GEJOLAK POLITIK DI AKHIR KEKUASAAN PRESIDEN: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998)) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Disusun oleh: Yaya Sumirat

0906178

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014


(2)

Oleh Yaya Sumirat

Sebuah Skripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Yaya Sumirat 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

(4)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Skripsi ini berjudul”Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas”. Permasalahan utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana surat kabar Kompas memberikan sikap dan pandangannya terhadap pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode historis. Metode historis yang dimaksud adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Tahap-tahap yang dilakukan dalam metode ini meliputi: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Teknik penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi dokumentasi dan studi literatur berupa arsip-arsip surat kabar Kompas dan buku-buku sumber yang relevan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, isi dalam skripsi ini menggambarkan bagaimana tanggapan dan pandangan surat kabar Kompas (dilihat dari tajuk rencana, catatan pojok, dan karikaturnya) terhadap gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Selain itu, skripsi ini juga mengungkapkan perbedaan dan persamaan pandangan surat kabar Kompas terhadap peristiwa-peristiwa politik yang terjadi pada masa kejatuhan kedua Presiden tersebut. Berdasarkan tajuk-tajuk yang telah dianalisis, Kompas memandang bahwa gejolak politik yang terjadi merupakan akumulasi dari kekesalan dan kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang dari waktu ke waktu semakin menumpuk. Hal tersebut telah menyebabkan terjadinya erosi kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno dan Soeharto. Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa menurut Kompas, langkah terbaik yang harus dilakukan untuk mengatasi gejolak politik tersebut adalah mundurnya Soekarno dan Soeharto dari jabatan presiden. Konsistensi atas sikapnya terhadap hal itu dibuktikan Kompas dengan memberi dukungan penuh kepada pemerintahan baru setelah terjadinya peralihan kekuasaan tersebut. Namun demikian, surat kabar ini tidak segan-segan memberikan kritik dan pandangannya disaat pemerintahan baru tersebut mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan masyarakat dan bangsa.Semoga penelitian ini menjadi inspirasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai bagaimana sikap dan pandangan media massa terhadap peristiwa-peristiwa sejarah, khususnya yang berkaitan dengan kejatuhan Presiden Soekarno dan Soeharto sehingga akan terungkap nuansa yang berbeda dalam memandang peristiwa-peristiwa tersebut.


(5)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

The title of this thesis is ”Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas”. The main problem discussed in this study is how Kompas provide attitude and Perspective towards the political upheaval that occurred at the end of the rule of President Soekarno and Soeharto. The method of this study is historical method. The historical method is the process of critically and analyze records and relics of the past. The historical method wich includes four steps: heuristic, criticism, interpretation and historiography. Research techniques is the study of literature of archival Kompas and relevant books. Based on the result, the contents of this thesis illustrates how the Kompas responses and views (seen from the editorial, catatan pojok, and caricature) about the political upheavals that occurred before the end of the rule of President Soekarno and Soeharto. In addition, this paper also reveals the differences and similarities Kompas views about political events that occurred during the second fall of the president. Based editorials that have been analyzed, Kompas believes that the political turmoil that occurs an accumulation of resentment and frustration of the people to the government. This problems has led to the erosion of public trust in the leadership of President Soekarno and Soeharto. This study came to the conclusion that according of Kompas, the best of solution that must be done to resolve the political turmoil is Sukarno and Suharto resignation from the post of president. Consistency Kompas for that visible by giving full support to the new government after the transition of power. However, Kompas did not hesitate to criticize when the new government issued policies that are considered prejudicial to the interests of society and the nation. Hopefully this research was the inspiration for further studies on how the attitudes and views of the mass media for historical events, especially those related to the downfall of President Soekarno and Soeharto that will unfold different nuance of looking at these events.


(6)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vi viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... E. Struktur Organisasi Skripsi...

1 7 8 8 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Kekuasaan dalam Masyarakat/Negara... B.Politik dan Gejolak Politik... C.Peranan dan Kebebasan Pers... D.Analisis Wacana dan Semiotik... E. Penelitian Terdahulu...

11 15 16 21 24 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian... B. Persiapan Penelitian... 1. Pengajuan Tema Penelitian... 2. Penyusunan Rancangan Penelitian... 3. Proses Bimbingan... 4. Mengurus Perizinan...

26 28 28 29 30 31


(7)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Pelaksanaan Penelitian... 1. Heuristik... 2. Kritik Sumber... a. Kritik eksternal... b. Kritik Internal... 3. Interpretasi... 4. Historiografi... 32 32 34 34 35 37 38 BAB IV SIKAP DAN PANDANGAN SURAT KABAR KOMPAS

MENGENAI PERGOLAKAN POLITIK MENJELANG BERAKHIRNYA KEKUASAAN PRESIDEN

SOEKARNO DAN SOEHARTO... A.Sejarah Singkat... 1. Presiden Soekarno... 2. Presiden Soeharto... 3. Surat kabar Kompas... B.Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden Soekarno... 1. Peristiwa Gerakan 30 September dan Penyelesaiannya. 2. Gerakan Mahasiswa 1996... 3. Peralihan Kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto... C.Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden Soeharto... 1. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998... 2. Gerakan Mahasiswa 1998... 3. Peralihan Kekuasaan Presiden Soekarno kepada

Jenderal Soeharto... D. Perbedaan dan Persamaan Sikap dan Pandangan Surat Kabar Kompas... 40 41 41 43 45 49 51 62 67 75 77 85 91 99


(8)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A.Kesimpulan... B. Saran-saran...

104 107 DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS...

109 115


(9)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebuah rezim pemerintahan bagaimanapun kuat dan besar kekuasaannya tidak akan pernah berjaya terus-menerus tanpa ada batasnya. Suatu saat rezim tersebut kekuasaannya pasti akan melemah dan akhirnya mengalami keruntuhan. Tidak ada rezim yang mampu bertahan selamanya dan tidak ada pemimpin yang mampu menggenggam kekuasaannya secara langgeng dan abadi. Seorang pemimpin, bagaimanapun besar wibawanya dan piawai memimpin rakyatnya, suatu waktu ia harus rela mundur dan jatuh dari kekuasaannya.

Dalam sejarah bangsa Indonesia, telah beberapa kali mengalami pergantian pemerintahan dan kepemimpinan. Sejak terbentuknya negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 telah terjadi beberapa kali pergantian kepala negara. Dari mulai pemerintahan Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, hingga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sekarang ini.

Proses berakhirnya sebuah rezim pemerintahan tidak selalu berjalan dengan mulus. Pergantian kepemimpinan dari rezim yang lama ke rezim yang baru seringkali diwarnai dengan pergolakan politik, baik yang terjadi sebelumnya maupun sesudah peralihan itu terjadi. Gejolak politik yang mengiringi jatuhnya pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto merupakan peristiwa yang banyak menyita perhatian khalayak ramai, baik secara lokal maupun internasional. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman pemerintahan kedua Presiden tersebut posisi Indonesia cukup disegani oleh dunia internasional. Bahkan banyak yang beranalisis bahwa kejatuhan dua Presiden tersebut tidak terlepas dari konspirasi dan campur tangan dunia internasional (Isak, 2002).

Situasi politik di Indonesia menjelang berakhirnya pemerintahan Soekarno diwarnai dengan adanya pertentangan-pertentangan antar berbagai kekuatan politik yang ada dalam lingkar kekuasaan dan pemerintahan pada waktu itu. Adanya tiga kekuatan politik yang menampilkan “permainan-segi-tiga” dengan


(10)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pelaku utama yaitu Soekarno, PKI, dan ABRI, ditambah dengan pelaku pembantu baik berupa partai politik maupun oknum individu di sekitar pelaku utama tersebut (Anwar, 2006:328).

Dengan adanya Dekrit Presiden pada 5 Juni 1959 yang secara resmi mengembalikan Undang-Undang 1945, maka masa Demokrasi Terpimpin pun dimulai. Soekarno, sebagai presiden, memperkuat posisinya terhadap parlemen, posisi-posisi penting diberikan kepada para pendukung loyalnya, sehingga kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sesuai dengan keinginan Soekarno dapat dlaksanakan tanpa gangguan. Selain Soekarno, masih ada dua kekuatan lain lagi, yaitu PKI yang mulai masuk dalam pemerintahan dan ABRI dengan konsep Dwifungsi-nya yang sejak tahun 1958 mengintensifkan keterlibatan militer dalam administrasi sipil, politik, dan ekonomi Indonesia. Soekarno berusaha menjaga keseimbangan dari kedua kekuatan itu dengan menempatkan dirinya di tengah untuk mengontrol semua pihak (Beise, 2004:12-14).

Sementara itu, berpalingnya Soekarno dari negara-negara Barat dengan meninggalkan kebijaksanaan non-blok dan mengarahkan ke sebuah poros Jakarta-Beijing-Pyongyang-Hanoi, membuat Amerika Serikat menjadi semakin khawatir Indonesia akan menjadi satu lagi negara yang akan jatuh dalam teori domino. Banyak pihak yang menghawatirkan sistem keseimbangan yang dibangun Soekarno suatu saat akan rapuh dan tak dapat lagi dikontrol olehnya, sehingga salah satu kekuatan akan menyelesaikan situasi yang sangat tidak jelas itu dengan tindakan kekerasan. Secara teoritis, kekuatan yang mungkin melakukan tindakan tersebut antara lain PKI, Angkatan Darat, kekuatan ekstern seperti Amerika Serikat, atau bahkan Soekarno sendiri (Beise, 2004:15).

Kondisi tersebut semakin memanas setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Indonesia mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik

yang cukup parah. Masyarakat umum diliputi kecemasan, unjuk rasa mahasiswa

berlangsung di mana-mana, inflasi meningkat hingga mencapai 650%, dan harga-harga pun membumbung tinggi. Apalagi penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum terlihat ada tanda-tanda akan dilaksanakan oleh Presiden Soekarno


(11)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sesuai dengan janjinya. Krisis politik pun semakin mendalam dan akibatnya mulai terjadi erosi kepercayaan rakyat kepada Presiden Soekarno dan pemerintahannya (Poesponegoro, 2008: 405).

Kekuasaan Presiden Soekarno merosot drastis sejak dikeluarkannya Supersemar. Pada masa kabinet Ampera yang disempurnakan yang dibentuk pada tanggal 11 Oktober 1966 ini posisi dan peran Presiden sama sekali tidak mempunyai arti (Suharto, 2006:8). Puncaknya, pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 pidato pertanggungjawaban Presiden soekarno yang dikenal dengan

Nawaksara dianggap mengecewakan mendapat penolakan dari berbagai pihak.

Hingga pada akhirnya pada hari Kamis 23 Pebruari 1967 disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan para menteri, Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Jenderal Soeharto (Poesponegoro, 2008: 425). Selanjutnya, dengan Ketetapan No. XLIV/MPRS/1968 tanggal 27 Maret 1968, MPRS mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pengemban Tap. MPRS No. IX/MPRS/1966 menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua, hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilu (Suharto, 2006:8).

Krisis politik yang terjadi menjelang kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto tidak kalah parahnya. Adanya tuntutan akan reformasi yang terus meningkat ditambah dengan semakin memburuknya masalah perekonomian dan kerusuhan masal yang terjadi di berbagi tempat telah memporak-porandakan benteng terakhir rezim yang telah berkuasa 32 tahun tersebut (Ricklefs, 2008:688). Gejolak politik dan sosial yang terjadi pada bulan Mei 1998 itu memiliki potensi besar menimbulkan terjadinya kekerasan antara kekuatan pendukung karena bagaimanapun, kekuatan Soeharto pada waktu itu masih sangat besar. Selain ABRI masih berdiri di belakangnya, selaku pemegang TAP V/MPR, ia juga diberi kewenangan untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan pembangunan dan mempertahankan kekuasaannya. (Sulastomo, 2008: 78).

Banyak cara yang masih bisa dilakukan oleh Soeharto untuk memukul, menghentikan, dan menghancurkan barisan orang-orang yang akan menggoyang


(12)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kekuasaanya. Ia masih bisa memerintahkan Prabowo misalnya, dengan menjanjikan promosi baginya, supaya mau menggunakan pasukannya untuk menghentikan momentum mahasiswa hingga pembantaian massal di Tiananmen, Beijing, pada tahun1989 akan terulang lagi di Jakarta (Emmerson, 2001:590). Namun kenyataannya, Perang saudara yang mengerikan itu dapat dihindari dan proses pergantian kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie berjalan secara lancar dan relatif damai. Soeharto dengan sikap penuh santun seperti meyakinkan kepada semua pihak bahwa berakhirnya kepresidenan itu sebagai suatu hal yang menjadi pilihan dan keputusannya sendiri, secara bebas, tanpa dipaksa.

Pada hari Kamis, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, bertempat di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden Republik Indonesia. Pidato tersebut menandai berakhirnya sebuah kekuasaan yang telah digenggam dengan kuatnya selama beberapa periode ke belakang. Masa kepresidenan yang panjang selama kurang lebih tiga puluh dua tahun itu diakhiri dengan prosesi pengunduran diri yang diucapkan dengan penuh kesadaran dan kesengajaan, bukan kata-kata spontan atau sambil lalu (Emmerson, 2001:521).

Pengumuman pengunduran diri Soeharto pada Kamis pagi itu cukup mengejutkan masyarakat dunia. Banyak yang bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya mendorong Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatan presiden? Setelah enam kali berturut-turut menjadi orang nomor satu di negeri Indonesia, mengapa Soeharto dengan begitu mudahnya mau melepaskan kekuasaan yang telah digenggam selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Padahal banyak pengamat berkesimpulan sebelumnya, bahwa selama Soeharto bisa dan mampu, ia tak akan rela melepaskan atau menyerahkan tampuk kekuasaannya pada siapa pun (Emmerson, 2001:527).

Mundurnya Soeharto dari jabatan presiden banyak mendapatkan tanggapan dari kepala pemerintahan maupun berbagai tokoh dunia lainnya. Dunia pers pun tidak ketinggalan, baik media lokal maupun internasional ikut menyoroti dan memberikan pandangan lewat pemberitaan-pemberitaannya. Para pengamat di


(13)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Amerika memberikan hipotesa bahwa lengsernya Soeharto disebabkan karena ketiadaan demokrasi di bawah Orde Baru yang akhirnya mengakhiri rezim itu. Pengamat lainnya lebih menyoroti fenomena legitimasi politik sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari sudut pandang itu, tumbangnya Soeharto disebabkan karena ambruknya perekonomian dan bukan karena langkanya demokrasi (Emmerson, 2001:529).

Argumen lain mengatakan bahwa pergolakan yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang menyebabkan Soeharto ingin dan sukarela memilih untuk mengundurkan diri. Kemelut sepanjang 1997-1998 membahayakan dua faktor legitimasi yang terpenting bagi rezimnya, yaitu ancaman terhadap kematian pertumbuhan ekonomi dan kehancuran stabilitas politik. Meskipun Soeharto masih tetap mau menjadi presiden, katanya, hanya karena tanggung jawab yang dirasakannya terhadap bangsa dan tak ingin menyelinap pergi dari medan pertempuran dan kondisi negara yang gawat. Namun jika rakyat sudah tidak menghendaki kepemimpinannya, ia siap berhenti dan tak ingin rakyat menganggap dirinya sebagai rintangan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa (Emmerson, 2001:532).

Munculnya bermacam-macam analisis seperti yang dikutip dan dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa peristiwa jatuhnya rezim Soekarno dan Soeharto merupakan sebuah peristiwa yang fenomenal yang mampu menyita perhatian berbagai pihak baik di tingkat lokal maupun internasional. Mengamati hal tersebut, saya merasa tergerak untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh tentang peristiwa-peristiwa tersebut dari pemberitaan dan sudut pandang pers. Pers merupakan salah satu media yang independen yang memiliki hak dan fungsi dalam memotret keadaan dan kehidupan perpolitikan yang sedang berlangsung saat itu. Sikap dan pandangan yang dikemukakan oleh media masa, bagaimanapun merupakan refleksi dari sikap, pendirian, dan keyakinan para redaktur pers yang bersangkutan dalam fungsinya sebagai institusi sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat (Suwirta, 2000:1-2). Meskipun dalam kondisi perpolitikan dan perekonomian yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi


(14)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan terciptanya stabilitas politik, seringkali memaksa pers untuk menyurutkan peran politiknya dan terkadang harus meninggalkan ciri-ciri formalnya sebagai pers yang idealis (Fatah, 1999:47).

Dalam penelitian ini penulis akan lebih memfokuskan kajian untuk menelaah pemberitaan-pemberitaan media massa mengenai peristiwa-peristiwa politik yang terjadi menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, terutama dari surat kabar Kompas. Alasan dasar memilih surat kabar tersebut dikarenakan Kompas merupakan salah satu surat kabar nasional yang dianggap memiliki kredibilitas, terbuka, independen, dan bersikap tidak memihak kepentingan politik apapun. Hal tersebut dikemukakan oleh Asvi Warman Adam (2002:141-143) bahwa meskipun dilahirkan oleh lingkungan Katholik, harian ini sejak semula telah mengambil posisi sebagai surat kabar yang terbuka dan independen karena banyak memberi sumbangan melaluipenyajian berbagai topik dan keakuratan dalam menyajikan pemberitaannya.

Selain itu Kompas juga ikut menyaksikan dan mengawal pergolakan politik yang terjadi menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.

Kompas merupakan media massa yang tetap utuh dan konsisten dengan visi

dan misinya dari sejak awal berdirinya hingga sekarang. Ketika surat kabar lain terpaksa harus berganti nama atau menukar kebijakan pemberitaan karena terjangan badai Orde Baru, Kompas satu-satunya surat kabar nasional yang selamat (Adam, 2002:138). Visi dan misi Kompas seperti yang diungkapkan oleh Asvi Warman Adam (2002:143) adalah sebagai berikut:

Berdasarkan falsafah organisasi yang telah ditetapkan sendiri oleh perusahaan, dapat dirumuskan bahwa visi Kompas adalah sebagai agen sejarah, yaitu menciptakan masyarakat indonesia baru yang demokratis, patriotis, dan profesional. Misi Kompas adalah mengabarkan dan menyebarkan informasi (ini termasuk sumber sejarah). Melalui bisnis dalam bidang pers yang dikelola dengan manajemen yang sehat dan etika usaha yang bersih diciptakan pemberitaan yang akurat dan proporsional dalam rangka mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa. Disiplin dan kejujuran menjadi kata kunci bagi para pengasuh media ini untuk menjadikan


(15)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

usaha mereka mampu menjadi nomor satu. Melalui sinergi sesama karyawan dan antara karyawan dan perusahaan, diciptakan layanan dan prestasi maksimal untuk menyampaikan hati nurani rakyat.

Sejak diterbitkan untuk pertama kalinya pada tanggal 28 juni 1965, perkembangan surat kabar Kompas grafiknya lebih terlihat meningkat naik dari waktu ke waktu, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, tanpa disertai gejolak besar internal seperti yang pernah dialami surat kabar nasional lainnya. Saat ini, Kompas telah menjadi surat kabar nasional yang sangat besar dan berpengaruh di negara Indonesia (Adam, 2002:138-139).

Mengingat akan hal itu, cukup menarik kiranya untuk menggali dan meneliti peristiwa sejarah dari sudut pandang surat kabar tersebut. Bagaimana sebenarnya tanggapan, sikap, serta pendirian surat kabar Kompas yang ditunjukan lewat pemberitaan-pemberitaannya dalam bentuk tajuk rencana, catatan pojok, dan karikaturnya. Untuk itu peneliti bermaksud mengangkatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul “GEJOLAK POLITIK DI AKHIR KEKUASAAN PRESIDEN: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998)) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana pandangan surat kabar Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto.”

Agar pembahasan menjadi lebih fokus dan terarah, maka penelitian ini dibatasi untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.Bagaimana proses berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno? 2.Bagaimana proses berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto?

3.Bagaimana sikap dan pandangan surat kabar Kompas mengenai gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno?


(16)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.Bagaimana sikap dan pandangan surat kabar Kompas mengenai gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto? 5.Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan surat kabar Kompas

mengenai gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai secara khusus dalam penelitian ini adalah untuk menemukan, menganalisis serta mengemukakan bagaimana pandangan surat kabar Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto.”

Sesuai dengan judul skripsi yang diajukan dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan pokok dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan proses berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan dampaknya bagi perkembangan politik di Indonesia.

2. Untuk mendeskripsikan proses berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto dan dampaknya bagi perkembangan politik di Indonesia.

3. Untuk menganalisis dan mengungkapkan sikap dan pandangan surat kabar Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan Presiden Soekarno.

4. Untuk menganalisis dan mengungkapkan sikap dan pandangan surat kabar Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan Presiden Soeharto.

5. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan pandangan surat kabar

Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan

Presiden Soekarno dan Soeharto.


(17)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bagi peneliti, hasil penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang pergolakan politik yang terjadi pada masa berakhirnya kekuasaan Pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.

Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis bagi khalayak umum dari hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan penjelasan mengenai latar belakang politik dan kronologi peristiwa berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto. 2. Memberikan penjelasan bagaimana pandangan media massa mengenai

pergolakan politik yang terjadi di akhir kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto terutama sikap dan pandangan dari surat kabar Kompas. 3. Memberikan kontribusi materi sejarah mengenai situasi dan kondisi

dunia pers pada masa berakhirnya kekuasaan Pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.

E. Stuktur Organisasi Skripsi

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang mengacu pada pedoman karya ilmiah UPI sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa pokok pikiran yang berkenaan dengan latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan serta sistematika penulisan dalam penelitian mengenai pergolakan politik pada masa berakhirnya kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang sumber-sumber yang didapatkan dan digunakan oleh penulis yang di dalamnya terdapat berbagi fakta, konsep, generalsasi, serta pendapat para ahli sejarah mengenai pergolakan politik pada masa berakhirnya kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. BAB III METODOLOGI PENELITIAN


(18)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab ini mengungkapkan rangkaian kegiatan serta cara-cara yang ditempuh oleh penulis dalam melakukan penelitian mengenai pergolakan politik pada masa berakhirnya kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. Rangkaian penelitian tersebut akan dijabarkan secara kronologi dan terperinci dari mulai persiapan, pelaksanaan, hingga penyusunan laporan penelitian.

BAB IV SIKAP DAN PANDANGAN SURAT KABAR KOMPAS MENGENAI PERGOLAKAN POLITIK YANG TERJADI MENJELANG BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEKARNO DAN SOEHARTO

Bab ini berisi pendeskripsian hasil penelitian mengenai pergolakan politik pada masa berakhirnya kekuasaan Pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto, serta bagaimana pandangan surat kabar Kompas terhadap peristiwa tersebut berdasarkan pemberitaan-pemberitaannya, yang akan dituangkan secara sistematis dan kronologis.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah diajukan dalam rumusan masalah mengenai mengenai pandangan surat kabar

Kompas mengenai pergolakan politik yang terjadi pada masa berakhirnya


(19)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas


(20)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan metodologi yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian mengenai gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno (1965-1967) dan Presiden Soeharto (1996-1998) dalam pandangan surat kabar Kompas.

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur, teknik atau cara-cara yang sistematis yang dilakukan dalam penyidikan atau penelitian suatu disiplin ilmu untuk mendapatkan obyek yang diteliti (Sjamsuddin, 2007:13). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sejarah (historis) dengan studi literatur dan dokumentasi sebagai teknik penelitian yang berfungsi untuk mendalami dan menjawab permasalahan dalam penelitian skripsi ini. Adapun pertimbangan penulis menggunakan metode sejarah karena tulisan ini merupakan kajian sejarah, serta data-data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini berasal dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Metode historis sendiri mengandung arti proses mengkaji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau yang hasilnya berupa rekonstruksi imajinatif atau biasa dikenal dengan historiografi (Gottschalk, 1986:32) Metode historis merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala peristiwa atau gagasan yang timbul di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang.

Metode historis memiliki tahapan-tahapan atau langkah-langkah penelitian, mulai dari mengumpukan sumber hingga penuangan data ke dalam bentuk tulisan. Ismaun (2005: 49) mengungkapkan beberapa langkah yang harus dilakukan ketika peneliti menggunakan metode historis tersebut, yaitu:


(21)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Heuristik, yaitu proses mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan data-data dan fakta sejarah. Pada tahap ini penulis berusaha mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang diangkat menjadi bahan kajian, baik yang berbentuk buku, artikel, berita dari surat kabar, dan dokumen yang lainnya. Sumber-sumber tersebut dicari dengan cara mengunjungi perpustakaan nasional dan daerah, kantor surat kabar, dan toko-toko buku.

2. Kritik, yaitu meneliti atau menyelidiki keaslian sumber yang telah dicari dan dikumpulkan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan pengklasifikasian dan penyaringan terhadap sumber-sumber yang berhasil didapatkan. Kemudian akan dilakukan kritik baik internal maupun eksternal agar informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut merupakan informasi yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.

3. Interpretasi atau penafsiran merupakan usaha untuk memahami dan mencari hubungan fakta-fakta dari sumber-sumber atau data-data yang diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan rasional. Pada tahap ini, penulis berusaha menganalisis dan mencari hubungan dari berbagai fakta yang yang didapat mengenai persamaan dan perbedaan pandangan surat kabar Kompas dalam menyikapi pergolakan politik pada masa berakhirnya kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. Proses interpretasi ini diharapkan akan mampu menjawab permasalahan penelitian yang telah diajukan.

4. Historiografi, yaitu tahap penulisan sejarah. Tahap ini merupakan langkah terakhir dalam prosedur penelitian sejarah. Kegiatannya meliputi penyusunan sumber dan fakta sejarah setelah dianalisis dan ditafsirkan sehingga menjadi suatu cerita sejarah yang menarik . Pada tahap ini penulis akan menyajikan hasil temuan dengan cara menyusunnya dalam bentuk tulisan yang menggunakan gaya dan tata bahasa yang sistematis dan kronologis.


(22)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian dan penyusunan skripsi ini mengikuti langkah-langkah yang telah dikemukakan di atas yang merupakan kegiatan inti dari sebuah penelitian.

B. Persiapan Penelitian

Sebelum memulai penelitian, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh penulis sebagai persiapan agar penelitian berjalan dengan lancar, terarah, dan terencana dengan baik. Adapun beberapa langkah yang ditempuh oleh penulis dalam tahap ini antara lain:

1. Pengajuan Tema Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian adalah memilih dan menentukan topik yang akan menjadi bahan kajian dalam penelitian. Dari awal, penulis berkeinginan melakukan penelitian sejarah yang berhubungan dengan pers atau media massa. Pemilihan tema tersebut didasarkan pada minat dan ketertarikan penulis pada dunia pers dan jurnalistik. Penulis juga konsen dengan dunia kepenulisan dan pernah beberapa kali mengikuti pelatihan kepenulisan dan jurnalistik.

Ketika mengikuti mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah, penulis

mengajukan proposal dengan judul “Jatuh bangun majalah Tempo pada masa

Orde Baru” sebagai tugas wajib dalam mata kuliah tersebut. Ketika proposal

tersebut dipresentasikan di depan kelas, ibu Murdiyah Winarti, sebagai dosen pengajar, memberi masukan agar penulis lebih menyoroti sebuah peristiwa sejarah dalam pandangan Tempo saja, supaya kajiannya menjadi lebih menarik. Penulis pun berusaha mencari peristiwa sejarah yang akan dijadikan bahan kajian. Setelah membaca berbagai referensi dan melakukan diskusi dengan beberapa teman mahasiswa, penulis mencatat beberapa tema sejarah untuk dipilih menjadi topik penelitian.


(23)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hingga akhirnya penulis merasa tertarik dan memutuskan untuk mengkaji tentang proses pengunduran diri Presiden Soeharto dan jatuhnya rezim Orde Baru. Keputusan ini diambil setelah penulis mendapat penjelasan materi dalam perkuliahan Sejarah Orde Baru dan Reformasi. Kemudian penulis melakukan konsultasi dengan dosen yang mengajar mata kuliah Sejarah Orde Baru dan Reformasi tentang kemungkinan mengangkat tema tersebut untuk sebuah penelitian. Setelah dianggap cocok, maka penulis pun memilih peristiwa tersebut untuk menjadi bahan kajian. Namun disebabkan pada saat Soeharto jatuh, majalah Tempo ternyata sedang vakum dan tidak terbit karena dibreidel, maka akhirnya penulis mengganti media massa Tempo dengan surat kabar Kompas.

Ketika mengikuti kuliah Metodologi Penelitian Sosial Budaya sekitar bulan Desember 2012 pada semester tujuh, penulis mengonfirmasikan judul penelitian kepada Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.si sebagai ketua TPPS (Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi) untuk mengetahui kelayakan dan orisinalitas tema dan judul penelitian yang dipillih. Sehingga dipastikan bahwa tema atau judul tersebut belum ada yang meneliti sebelumnya dan layak untuk diteliti. Kemudian penulis melakukan konsultasi dengan beberapa dosen pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah, antara lain bapak H. Didin Saripudin, ibu Farida Sarimaya, bapak Moch. Eryk Kamsori, dan ibu Yeni Kurniawati sebagai dosen pembimbing akademik penulis.

Setelah mendapat rekomendasi untuk segera diseminarkan dari ibu Murdiyah Winarti sebagai dosen pengajar mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah maka penulis pun menyerahkan proposal penelitian kepada TPPS (Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi) untuk didaftarkan dalam Seminar Proposal Skripsi. Judul proposal yang akhirnya diajukan pada seminar proposal skripsi yaitu ”Peristiwa Pengunduran Diri Presiden Soeharto dalam Pandangan Surat Kabar Kompas.” Seminar proposal dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2013 pukul 9.00-selesai bertempat di lantai 4 ruang Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.


(24)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian yang berbentuk sebuah proposal penelitian merupakan salah satu proses yang harus dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian. Adapun rancangan penelitian yang dibuat meliputi (1) Judul Penelitian, (2) Latar Belakang, (3) Rumusan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kajian Pustaka, (7) Metode Penelitian, dan (8) Struktur Organisasi Skripsi. Setelah mengalami beberapa kali revisi berdasarkan saran dan pertimbangan dari berbagai pihak, maka penulis mencoba mengajukan proposal penelitian kepada TPPS. Proposal penelitian yang

dibuat dan diajukan oleh penulis berjudul ”Peristiwa Pengunduran Diri Presiden

Soeharto dalam Pandangan Surat Kabar Kompas.”

Proposal tersebut mendapat persetujuan dari TPPS untuk dipresentasikan dalam Seminar Proposal Skripsi. Seminar proposal dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2013 pukul 9.00-selesai, dengan dihadiri oleh beberapa dosen pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah. Pada saat seminar, penulis mendapatkan banyak masukan dari para dosen yang hadir mengenai isi proposal. Berdasarkan saran dan masukan dari Bapak Drs. Suwirta, M.Hum, sebagai calon Pembimbing I, penulis diminta untuk merubah judul penelitian dari “Peristiwa Pengunduran Diri Presiden Soeharto dalam Pandangan Surat Kabar Kompas” menjadi “Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas.”

Pengesahan proposal penelitian untuk penyusunan skripsi dikeluarkan dan ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah No. 005/TPPS/JPS/PEM/2013. Dalam surat keputusan tersebut, ditentukan pula dosen yang akan menjadi pembimbing skripsi. Sebagai Pembimbing I, yakni Bapak Drs. Suwirta, M.Hum dan Bapak Moch. Eryk Kamsori, S.Pd sebagai Pembimbing II.


(25)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Proses Bimbingan

Setelah Pembimbing I dan Pembimbing II di tetapkan, penulis pun mulai mengikuti proses bimbingan. Proses bimbingan dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara penulis dan dosen pembimbing agar penelitian berjalan dengan lancar dan baik. Kegiatan bimbingan dilakukan setelah terlebih dahulu penulis menghubungi pembimbing, kemudian dibuat kesepakatan jadwal pertemuan antara penulis dan pembimbing.

Proses bimbingan dilakukan secara bertahap, bab demi bab dikonsultasikan secara intensif, baik dengan Pembimbing I, Bapak Drs. Suwirta, M.Hum maupun dengan Pembimbing II, Bapak Moch. Eryk Kamsori, S.Pd. Bimbingan pertama kali dimulai pada bulan maret 2013 dengan menyerahkan dan mengonsultasikan proposal yang telah direvisi berdasarkan masukan pada saat seminar. Selanjutnya, tahap demi tahap penelitian dan hasil penelitian dikonsultasikan pada saat pertemuan dengan masing-masing pembimbing. Proses bimbingan ini sangat membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Dari dosen pembimbing penulis mendapatkan saran, masukan, arahan dan petunjuk dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi selama penelitian.

4. Mengurus Perizinan

Pada tahap ini penulis mulai menentukan lembaga atau instansi mana yang akan dikunjungi dalam pelaksanaan penelitian. Lembaga atau instansi yang dimaksud adalah yang dapat memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Untuk dapat berhubungan dengan lembaga atau instansi yang terkait, maka penulis membutuhkan surat keterangan atau pengantar dari pihak Universitas sebagai bukti bahwa penulis merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian mengenai topik tersebut.

Pengurusan surat perizinan tersebut dimulai dengan meminta surat pengantar dari pihak Jurusan Pendidikan Sejarah yang kemudian diserahkan kepada pihak


(26)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Setelah mendapat surat pengantar dari fakultas, selanjutnya penulis membawanya ke BAAK untuk mendapatkan surat keterangan dari Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Surat permohonan izin penelitan dengan nomor 1179/UN40.10/PL/2013 tertanggal 21 November 2013 tersebut ditujukan kepada: 1. Kantor Litbang Kompas Jakarta 2. Kantor Graha Kompas Bandung.

Di lembaga/instansi tersebut penulis beruaha mencari dan mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan topik dan permasalahan penelitian yang dikaji oleh penulis. Sumber yang dicari yaitu berupa arsip surat kabar Kompas antara tahun 1965-1967 dan tahun 1996-1998.

C. Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini merupakan tahap paling penting dalam sebuah penelitian. Dalam tahap ini, penulis mulai melaksanakan langkah-langkah penelitian yang dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik merupakan kegiatan pencarian sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dan diteliti (Sjamsuddin, 2007:86). Dalam tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan fakta-fakta sejarah dari sumber-sumber yang relevan dengan masalah penelitian yaitu tentang gejolak politik yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno (1965-1967) dan Presiden Soeharto (1996-1998). Sumber sejarah yang digunakan dalam penelitian ini berupa catatan tertulis seperti: buku, dokumen, jurnal, surat kabar, majalah, dan sumber dari internet.


(27)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Proses pencarian sumber ini mulai dilakukan penulis sejak bulan Januari 2013 dengan mengunjungi perpustakaan kampus, perpustakaan umum, perpustakaan pribadi, dan toko-toko buku. Beberapa tempat yang dikunjungi oleh penulis, antara lain:

a. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Perpustakaan UPI adalah perpustakaan yang paling pertama dan paling sering dikunjungi oleh penulis selama penyusunan skripsi ini. Kunjungan dimulai sejak penyusunan proposal penelitian sekitar bulan Desember 2012. Berbagai buku yang berhubungan dengan Soekarno, Soeharto, masalah politik dan kekuasaan ditemukan oleh penulis pada tempat bagian koleksi sirkulasi dan koleksi Upiana.

b. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di jalan Salemba Raya No. 28A Jakarta Pusat. Beberapa kali penulis mengunjungi perpustakaan ini, yaitu tanggal 12 April 2013 dan 3 Desember 2013. Kunjungan dilakukan sendirian maupun bersama dengan teman-teman yang lain. Koleksi di perpustakaan ini cukup lengkap, penulis mendapatkan koleksi surat kabar dan majalah yang terbit pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto di ruangan khusus yang terletak di lantai 8.

c. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah. Di perpustakaan jurusan penulis menemukan dan membaca koleksi skripsi dari para alumni Jurusan Pendidikan Sejarah yang tersimpan di sana. Penulis juga mendapatkan buku-buku tentang sejarah yang berkaitan dengan masalah penelitian yang dikaji, antara lain buku Revolusi Indonesia Dalam News

and Views karya Bapak Andi Suwirta dan buku Metodologi Sejarah karya

Bapak Helius Sjamsuddin.

d. Toko buku Gramedia dan Gunung Agung. Pencarian sumber juga dilakukan penulis dengan mengunjungi pusat-pusat penjualan buku antara lain: toko Gramedia dan Gunung Agung, dalam rangka mencari sumber yang relevan dengan tema penelitian.


(28)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Lapak buku Pasar Senen Jakarta Pusat. Penulis juga mencari buku ke lapak buku Pasar Senen bersama saudara Taufik Hidayat untuk mencari buku bekas terbitan masa lampau. Pencarian dilakukan sekitar bulan September 2013.

f. Perpustakaan pribadi Taufik Hidayat dan Amirudin. Selain itu penulis juga meminjam beberapa buku dari teman mahasiswa yaitu tentang keruntuhan rezim Soeharto dari saudara Taufik Hidayat dan buku tentang Soekarno-Hatta dari Amirudin.

g. Kantor Litbang Kompas Jakarta. Pada tangal 2 Desember 2013, penulis mengunjungi kantor Litbang Kompas. Dari sana penulis mendapatkan sumber primer yang berupa koleksi arsip surat kabar tahun 1965-1967 dan 1996-1998 yang akan menjadi bahan kajian dalam penelitian skripsi ini. h. Browsing internet. Penulis juga melakukan penjelajahan internet untuk

mencari informasi dan buku-buku elektronik yang bisa diakses.

i. Koleksi Pribadi. Selain itu penulis juga memiliki beberapa buku koleksi pribadi yang digunakan sebagai sumber sekunder dalam penyusunan skripsi ini.

2. Kritik Sumber

Setelah sumber-sumber dicari dan berhasil ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan kritik terhadap sumber-sumber tersebut. Kritik sumber merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian karya ilmiah agar karya sejarah yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Tujuan dari kritik sumber tiada lain untuk menguji kebenaran dan ketepatan dari sumber yang didapat dengan cara diteliti kesesuaian, keterkaitan, dan keobjektifannya baik secara eksternal maupun secara internal. Seorang sejarawan seringkali dihadapkan pada situasi untuk membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar (palsu), mana yang benar dan mana yang meragukan atau mustahil (Sjamsuddin, 2007:131).


(29)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada tahap kritik ini pertama-tama penulis melakukan klasifikasi sumber-sumber yang ditemukan menjadi dua bagian sesuai dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis. Pertama, sumber primer yang berupa arsip dari surat kabar

Kompas. Kedua, sumber sekunder yang berupa buku-buku, jurnal,

dokumen-dokumen tertulis, serta artikel dari media massa lain selain Kompas yang digunakan sebagai pembanding dan informasi pelengkap dalam kajian skripsi ini.

a. Kritik eksternal

Pada dasarnya kritik eksternal digunakan untuk memeriksa otensitas sumber dari penampilan luarnya (fisik) yang biasanya berupa dokumen atau arsip. Kritik dilakukan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber tersebut telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007:134). Peneliti melakukan kritik sumber dengan cara melakukan penelusuran dan pengumpulan informasi mengenai penulis sumber dengan salah satu cara melihat karya atau tulisan lain yang dihasilkannya. Mengidentifikasi penulis adalah cara pertama yang bisa dilakukan untuk menegakan otentisitas (Sjamsuddin, 2007:135).

Mengenai kritik eksternal ini Ismaun (2005:50) merumuskannya dengan tiga pertanyaan sebagai berikut:

1). Apakah sumber tersebut memang sumber yang kita kehendaki? 2). Apakah sumber itu asli atau turunan?

3). Apakah sumber itu asli atau telah diubah-ubah?

Untuk sumber yang berupa arsip surat kabar Kompas, penulis tidak banyak menemui kesulitan untuk menilai keaslian sumber yang didapat karena sumber-sumber tersebut didapatkan dari pihak Kompas secara langsung. Surat kabar ini memiliki arsip yang lengkap koleksi surat kabar yang diterbitkannya sejak pertama kali terbit pada tahun 1965 yang bisa diakses di kantor Litbang Kompas Jakarta.


(30)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan untuk sumber yang berupa buku, jurnal, dan dokumen tertulis, setidaknya penulis melakukan kritik terhadap dua hal, yaitu berkaitan dengan latar belakang dan kredibilitas dari penulis buku tersebut dan bagaimana keadaan fisik dari buku tersebut. Sebagai contoh misalnya, terhadap buku otobiografi Soeharto yang berjudul Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Buku tersebut ditulis oleh G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. yang merupakan penulis berpengalaman dan memiliki banyak karya yang telah diterbitkan. Karya lain yang pernah ditulis oleh Ramadhan K.H. antara lain biografinya ibu Inggit Garnasih yang berjudul Kuantar Kau ke Gerbang Istana. Kemudian mengenai keadaan fisik dari buku tersebut, terlihat masih utuh dan cukup bagus. Kondisi sampul luarnya yang berwarna hijau tua masih kokoh karena memakai hard

cover dan isi halaman juga masih utuh dan lengkap sesuai dengan keadaan pada

waktu diterbitkan. Penulis berkeyakinan bahwa buku biografi tersebut masih asli dan belum mengalami perubahan.

b. Kritik Internal

Berbeda dengan kritik eksternal yang melihat sumber dari aspek luarnya, kritik internal lebih menekankan kepada aspek “dalam” yaitu isi dari sumber yang didapat berupa kesaksian, sehingga peneliti bisa memutuskan apakah data yang diperoleh bisa dipercaya atau tidak (Sjamsuddin, 2007:143). Penulis melakukan kritik sumber dengan cara melihat isi dari sumber yang satu dibandingkan dengan isi sumber yang lain, dalam konteks kajian yang sama. Sehingga diperoleh kepastian bahwa sumber tersebut memang layak dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan skripsi ini

Untuk mempermudah dalam memahami isi sumber, penulis mengklasifikasikan sumber menjadi dua bagian, yaitu sumber yang berupa surat kabar dan sumber yang berbentuk buku. Untuk sumber yang berupa artikel surat kabar Kompas, penulis mencoba membandingkan isinya dengan artikel dengan tema yang sama di surat kabar yang lain yang terbit pada kurun waktu sama.


(31)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebagai contoh, sebuah artikel dalam surat kabar Kompas yang berjudul

“Pelajaran Indonesia dan Peranan ABRI” dengan artikel dalam surat kabar Media

Indonesia yang berjudul “ Debat Setelah Lengser Keprabon” yang sama-sama terbit pada hari Minggu, 24 Mei 1998. Isi kedua artikel tersebut memberitakan mengenai situasi setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Bedanya, kalau Kompas lebih menyoroti reaksi dunia internasional sedangkan

Media Indonesia lebih fokus pada situasi dalam negeri Indonesia.

Untuk sumber yang berbentuk buku, penulis membandingkan isinya dengan isi di buku yang lain yang membahas topik yang sama persis. Contoh isi buku yang coba penulis bandingkan adalah buku-buku yang berisi topik tentang kejatuhan rezim Soekarno dan Soeharto.

Buku tentang Soekarno, misalnya tentang hubungan Soekarno dengan terjadinya peristiwa G30S/PKI. Penulis menemukan beberapa buku yang membahas soal tersebut. Di antaranya, buku yang berjudul Soekarno, Tentara,

PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965 yang ditulis oleh

Rosihan Anwar dan buku yang ditulis oleh Kerstin Beise yang berjudul Apakah

Soekarno terlibat Peristiwa G30S.

Kedua buku tersebut sama-sama membahas tentang tentang hubungan dan posisi Soekarno dalam peristiwa G30S, namun ada beberapa perbedaan yang cukup menonjol dalam sudut pandang keduanya dalam membahas peristiwa tersebut. Rosihan Anwar menyampaikan bahasannya secara kronologis sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dan disaksikannya secara langsung. Penjelasannya terlihat begitu utuh meskipun unsur subjektifitas seringkali muncul karena apa yang ditulisnya merupakan sebuah rangkaian peristiwa yang dialaminya sendiri. Sedangkan Kerstin Beise memaparkan masalah hubungan Soekarno dengan PKI dalam bukunya tersebut dengan tampilan data dan analisa yang jujur sehingga muatan akademisnya lebih terasa. Hal tersebut bisa dipahami karena buku ini merupakan pengembangan dari skripsi yang ditulisnya ketika ia mengambil studi sejarah di Universitas Hasanuddin, Makassar. Isi dari buku


(32)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut merupakan hasil penelitian yang didasarkan pada data dan fakta yang berhasil didapatkan olehnya.

Untuk buku yang membahas tentang peristiwa jatuhnya Presiden Soeharto, di antaranya buku yang berjudul Runtuhnya Rezim daripada Soeharto: Rekaman

Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998 (1999) yang ditulis oleh Diro Aritonang

dengan buku Lengser Keprabon (2008) yang ditulis oleh Sulastomo. Kedua buku tersebut sama-sama membahas tentang keruntuhan rezim Soeharto namun ada sedikit perbedaan dalam sudut pandang penulisannya.

Dalam buku Aritonang, peristiwa jatuhnya Soeharto dipaparkan secara kronologis dengan menyajikan data dan peristiwa yang diurutkan secara rinci. Isi dalam buku ini lebih cenderung mirip dengan laporan investigasi atau laporan jurnalistik dan lebih banyak memotret perjuangan mahasiswa Indonesia pada tahunn 1998. Salah satu kelebihan buku ini adalah ia ditulis dan diterbitkan tahun 1999, satu tahun setelah peristiwa lengsernya Soeharto. Sedangkan dalam buku

Lengser Keprabon (2008) yang ditulis oleh Sulastomo, pembahasan mengenai

jatuhnya Soeharto dipaparkan berdasarkan analisis mengenai gejolak dan peristiwa politik yang terjadi sebelum dan sesudah Soeharto mundur.

3. Intepretasi

Pada tahap ini penulis melakukan interpretasi terhadap data dan fakta dari sumber sejarah. Penulis mencoba mengolah, menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji kebenarannya dalam tahap sbelumnya. Fakta-fakta-fakta tersebut dirangkaikan dan dihubungkan satu sama lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dimana peristiwa yang satu dimasukan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya (Ismaun, 2005:59-60). Setelah fakta yang satu dihubungkan dengan fakta yang lain, maka akan dihasilkan rekonstrusi sejarah sebagai kerangka pemikiran sejarah yang utuh.

Pada penelitian skripsi yang berjudul “Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan


(33)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam Pandangan Surat Kabar Kompas” ini, penulis melakukan interpretasi terhadap data dan fakta yang didapatkan dari arsip surat kabar Kompas antara lain tentang krisis ekonomi, demostrasi mahasiswa, dan peralihan kekuasaan yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto. Sehingga bisa diketahui bagaimana pandangan Kompas terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. Adakah persamaan dan perbedaannya dalam menyikapi peristiwa-peristiwa itu.

4. Historiografi

Historigrafi merupakan tahap terakhir dalam sebuah penelitian sejarah, tahap ini lazim juga disebut laporan penelitian. Historiografi berarti pelukisan sejarah atau gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau (Ismaun, 2005:28). Pada tahap ini penulis menceritakan hasil temuan dengan disertai penafsiran dari penulis sehingga tercipta rekonstruksi peristiwa sejarah yang utuh dalam bentuk tulisan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang mengacu pada buku Pedoman Karya Ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Sedangkan untuk teknik penulisannya, penulis menggunakan sistem Harvard sebagaimana lazim digunakan dan berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia.

Penulisan skripsi ini dimulai sejak dilaksanakannya seminar proposal tanggal 20 Pebruari 2013. Selanjutnya di susun secara bertahap bab demi bab, sesuai dengan arahan dan masukan dari dosen pembimbing skripsi dalam setiap melakukan bimbingan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang penelitian juga ketertarikan penulis mengenai permasalahan yang diangkat. Bab ini dilengkapi pula dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode dan teknik penelitian, dan struktur organisasi skripsi.


(34)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab II Kajian Pustaka, memaparkan mengenai tinjauan kepustakaan dan kajian teoritis terhadap konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji.

Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan tentang langkah-langkah dan prosedur penelitian yang dilakukan oleh penulis sejak awal hingga akhir secara lengkap.

Bab IV Pembahasan, berisi uraian atau penjelasan tentang aspek-aspek yang ditanyakan dalam rumusan masalah.

Bab V Kesimpulan, memberikan jawaban atas semua permasalahan dalam penelitian secara keseluruhan setelah melakukan pengkajian pada bab-bab sebelumnya.


(35)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto (1996-1998) dalam Pandangan Surat Kabar Kompas. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Beberapa hal yang dapat penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang dibahas, antara lain:

Proses berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan Soeharto diwarnai dengan terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik. Berbagai macam peristiwa dan konflik politik terjadi menjelang mundurnya Soekarno dan Soeharto dari jabatan presiden. Diawali dengan terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang cukup parah yang menyebabkan harga-harga melonjak naik hingga sektor usaha yang mengalami kemunduran drastis. Lemahnya fundamen ekonomi itu akhirnya berpengaruh pula pada sektor-sektor kehidupan lain secara tidak langsung.

Terjadinya krisis ekonomi menjadi pemicu dari munculnya aksi-aksi, baik yang bernuansa politik maupun sosial ekonomi. Adanya pertentangan-pertentangan antar berbagai kekuatan politik dan aksi-aksi kekerasan masa yang terjadi di berbagai daerah. Kejadian tersebut merupakan akumulasi dari kekesalan dan kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang dari waktu ke waktu semakin menumpuk

Kekecewaan, kekesalan, dan kecemasan masyarakat kepada pemerintah itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa yang terutama dimotori oleh kalangan mahasiswa. Para mahasiswa berusaha menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Mereka mengoreksi dan


(36)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan masyarakat banyak. Ketika aspirasi dan tuntutan mereka tidak mendapat respon yang serius dari pemerintah, maka tuntutan mereka pun berkembang menjadi satu suara tunggal yang mendesak Presiden Soekarno dan Soeharto supaya mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.

Adanya tekanan dan desakan dari berbagai pihak untuk mundur, ditambah kondisi sosial politik yang semakin tidak kondusif yang menyebabkan jalannya pemerintahan menjadi tidak normal dan stabil, memaksa Presiden Soekarno dan Soeharto akhirnya turun dari kursi kepresidenan yang didudukinya. Proses peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto dan peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie berjalan relatif lancar, meskipun ada beberapa pihak yang memperdebatkan status hukum dari proses peralihan kekuasaan tersebut.

Sebagai media yang memiliki visi dan misi untuk mencerdaskan bangsa,

Kompas dengan setia dan penuh seksama ikut mengawal setiap peristiwa politik

yang terjadi menjelang kejatuhan kedua Presiden tersebut. Dalam tajuk rencana, catatan pojok, dan karikaturnya, Kompas berusaha mempertanyakan sekaligus menunjukan apa yang tidak benar dari kebijakan pemerintah atau situasi sosial masyarakat yang tercipta sebagai akibat dari adanya kebijakan tersebut.

Ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, surat kabar ini memperlihatkan kepedulian dan perhatiannya terhadap peristiwa tersebut. Kompas menyatakan bahwa pemberontakan PKI pada peristiwa G30S merupakan sebuah fakta sejarah yang ternyata telah meruntuhkan kekuatan PKI sendiri. Berdasarkan fakta-fakta tentang penghianatan PKI, Kompas cenderung menyesalkan dan mengutuk terjadinya peristiwa tersebut, serta prihatin dengan sikap pimpinan nasional dalam menghadapi persoalan tersebut yang dinilai tidak kompak. Ketidaktegasan sikap Presiden Soekarno terhadap peristiwa dan penyelesaian G30S menyebabkan krisis politik dan ekonomi di tanah air semakin bertambah


(37)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

parah, akibatnya terjadi erosi kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno.

Kompas juga memperlihatkan keprihatinannya atas terjadinya aksi kerusuhan

massa pada 13-14 Mei 1998 yang telah menimbulkan kerugian harta dan korban jiwa. Dampak dari kerusuhan tersebut berbuntut panjang dan menyebabkan sebagian masyarakat menjadi trauma serta diliputi perasaan takut, akibatnya berbagai kegiatan rutin mereka menjadi terhambat dan terganggu.

Menyikapi aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, baik gerakan mahasiswa 1996 maupun gerakan mahasiswa 1998, Kompas mengakui betapa besarnya peranan mahasiswa dalam menyuarakan dan menyalurkan aspirasi rakyat sehingga bisa didengar oleh pemerintah yang berkuasa. Kompas memberikan dukungan penuh terhadap gerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Tentu saja selama yang diperjuangkan oleh mahasiswa dan pelajar itu adalah gerakan yang murni yang tidak ditunggangi oleh kepentingan apa pun.

Proses peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pun mendapat perhatian surat kabar ini. Kompas menilai bahwa penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto merupakan tindakan yang lahir atas kesadaran dan inisiatif dari Presiden Soekarno sendiri setelah menyaksikan hilangnya kepercayaan rakyat dan ABRI kepadanya. Proses peralihan itu pun dinilai cukup lancar, Kompas memberi dukungan penuh pada pemerintahan baru yang dipimpin Soeharto.

Pada saat Soeharto terpilih kembali sebagai presiden pada periode 1998-2003,

Kompas mulai meragukan kesanggupan dan kemampuan Soeharto untuk

memimpin kembali Indonesia. Selain usia yang sudah cukup lanjut, juga karena permasalahan bangsa yang sudah semakin kompleks. Maka ketika ada tuntutan dari mahasiswa dan elemen lainnya agar Soeharto mundur, Kompas pun memandang bahwa langkah terbaik yang harus dilakukan adalah Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden.


(38)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ada beberapa persamaan sikap dan pandangan Kompas mengenai proses peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto dan dari Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie, antara lain:

- Akar dari krisis yang terjadi menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno dan Soeharto tiada lain karena telah luluhnya kepercayaan terhadap otoritas pemerintahan kedua Presiden tersebut.

- Langkah terbaik yang harus dilakukan untuk mengatasi konflik politik dan berbagai macam krisis tersebut adalah mundurnya Soekarno dan Soeharto dari jabatan presiden.

- Kompas memberi dukungan kepada pemerintahan baru setelah terjadinya peralihan kekuasaan tersebut.

B.Saran-saran

Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan rekomendasi pada pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah, khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas, karena topik penelitian ini termasuk dalam materi pembelajaran yang dibahas di sekolah. Materi dalam penelitian ini sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD), antara lain:

- Kelas XII semester 1 program Ilmu Pengetahuan Sosial, SK menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru dan SK menganalisis perjuangan sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi, KD menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya Reformasi.

- Kelas XI semester 2 program Ilmu Pengetahuan Alam, SK merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru, KD menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru. Kelas XII semester 1, SK merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi sampai masa Reformasi.


(39)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

- Kelas XII semester 1 program Bahasa, SK merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru, KD menganalisis pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru. Semester 2, SK merekonstruksi perjuangan bangsa sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi, KD merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru sampai dengan masa Reformasi.

Untuk surat kabar Kompas semoga tetap dan terus menjadi media massa yang independen dalam menyuarakan dan memberitakan kebenaran. Menerbitkan berita yang objektif dan adil sesuai dengan fakta yang sebenarnya, tidak memihak kepada kepentingan penguasa atau pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan sendiri. Sehingga isi dalam surat kabarnya, baik news atau views, bisa dijadikan sebagai salah satu sumber referensi dan sumber sejarah.

Selain itu penulis memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya mengenai bagaiman sikap dan pandangan media massa lain terhadap peristiwa-peristiwa sejarah, khususnya yang berkaitan dengan kejatuhan Presiden Soekarno dan Soeharto. Dengan adanya penelitian tersebut, penulis berharap akan terungkap nuansa yang berbeda dalam memandang peristiwa tersebut.


(40)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas


(41)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Wikrama I. (2005). Politik Hukum Pers indonesia. Jakarta: Grasindo. Adams, Cindy. (1982). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Jakarta: Gunung Agung.

Alam, Wawan T. (2003). Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno vs Bung

Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anwar, Rosihan. (2006). Soekarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum

Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Aritonang, Diro. (1999). Runtuhnya Rezim daripada Soeharto: Rekaman

Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998. Bandung: Pustaka Hidayah.

Armada, Wina. (1993). MenggugatKebebasan Pers. Jakarta: SinarHarapan.

Beise, Kerstin. (2004). Apakah Soekarno terlibat Peristiwa G30S ?. Yogyakarta: Ombak.

Budiardjo, Miriam. (1993). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Effendy, Onong U. (1994). IlmuKomunikasiTeoridanPraktek. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Emmerson, Donal K. (2001). Indonesia Beyond Soeharto: Negara, ekonomi,

Masyarakat, Transisi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fatah, Eep S. (2000). Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi

Pasca Orde Baru. Bandung:Mizan.

Gaines, William C. (2007). Laporan Investigasi Untuk Media Cetak & Siaran. Jakarta: Institut Arus Informasi Kedutaan Amerika Serikat.

Gottschalk, Louis. (1975). Understanding History: A Primer of Historical Method,

MengertiSejarah. Jakarta:Universitas Indonesia. (TerjemahanNugroho Notosusanto).

Isak, Joesoef ed. (2002). Dokumen CIA-Melacak Penggulingan Soekarno dan

konspirasi G30S-1965 (Terjemahan bahasa Indonesia). Jakarta: Hasta Mitra.


(1)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Wikrama I. (2005). Politik Hukum Pers indonesia. Jakarta: Grasindo.

Adams, Cindy. (1982). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

Alam, Wawan T. (2003). Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno vs Bung Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anwar, Rosihan. (2006). Soekarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Aritonang, Diro. (1999). Runtuhnya Rezim daripada Soeharto: Rekaman Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998. Bandung: Pustaka Hidayah.

Armada, Wina. (1993). MenggugatKebebasan Pers. Jakarta: SinarHarapan.

Beise, Kerstin. (2004). Apakah Soekarno terlibat Peristiwa G30S ?. Yogyakarta: Ombak.

Budiardjo, Miriam. (1993). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Effendy, Onong U. (1994). IlmuKomunikasiTeoridanPraktek. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Emmerson, Donal K. (2001). Indonesia Beyond Soeharto: Negara, ekonomi, Masyarakat, Transisi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fatah, Eep S. (2000). Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru. Bandung:Mizan.

Gaines, William C. (2007). Laporan Investigasi Untuk Media Cetak & Siaran. Jakarta: Institut Arus Informasi Kedutaan Amerika Serikat.

Gottschalk, Louis. (1975). Understanding History: A Primer of Historical Method, MengertiSejarah. Jakarta:Universitas Indonesia. (TerjemahanNugroho Notosusanto).

Isak, Joesoef ed. (2002). Dokumen CIA-Melacak Penggulingan Soekarno dan konspirasi G30S-1965 (Terjemahan bahasa Indonesia). Jakarta: Hasta Mitra. Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.


(2)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kurniawan, Syamsul. (2009). Pendidikan di Mata Soekarno: Modernisasi Pemikiran Islam dalam Pemikiran Soekarno. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Luhulima, James. (2001). Hari-hari Terpanjang Menjelang Mundurnya Presiden

Soeharto dan Beberapa Peristiwa Terkait. Jakarta: Penerbit Kompas.

Luwarso, Lukas. (1998). Wajah Media Massa Kita. Dalam Ery Sutrisno (Ed). Reformasi Media Massa (hlm 25-35). Jakarta: Aliansi Jurnalis Indonesia. Makmur, A. Maka. (2008). Sidang Kabinet Terakhir Orde Baru: 12 Jam Sebelum

Presiden Soeharto Mundur. Jakarta: Penerbit Repubika.

Mallarangeng, Rizal. (2010). Pers Orde Baru. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.

Noer, Deliar. (1983). Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta: C.V. Rajawali.

Pambudi, A. (2006). Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga Jenderal. Yogyakarta: Media Pressindo.

Poesponegoro, M.D. dan Nugroho Notosusanto. (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik, Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka

Oetama, Jakob. (1987). Perspektif Pers Indonesia: Kumpulan Karangan Jakob Oetama. Jakarta:LPES.

Ricklefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu semesta.

Rudianto, Dody. (2010). Gerakan Mahasiswa: dalam Perspektif Perubahan Politik Nasional. Jakarta: Golden Terayon Press.

Siregar, Ashadi.(1998). BagaimanaMeliputdanMenulisBeritauntuk Media Massa. Yogyakarta:Kanisius.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sobur, Alex. (2012). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(3)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Soempeno, Femi A. (2008). Mereka Menghianati Saya: Sikap Anak-Anak Emas Soeharto di penghujung Orde Baru. Yogyakarta: Galang Pers.

Suharto, Susilo. (2006). Kekuasaan Presiden dalam Periode Berlakunya UUD 1945. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sularto, ST. (2007). Kompas Dari Belakang ke Depan : Menulis Dari Dalam. Jakarta:PenerbitBuku Kompas

Sukarna. (1981). Demokrasi Versus Kediktatoran. Bandung: Alumni.

Sulastomo. (2008). Lengser Keprabon. Jakarta: Raja Grafindo persada.

Sulastomo. (2008). Hari-Hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru: Sebuah Memoar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suwarno, P.J. (2009). Rajawali Kemusuk Menjelajahi Nusantara. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Suwirta, Andi. (2001). Revolusi Indonesia Dalam News and Views: Sebuah Antologi Sejarah. Bandung: Suci Press

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wardaya, Baskara T. (2009). Bung Karno Menggugat!: dari Marhaen, CIA,

Pembantaian massal ’65 hingga G30S. Yogyakarta: Galang Press.

Wiharyanto, A.K. (2011). Sejarah Indonesia: dari Proklamasi sampai Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Sumber Jurnal :

Adam, A.W. (2002). ”Kompas dalam Fragmen Sejarah Orde Baru”. Jurnal

Pendidikan Sejarah. 3, (6), 135-149.

Mursito, BM. (2000). Industri Pers Tumbuh dalam Tekanan dan Kebebasan Politik. Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Oktober 2000 (V): 17-35.


(4)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suwirta,Andi. (2008). “Dinamika Kehidupan Pers di Indonesia pada Tahun 1950– 1965: Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab Nasional”. Jurnal Sosiohumanika. 1, (2),

Sumber Skripsi:

Affidah, L. (2011). Peralihan Kesultanan Demak ke Pajang: Studi Kesultanan Hadiwijaya Tahun 1546-1586 M. (Skripsi). IAIN Sunan Ampel.

Anwar, Syaiful. (2013). Irak di Bawah Kepemimpinan Saddam Husein: Kejayaan Sampai Kejatuhannya Dari Tahun 1979-2003. (Skripsi), Universitas Pendidikan Indonesia.

Malik, M.K. (2012). Transisi Dinasti Fatimiah-Ayubiah: Analisis Historis Terhadap Peralihan Kekuasaan Syiah-Sunni di Mesir Abad X-XII M. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sumber Surat Kabar Kompas

Tajuk Rencana. (1966). “Awas Usaha Mencemarkan”. Kompas (26 April 1966). Tajuk Rencana. (1966). “One Cannot Escape History”.Kompas(19 Agustus 1966). Tajuk Rencana. (1966). “Setahun Perjuangan KAMI”. Kompas (25 Oktober

1966).

Tajuk Rencana. (1966). “Mengapa Keadaan Berlarut-larut?”. Kompas, (19 November 1966).

Tajuk Rencana. (1966). “Lain Tahun 1948 Lain Tahun 1965”. Kompas(Desember 1966).

Tajuk Rencana. (1967). “Situasi Konflik”. Kompas(25 Januari 1967). Tajuk Rencana. (1967). “Sidang DPR-GR”. Kompas(30 Januari 1967).

Tajuk Rencana. (1967). “Mematuhi Keputusan Rakyat”. Kompas(11 Februari 1967).

Tajuk Rencana. (1967). “Perihal Penyerahan Kekuasaan Pemerintahan”. Kompas(24 Februari 1967}.


(5)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tajuk Rencana. (1967). “Rintisan Penyelesaian Konflik Politik”. Kompas(27 Februari 1967).

Tajuk Rencana. (1967). “Dua Periode Kepemimpinan Pak Harto”. Kompas(12 April 1967).

Tajuk Rencana. (1998). “Jangankan Harta, Jiwa pun Diserahkan untuk Pengabdian kepada Bangsa”. Kompas (10 Maret 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Presiden Menegaskan Dukungan, Koreksi, Pengawasan Sama-sama Diperlukan”. Kompas (13 Maret 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Kita Harus Dapat Mengatasi Dilema Pelik Ini”. Kompas (7 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Komitmen Reformasi Ekonomi Dipenuhi pun, Rupiah Tetap Melemah”. Kompas (8 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Marilah Kita Hindarkan Jatuhnya Korban-korban”. Kompas (13 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Indonesia Predicament” dan Kesempatan untuk Lolos

dengan Selamat”. Kompas (15 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Kerusuhan Sepekan Ini, Bagi Kita Seolah-olah menjadi Amat Absurd”. Kompas (16 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Dialog Presiden dengan Universitas Indonesia Sangat

Menjelaskan”. Kompas(18 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Betapa Luas dan Dalam Dampak Kerugian Ekonomi dari Kerusuhan Massa”. Kompas(19 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Reformasi Politik Merupakan Prioritas Agenda Kabinet Reformasi”. Kompas(25 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Diperlukan Ruang untuk Melaksanakan Upaya

Rehabilitasi Ekonomi”. Kompas(27 Mei 1998).

Tajuk Rencana. (1998). “Muncul Gelombang Persuasi untuk Mengusut Kerusuhan 13-15 Mei”. Kompas(22 Juni 1998).

Catatan Pojok Kompas, edisi Jumat, 19 Agustus 1966.


(6)

Yaya Sumirat, 2014

Gejolak Politik Di Akhir Kekuasaan Presiden : Kasus Presiden Soekarno (1965-1967) dan Soeharto Dalam Pandangan Surat Kabar Kompas

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Catatan Pojok Kompas, edisi Senin, 13 Juni 1966.

Catatan Pojok Kompas, edisi Senin, 23 Mei 1966.

Catatan Pojok Kompas, edisi Senin, 10 januari 1966.

Catatan Pojok Kompas, edisi Rabu, 12 April 1967.

Catatan Pojok Kompas, edisi Senin, 5 April 1967.

Catatan Pojok Kompas, edisi Jumat, 15 Mei 1998.

Catatan Pojok Kompas, edisi Sabtu, 16 Mei 1998.