Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

(1)

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

JENHERY PURBA 070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JENHERY PURBA 070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Kategori : SKRIPSI

Nama : JENHERY PURBA

NIM : 070823046

Program Studi : S1 MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2010 Komisi pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Sutarman, M.Sc Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si NIP. 1963130261991031001 NIP. 194604041971071001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP. 196401091988031004


(4)

PERNYATAAN

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2010

JENHERY PURBA 070823046


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, atas kasih dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, ucpan terima kasih saya sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si, selaku pembimbing I dan Dr. Sutarman, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.

2. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si, dan Dra. Mardiningsih, M.Si selaku dosen pembanding.

3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si, Selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.

4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU.

6. Seluruh teman – teman kuliah dan juga adek – adek saya Juleonard Purba, Hotman, Hannaria sinaga, Beny, Evi, yang telah memberikan semangat, dorongan dan saran dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Ayahanda Abel Purba, Ibunda Nurmanti Siahaan serta seluruh keluarga saya yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.

Penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Tuhan.


(6)

ABSTRAK

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain. Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya perubahan urutan prioritas.


(7)

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then result determined the global priority will change.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tinjauan Pustaka 3

1.4 Tujuan Penelitian 6

1.5 Kontribusi Penelitian 6

1.6 Metode Penelitian 7

BAB 2 LANDASAN TEORI 8

2.1 Analytic Hierarchy Process 8

2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process 11

2.2.1 Penyusunan Prioritas 13

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector 16

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks Rasio 21

2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses 23 2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari

Kriteria Keputusan 28

BAB 3 PEMBAHASAN 29

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29 3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 31 3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34 3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36 3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38 3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 40

3.6.1 Faktor Evaluasi Total 40

3.6.2 Total Rangking / Prioritas Global 40 3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan 41 3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware 41 3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software 46 3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Purnajual 50 3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Daya Tarik 54


(9)

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 58

4.1 Kesimpulan 58

4.2 Saran 60

Daftar Pustaka 61


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 13

Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 14 Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota 16

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI) 23

Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua 25 Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW 25 Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW 26 Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ 26 Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT 27

Tabel 2.10 Prioritas Global 27

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29 Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Yang disederhanakan 30

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Yang Dinormalkan 30

Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 32 Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware

Yang Disederhanakan 32

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

Yang Dinormalkan 32

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34 Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software

Yang Disederhanakan 34

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

Yang Dinormalkan 35

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36 Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Yang Disederhanakan 36

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Yang Dinormalkan 37

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38 Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Yang Disederhanakan 38

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Yang Dinormalkan 39

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total 40

Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik 41 Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware

Dengan Bobot 0,2842 46

Tabel 3.19 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Software Dengan Bobot 0,0593 50 Tabel 3.20 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Purnajual Dengan Bobot 0,5712 53 Tabel 3.21 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Daya Tarik


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Hirarki 11


(12)

ABSTRAK

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain. Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya perubahan urutan prioritas.


(13)

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then result determined the global priority will change.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam membuat keputusan sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada. Ketika membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang akan dibuat. Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna pakaian, manusia dapat dengan mudah membuat keputusan. Akan tetapi jika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan multikriteria. Sebagai contoh, Pemilihan berbagai alat transportasi dengan menggunakan AHP dilakukan oleh Teknomo (1999). AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Secara umum, dengan menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi.


(15)

Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannya mendasarkan pada kemampuan “judgment” manusia untuk mengkonstruksi persepsi secara hirarkis dari sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini mempresentasikan tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.

Dalam suatu hirarki yang lengkap, setiap elemen keputusan dihubungkan dengan elemen lain pada level yang lebih atas atau level yang dibawahnya. Pada level hirarki pertama adalah objektif (goal) keputusan yang ingin dicapai. Elemen keputusan pada hirarki di level kedua adalah sejumlah atribut atau kriteria untuk evaluasi preferensi keputusan. Pada level ini kita membuat “judgment” perbandingan “preferensi” mana yang lebih besar tingkat kepentingannya antara kriteria yang satu dengan yang lain untuk mencapai goal yang sudah ditetapkan. Skala perbandinagn “judgment” yang berpasangan (pairwaise comparison matrix) untuk masing – masing elemen dapat diperoleh. Pada level hirarki terbawah alternatif keputusan mengacu pada kriteria pada level di atasnya, pengambil keputusan diminta lagi menetapkan perbandingan “judgment” – nya dan preferensi untuk aternatif keseluruhan secara berpasangan. Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini akan digunakan sebagai dasar acuan untuk evaluasi penetapan prioritas relatif pada level hirarki dibawahnya (alternatif keputusan).

Umumnya pada saat pengambil keputusan menetapkan pembobotan relatif antar elemen keputusan dalam metode AHP dilakukan dalam evaluasi lingkungan keputusan yang samar dan subyektif, misalnya saat harus menetapkan identitas pembobotan kualitatif kriteria seperti “sama” penting, “cukup” penting, “lebih” dan “sangat” penting. Pada praktiknya metode yang paling umum dipakai untuk


(16)

melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigen vector seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty.

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambilan keputusan. Seorang analis perlu mengamati pengaruh perubahan alternatif/pilihan yang ada, untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimal mulai kehilangan optimalitasnya.

Analisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan terhadap parameter ataupun alternatif/pilihan yang ada, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan. Berubahnya bobot prioritas menyebabkan berubahnya urutan prioritas yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.

Dengan latar belakang inilah penulis memilih judul “Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)”

1.2Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis perubahan bobot prioritas kriteria keputusan dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

1.3Tinjauan Pustaka

Thomas L Saaty [1] menguraikan metode AHP dan menjelaskan penggunaan metode AHP ini bagi para pemimpin dan pengambil keputusan dalam situasi yang kompleks. Masalah kompleks dapat diartikan bahwa pemimpin dihadapkan pada situasi untuk secepatnya mengambil keputusan dan kriteria yang begitu banyak.


(17)

Siti Latifah [10] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local Consistensy

Haryono Sukarto [8] menguraikan tentang pemilihan transportasi di DKI Jakarta dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa pembenahan angkutan umum (biskota) menjadi prioritas utama dalam upaya menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas bermotor (22%), kemudian Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) (18,1%), Pembatasan mobil pribadi (16,7%), Konsep Pembatasan Penumpang 3 in 1 (13,5%), Penambahan Jaringan Jalan, Fly Over dan Underpass (10,6%), dan Pembatasan Kendaraan Umum (5,9%).

Lucia Breierova dan Mark Choudari [7] menguraikan sebuah pengantar untuk memahami bagaimana memilih parameter yang seharusnya digunakan dalam sebuah analisis sensitivitas dari sebuah model multikriteria yang dibuat menjadi tiga bagian yaitu : Lemonade Stand Model, Coffeehouse Model dan Epidemics Model. Kemudian melakukan test sensitivitas untuk melihat analisis sensitivitas.

Sandy Kosasi [2] menguraikan masalah pemilihan sekolah dengan menggunakan metode AHP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa yang menjadi prioritas pertama pada level dua adalah Proses Belajar Mengajar sebesar 0,32 disusul kualifikasi yang diminta sekolah sebesar 0,24, Lingkungan Pergaulan sebesar 0,14, Pendidikan Kejuruan 0,13, dan Pendidikan Sekolah Secara Umum 0,03. Secara umum urutan prioritas sekolah B merupakan sekolah yang paling tinggi prioritas globalnya dan disusul sekolah A dengan bobot prioritas 0,37, sedangkan sekolah C sebesar 0,25. Kemudian dilakukan analisis sensitivitas pada kriteria proses belajar mengajar dari 0,32 diturunkan 0,2 dan keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi menggeser B, sebaliknya apabila prioritas PBM dinaikkan maka perbedaan bobot prioritas B dengan A akan semakin besar dengan B tetap menjadi prioritas global tertinggi.


(18)

Udisubakti Ciptomulyono dan DOU Henry [6] menggunakan model Fuzzy Goal Programming untuk menetapkan pembobotan prioritas dalam metode AHP. Penggunaan pendekatan fuzzy goal programming sebagai alternatif estimasi pembobotan prioritas dari metode AHP yang lazimnya dipakai, seperti metode eigenvector atau metode lain. Model ini mengambil asumsi dan memperhatikan aspek fuzzy yang hanya pada penetapan level aspirasi toleransi pencapain goal, bukan pada penentuan prioritas fungsi goal – nya.

Wayan R Susila dan Ernawati Munadi [4] menggunakan AHP untuk penyusunan prioritas proposal penelitian. Dari dekomposisi masalah disusun prioritasnya, diperoleh gambaran bahwa ada lima proposal penelitian yang akan dipilih atau disusun prioritasnya. Ada lima kriteria yang digunakan yaitu waktu, biaya, efektivitas, kemudahan dan urgensi. Melalui suatu analisis dengan teknik AHP, maka dapat disusun prioritas untuk kelima proposal tersebut dengan urutan: Kajian dampak peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan melakukan bisnis di Indonesia (perijinan), Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan, Kehutanan dan Produk – produk kimia (Tarif), Kajian pengembangan pasar distribusi regional untuk produk agro (Distribusi Regional), Kajian minuman beralkohol asal import (Alkohol), Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil industri kerajinan tangan di Indonesia (Kerajinan Tangan).

Supriyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [9] menggunakan AHP dalam sistem pemilihan pejabat struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Perlengkapan, urutannya adalah: Semar SST nilai 0,357741801, Srikandi, SE skor 0,342234743 dan Gareng, A.md skor 0,342234743. Pemilihan calon pejabat Kepala Sub Bagian Persuratan dan Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A,md skor 0,400834260, Dewi, SH skor 0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0,295870544. Pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0,379755402, Bimo, SE skor 0,368120130 dan Dewi, SH skor 0,252124468.


(19)

Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastinus Ari Yudhanto [3] menggunakan AHP dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi moda ke kampus. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar (33,2%), kemudian Mobil Pribadi (18,6%), Carpool (16,2%), Angkutan Kampus (12,4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4,5%).

Mudrajad Kuncoro [5] menguraikan tentang daya tarik investasi di DIY dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi daerah untuk DIY dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan (25%), kemudian Infrastruktur Fisik (24%), Sosial Fisik (23%), Ekonomi Daerah (12%), dan Tenaga Kerja (12%).

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problema analisis sensitivitas terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan prioritas dalam metode AHP.

G. Kontribusi Penelitian

Dengan diketahuinya pengaruh perubahan bobot prioritas kriteria keputusan pada urutan prioritas dalam metode AHP, maka dapat dilihat sejauh mana pengaruh perubahan tersebut berada pada pengambilan keputusan. Disamping itu diharapkan sebagai dasar pemecahan persoalan untuk dasar penelitian bagi penulis, pembaca, dan pengambil keputusan baik pemerintah maupun perusahaan swasta atau instansi yang lain yang menggunakan AHP dalam memecahkan masalah pembangunan atau pengembangan kelembagaan.


(20)

H. Metode Penelitian

Secara umum, Penelitian dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Menguraikan masalah AHP dan menjelaskan landasan aksiomatik, tahapan -tahapan dalam pengambilan keputusan dan prinsip-prinsip dasar AHP

2. Menjelaskan analasis sensitivitas pada AHP dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

3. Menyelesaikan contoh permasalahan pengambilan keputusan AHP dan melakukan analisis sensitivitas pada keputusan sementara,


(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.


(22)

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala .

2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen -elemen) yang baru.

3. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara elemen-elemen


(23)

dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.

4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

Tahapan – tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah, 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulangi kembali.


(24)

2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni :

Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal) Tingkat kedua : Kriteria – kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif

Gambar 2.1 Struktur Hirarki Tujuan

Kriteria I Kriteria II Kriteria III Kriteria N


(25)

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

2. Comparative Judgement

Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance).

3. Synthesis of Priority

Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.


(26)

2.2.1 Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan.

Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbadingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik.

Misalkan terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, sampai . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matris n x n, seperti pada dibawah ini.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

C …

: : : … :

Nilai adalah nilai perbandingan elemen (baris) terhadap (kolom) yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada (baris) dibandingkan dengan (kolom).


(27)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Tingkat

Kepentingan

Definisi Keterangan

1 Sama

Pentingnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama.

3 Agak lebih penting yang satu

atas lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya.

5 cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain

7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain 9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.

2,4,6,8 nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang

berdekatan

Bila kompromi dibutuhkan

Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i

rasio rasio yang didapat langsung dari


(28)

Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian tersebut akan dibentuk kedalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.

Contoh Pair Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :

[

]

Baris 1 kolom 2 : Jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting dari L yaitu sebesar 3, artinya K moderat pentingnya daripada L, dan seterusnya.

Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat importance dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal berikut ini :

[

]

Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L, maka L very strong importance daripada K dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni . Artinya, K dibanding L maka L lebih kuat dari K.


(29)

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector

Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan disetiap level (tingkatan).

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vector.

1. Matriks

Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbol tertentu yang tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A). Sebagai contoh matriks, perhatikan tabel yang memuat informasi biaya pengiriman barang dari 3 pabrik ke 4 kota berikut ini:

Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota

Pabrik

Kota Kota

1

Kota 2

Kota 3

Kota 4

Pabrik 1 5 2 1 4

Pabrik 2 2 3 6 5

Pabrik 3 7 6 3 2


(30)

[ ]

Matriks A memiliki tiga baris yang mewakili informasi Pabrik (1, 2, dan 3) dan empat kolom yang mewakili informasi Kota (1, 2, 3, dan 4). Sedangkan informasi biaya pengiriman dari masing – masing pabrik ke tiap – tiap kota, diwakili oleh perpotongan baris dan kolom. Sebagai contoh, perpotongan baris 1 dan kolom 1 adalah 5, angka 5 ini menunjukkan informasi biaya pengiriman dari pabrik 1 ke kota 1, dan seterusnya.

Secara umum, bentuk matriks A dapat dituliskan seperti berikut:

[ ]

dimana, pada notasi elemen matriks, angka sebelah kiri adalah informasi baris sedangkan angka di kanan adalah informasi kolom, contoh a23 berarti nilai yang diberikan oleh baris ke dua dan kolom ke tiga. Jika informasi baris dinotasikan dengan m dan informasi kolom dengan n maka matriks tersebut berukuran (ordo) . Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika Dan skalar – skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.

2. Vektor dari n dimensi

Suatu vector dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka – angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo ). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan .


(31)

3. Eigen value dan Eigen Vector

Definisi : Jika A adalah matriks maka vector tak nol x di dalam dinamakan Eigen Vector dari A jika Ax kelipatan skalar , yakni

Ax =

Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vektor yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n x n maka dapat ditulis pada persamaan berikut :

Ax = Atau secara ekivalen

(λI – A)x = 0

Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika :

det(λI – A)x = 0

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni =

.

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor ( , ). Nilai menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.

Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan I terhadap k harus sama dengan atau jika = untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor , maka elemen dapat ditulis menjadi :


(32)

Jadi matriks konsisten adalah :

(2)

Seperti yang di uraikan diatas, maka untuk pair wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini :

(3)

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :

(4) Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi :

Persamaan diatas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini :

(7)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :

[ ]


(33)

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

Salah satu factor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen – elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.

Jika :

1). Jika adalah bilangan – bilangan yang memenuhi persamaan : Ax = (10)

Dengan eigen value dari matriks A dan jika ; i = 1,2,…,n; maka dapat ditulis :

Miasalkan kalau suatu pair wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan satu.

[

] maka (12)

Eigen value dari matriks A,

| | (13)

Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :

|


(34)

Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum ( ) yaitu :

;

Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten, dengan nilai sama dengan harga ordo matriksnya.

Jadi untuk n , maka semua harga eigen value – nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).

2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value – nya akan berubah semakin kecil pula.

Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika : a. Elemen diagonal matriks A

b. Dan untuk matriks A yang konsiten, maka variasi kecil dari

akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan


(35)

banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

CI = Rasio Penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks) Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

= Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Konsitensi Indeks Random


(36)

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45

n 10 11 12 13 14 15

RI 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Bila matriks pair - wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.

2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses (AHP)

Analisa sensitivitas pada AHP dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Dalam suatu hirarki tiga level, level dua dan hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen sedangkan level tiganya adalah variabel endogen. Analisa sensitivitas dan hirarki tersebut adalah melihat pengaruh dan perubahan pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen.

Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Analisa sensitivitas ini juga akan


(37)

prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil hirarki tensebut. Meskipun begitu, suatu hirarki yang dibuat haruslah tetap mempunyai sensitivitas yang cukup, artinya kalau ada perubahan pada variabel eksogen, minimal ada perubahan bobot prioritas pada variabel endogen meskipun tidak terlalu besar.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa ingin membeli komputer dimana terdapat tiga pilihan merek komputer. Mahasiswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam memilih satu dari tiga komputr yang akan dibeli nya. Untuk membantu menemukan jalan keluar maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan membuat suatu hirarki. Pada level pertama berupa tujuan membeli computer dan level kedua berupa kriteria yang terdiri dari hardware (HW), software (SW), purnajual (PJ), dan daya tarik (DY). Pada level ketiga berupa alternatif yang terdiri dari komputer A, B, dan C.

Adapun struktur hirarki dari permasalahan ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Komputer Terbaik

Dari struktur hirarki tersebut dibentuk matriks perbandingan berpasangan pada setiap level hirarki. Matriks perbandingan berpasangan pada level kedua adalah sebagai berikut :

Tujuan

HW PJ DT

A

B

C


(38)

Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua

Tujuan HW SW PJ DT Bobot prioritas

HW SW PJ DT

Dimana :

bobot prioritas HW bobot prioritas SW

bobot prioritas PJ bobot prioritas DT

Matriks perbandingan berpasangan pada level ketiga adalah sebagai berikut : a). Matriks perbandingan berpasangan terhadap HW

Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW

HW A B C Bobot prioritas

A B C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap HW

bobot prioritas alternatif B terhadap HW


(39)

b). Matriks perbandingan berpasangan terhadap SW

Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW

SW A B C Bobot prioritas

A B C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap SW

bobot prioritas alternatif B terhadap SW

bobot prioritas alternatif C terhadap SW

c). Matriks perbandingan berpasangan terhadap PJ

Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ

PJ A B C Bobot prioritas

A B C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap PJ

bobot prioritas alternatif B terhadap PJ


(40)

d). Matriks perbandingan berpasangan terhadap DT

Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT

DT A B C Bobot prioritas

A B C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap DT

bobot prioritas alternatif B terhadap DT bobot prioritas alternatif C terhadap DT

Untuk menentukan bobot prioritas global dapat diperoleh dengan melakukan perkalian bobot prioritas local pada level dua dan level tiga seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Prioritas Global

Kriteria Prioritas

Global Bobot

A X

B Y

C Z

Dimana :

X = prioritas global komputer A

Y = prioritas global komputer B


(41)

2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari Kriteria Keputusan

Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi tambahan sehingga pembuat keputusan mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya perubahan penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas. Dari tabel prioritas global dapat dirumuskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut :

(17)

Apabila dilakukan perubahan terhadap penilian dimana bobot prioritas kriteria maka urutan prioritas berubah. Bobot prioritas Kriteria dapat diubah lebih kecil dari atau lebih besar dari . Analisis sensitivitas ini juga dapat dilakukan terhadap kriteria-kriteria lainnya yaitu kriteria , dan . Sehingga analisis ini menunjukkan perubahan terhadap urutan prioritas.


(42)

BAB 3 PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas menggunakan metode Analytic Hierarchy Prosess (AHP) dan anlasis sensitivitas serta pengaruhnya terhadap urutan prioritas.

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Pada gambar 2.2 mengilustrasikan struktur hirarki permasalahan pemilihan sekolah terbaik. Setelah penyusunan maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di atasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen – elemen pada level dua terdiri dari kriteria Hardware (HW), Software (SW), Purnajual (PJ), dan Daya Tarik (DT). Pembandingan dilakukan dengan menggunakan skala satu sampai sembilan dan memenuhi aksioma – aksioma pada metode AHP. Matriks perbandingan berpasangan dari level dua dengan memperhatikan level satu adalah :

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

HW SW PJ DT

HW

1 5 5

SW

1 PJ

3 7 1 7

DT


(43)

Perhitungan matriks untuk semua kriteria :

Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang Disederhanakan

HW SW PJ DT

HW 1,0000 5,0000 0,3333 5,0000 SW 0,2000 1,0000 0,1429 0,5000 PJ 3,0000 7,0000 1,0000 7,0000 DT 0,2000 2,0000 0,1429 1,0000

4,4000 15,0000 1,6190 13,5000

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang Dinormalkan

HW SW PJ DT Vektor Eigen (yang

dinormalkan

HW 0,2273 0,3333 0,2059 0,3704 0,2842

SW 0,0455 0,0667 0,0882 0,0370 0,0593

PJ 0,6818 0,4667 0,6176 0,5185 0,5712

DT 0,0455 0,1333 0,0882 0,0741 0,0853


(44)

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkiraan antara jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 kriteria ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh :

Untuk n = 3, RI = 0,58 (tabel Saaty) maka :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Purnajual (PJ) merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan komputer terbaik dengan nilai bobot 0,5712 atau 57,12%, berikutnya kriteria Hardware (SW) dengan bobot 0,2842 atau 28,42% , kriteria Daya Tarik (DT) dengan nilai bobot 0,0853 atau 8,5

dan kriteria Software (SW) dengan nilai bobot 0,0593 atau 5,93%.

3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

Perbandingan berpasangan untuk kriteria proses Hardware pada tiga komputer yaitu perbandingan berpasangan antara komputer A dengan komputer B, komputer A dengan komputer C. Perbandingan komputer B dengan komputer A, komputer B dengan komputer C. Perbandingan komputer C dengan komputer B. Maka matriks perbandingan berpasangan preferensi diatas adalah sebagai berikut :


(45)

Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

HW A B C

A 1 3 9

B 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Hardware

Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware Yang Disederhanakan

HW A B C

A 1,000 3,000 9,000 B 0,333 1,000 6,000 C 0,111 0,167 1,000 1,444 4,167 16,000

Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware Yang Dinormalkan

HW A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan)

A 0,6923 0,7200 0,5625 0,6583

B 0,2308 0,2400 0,3750 0,2819

C 0,0769 0,0400 0,0625 0,0598


(46)

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian antara entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh sebagai berikut :

= (1,4444 x 0,6583) + (4,1667 x 0,2819) + (16,0000 x 0,0598) = 0,9508 + 1,1746 + 0,9568

= 3,0822

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alteratif ), maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.6 diperoleh urutan prioritas lokal untuk kriteria Hardware yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0,6583 atau 65,83%, kemudian komputer B menjadi priotas ke – 2 dengan nilai bobot 0,2819 atau 28,19%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,0598 atau 5,98%.


(47)

3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

SW A B C

A 1

B 2 1

C 8 5 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Software :

Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Disederhanakan

SW A B C

A 1,0000 0,5000 0,1250

B 2,0000 1,0000 1,2000

C 8,0000 5,0000 1,0000

11,0000 6,5000 1,3250

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(48)

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Dinormalkan

SW A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,0909 0,0769 0,0943 0,0874

B 0,1818 0,1539 0,1510 0,1622

C 0,7273 0,7692 0,7547 0,7504

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :

= (11,0000 x 0,0873) + (6,5000 x 0,1622) + (1,3250 x 0,7504) = 0,9603 + 1,0543 + 0,9943

= 3,0089

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk kriteria Software yaitu komputer C menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot


(49)

0,7504 atau 75,04%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot 0,1622 atau 16,22%, komputer A menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,0874 atau 8,74%.

3,4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

PJ A B C

A 1 1 6

B 1 1 3

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Purnajual :

Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang Disederhanakan

PJ A B C

A 1,0000 1,0000 6,0000

B 1,0000 1,0000 3,0000

C 0,1667 0,3333 1,0000

2,1667 2,3333 10,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(50)

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang Dinormalkan

PJ A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,4615 0,4286 0,6000 0,4967

B 0,4615 0,4286 0,3000 0,3967

C 0,0769 0,1429 0,1000 0,1066

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :

= (2,1667 x 0,4967) + (2,3333 x 0,3967) + (10,0000 x 0,1066) = 1,0762 + 0,9256 + 1,066

= 3,0678

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk kriteria Purnajual yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot


(51)

0,4967 atau 49,67%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot 0,3967atau 39,67%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,1066 atau 10,66%

3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

DT A B C

A 1 2

B 4 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Daya Tarik:

Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik Yang Disederhanakan

DT A B C

A 1,0000 0,2500 2,0000

B 4,0000 1,0000 6,0000

C 0,5000 0,1667 1,0000

5,5000 1,4167 9,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(52)

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik yang Dinormalkan

DT A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,1818 0,1765 0,2222 0,1935

B 0,7273 0,7059 0,6667 0,6999

C 0,0909 0,1176 0,1111 0,1066

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :

= (5,5000 x 0,1935) + (1,4167 x 0,6999) + (9,0000 x 0,1066) = 1,0643 + 0,9915 + 0,9594

= 3,0152

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :


(53)

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk kriteria Daya Tarik yaitu komputer B menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot

0,6999 atau 69,99%, kemudian komputer A menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot

0,1935 atau 19,35%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,1066 atau 10,66%.

3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global

3.6.1 Faktor Evaluasi Total

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor – faktor hardware, software, purnajual dan daya tarik diporoleh faktor evaluasi total sebagai berikut :

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total

Faktor HW SW PJ DT

A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935 B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999 C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066

3.6.2 Total Rangking / Prioritas Global

Total rangking / prioritas global diperoleh dengan mengalikan matriks faktor evaluasi total dengan matriks pembobotan hirarki, yaitu :

[ ]

x [

] = [

]


(54)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu Komputer A menjadi prioritas utama ( 49,25 %), kemudian Komputer B ( 37, 81%) dan

Komputer C ( 13,5%).

3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan

Untuk menentukan total rangking /prioritas global, matriks diatas dapat juga ditunjukkan seperti tabel berikut :

Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik

Kriteria HW SW PJ DT Prioritas

Global Bobot 0,2842 0,0593 0,5712 0,0853

A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935 0,4925

B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999 0,3781

C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066 0,1315

3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware

Model prioritas global komputer A, B dan C dinyatakan pada persamaan 17, sehingga prioritas global tersebut diperoleh sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4925

B = (0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3781

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )


(55)

Dari kondisi diatas terlihat bobot prioritas HW adalah 0,2842 dan pada kondisi tersebut prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama yaitu 0,4925 kemudian prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas global 0,1315.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,1000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0.3712

B = (0,1000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0.3241

C = (0,1000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0.1205

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0,3712 atau 37,12% disusul B dengan bobot 0,3241 atau 32,41% dan C dengan bobot 0,1205 atau 12,05%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0900 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,0900) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0.3647

B = (0,0900) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0.3213

C = (0,0900) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0.1199

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,3647 atau 36,47% disusul B dengan bobot 0,3213 atau 32,13% dan C dengan bobot 0,1199 atau 11,99%.


(56)

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0100 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,0100) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0.3120

B = (0,0100) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2987

C = (0,0100) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0.1151

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,3120 atau 31,20% disusul B dengan bobot 0,2987 atau 29,87% dan C dengan bobot 0,1151 atau 11,51%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0090 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,0090) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,3113

B = (0,0090) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2985

C = (0,0090) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0,1150

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,3113 atau 31,13% disusul B dengan bobot 0,2985 atau 29,85% dan C dengan bobot 0,1150 atau 11,50%.


(57)

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0010 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,0010) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,3061

B = (0,0010) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2961

C = (0,0010) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0,1145

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,3061 atau 30,61% disusul B dengan bobot 0,2961 atau 29,61% dan C dengan bobot 0,1145 atau 11,4%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,4000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,4000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,5687

B = (0,4000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,4087

C = (0,4000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1384

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,5687 atau 56,87% disusul B dengan bobot 0,4087 atau 40,87% dan C dengan bobot 0,1384 atau 13,84%.


(58)

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,5000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,5000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,6346

B = (0,5000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,4369

C = (0,5000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1444

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,6346 atau 63,46% disusul B dengan bobot 0,4369 atau 43,69% dan C dengan bobot 0,1444 atau 14,44%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,9000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,9000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,8979

B = (0,9000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,5496

C = (0,9000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1683

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,8979 atau 89,79% disusul B dengan bobot 0,5496 atau 54,96% dan C dengan bobot 0,1683 atau 16,83%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Hardware dengan menurunkan dan menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:


(59)

Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware Dengan Bobot 0,2842 Diturunkan Prioritas Global Dinaikkan Prioritas Global

A B C A B C

0,1000 0,3712 0,3241 0,1205 0,4000 0,5687 0,4087 0,1384 0,0900 0,3647 0,3213 0,1199 0,5000 0,6346 0,4369 0,1444 0,0800 0,3581 0,3185 0,1193 0,6000 0,7004 0,4651 0,1504 0,0100 0,3120 0,2987 0,1151 0,7000 0,7662 0,4932 0,1563 0,0090 0,3113 0,2985 0,1150 0,8000 0,8320 0,5214 0,1623 0,0010 0,3061 0,2962 0,1145 0,9000 0,8979 0,5496 0,1683

Dari tabel dapat diketahui apabila bobot prioritas HW diturunkan hingga 0,0010 dan dinaikkan hingga 0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan prioritas terakhir adalah komputer C.

3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software

Pada keadaan bobot prioritas SW adalah 0,0593 dan pada keadaan tersebut prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas global 0,1315

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0400 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0400) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4908

B = (0,2842) (0,2819) + (0,0400) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3729

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0400) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )


(60)

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,4908 atau 49,08% disusul B dengan bobot 0,3729 atau 37,29% dan C dengan bobot 0,1170 atau 11,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0300 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0300) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4899

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0300) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3713

C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0300) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1095

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,4899 atau 48,99% disusul B dengan bobot 0,3713 atau 37,13% dan C dengan bobot 0,1095 atau 10,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0200 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) +(0,0200 ) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4891

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0200) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3697

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0200) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1020

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,4891 atau 48,91% disusul B dengan bobot 0,3697 atau 36,97% dan C dengan bobot 0,1020 atau 10,20%.


(61)

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,0700 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0700) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4934

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0700) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3778

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0700) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1395

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,4934 atau 49,34% disusul B dengan bobot 0,3778 atau 37,78% dan C dengan bobot 0,1395 atau 13,95%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,1000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4960

B =(0,2842) (0,2819) + (0,1000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3826

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,1000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1620

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,4960 atau 49,60% disusul B dengan bobot 0,3826 atau 38,26% dan C dengan bobot 0,1620 atau 16,20%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,3000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :


(62)

A =(0,2842) (0,6583) + (0,3000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,5135

B =(0,2842) (0,2819) + (0,3000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,4151

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,3000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,3121

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,5135 atau 51,35% disusul B dengan bobot 0,4151 atau 41,51% dan C dengan bobot 0,3121 atau31,21%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,5000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,5000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,5310

B =(0,2842) (0,2819) + (0,5000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,4475

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,5000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,4622

Urutan prioritas berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,5310 atau 53,10% kemudian disusul C dengan bobot 0,4622 atau 46,22% menggeser B dengan bobot 0,4475 atau 44,75%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,7000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,7000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,5485

B =(0,2842) (0,2819) + (0,7000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,4800


(1)

Apabila bobot prioritas DT dinaikkan ke 0,5000 maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,5000) (0,1935) A = 0,5727

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,5000) (0,6999 ) A = 0,6663

C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,5000) (0,1066 ) D = 0,1757

Urutan prioritas berubah, komputer B menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,6663 atau 66,63% disusul A dengan bobot 0,5727 atau 57,27% dan C dengan bobot 0,1757 atau17,57%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Daya Tarik dengan menurunkan dan menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.21 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Daya Tarik Dengan Bobot 0,0853

Diturunkan Prioritas Global Dinaikkan Prioritas Global

A B C A B C

0,0700 0,4895 0,3653 0,1298 0,1000 0,4953 0,3863 0,1330 0,0400 0,4837 0,3443 0,1266 0,2000 0,5147 0,4563 0,1437 0,0100 0,4779 0,3233 0,1234 0,3000 0,5340 0,5263 0,1544 0,0070 0,4773 0,3212 0,1231 0,4000 0,5534 0,5963 0,1650 0,0040 0,4768 0,3191 0,1228 0,5000 0,5727 0,6663 0,1757 0,0010 0,4762 0,3170 0,1225 0,6000 0,5921 0,7363 0,1863

Dari tabel analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa bobot prioritas DT sensitif ketika diubah dari 0,0853 menjadi 0,4000 dan 0,5000.


(2)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dalam menentukan urutan prioritas dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisis sensitivitas terhadap kriteria keputusan, maka diperoleh :

4.1 Kesimpulan

1. Secara global, komputer A merupakan prioritas pertama dengan bobot 0,4925 atau 49,25% , kemudian komputer B dengan bobot 0,3781 atau 37,81% dan prioritas terakhir adalah komputer C dengan bobot 0,1315 atau 13,15%.

2. Apabila bobot prioritas Hardware diturunkan hingga 0,0010 dan dinaikkan hingga 0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas Hardware tidak sensitif.

3. Apabila bobot prioritas Software diturunkan hingga 0,0080 tidak mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan hingga 0,3000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0,5000, urutan prioritas berubah dimana komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,5310 atau 53,10% disusul komputer C dengan bobot 0,4622 menggeser komputer B dengan bobot 0,4475 atau 44,75%. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0,7000 maka diperoleh keadaan urutan prioritas berubah dimana komputer C menjadi prioritas tertinggi dengan bobot 0,6123 atau 61,23% disusul komputer A dengan bobot 0,5485 atau 54,85% dan prioritas terakhir komputer B dengan bobot 0,4800 atau 48,00%. Sehingga dapat


(3)

disimpulkan bahwa bobot prioritas Software sensitif ketika diubah dari 0,0593 menjadi 0,5000 dan 0,7000.

4. Apabila bobot prioritas Purnajual diturunkan hingga 0,0100 dan dinaikkan hingga 3,0000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas PJ tidak sensitif.

5. Apabila bobot prioritas Daya Tarik diturunkan hingga 0,0010 tidak mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan hingga 0,3000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0,4000, urutan prioritas berubah dimana komputer B menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0,5963 atau 59,63% disusul komputer A dengan bobot 0,5534 dan komputer C tetap menjadi urutan prioritas terakhir dengan bobot 0,1650 atau 16,50%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas SW sensitif ketika diubah dari 0,0593 menjadi 0,4000, 0,5000 dan 0,6000.

Berdasarkan analisis sensitivitas pada setiap kriteria, diperoleh kesimpulan umum bahwa melakukan analisis sensitivitas pada bobot prioritas kriteria keputusan dengan mengubah bobot prioritas lebih besar atau lebih kecil dapat mengubah urutan prioritas dan menentukan kriteria yang sensitif pada model prioritas global.


(4)

4.2 Saran

1. Disarankan kepada pembaca agar mengembangkan analisis sensitivitas terhadap bobot prioritas alternatif keputusan.

2. Diharapkan kepada pembaca agar kajian perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menetapkan batasan seberapa besar bobot prioritas dari kriteria diturunkan dan dinaikkan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan urutan prioritas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama Pressindo.

[2] Kosasi, Sandy. 2002. Sistem penunjang keputusan (decision support system). Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

[3] Teknomo, K. Siswanto, H. dan Yudhanto, A. 1999. Penggunaan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda ke kampus. Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No. 1 Maret 1999, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

[4] Susila, R. Wayan. dan Munadi, E. 2007. Penggunaan Analytic Hierarchy Proses untuk penyusunan urutan prioritas proposal penelitian. Jurnal Informatika Pertanian, Vol 16, No. 2 . Departemen Pertanian.

[5] Kuncoro, Mudrajad. 2005. Daya tarik investasi dan pungli di DIY. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 10, No. 2, Agustus 2005. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

[6] Ciptomulyono, U. dan Henry, DOU. 2000. Model fuzzy goal programming untuk penetapan pembobotan prioritas dalam metode analisis hirarki proses (AHP).Jurnal IPTEK, Februari, pp.19-29.

[7] Breierova, L. Choudari, M. 1996. An introduction To Sensitivity Analysis. Massachusetts Institute Of Technology.

[8] Sukarto, Haryono. 2006. Pemilihan model transportasi di DKI Jakarta dengan analisis kebijakan proses hirarki analitik. Jurnal Teknik Sipil, Vol 3, No. 1, Januari 2006, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.


(6)

[9] Supriyono, Wardhana, Aryu Wusnu dan Sudaryo. 2007. Sistem pemilihan pejabat struktural dengan metode AHP. Jurnal STTN BATAN, Yogyakarta.

[10] Latifah, Siti. Prinsip-prinsip dasar analytic hierarchy process. Jurnal Studi Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.