Latar Belakang Masalah GEJOLAK POLITIK DI AKHIR KEKUASAAN PRESIDEN: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998)) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas.
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pelaku utama yaitu Soekarno, PKI, dan ABRI, ditambah dengan pelaku pembantu baik berupa partai politik maupun oknum individu di sekitar pelaku utama
tersebut Anwar, 2006:328. Dengan adanya Dekrit Presiden pada 5 Juni 1959 yang secara resmi
mengembalikan Undang-Undang 1945, maka masa Demokrasi Terpimpin pun dimulai. Soekarno, sebagai presiden, memperkuat posisinya terhadap parlemen,
posisi-posisi penting diberikan kepada para pendukung loyalnya, sehingga kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sesuai dengan keinginan Soekarno dapat
dlaksanakan tanpa gangguan. Selain Soekarno, masih ada dua kekuatan lain lagi, yaitu PKI yang mulai masuk dalam pemerintahan dan ABRI dengan konsep
Dwifungsi-nya yang sejak tahun 1958 mengintensifkan keterlibatan militer dalam administrasi sipil, politik, dan ekonomi Indonesia. Soekarno berusaha menjaga
keseimbangan dari kedua kekuatan itu dengan menempatkan dirinya di tengah untuk mengontrol semua pihak Beise, 2004:12-14.
Sementara itu, berpalingnya Soekarno dari negara-negara Barat dengan meninggalkan kebijaksanaan non-blok dan mengarahkan ke sebuah poros Jakarta-
Beijing-Pyongyang-Hanoi, membuat Amerika Serikat menjadi semakin khawatir Indonesia akan menjadi satu lagi negara yang akan jatuh dalam teori domino.
Banyak pihak yang menghawatirkan sistem keseimbangan yang dibangun Soekarno suatu saat akan rapuh dan tak dapat lagi dikontrol olehnya, sehingga
salah satu kekuatan akan menyelesaikan situasi yang sangat tidak jelas itu dengan tindakan kekerasan. Secara teoritis, kekuatan yang mungkin melakukan tindakan
tersebut antara lain PKI, Angkatan Darat, kekuatan ekstern seperti Amerika Serikat, atau bahkan Soekarno sendiri Beise, 2004:15.
Kondisi tersebut semakin memanas setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Indonesia mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik yang cukup parah.
Masyarakat umum diliputi kecemasan, unjuk rasa mahasiswa berlangsung di mana-mana, inflasi meningkat hingga mencapai 650, dan harga-
harga pun membumbung tinggi. Apalagi penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum terlihat ada tanda-tanda akan dilaksanakan oleh Presiden Soekarno
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sesuai dengan janjinya. Krisis politik pun semakin mendalam dan akibatnya mulai terjadi erosi kepercayaan rakyat kepada Presiden Soekarno dan pemerintahannya
Poesponegoro, 2008: 405. Kekuasaan Presiden Soekarno merosot drastis sejak dikeluarkannya
Supersemar. Pada masa kabinet Ampera yang disempurnakan yang dibentuk pada tanggal 11 Oktober 1966 ini posisi dan peran Presiden sama sekali tidak
mempunyai arti Suharto, 2006:8. Puncaknya, pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 pidato pertanggungjawaban Presiden soekarno yang dikenal dengan
Nawaksara dianggap mengecewakan mendapat penolakan dari berbagai pihak. Hingga pada akhirnya pada hari Kamis 23 Pebruari 1967 disaksikan oleh Ketua
Presidium Kabinet Ampera dan para menteri, Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Jenderal Soeharto Poesponegoro,
2008: 425. Selanjutnya, dengan Ketetapan No. XLIVMPRS1968 tanggal 27 Maret 1968, MPRS mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pengemban Tap.
MPRS No. IXMPRS1966 menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua, hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilu Suharto, 2006:8.
Krisis politik yang terjadi menjelang kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto tidak kalah parahnya. Adanya tuntutan akan reformasi yang terus
meningkat ditambah dengan semakin memburuknya masalah perekonomian dan kerusuhan masal yang terjadi di berbagi tempat telah memporak-porandakan
benteng terakhir rezim yang telah berkuasa 32 tahun tersebut Ricklefs, 2008:688. Gejolak politik dan sosial yang terjadi pada bulan Mei 1998 itu
memiliki potensi besar menimbulkan terjadinya kekerasan antara kekuatan pendukung karena bagaimanapun, kekuatan Soeharto pada waktu itu masih sangat
besar. Selain ABRI masih berdiri di belakangnya, selaku pemegang TAP VMPR, ia juga diberi kewenangan untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk
menyelamatkan pembangunan dan mempertahankan kekuasaannya. Sulastomo, 2008: 78.
Banyak cara yang masih bisa dilakukan oleh Soeharto untuk memukul, menghentikan, dan menghancurkan barisan orang-orang yang akan menggoyang
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kekuasaanya. Ia masih bisa memerintahkan Prabowo misalnya, dengan menjanjikan promosi baginya, supaya mau menggunakan pasukannya untuk
menghentikan momentum mahasiswa hingga pembantaian massal di Tiananmen, Beijing, pada tahun1989 akan terulang lagi di Jakarta Emmerson, 2001:590.
Namun kenyataannya, Perang saudara yang mengerikan itu dapat dihindari dan proses pergantian kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie berjalan secara lancar
dan relatif damai. Soeharto dengan sikap penuh santun seperti meyakinkan kepada semua pihak bahwa berakhirnya kepresidenan itu sebagai suatu hal yang menjadi
pilihan dan keputusannya sendiri, secara bebas, tanpa dipaksa. Pada hari Kamis, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, bertempat di
Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden Republik Indonesia. Pidato tersebut menandai berakhirnya
sebuah kekuasaan yang telah digenggam dengan kuatnya selama beberapa periode ke belakang. Masa kepresidenan yang panjang selama kurang lebih tiga puluh dua
tahun itu diakhiri dengan prosesi pengunduran diri yang diucapkan dengan penuh kesadaran dan kesengajaan, bukan kata-kata spontan atau sambil lalu Emmerson,
2001:521. Pengumuman pengunduran diri Soeharto pada Kamis pagi itu cukup
mengejutkan masyarakat dunia. Banyak yang bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya mendorong Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur dari
jabatan presiden? Setelah enam kali berturut-turut menjadi orang nomor satu di negeri Indonesia, mengapa Soeharto dengan begitu mudahnya mau melepaskan
kekuasaan yang telah digenggam selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Padahal banyak pengamat berkesimpulan sebelumnya, bahwa selama Soeharto bisa dan
mampu, ia tak akan rela melepaskan atau menyerahkan tampuk kekuasaannya pada siapa pun Emmerson, 2001:527.
Mundurnya Soeharto dari jabatan presiden banyak mendapatkan tanggapan dari kepala pemerintahan maupun berbagai tokoh dunia lainnya. Dunia pers pun
tidak ketinggalan, baik media lokal maupun internasional ikut menyoroti dan memberikan pandangan lewat pemberitaan-pemberitaannya. Para pengamat di
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Amerika memberikan hipotesa bahwa lengsernya Soeharto disebabkan karena ketiadaan demokrasi di bawah Orde Baru yang akhirnya mengakhiri rezim itu.
Pengamat lainnya lebih menyoroti fenomena legitimasi politik sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari sudut pandang itu, tumbangnya Soeharto
disebabkan karena ambruknya perekonomian dan bukan karena langkanya demokrasi Emmerson, 2001:529.
Argumen lain mengatakan bahwa pergolakan yang terjadi pada tahun 1997- 1998 yang menyebabkan Soeharto ingin dan sukarela memilih untuk
mengundurkan diri. Kemelut sepanjang 1997-1998 membahayakan dua faktor legitimasi yang terpenting bagi rezimnya, yaitu ancaman terhadap kematian
pertumbuhan ekonomi dan kehancuran stabilitas politik. Meskipun Soeharto masih tetap mau menjadi presiden, katanya, hanya karena tanggung jawab yang
dirasakannya terhadap bangsa dan tak ingin menyelinap pergi dari medan pertempuran dan kondisi negara yang gawat. Namun jika rakyat sudah tidak
menghendaki kepemimpinannya, ia siap berhenti dan tak ingin rakyat menganggap dirinya sebagai rintangan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa
Emmerson, 2001:532. Munculnya
bermacam-macam analisis seperti
yang dikutip dan dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa peristiwa jatuhnya rezim
Soekarno dan Soeharto merupakan sebuah peristiwa yang fenomenal yang mampu menyita perhatian berbagai pihak baik di tingkat lokal maupun internasional.
Mengamati hal tersebut, saya merasa tergerak untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh tentang peristiwa-peristiwa tersebut dari pemberitaan dan sudut pandang
pers. Pers merupakan salah satu media yang independen yang memiliki hak dan fungsi dalam memotret keadaan dan kehidupan perpolitikan yang sedang
berlangsung saat itu. Sikap dan pandangan yang dikemukakan oleh media masa, bagaimanapun merupakan refleksi dari sikap, pendirian, dan keyakinan para
redaktur pers yang bersangkutan dalam fungsinya sebagai institusi sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat Suwirta, 2000:1-2. Meskipun dalam kondisi
perpolitikan dan perekonomian yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dan terciptanya stabilitas politik, seringkali memaksa pers untuk menyurutkan peran politiknya dan terkadang harus meninggalkan ciri-ciri formalnya sebagai
pers yang idealis Fatah, 1999:47. Dalam penelitian ini penulis akan lebih memfokuskan kajian untuk
menelaah pemberitaan-pemberitaan media massa mengenai peristiwa-peristiwa politik yang terjadi menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno dan
Presiden Soeharto, terutama dari surat kabar Kompas. Alasan dasar memilih surat kabar tersebut dikarenakan Kompas merupakan salah satu surat kabar nasional
yang dianggap memiliki kredibilitas, terbuka, independen, dan bersikap tidak memihak kepentingan politik apapun. Hal tersebut dikemukakan oleh Asvi
Warman Adam 2002:141-143 bahwa meskipun dilahirkan oleh lingkungan Katholik, harian ini sejak semula telah mengambil posisi sebagai surat kabar yang
terbuka dan independen karena banyak memberi sumbangan melaluipenyajian berbagai topik dan keakuratan dalam menyajikan pemberitaannya.
Selain itu Kompas juga ikut menyaksikan dan mengawal pergolakan politik yang terjadi menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno dan
Soeharto. Kompas merupakan media massa yang tetap utuh dan konsisten dengan visi
dan misinya dari sejak awal berdirinya hingga sekarang. Ketika surat kabar lain terpaksa harus berganti nama atau menukar kebijakan pemberitaan karena
terjangan badai Orde Baru, Kompas satu-satunya surat kabar nasional yang selamat Adam, 2002:138. Visi dan misi Kompas seperti yang diungkapkan oleh
Asvi Warman Adam 2002:143 adalah sebagai berikut: Berdasarkan falsafah organisasi yang telah ditetapkan sendiri oleh
perusahaan, dapat dirumuskan bahwa visi Kompas adalah sebagai agen sejarah, yaitu menciptakan masyarakat indonesia baru yang demokratis,
patriotis, dan profesional. Misi Kompas adalah mengabarkan dan menyebarkan informasi ini termasuk sumber sejarah. Melalui bisnis dalam
bidang pers yang dikelola dengan manajemen yang sehat dan etika usaha yang bersih diciptakan pemberitaan yang akurat dan proporsional dalam
rangka mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa. Disiplin dan kejujuran menjadi kata kunci bagi para pengasuh media ini untuk menjadikan
Yaya Sumirat, 2014 Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan
Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
usaha mereka mampu menjadi nomor satu. Melalui sinergi sesama karyawan dan antara karyawan dan perusahaan, diciptakan layanan dan prestasi
maksimal untuk menyampaikan hati nurani rakyat.
Sejak diterbitkan untuk pertama kalinya pada tanggal 28 juni 1965, perkembangan surat kabar Kompas grafiknya lebih terlihat meningkat naik dari
waktu ke waktu, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, tanpa disertai gejolak besar internal seperti yang pernah dialami surat kabar nasional lainnya.
Saat ini, Kompas telah menjadi surat kabar nasional yang sangat besar dan berpengaruh di negara Indonesia Adam, 2002:138-139.
Mengingat akan hal itu, cukup menarik kiranya untuk menggali dan meneliti peristiwa sejarah dari sudut pandang surat kabar tersebut. Bagaimana
sebenarnya tanggapan, sikap, serta pendirian surat kabar Kompas yang ditunjukan lewat pemberitaan-pemberitaannya dalam bentuk tajuk rencana, catatan pojok,
dan karikaturnya. Untuk itu peneliti bermaksud mengangkatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul
“GEJOLAK POLITIK DI AKHIR KEKUASAAN PRESIDEN: Kasus Presiden Soekarno 1965-1967 dan Soeharto 1996-
1998 dalam Pandangan Surat Kabar Kompas ”