Kajian Pengaruh Pemanasan Terhadap Aktivitas Antimikroba Bumbu Gulai

Dyah Sista Raharjanti. F02495037. KAJIAN PENGARUH PEMANASAN
TERHADAP AKTIVITAS ANTIMIKROBA BUMBU GULAI. Di bawah
biinbingan Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS.

Gulai inerupakan salah satu lnasakan tradisioilal Indonesia yang berasal dari
Sumatera Basat dan terkenal dengan kelezatailnya karena inengandung berbagai
macan1 rempah-reinpah sebagai penyusun bumbu. Reinpah-rempah dalam bu~nbu
gulai di samping inemberikan aroma dan rasa yang khas, juga dapat bersifat sebagai
zat antimikroba, sehingga tnakanan inenjadi awet. Hasil penelitian Tjondrodihardjo
(1992), Triana (1998), Punvaningsih (1998) dan Siregar (1998) menyebutkan bahwa
buinbu gulai lnemiliki aktivitas antimikroba yang cukup baik. Namun selama ini
bumbu gulai yang diteliti uinumnya masih dalanl bentuk segar dan belum diketahui
pengaruh peinanasan sebagai perlakuan pemasakan terhadap aktivitas antimikroba.
Penelitian ini bertujuan untuk inempelajari pengaruh pemanasan yaitu
pemanasan 70-80°C @enurnisan) selalna 15 menit, pelnailasan 100°C (pendidillan)
selalna 10 dan 20 menit, dan pemanasan 121°C (sterilisasi) selama 20 menit pada
bumbu gulai teshadap sifat antimikrobmya pada bakteri Staphylococcus aureus
dan Bacillus cereus. Uji aktivitas antimikroba bumbu gulai dilakukan dengan inetode
kontak (Fardiaz, 1989).
Analisis awal yang dilakukan adalah penentuan kadar air (bk), nilai pH dan
mihoba awal burnbn. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba dilakukan pada

bumbu gulai dengan konsentrasi kunyit sebesar 9% (Wijaya, 1998) yang
ditainbahkan ke dalain sistem pangan sebagai media pertunlbuhan bakteri berupa
campuran santan dan ekstrak daging dengan perbandingan 1:l (vlv), dan pengujian
berlangsung selama waktu kontak 0, 3, 6 dan 24 jam. Mikroba yang dinji
ketahanannya terhadap bumbu adalah S. aureus dan B. cereus.
Hasil analisis awal menunjukkan bal~wakadar air bumbu gulai segar 74,74%
dan bumbu gulai yang ditumis sebesar 53,27%. Nilai pH kedua bumbu 3,7;
sedangkan nilai pH campuran sistem pangan dengan bumbu gulai yang tanpa atau
diberi perlakuan pemanasan 4,O-4,l. Pada bumbu gulai segar jumlah mikroba awal
lebih tinggi dibandingkan buinbu gulai tumis, bahkan pada bumbu gulai tumis tidak
terdapat lagi pertumbuhan S. aureus.
Sifat antimikroba bumbu gulai yang sudah dipanaskan terhadap mikroba
berbeda-beda. Terhadap total mikroba, bumbu gulai segar dan bumbu gulai tumis
inampu menghainbat pertumbuhan n~ikrobasampai 6 jam waktu kontak. Seinakin
tinggi suhu dan lama waktu pemanasan, efektivitas antimikroba cenderung menurun
yang ditunjukkan dengan nilai log Nt/logNo yang semakin besar.
Terhadap B. cereus, buinbu gulai dapat menghambat pertumbuhail bakteri
sainpai 24 jam waktu kontak, sedangkan bumbu gulai tumis hanya sainpai 6 jam
walctn inkubasi. Namnn aktivitas antimikroba cenderung menurun dengan
lneningkatnya suhu dan lama waktu pemanasan.


Bumbu gulai segar maupun yang sudah dipanaskan sangat efektif terhadap
pertumbuhan S. aureus. Efektivitas antimikroba tertinggi terhadap S. aureus terdapat
pada bumbu gulai yang dipanaskan 100°C selama 20 menit.
Secara umum aktivitas antimikroba bumbu gulai masih efektif, baik dalam
bentuk segar maupun yang sudah dipanaskan. Adanya faktor sinergisme antara pH
yang rendah dan senyawa antimikroba diduga menyebabkan bumbu gulai masih
efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

Dyah Sista Raharjanti. F02495037. KAJIAN PENGARUH PEMANASAN
TERHADAP AKTIVITAS ANTIMIKROBA BUMBU GULAI. Di bawah
biinbingan Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS.

Gulai inerupakan salah satu lnasakan tradisioilal Indonesia yang berasal dari
Sumatera Basat dan terkenal dengan kelezatailnya karena inengandung berbagai
macan1 rempah-reinpah sebagai penyusun bumbu. Reinpah-rempah dalam bu~nbu
gulai di samping inemberikan aroma dan rasa yang khas, juga dapat bersifat sebagai
zat antimikroba, sehingga tnakanan inenjadi awet. Hasil penelitian Tjondrodihardjo
(1992), Triana (1998), Punvaningsih (1998) dan Siregar (1998) menyebutkan bahwa
buinbu gulai lnemiliki aktivitas antimikroba yang cukup baik. Namun selama ini

bumbu gulai yang diteliti uinumnya masih dalanl bentuk segar dan belum diketahui
pengaruh peinanasan sebagai perlakuan pemasakan terhadap aktivitas antimikroba.
Penelitian ini bertujuan untuk inempelajari pengaruh pemanasan yaitu
pemanasan 70-80°C @enurnisan) selalna 15 menit, pelnailasan 100°C (pendidillan)
selalna 10 dan 20 menit, dan pemanasan 121°C (sterilisasi) selama 20 menit pada
bumbu gulai teshadap sifat antimikrobmya pada bakteri Staphylococcus aureus
dan Bacillus cereus. Uji aktivitas antimikroba bumbu gulai dilakukan dengan inetode
kontak (Fardiaz, 1989).
Analisis awal yang dilakukan adalah penentuan kadar air (bk), nilai pH dan
mihoba awal burnbn. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba dilakukan pada
bumbu gulai dengan konsentrasi kunyit sebesar 9% (Wijaya, 1998) yang
ditainbahkan ke dalain sistem pangan sebagai media pertunlbuhan bakteri berupa
campuran santan dan ekstrak daging dengan perbandingan 1:l (vlv), dan pengujian
berlangsung selama waktu kontak 0, 3, 6 dan 24 jam. Mikroba yang dinji
ketahanannya terhadap bumbu adalah S. aureus dan B. cereus.
Hasil analisis awal menunjukkan bal~wakadar air bumbu gulai segar 74,74%
dan bumbu gulai yang ditumis sebesar 53,27%. Nilai pH kedua bumbu 3,7;
sedangkan nilai pH campuran sistem pangan dengan bumbu gulai yang tanpa atau
diberi perlakuan pemanasan 4,O-4,l. Pada bumbu gulai segar jumlah mikroba awal
lebih tinggi dibandingkan buinbu gulai tumis, bahkan pada bumbu gulai tumis tidak

terdapat lagi pertumbuhan S. aureus.
Sifat antimikroba bumbu gulai yang sudah dipanaskan terhadap mikroba
berbeda-beda. Terhadap total mikroba, bumbu gulai segar dan bumbu gulai tumis
inampu menghainbat pertumbuhan n~ikrobasampai 6 jam waktu kontak. Seinakin
tinggi suhu dan lama waktu pemanasan, efektivitas antimikroba cenderung menurun
yang ditunjukkan dengan nilai log Nt/logNo yang semakin besar.
Terhadap B. cereus, buinbu gulai dapat menghambat pertumbuhail bakteri
sainpai 24 jam waktu kontak, sedangkan bumbu gulai tumis hanya sainpai 6 jam
walctn inkubasi. Namnn aktivitas antimikroba cenderung menurun dengan
lneningkatnya suhu dan lama waktu pemanasan.

Bumbu gulai segar maupun yang sudah dipanaskan sangat efektif terhadap
pertumbuhan S. aureus. Efektivitas antimikroba tertinggi terhadap S. aureus terdapat
pada bumbu gulai yang dipanaskan 100°C selama 20 menit.
Secara umum aktivitas antimikroba bumbu gulai masih efektif, baik dalam
bentuk segar maupun yang sudah dipanaskan. Adanya faktor sinergisme antara pH
yang rendah dan senyawa antimikroba diduga menyebabkan bumbu gulai masih
efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.