Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

PERAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM MENDUKUNG
PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI
DI PROVINSI ACEH
Basri A. Bakar dan Abdul Azis
1)

1)

Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda AcehTelp.
0651-7551811
Email: [email protected]; Email: [email protected]

ABSTRAK
Kajian ini dilaksanakan bulan Maret – Nopember 2011 di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Tujuannya
untuk mengetahui lembaga formal dan informal mana yang berperan dan model sistem kelembagaan
penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya di Provinsi Aceh. Pengambilan lokasi sampling dan
sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja). Masing-masing kabupaten dipilih 3
kecamatan, dan setiap kecamatan dipilih 3 desa. Masing-masing desa terdiri 20 orang sampel, sehingga total
responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 540 orang. Hasil kajian yang diperoleh yaitu : Peran
kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan lebih dominan
dalam mendiseminasikan inovasi teknologi spesifik lokasi melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok

tani. Keragaan kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya, sangat berpengaruh terhadap pengembangan
inovasi pertanian spesifik lokasi. Sedangkan keragaan kelembagaan dalam pengembangan inovasi di Kabupaten
Pidie dan Bireuen sangat beragam. Peran penyuluh di lapangan sangat di harapkan oleh petani agar lebih
sinergis dalam penyampaian inovasi teknologi kepada pengguna.
Kata Kunci: kelembagaan formal, informal, inovasi, spesifik lokasi, umpan balik.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan Badan Litbang Pertanian selama 30 tahun telah cukup ditunjukkan dengan
keberhasilan dalam pengadaan inovasi pertanian. Inovasi teknologi, kelembagaan, dan kebijakan
telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi pemicu utama pertumbuhan dan perkembangan
usaha dan sistem agribisnis. Salah satu bukti empiris ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi dan
jagung berupa penemuan varietas unggul baru pendek, dan perkembangan perkebunan sawit yang
cukup pesat atas dukungan teknologi perbenihan/ pembibitan. Namun berdasarkan evaluasi eksternal
maupun internal, seiring dengan perkembangan waktu, kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi
yang dihasilkan cenderung melambat, bahkan menurun (Musyafak dan Tatang 2006).
Peran utama Badan Litbang Pertanian dalam sistem inovasi pertanian nasional adalah: (1)
menemukan atau menciptakan inovasi pertanian maju dan strategis, (2) mengadaptasikan inovasi
pertanian menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi, dan (3) menginformasikan dan
menyediakan materi dasar inovasi/teknologi. Namun kegiatan penyuluhan, advokasi, dan fasilitasi

agar inovasi tersebut diadopsi secara luas tidak termasuk dalam tugas pokok Badan Litbang Pertanian
(Simatupang 2004).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nanggroe Aceh Darussalam (BPTP NAD)
yang
diresmikan pada Tahun 2001 merupakan perpanjangan tangan Badan Litbang Pertanian di tingkat
Provinsi yang mengemban tugas utama untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang sesuai
dengan karakteristik daerah masing-masing dan kemudian menyebarkan teknologi spesifik lokasi
kepada pengguna.
BPTP NAD telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi spesifik lokasi yang telah
didiseminasikan dengan berbagai metode komunikasi, dan juga melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP
dan Kelompok tani. Tujuan utama pengembangan jaringan antara lain: (1) mempercepat proses
transfer teknologi dan informasi pertanian: (2) menghimpun umpan balik ( feedback) hasil pengkajian
dan preferensi kebutuhan pengguna teknologi.
Meskipun banyak lembaga yang terlibat dalam jaringan penyampaian inovasi teknologi
pertanian maupun teknologi eksisting lainnya seperti yang disebutkan diatas, akan tetapi sampai
sekarang belum diketahui lembaga mana yang berperan aktif dalam penyebarluasan inovasi teknologi
tersebut. Disamping itu, sampai sekarang belum didapatkan umpan balik yang dapat dipergunakan
untuk memperbaiki inovasi teknologi yang sudah ada.

Peran lembaga dalam penyebarluasan inovasi teknologi pertanian kepada pengguna serta

untuk menjaring umpan balik sangat besar. Lembaga-lembaga tersebut baik lembaga formal seperti
Dinas/Instansi terkait mulai dari Dinas Pertanian sampai ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang
ada dikecamatan diketahui telah berperan aktif dalam mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian.
Selain itu di Provinsi NAD, kelembagaan non formal seperti ”kejuruan blang” dan lembaga adat
lainnya ikut berperan dalam menyebarluas-kan inovasi teknologi pertanian baik teknologi indigenous
maupun inovasi teknologi lainnya yang sudah berkembang.
Lembaga-lembaga tersebut melakukan penyampaian inovasi teknologi dengan berbagai
metoda, seperti; komunikasi tatap muka, peragaan teknologi maupun pengembangan informasi
pertanian. Hal ini dilakukan dalam upaya mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja
terutama di perde-saan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu perlu
dikaji lembaga formal dan informal mana saja yang berperan dalam penyam-paian inovasi teknologi
tersebut dan bagaimana sistem model kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan
umpan baliknya yang efektif dipergunakan.

TUJUAN
Untuk mengetahui lembaga formal dan informal mana yang berperan dan model sistem
kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya di Provinsi Aceh.

PROSEDUR PELAKSANAAN

Kajian dilaksanakan pada tiga kabupaten yaitu Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen mulai bulan
Maret – Nopember 2011. Berdasar pertimbangan bahwa daerah tersebut adalah lokasi pengkajian
dan diseminasi teknologi pertanian spesifik lokasi dilaksanakan.
Populasi penelitian ini adalah petani yang ada di ketiga kabupaten tersebut diatas.
Pengambilan lokasi sampling dan sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara
sengaja). Masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan, 3 desa, 20 orang sampel. Total responden
dalam penelitian ini adalah 540 orang responden.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan dengan cara melakukan observasi dan wawancara secara terstruktur dengan sejumlah “ key
informan” dan ditambah lagi dengan pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) untuk memperkuat
serta melengkapi informasi yang dibutuhkan. Di samping itu, pengumpulan data sekunder dilakukan
melalui kajian terhadap laporan pihak terkait guna memperkuat berbagai informasi yang diperoleh
dari data primer tadi. Proses selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sejumlah
responden ditabulasi.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan penjelasan secara deskriptif. Kajian
ini dilakukan dengan metode pendekatan massa (mass approach method), pendekatan kelompok
(group approach method) dan pendekatan individu (personal approach method). Untuk menjaring
umpan balik serta model sistem kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dilakukan
dengan metode survei.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
Penelitian terhadap 540 orang responden masing-masing 180 orang di Kabupaten Pidie, Pidie
Jaya, dan Bireuen, tidak menunjukkan perbedaan umur yang mencolok. Rata-rata umur petani adalah
44,40 tahun. Petani termuda berumur 19 tahun dan petani tertua berumur 65 tahun.
Responden yang berumur dibawah 30 tahun 11.5%, berumur antara 31 – 40 tahun sebesar
36%, berumur 41 – 50 tahun 33,5%, berumur 51 – 60 tahun 14 % dan di atas 60 tahun 5%.
Berdasarkan umur yang ada, terlihat ada hubungan yang positif antara umur petani dengan
pengalaman. Dimana petani yang berusia muda lebih mudah menerima inovasi baru dibandingkan
dengan petani yang berumur lebih tua. Akan tetapi petani lebih tua lebih berpengalaman dalam
memperoleh inovasi dan cenderung untuk melihat hasil teknologi yang nyata.
Pendidikan formal yang ditempuh oleh petani responden rata-rata Sekolah Menengah
Pertama. Pendidikan tertinggi Sekolah Menengah Atas dan yang terendah Sekolah Dasar.
Tingkat pendidikan yang tertinggi respoden adalah SLTP (50%), diikuti SLTA (20%), SD
(17.5%), dan di atas SLTA hanya 4.5 % sedangkan yang tidak tamat Sekolah Dasar mencapai 8%.

Umumnya tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir, ketrampilan, sikap dan pengambilan
keputusan juga pengembangan keputusan. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi dalam
menerima informasi, menyerap dan memahami suatu informasi teknologi. Data hasil penelitian
menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif sama antar responden dan kabupaten diasumsikan

tingkat pemahaman mereka terhadap informasi teknologi inovasi yang dikomunikasikan tidak akan
jauh berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian, pengalaman responden dalam berusahatani padi-kedelai paling
sedikit 1 tahun, yaitu petani kedelai di Pidie dan di atas 40 tahun juga dari Pidie dan Pidie Jaya.
Dalam bercocok tanam padi-kedelai 100% responden menggarap lahan milik sendiri. Ratarata luas usaha budidaya padi-kedelai 0,85 ha, dengan varietas yang ditanam terdiri dari varietas
unggul, hybrida dan non hybrida. Sumber benih berasal dari BPTP NAD, Dinas Pertanian setempat
dan dibeli sendiri oleh petani.
Meskipun kegiatan ini dilaksanakan di lokasi SL-PTT, akan tetapi tidak semua petani
mengetahui teknologi tersebut. Mereka hanya mengikuti apa yang diperintahkan saja oleh penyuluh
atau ketua kelompoktani meskipun tidak mengetahui untuk apa hal tersebut mereka lakukan.
Umumnya yang mengikuti teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh/pendamping SL-PTT di lapangan
adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dibiayai oleh dinas/instansi terkait.
Sedangkan petani di sekitarnya banyak yang tidak mengikuti cara-cara tersebut. Hal ini disebabkan
kurangnya informasi yang utuh yang mereka terima pada saat yang tepat. Petani umumnya belum
mengetahui inonavasi teknologi yang disampaikan oleh penyuluh karena keterbatasan media yang
digunakan.
Kurangnya jumlah penyuluh mengakibatkan kurang efektifnya sistem penyuluhan yang
berjalan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain diantaranya sarana dan prasarana yang kurang
memadai. Seperti kenderaan operasional untuk mencapai lokasi-lokasi penyuluhan yang belum
memadai.

Perekrutan THL-TB PP yang berasal dari berbagai disiplin ilmu menambah jumlah penyuluh.
Akan tetapi THL-TB PP tersebut berasal dari berbagai tingkatan lulusan dengan usia yang sangat
bervariasi. Sebagaian besar THL-TB PP masih kurang berpengalaman dalam bidang penyuluhan.
Kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi baru masih kurang, disebabkan kurang
efektifnya sistem penyuluhan.
Kondisi ideal yang diharapkan dalam bidang pembinaan dan pengembangan penyuluhan
adalah tersedianya jumlah penyuluh pertanian sebanyak 222 orang, baik berasal dari penyuluh PNS,
THL-TBPP maupun penyuluh swakarsa.
Untuk efektifitas sistem penyuluhan diperlukan sarana dan prasarana pendukung seperti
kendaraan operasional penyuluh, alat-alat untuk media penyuluhan baik berupa alat-alat elektronik
ataupun berupa leaflet, brosur ataupun dalam bentuk perpustakaan. Selain itu diperlukan juga alatalat untuk pengukuran kadar air (moustuiretester), pengukur pH tanah, alat ubinan, dan lain-lain.
Selain itu untuk media penyuluhan diperlukan percontohan-percontohan dalam bentuk
demonstrasi area (demplot) maupun sekolah lapang, baik sekolah lapang budidaya ataupun sekolah
lapang pengendalian hama dan penyakit (SL-PHT). Penyuluh pertanian seharusnya memiliki kapasitas
yang memadai dalam bidang penyuluhan, meliputi bidang pertanian, peternakan, perikanan ataupun
perkebunan.
Petani dapat mengaplikasikan teknologi baru dan mutakhir untuk peningkatan produksi.
Sehingga akan meningkatkan pendapatan petani.Pembangunan dibidang Penyuluhan dan Ketahanan
Pangan di Kabupaten Pidie Jaya menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan
oleh faktor konflik maupun permasalahan lainnya. Namun dengan tekad Pemerintah Daerah dan

dukungan berbagai pihak secara bertahap akan berupaya melakukan terobosan inovasi dan
tekhnologi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku
usaha.
Pembangunan di bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bireuen
menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan oleh keterbatasan Sumber Daya
Manusia (SDM) dan minimnya Sarana dan Prasarana Penyuluhan.
Namun dengan tekat dan kemauan yang kuat Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen dengan
mendukung berbagai elemen masyarakat sacara bertahap terus berupaya melakukan terobosan
inovasi dan teknologi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan Pelaku Utama
(petani, peternak, nelayan dan masyarakat disekitar hutan) dan Pelaku Usaha (pengusaha yang
bergerak di bidang agribisnis).

Secara garis besar ada beberapa bentuk organisasi yang berada pada wilayah penelitian ini
dan terkait langsung dengan penelitian ini, untuk itu dapat dikelompokkan dalam: (1) Organisasi
Pemerintahan: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Perangkat desa, LKMD/LPMD, dan Tuha Peut, (2)
Organisasi Adat: tokoh masyarakat/panutan, keujreun blang, P3A, gotong royong dan kelompok tani,
(3) Organisasi Keagamaan: Majelis Ta’lim, Remaja Masjid, Kelompok yasinan, Pengajian. 4.
Organisasi Ekonomi: Koperasi simpan pinjam, Kelompok tani, kelompok pencari dan pemakai air,
arisan. 5. Organisasi Sosial Baru: PKK, Posyandu, Karang Taruna/ Organisasi pemuda, organisasi olah
raga, dan Dasa Wisma.

Dari hasil survey menunjukkan bahwa sifat keanggotaan dalam organisasi kemasyarakatan
pada umumnya sukarela. Untuk menjadi anggota sebuah perkumpulan/ organisasi tidaklah sulit,
karena secara geografis domisili masing-masing anggota tidak jauh, bahkan masih dalam satu
lingkungan sosial dan administrasi yang sama, misalnya Gampong. Sementara untuk yang tingkat
desa biasanya melalui informasi dari keluarga, teman atau orang lain. Cara menjadi anggota biasanya
langsung bergabung saja, ada yang mendaftar secara lisan dan ada pula yang harus mendaftarkan
diri secara tertulis melalui formulir yang disediakan. Hak dan kewajiban anggota biasanya sudah
dirumuskan dalam suatu organisasi dalam bentuk kesepakatan lisan maupun tertulis. Kesepakatan
tertulis ini biasanya diwujudkan dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (untuk
jenis organisasi yang berhubungan dengan ekonomi/keuangan). Hak dan kewajiban anggota di
antara perkumpulan memiliki banyak persamaan antara lain hak untuk memperoleh pendidikan,
mengikuti pengajian, memperoleh arisan, memperoleh bantuan sosial dan mengikuti setiap kegiatan
perkumpulan. Sedangkan kewajiban anggota antara lain menghadiri pertemuan rutin, iuran wajib,
iuran sukarela, mengikuti arisan wajib dan keharusan mengikuti kegiatan perkumpulan secara aktif.
Hampir pada semua lokasi penelitian untuk mendapatkan program, petani disyaratkan untuk
berkelompok, dimana kelompok menjadi alat untuk mendistribusikan bantuan (material atau uang
tunai), dan sekaligus sebagai wadah untuk berinteraksi baik antar peserta maupun dengan pelaksana
program (Badan SDM Deptan, 2007; Balitbangtan, 2006). Padahal untuk mewujudkan ini, telah
dihabiskan anggaran dan dukungan tenaga lapang yang cukup besar. Akibatnya, kelompoktani yang
terbentuk menjadi tidak solid dan susah dipertahankan.

Di sisi lain dengan adanya kelembagaan kelompok tani yang merupakan wadah petani dalam
rangka menguatkan usaha tani melalui penguatan modal, maka petani dapat menjadi lebih
bersemangat dalam mengupayakan peningkatan produksi. Kelembagaan kelompok tani atau
gapoktan yang ada dipedesan sudah terstuktur dengan baik dimana didalam kelompok sudah ada
ketua sekretaris dan bendara dan ketiga struktur ini sudah dapat meminit jalannya kelembagaan
kelompok tani/ gapoktan
Dengan adanya kelompok tani dalam mengatur pertemuan sudah mudah dilakukan. Kelompok
akan mengatur jadwal pertemuan baik dengan sesame anggota atau dengan penyuluh yang ada
diwilayah mereka. Dengan adanya pertemuan baik dengan tokoh adat atau dengan penyuluh petani
semakin lama semakin bertambah pengetahuannya terutama dibidang usaha taninya. Dengan adanya
pertemuan diharapkan petani akan lebih meningkatkan wawasan berpikir akibat adanya berbagai
informasi yang didapat dalam pertemuan kelompok baik itu berasal dari penyuluh atau tokoh tani dan
tokoh adat setempat.
Dalam tahun 2010 dan 2011 banyak perkembangan usaha tani khususnya padi. Adopsi
teknologi sudah terjadi walaupun tidak secara cepat. Hal ini dapat terbukti bahwa setiap desa yang
terlibat pengkajian ini sudah melakukan adopsi teknologi terutama penggunaan benih VUB.
Pengunaan benih bermutu dan berlabel sudah dilakukan oleh setiap petani. Hampir 99 persen
petani Aceh khususnya kabupaten Pidie Jaya , Pidie , Bireuen menggunakan benih padi dari varietas
ciherang, mekongga, cibogo, dan impari. Penggunana benih ungul merupakan hasil prakarsa BPP
yang dinovasikan oleh BPTP. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri bahwa di Aceh peran BPTP

sangat signifikan dalam mengadopsikan beberapa teknologi yang ada dalam model PTT. Adopsi
teknologi yang paling dapat dilihat yaitu penanaman sistin legowo. Hampir di setiap kabupaten yang
terlibat pengkajian ini,sudah mengadopsi sistim tanalegowo terutama dapat dilihat disetip lahan
sawah yang terletak dipingir jalan raya yang menuju ketiga kabupaten.
Pada hakekatnya kelompoktani juga punya berbagai macam keinginan untuk mencapai hasil
usahat ani yang dapat meningkatkan pendapatannya. Banyak program yang ingin dibuat bersama
diantaranya adalah Program penydiaan sarana olah tanah yang memadai, program turun kesawah
yang serentak, Program untuk memperoleh benih bermutu, program pengaturan air yang sesuai
kebutuhan tanaman, program untuk memperoleh modal yang lebih besar, program penyediaan

sarana produksi yang tersedia, program pengendalian hama dan penyakit yang efektif,serta program
pasar yang dapat menampung hasil panen yang memadai (harga yang baik). Dalam tiga tahun
terakhir ini (2008-2009), program yang paling luas sebarannya adalah progam Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terbentuk merupakan
kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota.
Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi menjadi salah satu indikator keberhasilan PUAP
yakni berupa indikator benefit dan impact.
Harapan yang paling besar dari petani yaitu harga gabah menjadi relatif mahal seperti pada
tahun 2010 dimana harga gabah dapat mencapai Rp 4.800. Harga ini akan memberikan kepuasan
pada petani. Harapan petani kepada pemerintah agar harga gabah dapat stabil disaat musim panen
tentunya harga yang sesuai dengan output pengeluaran dan adanya sisa penjualan yang dapat
meningkatkan pendapatan untuk menuju peningkatan kesejahteraan. Eksistensi organisasi milik
petani bergantung terutama kepada kondisi lingkungan dimana ia hidup. Dua kekuatan yang
menentukan dalam konteks ini adalah negara dan pasar.
Petani secara kelompok tidak mempungkiri bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah
melalui dinas pertanian sering mereka terima di setiap musim tanam. Bantuan tersebut berupa benih
unggul, Pupuk kimia dan organik serta insektisida disaat ada serangan. Demikian pula bantuan berupa
informasi teknologi yang tidak putus-putusnya dari Penyuluh.
Umumnya kelompok tani belum memiliki badan hukum. Hal ini mungkin disebabkan karena
kiprah kelompok tani belum jauh dalam hal berhubungan dengan pihak-pihak luar yang memberi
pengaruh terhadap kegiatan kelompok dan kelompok tani masih melakukan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan anggotanya sendiri. Demikian pula permasalan belum mengarah kepada hal-hal
yang bermasalah yang dapat menimbulkan pengaruh tindak pidana terhadap kelompok tani itu
sendiri.
LSM dan Dinas terkait tentunya punya kepentingan dengan kelompok tani. Dinas
pertanian,peternakan, perikanan dan kehutanan, petani merupakan mitra kerja mereka. Kolompok
tani merupakan wadah untuk mencairkan dana yang sudah diprogramkan. Demikian juga LSM.

Kinerja Kelembagaan
Dari hasil survey yang dilakukan terhadap kelompok kelembagaan informal di tiga Kabupaten
yakni Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen menunjukkan bahwa secara umum kinerja kelembagaan formal
masih perlu penyempurnaan.
Kelembagaan Informal yang ada di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen, umumnya
kelompok pengajian dan arisan. Dalam sektor pertanian, kelompok informal belum memberikan
kontribusi nyata terutama dalam menetapkan kebijakan dan aturan. Secara umum, kelompok informal
berperan dalam kegiatan sosial masyarakat desa seperti gotong royong, peringatan hari-hari besar
Islam, sedangkan dalam sektor pertanian relatif sedikit.
Dalam kelompok masyarakat tani, kelembagaan informal hanya berperan pada sistem
budidaya seperti penanaman padi, pengendalian hama penyakit dan pemanenan. Sedangkan pada
sistem pengolahan hasil belum ditemukan di setiap desa, kecuali beberapa desa dalam Kabupaten
Bireuen dan Pidie.
Di kabupaten Bireuen, peran kelembagaan informal mulai mengarah ke agribisnis terutama
pengolahan keripik pisang kepok. Namun demikian kelompok ini belum membentuk kesatuan dalam
bentuk koperasi.
Sedangkan di Kabupaten Pidie, kegiatan pengolahan hasil lebih didominir oleh wanita dengan
memproduksi emping melinjo. Kegiatan kerajinan rumah tangga ini dilakukan sepulang dari pekerjaan
berusahatani atau saat padi telah masa tanam.
Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk
menilai dan mengetahui apakah seseorang telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan,
atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi
(bagaimana seseorang mencapainya).
Selanjutnya Handoko (2001) menyatakan bahwa kinerja (perfomance appraisal) adalah
proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan dimana
dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik
kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.

Sedangkan menurut Simanjuntak (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu, dalam hal ini mencakup kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja
perusahaan yang dipengaruhi faktor intern dan ekstern.
Selanjutnya Dharma (2005) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada
pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang
ditentukan untuk masing-masing pekerjaan.
Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/ program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Sedangkan menurut Robertson dalam Mahsun (2006) juga menyatakan bahwa pengukuran
kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan.

Pengembangan Inovasi di Tingkat Pengguna
Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi padi, karena pada daerah tersebut umumnya
petani melaksanakan budidaya padi untuk mendukung program pemerintah dalam Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN). Akan tetapi daerah-daerah sentra produksi kedelai juga merupakan
tempat pelaksanaan program.
Kabupaten Pidie mempunyai lahan baku sawah seluas 29.337 ha. Untuk tahun 2010 luas
penanaman padi di Kabupaten Pidie mencapai 42.738 ha, membutuhkan benih padi sebanyak 1.078
ton dengan asumsi pemakaian sebanyak 25 kg/ha. Tingkat pemakaian benih bermutu di Pidie ratarata setiap musim tanam telah mencapai 30% (di atas rata-rata nasional 25%) dari kebutuhan benih
seluruhnya. Hal ini berarti setiap tahun membutuhkan benih padi bermutu sejumlah 323.40 ton.
Untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut maka keberadaan institusi perbenihan mutlak diperlukan.
Institusi perbenihan adalah lembaga pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang
perbenihan yang menangani masalah benih dan pengawasannya berada di bawah Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Pidie. Lembaga ini menangani masalah produksi benih sehingga
memenuhi syarat baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Balai benih merupakan unit pelaksana
teknis yang bertugas menyediakan/ memproduksi benih dasar (FS) maupun benih (SS) untuk
perbanyakan benih sebar (ES) bagi petani sekaligus mengeluarkan benih yang dihasilkannya.
Di samping lembaga pemerintah juga terdapat pihak swasta dalam memproduksi benih
sekaligus menyalurkan benih yang dihasilkan. Benih merupakan salah satu faktor penentu yang sanga
dibutuhkan untuk kelancaran produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu institusi yang menangani
masalah benih yang pengawasannya berada di bawah Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Pidie.
Setiap upaya pembangunan yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan pada dasarnya
ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya mutu
hidup yang mencapai banyak aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, ideologi, politik maupun
pertahanan keamanan.
Menurut Mardikanto, 1993 menyatakan bahwa pesan-pesan pembangunan yang disuluhkan
haruslah mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki
sifat-ifat pembaharuan yang disebut dengan istilah innovativeness.
Dari hasil pelaksanaan kegiatan tahun 2010 khusus lingkup Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Pidie yang menjadi permasalahan adalah belum adanya upaya untuk meningkatkan
produksi tanaman yang berhubungan dengan saprodi, untuk itu diperlukan lima tepat yaitu: tepat
waktu, tepat mutu, tepat tempat, tepat jenis dan tepat harga.
Disisi lain, terbatasnya jumlah Balai Benih Utama (BBU), dalam penyediaan benih unggul dan
bermutu, kebutuhan benih tiap komoditas setiap musim tanam terutama padi dan palawija petani
terpaksa membeli dari pengecer yang ada di Kabupaten Pidie.
Rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan petani pada bidang perbenihan dalam
upaya mengembangkan penangkar-penangkar benih guna mengatasi masalah kerugian benih.
Terbatasnya dana untuk kegiatan pembinaan petani penangkar benih, walaupun sudah tersedia BBU
pembantu di Kecamatan Glumpang Tiga namun masih belum berfungsi dengan baik.

Permasalahan dan hambatan yang dialami antara lain kurangnya modal tunai dari petani
untuk membeli pupuk, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh kepada produksi. Akibat lain
adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan petani relatif masih rendah dalam penggunaan pupuk
berimbang.
Jika dilihat dari pemanfaatan Sumberdaya Manusia, permasalahan yang dihadapi dantara
lain: rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan dalam pengelolaan usahatani sehingga
produktivitas relatif rendah, kurangnya dana untuk mengadakan pelatihan-pelatihan di lapangan dan
belum optimalnya fungsi kepala Cabang Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten.
Tidak semua lokasi penelitian merupakan lokasi program SL-PTT dilaksanakan, sehingga
petani yang menjadi sasaran penelitian ini adalah petani yang berada dalam desa tempat program
tersebut dilaksanakan. Pertimbangannya SL-PTT merupakan salah satu metode pendekatan sasaran
yaitu pendekatan secara massal dimana demontrasi cara yang diperagakan dapat dilihat langsung
dan melibatkan banyak petani. Di samping itu SL-PTT juga merupakan pendekatan kelompok, yang
dalam kasus-kasus tertentu peran kelompok lebih dominan.
Kabupaten Pidie Jaya sebagian besar wilayahnya berupa lahan pertanian maka saat ini dan
masa yang akan datang sektor ini akan menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat
dikembangkan yang nantinya dapat menjadi salah satu pemasukan bagi PAD dan dengan sendirinya
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Pidie Jaya.
Sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Pidie Jaya, untuk itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui komoditi unggulan yang
ada di Kabupaten Pidie Jaya sehingga nantinya di ketahui kecamatan-kecamatan mana saja yang
menjadi basis pertanian. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, di antaranya adalah
tanaman bahan makanan yang terdiri atas padi dan palawija, perkebunan, peternakan, perikanan
serta kehutanan.
Sedangkan lahan sawah sebagai kawasan budaya pertanian sektor di Kabupaten Pidie Jaya
baik sawah pengairan maupun sawah tadah hujan. Luas lahan sawah pengairan 7.806 Ha dan sawah
tadah hujan 151 Ha.
Pengembangan inovasi pertanian di Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran dari kabupaten
induknya Pidie memiliki landasan semangat yang kokoh dalam mengejar ketertinggal pembangunan
pertanian dari daerah lain yang telah lebih maju. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya senantiasa
memotivasi dan mendorong masyarakat, swasta dan seluruh stakeholders untuk bersama-sama
mengembangkan inovasi di seluruh Pidie Jaya. Dalam mendorong tumbuhnya inovasi di Pidie Jaya,
pemerintah daerah mengembangkan regulasi yang lebih baik bagi perkembangan inovasi,
meningkatkan ketrampilan bagi inovasi dan mengembangkan penafsiran inovasi yang efisien. Dalam
mengembangkan inovasi daerah di Kabupaten Pidie Jaya yaitu dengan mengembangkan inovasi yang
berupa field knowledge (dengan mengadopsi inovasi yang berasal dari luar Pidie Jaya), maupun
dengan mengembangkan inovasi sendiri atau dengan mengembangkan keduanya (menggabungkan
inovasi dari luar yang telah ada dengan menggabungkan inovasi yang dikembangkan sendiri).
Untuk pengembangan inovasi daerah, Pidie Jaya senantiasi menjalin kerjasama dengan
daerah lain, pemerintah propinsi maupun pusat, swasta, perguruan tinggi, lembaga-lembaga Riset
dan masyarakat, dengan senantiasa menagcu pada kondisi kultural/budaya Pidie Jaya.

Kebijakan yang diambil Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dalam pengembangan Inovasi di
tingkat pengguna antara lain:
 Membangun dan menumbuhkembangkan budaya inovasi
 Mengeluarkan kerangka legal regulasi dan keuangan yang kondusif bagi inovasi
 Meningkatkan difusi teknologi dan pengembangan infrastruktur informasi yangdinamis
 Mendorong jaringan dan klasterisasi inovasi
 Mengungkit penelitian dan pengembangan (mendorong dan menggerakkan riset)
 Pengembangan SDM yang terdidik, kreatif dan terampil
 Merespon globalisasi
Beberapa Impelementasi Inovasi Kabupaten Pidie Jaya
 Pengembangan Benih Sumber (kerjasama dengan BPTP Aceh)
 Pengembangan kawasan rumah pangan lestari (kerjasama dengan BPTP Aceh)
 Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi/MP3-MI (kerjasama dengan BPTP Aceh)
 Pengembangan SL-PTT (kerjasama dengan BPTP Aceh)
 Pewilayahan komoditas berdasarkan agroekosistem wilayah (kerjasama dengan PT.Unsyiah)
 Pengembangan SMK (sekolah menengah kejuruan)
 Pengembangan Kebun Buah
Pengembangan Inovasi khususnya pertanian di daerah
Pidie Jaya bertujuan untuk
memperkuat daya saing Pidie Jaya di era globalisasi dalam implementasinya sangat didukung oleh
kepemimpinan yang kuat. Kejelasan dan ketegasan Bupati Pidie Jaya yang visioner sebagai pemimpin
terutama menyangkut pemahaman dan kesungguhan bahwa kesejahteraan rakyat akan tewujud
dengan salah satu agendanya adalah penguatan inovasi pertanian.
Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten penghasil kedelai di Provinsi NAD. Sub
sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor andalan bidang pertanian, hal
ini ditinjau dari segi potensi, ketersediaan lahan dan kesesuaian agroklimat yang cukup mendukung
serta mayoritas penduduk Bireuen bermatapencaharian di bidang pertanian tanaman pangan dan
hortikultura.
Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan adalah untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas pangan yang berkualitas dalam memantapkan ketahanan dan swasembada pangan,
memperbaiki mutu izi masyarakat, memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan ekspansi ekspor
yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan melalui perluasan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Keragaan kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya, sangat berpengaruh terhadap
pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi. Sementara keragaan kelembagaan dalam
pengembangan inovasi di Kabupaten Pidie dan Bireuen menunjukkan sangat beragam.
2. Untuk lebih sinergis dalam penyampaian inovasi teknologi, peran penyuluh di lapangan sangat di
harapkan oleh petani.
3. Untuk pengkajian lebih mendalam kecamatan yang dipilih adalah kecamatan yang memiliki jenis
dan jumlah kelembagaan informal yang paling banyak, sehingga dapat diperoleh informasi yang
lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Angkasa Wisman Indra, Bambang Risdianto, Kasman. 2003. Pengkajian Mekanisme Difusi Teknologi Tepat Guna
Pertanian . Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. V, hal. 140 - 155 /HUMAS-BPPT/ANY
Arifin, A. 1994. Strategi Komunikasi. Sebuah Pengantar Ringkas. Armico. Bandung.
Badan Litbang Pertanian. 2006. Buku Panduan Umum Primatani. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Badan Litbang Pertanian. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan 2005 – 2025. Badan Litbang
Pertanian, Deptan. Jakarta
Badan SDM Deptan. 2007. Program P4K. Pusbangluh, Deptan. Jakarta.
Badan SDM Pertanian. 2006. Rencana Kerja Badan Pengembangan SDM Pertanian tahun 2006. Rangkuman Hasil
Rapim Badan SDM Pertanian Februari 2006. Badan SDM Pertanian, Deptan. Jakarta.
Barker, LL dan Deborah. 1993. Communication Sixth Edition Englewood Cliff. New Jersey.
Berlo, DK. 1960. The Process Of Communication. An Introduction to theory Practise. Holt, Rinehart and
Winston. Inc. New york.
Berger, Peter and Thomas Luckman. 1979. The Sosial Construction of Reality: A Treative in The Sociology of
Knowledge. Penguin Book, New York.
Boeke, JH; J. van Gelderen, dan J. Tideman .1974. Tanah dan penduduk di Indonesia. Penerbit Bhratara,
Jakarta.
J. Cohen Bruce, 1992, Sosiologi, Rineka Cipta Jakarta
Havelock, Ronald G. 1971 Planning For Innovation. Institute for Social Research University of Michigan.
Michigan.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian dalam Teori dan Praktek. Hapsara. Surakarta.
Musyafak, A. dan Tatang M.I. 2006. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung
Primatani. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Mulyani Eko Sri, Retno Sri Hartati Mulyandari, dan Penny I. Iskak.2006. Pengkajian Penyampaian Inovasi
Pertanian Melalui Pameran Di Kalimantan Barat. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 15, Nomor 2, 2006
23 -31
Pitaloka Dyah, Ani S.S., dan Jeffry. Penyempurnaan Tata Laksana Penyiapan Dan Penerapan Paket Teknologi
Pertanian (Revisi Keputusan Menteri Pertanian No. 804/1995).
Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial.
Analisis Kebijakan Pertanian.2(3): 209-225.
Kasryno F, dan Syafa’at N. 2000. Strategi Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Pemerataan di Tingkat
Petani, Sektor dan Wilayah. Prosiding PSE Bogor