengasuh: Pengetahuan Status kesehatan Kesehatan mental Pengendalian terhadap

sumber-sumber/autonomi Waktu yang tersedia Dukungan sosial (memilih

pengasuh, pembagian pekerjaan, peranan ayah, dukungan masyarakat) Ketersediaan pangan

di keluarga

Pelayanan kesehatan dan lingkungan

Sumber-sumber yang tersedia Kelangsungan Hidup Anak

Pertumbuhan Perkembangan


(48)

Pola Asuh:

1. Peraktek pemberian makanan meliputi: Pemberian makanan pendamping

serta persiapan dan penyimpanan makanan. Status Gizi Balita 2. Peraktek kebersihan/hygiene dan sanitasi Keluarga Perokok

lingkungan. BB/TB

3. Perawatan anak dan keluarga dalam

keadaaan sakit.

Karakteristik keluarga perokok: 1. Tingkat pendapatan keluarga. 2. Tingkat pengetahuan.

3. Tingkat pendidikan. 4. Jumlah anggota keluarga. 5. Pekerjaan Ibu.

6. Perilaku merokok anggota keluarga.

Gambar 2.2. Kerangka konsep gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok

Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat kita lihat bahwa status gizi dipengaruhi oleh pola asuh yang meliputi praktek pemberian makanan (pemberian makanan pendamping ASI serta persiapan dan penyimpanan makanan), praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, serta perawatan anak dan keluarga dalam keadaan sakit. Jika pola asuh anak di dalam keluarga sudah baik maka status gizi akan baik juga. Dimana karakteristik keluarga yaitu tingkat pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendapatan


(49)

keluarga, jumlah anggota keluarga, dan perilaku merokok anggota keluarga juga dapat mempengaruhi pola asuh anak.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan disain cross-sectional untuk menggambarkan situasi pola asuh dan status gizi pada balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Berastagi dengan kelurahan yang terpilih adalah Gundaling I dan Gundaling II. Kecamatan Berastagi ini adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Karo yang mayoritas penduduknya adalah suku Karo 75% dan selebihnya suku Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturunan Cina, Pakpak, Dairi dan lain-lain. Alasan pemilihan lokasi adalah:

a. Banyaknya jumlah balita di kelurahan Gundaling I dan kelurahan Gundaling II yakni 729 anak balita

b. Tingginya angka kejadian gizi kurang sebanyak 18 anak balita dan terdapat pula gizi buruk sebanyak 1 anak balita.

c. Merokok telah menjadi salah satu budaya yang lekat pada masyarakat di Berastagi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan pengumpulan data dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014.


(51)

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita umur 1- 4 tahun yang memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam keluarga perokok yang berada di Kelurahan Gundaling I dan Gundaling II yakni sebanyak 729 balita (Hasil Capaian Program Gizi Puskesmas Berastagi, Febuari 2014).

3.3.2. Sampel

Penentuan sampel adalah besar sampel minimal pada penelitian ini dengan menggunakan rumus (Soekidjo,1993) sebagai berikut :

N n =

1+ N (d)2

Keterangan : n = Besar Sampel N = Besar Populasi

d = Tingkat Kepercayaan yang diinginkan (90%) maka sampel yang diperoleh adalah sebagai berikut :

729 n =

1 + 729 (0,1)2

= 87, 93 = 88 balita.

Untuk mengestimasi jika ada sampel yang drop out, maka sampel diambil menjadi 100 balita.

Pembagian besar sampel pada setiap desa/kelurahan, dengan besar sampel minimal yang dibutuhkan 100 rumah tangga yaitu seperti dalam tabel dibawah ini: Tabel. 3.1. Pembagian Besar Sampel pada Tiap Desa/Kelurahan di


(52)

Kerja Puskesmas Berastagi No. Desa/Kelurahan Jumlah rumah

Balita

Perhitungan Besar Sampel

1 Gundaling I 537 537/729x 100 74

2 Gundaling II 192 192/729x 100 26

Jumlah 729 100

Pemilihan sampel dilakukan secara random sampling dimana tiap keluarga dari kedua desa/kelurahan terpilih diberi nomor urut. Sampel pertama diambil secara acak dengan undian selanjutnya diambil kelipatan sesuai dengan kuota masing-masing desa/kelurahan.

Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengasuh dari balita yang memiliki kartu menuju sehat (KMS). 2. Keluarga yang memiliki salah satu anggota keluarga perokok.

3. Tercatat sebagai penduduk di lokasi penelitian, yang tinggal dilokasi penelitian minimal enam bulan.

4. Dapat berkomunikasi dengan baik. 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden (ibu anak atau pengasuh anak) yang mempunyai anak balita berpedoman pada kuesioner yang mengadop beberapa penelitian dan sudah berdiskusi dengan ahli, meliputi : karakteristik responden (nama, umur, pendidikan, pekerjaan ibu), jumlah anggota keluarga, angggota keluarga yang merokok, karakteristik anak (nama, jenis kelamin, umur) tanggal


(53)

pengukuran, praktek pemberian makan, praktek kebersihan/sanitasi lingkungan, perawatan anak dalam keadaan sakit dan pengetahuan. Untuk mengetahui status gizi balita dilakukan pengukuran dengan indeks BB/TB diperoleh dengan menimbang berat badan anak dan tinggi badan anak. 2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yang relevan dengan tujuan penelitian meliputi data geografi lokasi penelitian, data demografi penduduk, data jumlah posyandu dan data jumlah balita yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Berastagi, Puskesmas, kantor kepala desa/kelurahan penelitian di masing-masing lokasi penelitian.

3.4.2. Cara Pengumpulan Data

1. Data umum keluarga responden diperoleh melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner.

2. Data pola asuh balita keluarga responden diperoleh melalui wawancara dengan responden

3. Data geografi lokasi penelitian dan data demografi penduduk diambil dari Kantor Kecamatan Berastagi dan kantor kepala desa/kelurahan dari masing-masing lokasi penelitian.

Responden yang diwawancarai adalah pengasuh anak balita yang dianggap paling mengetahui keadaan rumah tangga termasuk pola asuh balita. Bila ditemui responden yang menolak untuk diwawancarai maka responden digantikan dengan anggota keluarga yang lainnya yang bersedia untuk diwawancarai. Jika rumah tangga sampel menolak untuk diwawancarai maka rumah tangga sampel diganti dengan rumah tangga yang lain.


(54)

3.5. Defenisi Operasional

1. Keluarga Perokok adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu rumah tangga dan biasanya makan bersama dari satu dapur yang mempunyai satu atau lebih anggota keluarga yang merokok baik perempuan maupun laki-laki.

2. Pola asuh anak adalah praktek pengasuhan yang diterapkan ibu/pengasuh kepada anak sehari-hari berkaitan dengan pemberian waktu, perhatian dan dukungan meliputi praktek pemberian makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan, serta perawatan anak dalam keadaan sakit.

3. Praktek pemberian makan adalah tindakan ibu dalam memberikan makanan yang diterapkan pada anak yang berkaitan dengan jenis, frekuensi dan waktu pemberian makan serta dukungan dalam persiapan dan penyimpanan makanan.

4. Praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan adalah cara/tindakan ibu untuk menjaga kebersihan anak dan kebersihan lingkungan anak meliputi keadaan rumah, air bersih dan pembuangan sampah.

5. Praktek Perawatan anak dan keluarga dalam keadaan sakit adalah tindakan keluarga meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (membawa anak berobat jika sakit, mendampingi anak selama sakit, anak ditimbang setiap bulan, sarana pelayanan kesehatan yang sering di kunjungi).

6. Status Gizi adalah keadaan kesehatan balita dilihat dari pengukuran antropometri berdasarkan BB/TB menggunakan standart WHO 2005 dalam skor simpangan baku.


(55)

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu mengenai makanan, gizi, kesehatan dan perilaku merokok.

8. Pendapatan Keluarga adalah jumlah seluruh penghasilan (suami, istri dan anggota keluarga lainnya) yang meliputi penghasilan pokok dan penghasilan tambahan selama satu bulan dalam satuan rupiah.

9. Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh ibu balita menduduki bangku sekolah atau kuliah dan mendapat Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

10.Status pekerjaan orangtua adalah keadaan yang dapat memberikan gambaran bekerja atau tidak bekerjanya orangtua balita. Dikatakan bekerja bila kegiatan yang dilakukan sehari-hari dapat menambah pendapatan keluarga.

11. Banyaknya anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan.

3.6. Aspek Pengukuran

1. Pemberian makan anak di ukur dengan menggunakan kuesioner sebanyak 20 pertanyaan. Skor untuk pilihan A = 2, B = 1, dan C = 0. Pengkategorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner dengan kategori sebagai berikut:

- Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah > 10 - Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah < 10

2. Praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan diukur dengan menggunakan kuesioner observasi sebanyak 20 pertanyaan. Skor untuk


(56)

pilihan A = 2, B = 1, dan C = 0. Pengkatagorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner dengan kategori sebagai berikut:

- Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah > 10 - Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah < 10

3. Perawatan anak dan keluarga dalam keadaaan sakit diukur dengan menggunakan kuesioner sebanyak 20 pertanyaaan. Skor untuk pilihan A = 1, B = 2, dan C = 0. Pengkategorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner sebagai berikut:

- Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah > 10 - Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah < 10

4. Pengetahuan ibu bersifat kuantitatif yaitu dilakukan dengan memberikan skor pada setiap pilhan dari jawaban yang diberikan, yaitu:

- Untuk jawaban a nilainya 4 - Untuk jawaban b nilainya 3 - Untuk jawaban c nilainya 2 - Untuk jawaban d nilainya 1 - Untuk jawaban e nilainya 0

Jika nilai tertinggi dari semua pertanyaan sudah digabungkan menjadi satu variable, maka nilai tertinggi dari 20 pertanyaan yang diberikan adalah 80. Berdasarkan hal tersebut, maka ada tiga tingkat pengetahuan menurut Pratomo Hadi (1986), adalah:

- Baik, jika nilai yang diperoleh >80 - Sedang, jika nilai yang diperoleh 40 – 80 - Buruk, jika nila yang diperoleh < 40


(57)

5. Status gizi anak diperoleh melalui pengukuran antropometri BB/TB dengan menggunakan standart WHO 2005 dalam simpangan baku (standart deviation score = Z – score), status gizi dapat dibagi enam kategori:

- Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku > 3,0 SD - Gemuk : jika skor simpangan baku 2,0 < Z < 3,0 - Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 < Z < 2,0 - Normal : jika skor simpangan baku -2,0 < Z < 1,0 - Kurus : jika skor simpangan baku -3,0 < Z < -2,0 - Sangat kurus : jika nilai Z skor < -3,0 SD

6. Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan dibagi menjadi 3 kategori (Adisasmito, 2007)

Pengukuran variabel tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

- Rendah, bila jenjang pendidikan ibu tidak tamat SD dan tamat SD. - Menengah, bila jenjang pendidikan ibu tamat SMP dan tamat SMA. - Tinggi, bila jenjang pendidikan ibu yang terakhir Diploma/Perguruan

Tinggi.

7. Tingkat pendapatan keluarga (Upah Minimun Provinsi Sumatera Utara, 2014)

Tingkat pendapatan keluarga berdasarkan jumlah pendapatan perkapita perbulan dibagi dalam dua kategori, yaitu:

- Sesuai dengan UMP ( > Rp. 1.505.000,-) - Di bawah UMP ( < Rp. 1.505.000,-)


(58)

8. Jumlah Anggota Keluarga (Suharni, 1985)

Jumlah angota keluarga di bagi dalam 2 kategori, yaitu:

- Sedikit, apabila memiliki < 5 orang tanggungan dalam keluarga. - Banyak, apabila memiliki > 5 orang tanggungan dalam keluarga. 9. Status pekerjaan ibu (Sarah, 2008)

- Bekerja, apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah dapat menambah pendapatan keluarga.

- Tidak bekerja, apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah tidak menambah pendapatan keluarga.

3.7. Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah secara komputerisasi. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian di periksa, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data segara diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.

2. Tabulating

Mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan maka data ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.7.2. Analisa Data

Data yang diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner dan observasi kemudian data tersebut dianalisa secara deskriftif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Gambaran umum wilayah penelitian yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi letak geografis, penduduk,sarana pendidikan, dan data kesehatan. 4.1.1. Letak Geografis

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan Ibu Kota Kecamatan Berastagi. Jarak tempuh ke Kabanjahe sebagai Ibu Kota Kabupaten adalah 11 Km dan 65 Km ke Kota Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara.

Luas Kecamatan Berastagi adalah 3.050 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 1.375 m diatas permukaan laut dengan temperature antar 19ºC s/d 26ºC dan kelembaban udara berkisar 79%, batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah/Dolat Rayat - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat/Kecamatan Merdeka

Kecamatan Berastagi sebagai salah satu wilayah pemerintahan yang terdiri dari 6 (enam) desa dan 4 (empat) kelurahan yang di mukimi oleh penduduk Kecamatan Berastagi dengan jumlah 44.734 dengan jumlah kepala keluarga 10.887.

Mayoritas penduduknya adalah suku Karo 75% dan selebihnya suku Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturunan Cina, Pakpak, Dairi dan lain-lain.


(60)

4.1.2. Penduduk

Penduduk yang akan dinyatakan dalam penelitian ini meliputi jumlah penduduk berdasarkan umur, jumlah penduduk berdasrkan jenis kelamin, dan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian .

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Jumlah penduduk di Kecamatan Berastagi adalah 43.949 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.897 KK (data demografi Kecamatan Berastagi, tahun 2013). Jika dilihat dari Tabel 4.1 jumlah penduduk paling banyak adalah kelompok usia 0-4 tahun yaitu sebesar 4931 jiwa dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 70-74 tahun sebesar 588 jiwa.

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kecamatan Berastagi Tahun 2013

No Kelmpok Umur Jumlah (N)

1 0-4 4931

2 5-9 4589

3 10-14 4371

4 15-19 3511

5 20-24 2925

6 25-29 3371

7 30-34 3592

8 35-39 3389

9 40-44 3020

10 45-49 2529

11 50-54 2102

12 55-59 1764

13 60-64 1229

14 65-69 888

15 70-74 588

16 75+ 695

Jumlah 43.494

Sumber : Data Demografi Kecamatan Berastagi Tahun 2013


(61)

Berdasarkan dari data demografi Kecamatan Berastagi Tahun 2013 jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebesar 21.843 jiwa atau 50,2% dari jumlah penduduk keseluruhan. Hasil distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Berastagi Tahun 2013

No Jenis Kelamin Jumlah (N) Presentase (%)

1 Laki-laki 21.651 49,8

2 Perempuan 21.843 50,2

Jumlah 43.494 100

Sumber : Data Demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan data demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 presentase tertinggi mata pencaharian penduduk di Kecamatan Berastagi adalah Petani (68%). Hal ini membuktikan bahwa mata pencaharian penduduk di Kecamatan Berastagi adalah petani, sisanya adalah sebagai Industri rumah tangga, PNS/ABRI, dan lainnya. Distribusi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (N) Presentase (%)

1 Petani 14.709 68

2 Industri Rumah Tangga 1767 8,1

3 PNS/ABRI 2032 9,4

4 Lainnya 3146 14,5

Jumlah 21.654 100


(62)

4.1.3. Sarana Pendidikan

Berdasarkan data demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 dapat diketahui bahwa sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Berastagi sudah cukup memadai. Di mana sudah terdapat SD, SMP, SMA negeri maupun swasta. Distribusi sarana pendidikan di Kecamatan Berastagi dapat di lihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4. Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Berastagi Tahun 2013

No Sarana Pendidikan Negeri Swasta

1 SD 17 8

2 SMP 3 5

3 SMA 3 7

Jumlah 23 20

Sumber: Data Demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 4.1.4. Data Kesehatan

Data kesehatan yang akan dinyatakan dalam penelitian ini meliputi jumlah sarana kesehatan di Kecamatan Berastagi dan jumlah tenaga kesehatan di Kecamatan Berastagi tahun 2013.

a. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Berastagi

Berdasarkan data demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 dapat diketahui bahwa sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Berastagi belum memadai, hal ini mungkin disebabkan oleh karena kondisi Kecamatan Berastagi pada Kabupaten Karo yang letaknya jauh dari kota Medan, sehingga menyebabkan kurangnya pihak Pemerintah maupun pihak Swasta untuk membuka klinik-klinik kesehatan. Distribusi sarana kesehatan di Kecamatan Berastagi dapat di lihat pada tabel 4.5 berikut ini:


(63)

Tabel. 4.5. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Berastagi Tahun 2013

No Sarana Kesehatan Jumlah (N) Presentase (%)

1 Rumah Sakit 2 2,8

2 Puskesmas 2 2,8

3 Pustu 17 24

4 BPU 4 5,6

5 Polindes 2 2,8

6 Posyandu 32 45

7 BKIA 12 17

Jumlah 71 100

Sumber: Data Demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013

b. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Berastagi tahun 2013

Berdasarkan data demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 diketahui bahwa sudah cukup banyak tenaga kesehatan yang tersedia di Kecamatan Berastagi yaitu berjumlah 113 orang. Distribusi jumlah tenaga kesehatan di Kecamatan Berastagi tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6. Distribusi Tenaga Kesehatan di Kecamatan Berastagi tahun 2013

No Tenaga Kesehatan Jumlah (N) Presentase (%)

1 Dokter 13 11,5

2 Bidan 32 28,3

3 Perawat 57 50,4

4 Mantri Kesehatan 6 5,3

5 Lainnya 5 4,5

Jumlah 113 100

Sumber: Data Demografi Kecamatan Berastagi tahun 2013 4.2. Pengumpulan Data Dasar

Pengumpulan data dasar yang akan dinyatakan dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin anak pada saat pengumpulan data dasar.

4.2.1. Jenis Kelamin Balita Pada Saat Pengumpulan Data Dasar

Pengumpulan data dasar balita dari keluarga perokok dilakukan di Kecamatan Berastagi sebanyak 100 anak diukur pada awal studi. Keseluruhan anak ditimbang pada saat pengumpulan data dasar. Berdasarkan hasil penelitian


(64)

dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu sebanyak 52 orang (52%) dari pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 orang (48%).

Hasil penelitian, distribusi frekuensi balita berdasarkan jenis kelamin yang ditimbang pada saat pengumpulan data dasar dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Balita Pada Saat Pengumpulan Data Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Berastagi Tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah (N) Presentase (%)

1 Laki-laki 52 52

2 Perempuan 48 48

Jumlah 100 100

4.2.2. Kelompok Umur Balita Pada Saat Pengumpulan Data Dasar

Umur balita di Kecamatan Berastagi dikelompokkan menjadi : 12-24 bulan dan > 24 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dan KMS balita, diketahui bahwa jumlah terbesar adalah 64 balita (64%) berada pada kelompok umur > 24 bulan. Sedangkan jumlah terkecil adalah 36 balita (36%) berada pada kelompok 12-24 bulan. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Balita Pada Saat Pengumpulan Data Dasar Berdasarkan Umur di Kecamatan Berastagi Tahun 2014

No Umur Jumlah (N) Presentase (%)

1 12-24 36 36

2 >24 64 64

Jumlah 100 100


(1)

Lampiran 11. Formulir Hasil Kuesioner Pengetahuan Merokok

5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahun Merokok

Pengetahuan Tentang Merokok A B C D E N %

n % n % n % n % n %

1. Apakah salah satu anggota keluarga anda sering merokok

didalam rumah 80 80 10 10 10 10 0 0 0 0 100 100

2. Jika ya, apakah saat merokok didalam rumah, pintu atau

jendela terbuka 70 70 15 15 15 15 0 0 0 0 100 100

3. Apakah saudara mengetahui tentang istilah perokok pasif 80 80 20 20 0 0 0 0 0 0 100 100 4. Jika YA, menurut saudara, perokok pasif itu adalah 77 77 23 23 0 0 0 0 0 0 100 100 5. Menurut anda, manakah yang lebih bahaya seorang perokok

pasif atau perokok aktif 60 60 20 20 20 20 0 0 0 0 100 100 6. Apakah anda mengetahui jika terdapat seorang perokok atau

lebih di dalam rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga menderita sakit

60 60 20 20 20 20 0 0 0 0 100 100

7. Apakah pada saat salah satu anggota keluarga sedang

merokok anak tetap dibiarkan berdekatan dengannya 70 70 20 20 10 10 0 0 0 0 100 100


(2)

8. Apakah anda mengetahui bahaya yang terkandung di dalam sebatang rokok dapat memicu terjadinya kerusakan paru-paru dan kanker

60 60 15 15 15 15 10 10 0 0 100 100

9. Apakah anda mengetahui pengeluaran rokok cukup besar

dari pengeluaran non makanan 60 60 20 20 20 20 0 0 0 0 100 100 10. Menurut saudara, apakah kerugian dari merokok 70 70 20 20 10 10 0 0 0 0 100 100


(3)

(4)

(5)

DOKUMENTASI GAMBAR

Gambar 1. Foto saat melakukan wawancara langusung dengan salah satu ibu di Gundaling II Kecamatan Berastagi.

Gambar 2. Foto bersama anak-anak di Gundaling II Kecamatan Berastagi setelah selesai melakukan wawancara.


(6)

Gambar 3. Foto pemukiman penduduk di Gundaling I Kecamatan Berastagi.

Gambar 4. Foto saat melakukan pengukuran tinggi badan anak di Gundaling I Kecamatan Berastagi.