I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gula alkohol merupakan produk turunan selulosa yang penting karena senyawa tersebut memiliki manfaat yang beragam, antara lain sebagai pengganti gula dapur
yang aman dikonsumsi terutama oleh penderita diabetes yang tidak mampu memproduksi insulin, stabilizer pada suplemen dan makanan, menjaga kesehatan
gigi dengan cara menghambat pembentukan karies dan plak pada gigi, menekan keasaman plak serta mempercepat proses pembentukan mineral gigi Zumbé et
al. , 2001. Gula alkohol yang dimanfaatkan ini biasanya dalam bentuk sorbitol,
manitol dan xylitol Hansen et al., 2006. Gula alkohol dapat dihasilkan dengan menguraikan selulosa dengan bantuan
katalis. Sebagai contohnya, konversi selulosa menjadi sorbitol menggunakan katalis RuAC-SO
3
H dengan perolehan rendemen sebesar 71,1 pada temperatur reaksi 165
˚C Lee and Han, 2012. Selanjutnya Fukuoka et al. 2011 dengan katalis logam Pt
N
BP2000 menghasilkan sorbitol sebesar 39 dan manitol sebesar 4 dengan waktu 24 jam pada temperatur reaksi 190
˚C, konversi selulosa menjadi manitol dengan rendemen sebesar 68,07 menggunakan katalis
Ni
4.63
Cu
1
Al
1.82
Fe
0.79
pada temperatur reaksi 215 ˚C berhasil dilakukan oleh Zhang
et al. , 2014. Peneliti lainnya, Palkovits et al. 2011 berhasil mengubah selulosa
menjadi xylitol sebesar 11,3 menggunakan katalis RuC pada suasana asam H
2
SO
4
selama 3 jam pada temperatur reaksi 160 ˚C.
Beberapa contoh hasil penelitian yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa
katalis yang sudah diteliti belum mampu memberikan hasil yang optimum. Kelemahan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sistem katalis yang
berbeda masih sangat diperlukan. Hal inilah yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian menggunakan LaCrO
3
yang digagas dalam studi ini. Pemilihan jenis katalis ini juga didukung oleh aplikasinya yang sudah sangat
umum untuk berbagai reaksi katalitik, antara lain dekomposisi NO
2
Situmeang, 2003, dehidrogenasi CO
2
, konversi hidrokarbon Chettapongsaphan et al., 2006 dan konversi syn-gas Keav et al., 2014. Unjuk kerja katalis LaCrO
3
yang disebutkan di atas mengindikasikan bahwa jenis katalis ini juga memiliki potensi
untuk dimanfaatkan untuk penguraian selulosa menjadi gula alkohol, namun potensi ini belum digali hingga sekarang.
Selain komposisi, karakteristik lain dari suatu katalis yang sudah diakui menjadi
penentu unjuk kerjanya adalah ukuran partikel. Adanya keterkaitan antara ukuran partikel dengan unjuk kerja inilah yang menjadi alasan untuk pengembangan
nanokatalis. Keunggulan yang dimiliki material nano adalah memiliki luas permukaan yang besar dan rasio-rasio dari atomnya tersebar secara merata pada
permukaan materialnya. Sifat-sifat ini yang akan memberikan keuntungan untuk transfer massa di dalam pori-pori, terbukanya situs aktif dan juga penyumbang
antar muka yang besar dalam reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik Widegren et al.,
2003. Kesesuaian metode preparasi yang digunakan pada saat memasukkan logam ke dalam prekursor katalis akan mempengaruhi ukuran partikel yang
diperoleh. Begitu pula dengan pemilihan pelarut dalam proses preparasi katalis juga menentukan hasil akhir yang didapatkan. Pelarut yang digunakan harus
mampu mengikat serta mendispersikan kation dari logam prekursor untuk menghasilkan material yang homogen Pinna, 1998; Ismunandar, 2006; Lou et al.,
2009; Almeida et al., 2008 and Maensiri et al., 2007. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini dilakukan preparasi
nanokatalis LaCrO
3
menggunakan pelarut pektin dengan metode sol gel dan freezer-dry
serta uji aktivitas katalitik nanokatalis LaCrO
3
dalam konversi selulosa menjadi gula alkohol seperti sorbitol, manitol dan xylitol.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mempelajari preparasi nanokatalis LaCrO
3
dengan metode sol gel. 2. Mengetahui kesesuaian metode sol gel dalam menghasilkan katalis LaCrO
3
yang berukuran nano. 3. Mengetahui unjuk kerja dari nanokatalis LaCrO
3
terhadap konversi selulosa menjadi gula alkohol seperti sorbitol, manitol dan xylitol.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu nanokatalis LaCrO
3
dapat diaplikasi dalam pemanfaatan limbah pertanian yang banyak mengandung selulosa untuk diolah
menjadi gula alkohol seperti sorbitol, manitol dan xylitol yang bernilai jual tinggi.
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis keasaman dan ukuran partikel katalis dilakukan di UPT
Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung, analisis fasa kristalin dilakukan di BATAN Serpong, analisis morfologi katalis
dilakukan di Laboratorium Anorganik UGM dan analisis hasil uji aktivitas dari reaksi katalitik dilakukan di LIPI Serpong. Penelitian dilakukan dari bulan
Oktober 2014 sampai Juni 2015. B.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, termometer, oven, neraca digital, desikator, ultrasonikasi, Magnetic Strirrer, Freezer Dry,
Fourier Transform Infra Red FTIR, Particle Size Analyzer PSA, Transmission
Electron Microscopy TEM, X-ray Difraction XRD dan Liquid
Chromatography Mass Spectrophotometer LCMS.
Bahan-bahan yang digunakan adalah pektin, Lathanum nitrat LaNO
3 2
6H
2
O Merck, 99, Cromium nitrat CrNO
3 3
9H
2
O Merck, 99, piridin J.T Baker,
selulosa Merck, gas Hidrogen BOC 99,99, amonia, fehling A, fehling B dan akuades.
C. Prosedur Penelitian
1.
Preparasi Nanokatalis
Preparasi nanokatalis LaCrO
3
dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Proses gelisasi prekursor dengan pektin Proses gelisasi dilakukan dengan melarutkan 1,8125 gram LaNO
3 2
6H
2
O, 1,6749 gram CrNO
3 3
9H
2
O, 4 gram pektin dan 2,5 mL amonia dalam 200 mL akuades. Larutan diaduk menggunakan heating magnetic stirrer pada temperatur
100 ˚C hingga diperoleh larutan homogen dan terbentuk gel.
b. Freezer-dry Freezer-dry digunakan untuk menghilangkan uap air dalam rongga bahan
nanokatalis tanpa merusak jaringan yang telah terbentuk dari bahan tersebut. Keseimbangan antara panas yang diadsorpsi oleh sampel untuk menguapkan air
dan memindahkan panas dari kondensor untuk mengubah uap air menjadi es adalah inti dari proses freezer-dry.
c. Kalsinasi pada temperatur 600 ˚C
Profil kalsinasi disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 18.
Profil kalsinasi sampai temperatur 600 ˚C.
Berdasarkan Gambar 18 di atas mula-mula gel dipanaskan sampai temperatur
350 ˚C
dengan laju temperatur 5 ˚Cmenit ditahan selama 2 jam. Kemudian temperatur
dinaikkan sampai 600 ˚C, ditahan selama 3 jam. Setelah 3 jam, temperatur
dibiarkan kembali ke temperatur ruang. d. Kalsinasi pada temperatur 700
˚C Profil kalsinasi disajikan pada Gambar 19.
Gambar 19.
Profil ka lsinasi sampai temperatur 700˚C.
100 200
300 400
500 600
700
100 200
300 400
500 28
350 350
600 600
2 jam 3 jam
5 ˚Cmenit
5 ˚Cmenit
Waktu menit T˚C
100 200
300 400
500 600
700 800
100 200
300 400
500
T˚C
Waktu menit
28 350
350 700
700
2 jam 3 jam
5 ˚Cmenit 5 ˚Cmenit
2. Karakterisasi Nanokatalis
A.
Analisis Keasaman
Penentuan jumlah situs asam nanomaterial dilakukan dengan metode gravimetri
ASTM, 2005. Sebanyak 0,25 gram katalis dimasukkan ke dalam wadah diletakkan ke dalam desikator bersama basa piridin, ditutup dan dibiarkan selama
24 jam. Setelah 24 jam katalis yang telah mengadsorpsi basa piridin dikeluarkan dan dibiarkan di tempat terbuka selama 2 jam. Selanjutnya sampel ditimbang dan
jumlah situs asam dari nanokatalis ditentukan menggunakan persamaan berikut.
Dimana, w
1
= Berat wadah kosong w
2
= Berat wadah + cuplikan w
3
= Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridin BM = Bobot molekul piridin
Penentuan jenis situs asam dilakukan menggunakan instrumentasi spektroskopi
inframerah. Sampel nanokatalis LaCrO
3
dicampur dengan KBr, dimasukkan ke dalam vessel sampel dan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 1200-
2100 cm
-1
Rodiansono et al., 2007.
B. Analisis Ukuran Partikel
Katalis LaCrO
3
dianalisis menggunakan PSA untuk mengetahui ukuran partikel yang dihasilkan. Sampel divacum dan partikel yang memasuki sensing area
dilaser dengan sinar inframerah dan dibaca oleh detektor. C.
Analisis Morfologi
Analisis morfologi nanokatalis dilakukan menggunakan TEM Transmission
Electron Microscopy. Tahapan persiapan sampel adalah sebagai berikut.
1. Sampel digerinda sampai ketebalan 20 µm. 2. Sampel ditembakkan dengan ion argon sampai berlubang.
3. Elektron ditembakkan, berkas yang menembus sampel akan dibaca oleh detektor dan diolah menjadi gambar Bendersky and Gayle, 2001.
D. Analisis Struktur Kristal
Analisis struktur kristal dilakukan menggunakan difraksi sinar-X XRD, menggunakan radiasi CuK
α
1,5425 Ǻ, tabung sinar-X dioperasikan pada 40 kV dan 200 mǺ. Rentang difraksi yang diukur 2θ dalam rentang 10 – 80
o
, dengan scan step size
0,02
o
menit Maiti et al., 1973. Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian diidentifikasi menggunakan acuan difraktogram yang
diterbitkan COD Match 2015. Ukuran partikel dihitung menggunakan persamaan Debye-Scherrer berikut.
D
=
Dimana: D= ukuran partikel nm
k= konstanta 0,94
λ= 1,540598 Å β= radian FWHM
θ= lebar puncak E.
Uji Katalitik
1.
Preparasi Sampel
Dalam penelitian ini digunakan katalis LaCrO
3
sebanyak 100 mg, 0,5 g selulosa dan 100 mL akuades.
2. Reaksi Katalitik
Reaksi katalitik dilakukan dengan melarutkan 0,5 g selulosa ke dalam 100 mL akuades dan diultrasonikasi selama 6 jam. Larutan selanjutnya dipanaskan hingga
temperatur 100 ˚C dan ditambahkan 10 mg katalis. Selanjutnya dialiri gas
hidrogen dengan laju 10 mL per menit selama 120 menit. Setelah itu dibiarkan bereaksi selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan dengan variasi gram katalis 20,
50 dan 100 mg, temperatur 120 dan 140 ˚C dan waktu bereaksi 60, 120 dan 180
menit. Alat konversi untuk reaksi katalitik ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20.
Alat konversi pada reaksi katalitik.
3. Uji Fehling
Uji kualitatif dilakukan dengan penambahan larutan CuSO
4
pereaksi fehling A dan larutan NaOH pereaksi fehling B. Sebanyak 1 mL larutan fehling A
ditambahkan 1 mL larutan fehling B. Selanjutnya sebanyak 2 mL larutan hasil konversi selulosa ditambahkan ke dalam larutan fehling dan dipanaskan. Endapan
merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.
4. Analisis dengan LCMS
Hasil konversi selulosa selanjutnya dianalisis menggunakan LCMS dengan parameter fasa gerak asetonitril:air 3:1. Analisis LCMS dilakukan untuk
mengetahui senyawa apa saja yang terbentuk dengan melihat berat molekul yang diperoleh dari sampel tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Selulosa
Salah satu biomassa yang sangat berlimpah dan banyak diteliti adalah selulosa.
Sekitar 100 miliar ton selulosa per tahun dihasilkan oleh tumbuhan dengan kandungan 10
– 20 di dalam daun kering, 50 di dalam kayu dan 90 di dalam kapas Fessenden and Fessenden, 1982. Selulosa merupakan polimer karbohidrat
yang tersusun atas β D-glukopiranosa dengan ikatan β 1,4-glikosida dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro glukosa. Selulosa memiliki rumus empiris
C
6
H
10
O
5 n
, dengan n menunjukkan derajat polimerisasi yakni jumlah satuan glukosa. Kududukan β dari gugus OH pada atom C
1
membutuhkan pemutaran unit glukosa melalui sumbu C
1
-C
4
cincin piranosa Mathur and Mathur, 2001. Satuan ulang dari cincin piranosa adalah satuan selobiosa dengan panjang 1,03
nm. Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1.
Struktur molekul selulosa.