Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan

(1)

KARYA TULIS

TEKNOLOGI BLEACHING RAMAH LINGKUNGAN

Oleh :

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P.

NIP. 132 296 841

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2006


(2)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Syukur Alhamdulillah ke Hadirat Alloh SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan singkat ini.

Tulisan ini membahas mengenai Teknologi bleaching yang ramah lingkungan pada industri pulp dan kertas.

Sangat disadari, bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran-saran dan masukan-masukan positif sangat diharapkan demi penyempurnaan tulisan ini di masa-masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Dan semoga paparan singkat dalam tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua. Amin…

Medan, Oktober 2006


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..………..……… i

DAFTAR ISI ……… Ii

I. PENDAHULUAN ……… 1

II. TEKNOLOGI BLEACHING ECF DAN TCF …………..…………. 3 III. BIOBLEACHING (MEMANFAATKAN JAMUR DAN ENZIM) … 8 A. BIO BLEACHING ………..……….. …………. 9

B. PEMANFAATAN ENZIM ………..………..……….. 10


(4)

I. PENDAHULUAN

Kegiatan utama dalam industri pulp dan kertas adalah proses pulping (proses pembuatan pulp) dan proses bleaching (proses pemutihan pulp). Saat ini sebagian besar teknologi pulping yang digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia adalah proses kraft atau proses sulfat yang memang merupakan proses paling banyak digunakan di seluruh dunia, sedangkan untuk bleaching banyak menggunakan Cl2 (klorin).

Proses kraft diakui mempunyai banyak segi positif, antara lain mampu mengolah semua jenis bahan baku dengan berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp dengan kualitas yang sangat prima. Di lain pihak, proses konvensional ini juga mempunyai beberapa kelemahan, salah satunya adalah kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan. Begitu juga penggunaan klorin sebagai bahan pemutih telah menjadi menjadi persoalan yang serius dan merupakan titik berat permasalahan dalam industri pulp dan kertas, dampak negatif yang ditimbulkannya adalah berupa senyawa kloro organik yang berbahaya bagi lingkungan sekitar.

Tuntutan masyarakat akan teknologi bersih semakin meningkat, baik di tingkat nasional maupun internasional, tentu saja tidak bisa diakomodasi dengan menggunakan proses kraft dan bleaching yang menggunakan klorin. Bahkan, ada sinyalemen bahwa masyarakat internasional untuk tidak membeli pulp apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan teknologi bersih.

Agar produksi pulp yang dihasilkan dapat diterima di pasar internasional, maka harus dilakukan usaha-usaha pencarian teknologi alternatif yang lebih aman terhadap lingkungan. Penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang pulp telah banyak dilakukan dengan tujuan menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri ini, baik penelitian dalam teknologi pembuatan pulp maupun dalam teknologi pemutihan pulp.

Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah lingkungan pada proses bleaching adalah dengan mengganti tehnik pemutihan konvensional (yang menggunakan klorin). Teknologi pemutihan non konvensional ini mulai dikembangkan dengan pengurangan pemakaian klorin dalam bentuk ECF


(5)

(Elementary Clorin Free) atau tanpa menggunakan klorin sama sekali (TCF/Total Clorin Free) yaitu dengan mengunakan oksigen peroksida dan ozon sebagai oksidator pengganti klorin. Teknologi pemutihan lain yang tidak menggunakan klorin adalah dengan menggunakan jamur (biobleaching) dan penggunaan enzim, walaupun kedua teknologi ini masih dalam skala pilot projet dan sebagian lainnya masih dalam taraf penelitian dan pengembangan dalam skala laboratorium.

Tulisan ini akan menguraikan secara singkat teknologi bleaching yang ramah lingkungan.


(6)

II. TEKNOLOGI BLEACHING ECF DAN TCF

Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa metoda bleaching yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi

bleaching dengan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free) serta penerapan bio-bleaching.

Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih terdapat dalam pulp. Apabila pada proses pemutihan digunakan khlorin, maka dari unit ini akan dihasilkan limbah cair yang mengandung chlorinated organic compounds yang diketahui sangat berbahaya terhadap lingkungan. Untuk mengurangi hal tersebut, maka diperkenalkan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free). Pada konsep ECF unsur khlor masih boleh digunakan, tetapi tidak dalam bentuk Cl2 melainkan dalam bentuk senyawa lain misalnya ClO2, sedangkan pada konsep TCF sama sekali tidak digunakan unsur khlor. Sebagai pengganti khlorin pada konsep TCF biasanya digunakan oksigen atau ozon.

Dalam Proses pulping tidak dapat 100 % melarutkan lignin sehingga pada pulp yang dihasilkan masih terdapat sisa lignin yang berwarna coklat/gelap dimana pada masing-masing metode pulping berbeda derajatnya.

Proses pemutihan pulp harus menggunakan bahan kimia yang bersifat reaktif untuk melarutkan sisa lignin yang ada didalam pulp agar diperoleh derajat putih yang tinggi, namun harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut tidak menyebabkan kerusakan selulosa yang lebih besar dan pencemaran lingkungan yang berbahaya.

Bahan kimia yang digunakan dalam proses pemutihan terbagi menjadi dua macam yaitu :

1. Oksidator.

Oksidator berfungsi untuk mendegradasi dan menghilangkan lignin dari gugus kromoform. Oksidator yang sering digunakan adalah Khlor (C), Oksigen (O), Hipoklorit (H), Klordioksida (D), Peroksida (P), Ozon (Z) dan Nitrogen dioksida (N)


(7)

2. Alkali.

Alkali berfungsi untuk mendegradasi lignin dengan cara hidrolisa dan melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam pulp. Alkali disini menggunakan NaOH sebagai basa kuat.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemutihan, antara lain: 1. Konsentrasi

Reaksi lebih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi bahan pemutih atau dengan konsentrasi pulp yang akan diputihkan

2. Waktu Reaksi.

Pada umumnya perlakuan bahan kimia pemutih terhadap pulp akan menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang waktu reaksi. Namun waktu reaksi yang terlalu lama juga akan merusak rantai selulosa dan hemiselulosa.

3. Suhu

Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkata pada reaksi pemutihan. Penentuan suhu bervariasi tergantung pada jenis bahan kimia pemutih yang digunakan. Suhu poemutihan biasanya berkisar antara 20 – 110 0C.

4. pH

pH mempunyai pengaruh yang sangat vital terhadap semua proses pemutihan. Nilai pH tergantung pada bahan pemutih yang digunakan.

Umumnya pulp yang berasal dari daun lebar lebih mudah diputihkan dan memerlukan bahan kimia pemutih yang lebih banyak dibanding dengan pulp yang berasal dari kayu daun jarum. Hal ini disebabkan oleh sisa lignin yang tergantung dalam pulp daun lebar lebih sedikit, serta adanya heteropolimer pada lignin pulp kayu daun lebar, dasn kecenderungan yang lebih kecil terhgadap reaksi kondenasasi saat proses pulping berlangsung.

Proses pemutihan diaplikasikan menggunakan beberapa tahap (multi tahap) untuk memperoleh pulp yang memiliki derajat put6ih yang angat tin ggi dan stabil. Proses pemutihan dengan multitahap merupakan sebuah metode pemurn ian pulp dengan cara menambahakan bahan kimia pemutih dan pemurni dslsm beberapa tahap yang dipisahkan dengan perlakuan pencucian dengan air atau alkali diantaranya,


(8)

dimana hasil reaksi akan dikeluarkan dalam perlakuan pencucian. Di dalam proses pemutihan yang menggunakan beberapa tahap, beragam kotoran di dalam serat dikeluarkan sedikit demi sedikit dan tampak menyebabkan kerusakan yang serius pada serat.

Adapun tahap pemilihan jumlah tahapan dalam proses pemutihan berdasarkan pada:

1. Asal serat yang akan diputihkan (kayu daun jarum atau daun lebar) serta tingkat derjat putih yang diinginkan,

2. Tipe proses pulping yang digunakan (proses kimia, mekanik, atau kombinasi keduanya),

3. Penggunaan pulp yang telah digunakan faktor lingkungan

Proses Pemutihan Menggunakan Oksigen (Tahap O)

Oksidasi merupakan reaksi pokok dalam pemutihasn yang bertujuan untuk menghilangkan ligni sehingga oksigen dapat digunakan sebagai bahan pengoksidasi paling mudah dan paling murah untuk proses pemutihan. Namun karena oksigen b ukan untuk mengdegradasi lignin yang selektif maka pulp kimia tidak dsapat diputihkan hanya dengan oksigen untuk memperoleh derajat putih yang tinggi tanpa merusak polisakarida, yang pada akan akhirnya akan menghasilkan sifat-sifat kekuatan yang sangat jelek.

Penggunaan oksigen sebagai bahan pemutihan memilki keuntungan yang antara lain pengurangan pemakain gas klor atau klordioksida sehingga masalah pencemaran dapat dicegah seminimal mungkin.

Di samping keuntungan di atas pemutihan menggunakan gas oksigen berlakangsung pada temperatur 90-110 0C selama 60-120 menit dengan konsistensi rendah hingga sedang (3 -17%). Pertimbangan pemutihan oksigen pada konsistensi sedang di dasarkan pada teknik industrinya yang lebih mudah dan selektivitas kelarutan lignin yang lebih tinggi .

Proses Pemutihan Menggunakan Peroksida (Tahap P)

Peroksida tidak hanya digunakan untuk memutihkan pulp mekanik tapi juga diguanakan dalam serangkaian tahap pemutihan pada industri pulp kimia. Bahan


(9)

kimia ini sering digunakan pada tahap kahir rangkaian proses pemutihan, dan menghasilkan peningkatan derajat putih dsan stabiloitas pada pulp tanpa mengalami penurunan rendemen dan lignin yang signifikan. Keuntungan lain dari penggunaan peroksida sebagai bahan pemutih adaklah kemudahan dalam penagnsan dan penerapan, serta menghasilkan produk yang relatif tidak beracun dan tidsk berbahaya. Namun kekurangannya adalah harga bahan kimia peroksida dan bahan aditifnya yang masih tinggi.

Umumnya tahap peroksida menggunakan bahan kimia berupa Natrium peroksida (Na2O2), Hidrogen peroksida (H2O2), atau kombinasi keduanya.

Hidrogen peroksida mudah untuk didekomposisi secara katalis oleh ion logam tertentu dan enzim di mana kesetabilannya cenderung untuk meurun dengan meningkatnya alkalinitas. Dengan cara demikian maka oksigen dilepas menggunakan sedikit atau tanpa perlakuan pemutihan yang dapat membahayakan pada komponen selulosa di dalam pulp. Oksigen yang dilepaskan ini dapat membentuk dan setidaknya menstabilkan kromofor di dalam pulp yang mengandung ligin daklam jumlah besar.

Proses Pemutihan Menggunakan Gas Ozon (Tahap Z)

Gas Ozon dapat mengoksidasi semua ikatan ramngkap pada semua gugus alipatik dan aromatik. Gas Ozon merupakan gas yang tidak stabil dan dapat berubah secara perlahan-lahan pada temperatur ruangan dan tekanan atmosfir. Selektifitas gas ozon lebih tinggi apabila dilarutkan dalam asam asetat jika dibandingkan dengan air.

Keuntungan pemutihan denga gas ozon di dalam air antara lain: bahan pemutih yang baik, waktu reaksi yang pendek, temperatur pemutiohan yang rendah dan tanpa tekanan, serta tidak terjadi pencemaran lingkungan. Sementara kerugian pemutihan dengan menggunakan gas ozon adalah kerusakan karbohidrat di dalam pelarut air relatif lebih besar akan tetapi dapat diatasi dengan pelarut asam asetat, biaya produksi untuk pembuatan generator ozon relatif mahal, kulit dan sisa-sisa kayu yang tidak temasak menyebabkan derajat bersih kertas menurun.


(10)

Proses Pemutihan Menggunakan Asam Perasetat

Asam perasetat di dalam sistem reaksi bolak-balik dapat membentuk asam perasetat dan hidrogen peroksida dalam suasana asam. Pembuatan asam perasetat dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan cara mereaksikan asam asetat dan hidrogen peroksida yang diberi tambahan asam sulfat pekat.

Asam asetat di dalam media asam akan membentuk asam perasetat, hidrogen peroksida, ion hidroksonium. Terdapat dugaan bahwa asam perasetat juga dapat membentuk ion asetonium dalam jumlah klecil dimana ion tersebut sangat berpengaruh di dalam proses oksidasi.

Asam perasetat digunakan bukan hanya untuk memutihkan pulp melainkan juga digunakan di dalam proses pulping. Pemutihan pulp dengan asam perasetat dapoat dilakukan pada semua kjenis pulp yang dimasak menggunakan metode yang berbeda seperti metode sulfit, sulfat, acetosov, dan lain-lain.

Tujuan pemutihan pulp menggunkan asam perasetat adalash delignifikasi dan peningkatan nilai derajat poutih kertas pada media asam atau netral sampai alkali/basa lemah. Semakin tinggi konsentrasi asam perasetat, maka semakin rendah sisa lignin di dalam pulp dan derajat putih kertas akan semakin meningkat. Sisa lignin, rendemen, dan derajat polimerisasi selulolsa akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya waktu pemutihan, dan sebaliknya derajat putih kertas akan semakin meningkat.


(11)

III. BIOBLEACHING (MEMANFAATKAN JAMUR DAN ENZIM) A. BIO-BLEACHING

Proses pulping konvensional baik dengan cara mekanis maupun cara kimia membutuhkan energi yang sangat tinggi. Di lain pihak, secara alami ada sejumlah mikroorganisme perusak kayu (dalam hal ini jamur) yang mampu mendegradasi lignin. Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin secara alami ini selanjutnya diteliti dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agen dalam proses delignifikasi dalam teknologi pulping dan bleaching.

Teknologi ini selanjutnya disebut sebagai teknologi bio-pulping dan teknologi bio-bleaching. Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan besar dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pulp dan kertas karena pemrosesannya tidak menggunakan bahan kimia.

Namun, bila dibandingkan dengan proses pulping secara kimia yang berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi serta pH yang ekstrem, proses ini sangat lambat. Karena prosesnya lambat, maka aplikasi bio-pulping secara penuh belum bisa diterapkan dalam skala industri. Saat ini aplikasi bio-pulping baru pada tahap

pretreatment terhadap kayu yang akan dimasak, baik pada proses mekanis maupun proses kimia. Proses mekanis yang diberi perlakuan biologis disebut biomechanical pulping, sedangkan proses kimia yang diberi perlakuan biologis disebut biochemical pulping.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal pretreatment

konsumsi energi pada saat proses pulping menjadi berkurang. Perlakuan ini juga terbukti dapat menurunkan bilangan kappa serta dapat meningkatkan sifat

bleachability pulp yang dihasilkan.

Bio-bleaching adalah proses pemutihan pulp dengan memanfaatkan enzim dari mikroba. Mikroba yang digunakan untuk penelitian adalah kelompok white-rot fungi yang diketahui mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi lignin. Secara teoretis, teknologi ini sangat aman terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia.


(12)

Namun, dalam praktiknya proses bio-bleaching belum bisa diterapkan sepenuhnya karena teknologi ini baru digunakan sebagai fungal pretreatment

terhadap pulp dalam proses pemutihan. Dalam fungal treatment ini digunakan dua jenis enzim, yaitu enzim hemiselulase (xylanase dan mannase) yang dapat meningkatkan bleachability pulp secara tidak langsung dan enzim lignase yang dapat mendegradasi lignin secara langsung pada pulp yang diputihkan.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal treatment ternyata

brightness (derajat putih) pulp bisa meningkat serta dapat menurunkan konsumsi bahan kimia secara signifikan dalam proses pemutihan pulp.

B.PEMANFATAN ENZIM

Proses pembuatan pulp (bubur kayu) yang berkembang saat ini relatif tidak efisien dan memiliki biaya lingkungan cukup tinggi (environmental cost), sehingga diperlukan proses baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Bioteknologi, nantinya akan mengambil peran besar dalam proses pembuatan pulp dan kertas. Saat ini, sudah terlihat bahwa komersialisasi enzim telah meningkatkan proses bleaching dan pulping, dan perubahan ”pitch” enzimatik telah terlihat nyata. Dalam jangka panjang, kita akan dapat melihat introduksi proses berbasis enzim yang jika dikombinasikan dengan proses pulping secara mekanis dan ekstraktif, akan menghasilkan jumlah pulp lebih besar dengan kualitas yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh proses pembuatan kraft sekarang ini.

Proses kraft, mengubah kayu gelondongan menjadi pulp dengan hasil total mencapai 45-55 persen. Melalui proses pulp secara mekanis dan kemo-mekanis, pulp yang dihasilkan dapat mencapai 97 persen, hanya saja kualitasnya rendah. Dalam perombakan kayu menjadi pulp, hal yang paling penting adalah menghilangkan lignin. Pemecahan lignin dapat diselesaikan melalui suatu rangkaian proses yang meliputi: pra perlakuan kemo-mekanis (chemo-mechanical pretreatmen), hidrolisis enzimatis dan proses ekstraktif. Akhirnya, dapat dihasilkan pulp dalam jumlah besar dan di-”recover” lebih banyak dengan kualitas produk yang tinggi.


(13)

1. Proses ”Bleaching”

Pada tahun 1986, pertama kali muncul laporan bahwa enzim endoxylanase mampu mengurangi bahan-bahan kimia yang diperlukan pada proses bleaching pulp kraft. Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan teknologi ini ke arah komersialisasi. Sedikitnya ada dua penjelasan mengenai bagaimana xylanase mampu meningkatkan proses bleaching pulp. Model pertama yang diajukan adalah bahwa mereka meningkatkan akses dari bahan kimia bleaching ke serat-serat pulp dengan menghilangkan xylan yang terendapkan. Serat yang terbuka (uncoated fibers) ternyata lebih rentan terhadap bahan kimia bleaching dan ekstraksi lignin.

Secara esensial, model ini mengusulkan bahwa xylan secara fisik menjebak lignin dan kromofor dalam matriks pulp. Model kedua yang diajukan adalah bahwa hemiselulase membebaskan kromofor dan lignin dari matriks pulp selulosik melalui pemecahan ikatan kovalen antara hemiselulosa dan lignin. Agaknya berdasarkan usulan penjebakan fisik, diketahui bahwa lignin dan kromofor yang tersisa terikat secara kimiawi di dalam pulp. Bukti terakhir mendukung peran xylanase dalam pemecahan ikatan lignin dengan karbohidrat.

Pada perombakan hemiselulosa, terjadi peningkatan kromofor yang cukup tinggi. Selama proses pulping kraft, asam metilglukuronat dan komponen hemiselulosa lainnya terpecah menjadi satuan-satuan asam kromofor yang tetap terikat pada rantai utama xylan. Terdapat banyak jenis hasil perombakan dan kondensasi yang belum terdokumentasi dengan baik. Produk hasil perombakan lignin dan hemiselulosa dapat bereaksi silang (cross-react) dengan xylan dan terikat ke dalam matriks hemiselulosa.

Hidrolisis hemiselulosa dapat melepaskan ikatan antara kromofor dan lignin, namun penghilangan xylan, tidaklah disarankan karena akan mengurangi hasil pulp, dan jika dilakukan secara ekstrim maka penghilangan xylan akan mengurangi kekuatan pulp (pulp strength). Sehingga tujuan utama penggunaan enzim dalam proses bleaching adalah tidak menghilangkan xylan secara keseluruhan, hanya melepaskan kromofor dan lignin. Alasan penggunaan enzim-enzim dalam proses pulping dan bleaching adalah untuk meningkatkan spesifikasi dan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan.


(14)

Mekanisme enzim xylanase adalah melakukan pemindahan ganda (double displacement mechanism) yang akan mengikat intermediet reaktif. Hal ini memudahkan enzim xylanase untuk melakukan reaksi transglycosylasi. Dalam proses bleaching pulp, penggunaan enzim xylanase mampu mengurangi kebutuhan bahan kimia untuk bleaching. Secara komersial saat ini sudah tersedia jenis enzim aktif yang termostabilalkalin dan mampu meningkatkan kemampuan akses pulp serta pelepasan kromofor. Tujuan lain adalah menghilangkan warna, dan bukan xylan. Dan jika kita mengawasi pelepasan kromofor, kita dapat memperoleh peningkatan implementasi teknologi ini pada industri pulp.

2. Ramah Lingkungan

Di masa mendatang, Indonesia merupakan salah satu produsen pulp dan kertas yang potensial karena keunggulan komparatif yang dimiliki. Salah satu kendala yang dihadapi industri ini adalah proses pembuatan, terutama pada tahap pemutihan, yang masih menggunakan senyawa khlorin yang terbukti sangat

berbahaya bagi lingkungan. Dengan semakin kuatnya tekanan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan,

maka perlu dicari pilihan pengganti terhadap teknologi yang digunakan saat ini. Proses pemutihan pulp secara biologi (biobleaching) menggunakan enzim xylanase, merupakan pendekatan baru yang menawarkan proses ramah lingkungan dan kompatibel dengan proses pabrik yang ada di Indonesia.

Penggunaan enzim xylanase dalam proses bleaching kraft pulp dapat mengurangi pemakaian bahan kimia dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pulp. Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan teknologi ini ke arah komersialisasi. Perlakuan enzim xylanase terbukti efektif baik untuk hardwood dan softwood, tapi pengaruhnya terhadap hardwood lebih baik dibandingkan terhadap softwood.

Penanganan dengan menggunakan enzim xylanase memungkinkan terjadinya proses yang selektif dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia. Hal ini menyebabkan kualitas yang dihasilkan juga lebih baik dibandingkan pulp hasil proses kimiawi. Dalam kaitan dengan proses pulping secara keseluruhan perlu


(15)

diperhatikan bahwa proses biobleaching tidak bisa berdiri sendiri, melainkan merupakan proses integral yang terdiri atas chemo-mechanical pretreatment, hidrolisis enzimatis dan proses ekstraksi.

Dengan makin majunya penguasaan teknologi biobleaching maka kita harapkan proses bisa berjalan dengan efektivitas dan efisiensi tinggi, menghasilkan produk yang lebih banyak dengan kualitas tinggi. Satu hal yang tidak kalah penting adalah bahwa teknologi ini tergolong ramah lingkungan. Artinya, mampu meminimalkan risiko pencemaran lingkungan yang sangat berat akibat pembuangan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun yang digunakan selama proses produksi.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Fengel, D and G. Wegener. 1989. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Gruyter. Berlin.

Muladi, S. 2004. Kimia Kayu, Teknologi Pulp dan Kertas. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Syafii, W. 2002. Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Industri Pulp dan Kertas. Harian Kompas, Minggu 14 Juli 2002.

Wahyudi, P. 2002. Enzim Xylanase, Teknologi Bersih Untuk Bleaching Pulp. Koran Sinar Harapan Senin, 4 Maret 2002.


(1)

III. BIOBLEACHING (MEMANFAATKAN JAMUR DAN ENZIM)

A. BIO-BLEACHING

Proses pulping konvensional baik dengan cara mekanis maupun cara kimia membutuhkan energi yang sangat tinggi. Di lain pihak, secara alami ada sejumlah mikroorganisme perusak kayu (dalam hal ini jamur) yang mampu mendegradasi lignin. Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin secara alami ini selanjutnya diteliti dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agen dalam proses delignifikasi dalam teknologi pulping dan bleaching.

Teknologi ini selanjutnya disebut sebagai teknologi bio-pulping dan

teknologi bio-bleaching. Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan

besar dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab

permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pulp dan kertas karena pemrosesannya tidak menggunakan bahan kimia.

Namun, bila dibandingkan dengan proses pulping secara kimia yang

berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi serta pH yang ekstrem, proses ini sangat lambat. Karena prosesnya lambat, maka aplikasi bio-pulping secara penuh belum bisa diterapkan dalam skala industri. Saat ini aplikasi bio-pulping baru pada tahap

pretreatment terhadap kayu yang akan dimasak, baik pada proses mekanis maupun proses kimia. Proses mekanis yang diberi perlakuan biologis disebut biomechanical pulping, sedangkan proses kimia yang diberi perlakuan biologis disebut biochemical pulping.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal pretreatment

konsumsi energi pada saat proses pulping menjadi berkurang. Perlakuan ini juga terbukti dapat menurunkan bilangan kappa serta dapat meningkatkan sifat

bleachability pulp yang dihasilkan.

Bio-bleaching adalah proses pemutihan pulp dengan memanfaatkan enzim dari mikroba. Mikroba yang digunakan untuk penelitian adalah kelompok white-rot fungi yang diketahui mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi lignin. Secara teoretis, teknologi ini sangat aman terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia.


(2)

Namun, dalam praktiknya proses bio-bleaching belum bisa diterapkan

sepenuhnya karena teknologi ini baru digunakan sebagai fungal pretreatment

terhadap pulp dalam proses pemutihan. Dalam fungal treatment ini digunakan dua jenis enzim, yaitu enzim hemiselulase (xylanase dan mannase) yang dapat meningkatkan bleachability pulp secara tidak langsung dan enzim lignase yang dapat mendegradasi lignin secara langsung pada pulp yang diputihkan.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal treatment ternyata

brightness (derajat putih) pulp bisa meningkat serta dapat menurunkan konsumsi bahan kimia secara signifikan dalam proses pemutihan pulp.

B.PEMANFATAN ENZIM

Proses pembuatan pulp (bubur kayu) yang berkembang saat ini relatif tidak efisien dan memiliki biaya lingkungan cukup tinggi (environmental cost), sehingga diperlukan proses baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Bioteknologi, nantinya akan mengambil peran besar dalam proses pembuatan pulp dan kertas. Saat ini, sudah terlihat bahwa komersialisasi enzim telah meningkatkan proses bleaching dan pulping, dan perubahan ”pitch” enzimatik telah terlihat nyata. Dalam jangka panjang, kita akan dapat melihat introduksi proses berbasis enzim yang jika dikombinasikan dengan proses pulping secara mekanis dan ekstraktif, akan menghasilkan jumlah pulp lebih besar dengan kualitas yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh proses pembuatan kraft sekarang ini.

Proses kraft, mengubah kayu gelondongan menjadi pulp dengan hasil total mencapai 45-55 persen. Melalui proses pulp secara mekanis dan kemo-mekanis, pulp yang dihasilkan dapat mencapai 97 persen, hanya saja kualitasnya rendah. Dalam perombakan kayu menjadi pulp, hal yang paling penting adalah menghilangkan lignin. Pemecahan lignin dapat diselesaikan melalui suatu rangkaian proses yang meliputi: pra perlakuan kemo-mekanis (chemo-mechanical pretreatmen), hidrolisis enzimatis dan proses ekstraktif. Akhirnya, dapat dihasilkan pulp dalam jumlah besar dan di-”recover” lebih banyak dengan kualitas produk yang tinggi.


(3)

1. Proses ”Bleaching”

Pada tahun 1986, pertama kali muncul laporan bahwa enzim endoxylanase mampu mengurangi bahan-bahan kimia yang diperlukan pada proses bleaching pulp kraft. Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan teknologi ini ke arah komersialisasi. Sedikitnya ada dua penjelasan mengenai bagaimana xylanase mampu meningkatkan proses bleaching pulp. Model pertama yang diajukan adalah bahwa mereka meningkatkan akses dari bahan kimia bleaching ke serat-serat pulp dengan menghilangkan xylan yang terendapkan. Serat yang terbuka (uncoated fibers) ternyata lebih rentan terhadap bahan kimia bleaching dan ekstraksi lignin.

Secara esensial, model ini mengusulkan bahwa xylan secara fisik menjebak lignin dan kromofor dalam matriks pulp. Model kedua yang diajukan adalah bahwa hemiselulase membebaskan kromofor dan lignin dari matriks pulp selulosik melalui pemecahan ikatan kovalen antara hemiselulosa dan lignin. Agaknya berdasarkan usulan penjebakan fisik, diketahui bahwa lignin dan kromofor yang tersisa terikat secara kimiawi di dalam pulp. Bukti terakhir mendukung peran xylanase dalam pemecahan ikatan lignin dengan karbohidrat.

Pada perombakan hemiselulosa, terjadi peningkatan kromofor yang cukup tinggi. Selama proses pulping kraft, asam metilglukuronat dan komponen hemiselulosa lainnya terpecah menjadi satuan-satuan asam kromofor yang tetap terikat pada rantai utama xylan. Terdapat banyak jenis hasil perombakan dan kondensasi yang belum terdokumentasi dengan baik. Produk hasil perombakan lignin dan hemiselulosa dapat bereaksi silang (cross-react) dengan xylan dan terikat ke dalam matriks hemiselulosa.

Hidrolisis hemiselulosa dapat melepaskan ikatan antara kromofor dan lignin, namun penghilangan xylan, tidaklah disarankan karena akan mengurangi hasil pulp, dan jika dilakukan secara ekstrim maka penghilangan xylan akan mengurangi kekuatan pulp (pulp strength). Sehingga tujuan utama penggunaan enzim dalam proses bleaching adalah tidak menghilangkan xylan secara keseluruhan, hanya melepaskan kromofor dan lignin. Alasan penggunaan enzim-enzim dalam proses pulping dan bleaching adalah untuk meningkatkan spesifikasi dan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan.


(4)

Mekanisme enzim xylanase adalah melakukan pemindahan ganda (double displacement mechanism) yang akan mengikat intermediet reaktif. Hal ini memudahkan enzim xylanase untuk melakukan reaksi transglycosylasi. Dalam proses bleaching pulp, penggunaan enzim xylanase mampu mengurangi kebutuhan bahan kimia untuk bleaching. Secara komersial saat ini sudah tersedia jenis enzim aktif yang termostabilalkalin dan mampu meningkatkan kemampuan akses pulp serta pelepasan kromofor. Tujuan lain adalah menghilangkan warna, dan bukan xylan. Dan jika kita mengawasi pelepasan kromofor, kita dapat memperoleh peningkatan implementasi teknologi ini pada industri pulp.

2. Ramah Lingkungan

Di masa mendatang, Indonesia merupakan salah satu produsen pulp dan kertas yang potensial karena keunggulan komparatif yang dimiliki. Salah satu kendala yang dihadapi industri ini adalah proses pembuatan, terutama pada tahap pemutihan, yang masih menggunakan senyawa khlorin yang terbukti sangat

berbahaya bagi lingkungan. Dengan semakin kuatnya tekanan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan,

maka perlu dicari pilihan pengganti terhadap teknologi yang digunakan saat ini. Proses pemutihan pulp secara biologi (biobleaching) menggunakan enzim xylanase, merupakan pendekatan baru yang menawarkan proses ramah lingkungan dan kompatibel dengan proses pabrik yang ada di Indonesia.

Penggunaan enzim xylanase dalam proses bleaching kraft pulp dapat mengurangi pemakaian bahan kimia dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pulp. Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan teknologi ini ke arah komersialisasi. Perlakuan enzim xylanase terbukti efektif baik untuk hardwood dan softwood, tapi pengaruhnya terhadap hardwood lebih baik dibandingkan terhadap softwood.

Penanganan dengan menggunakan enzim xylanase memungkinkan terjadinya proses yang selektif dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia. Hal ini menyebabkan kualitas yang dihasilkan juga lebih baik dibandingkan pulp hasil proses kimiawi. Dalam kaitan dengan proses pulping secara keseluruhan perlu


(5)

diperhatikan bahwa proses biobleaching tidak bisa berdiri sendiri, melainkan merupakan proses integral yang terdiri atas chemo-mechanical pretreatment, hidrolisis enzimatis dan proses ekstraksi.

Dengan makin majunya penguasaan teknologi biobleaching maka kita harapkan proses bisa berjalan dengan efektivitas dan efisiensi tinggi, menghasilkan produk yang lebih banyak dengan kualitas tinggi. Satu hal yang tidak kalah penting adalah bahwa teknologi ini tergolong ramah lingkungan. Artinya, mampu meminimalkan risiko pencemaran lingkungan yang sangat berat akibat pembuangan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun yang digunakan selama proses produksi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fengel, D and G. Wegener. 1989. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Gruyter. Berlin.

Muladi, S. 2004. Kimia Kayu, Teknologi Pulp dan Kertas. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Syafii, W. 2002. Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Industri Pulp dan Kertas. Harian Kompas, Minggu 14 Juli 2002.

Wahyudi, P. 2002. Enzim Xylanase, Teknologi Bersih Untuk Bleaching Pulp. Koran Sinar Harapan Senin, 4 Maret 2002.