Pengertian Tindak Pidana Korupsi

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang menyalah gunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan ayat 1 huruf a “Perampasan harta bergerak yang berwujud atau atau yang tidak berwujud atau barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana yang dimana tindak pidana dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang- barang tersebut ayat 1 huruf b “Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyakny a sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi” dan ayat 2 “jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b paling lama dalam waktu satu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan akan dilelang dan digunakan untuk menutupi uang pengganti tersebut : Pasal 55 ayat 1 ayat ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP menyatakan “Penyertaan dalam tindak pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana, mereka yang melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan tindak pidana”. Perbuatan tindak pidana yang di lakukan oleh mantan Bupati Lampung Timur Hi.Satono,SH SP Bin Darmo Susiswo melanggar perbuatan tindak pidana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 junto, Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP ko Pasal 64 ayat 1 KUHP serta Pasal 22 ayat 3 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 2 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. E. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Unsur setiap orang sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” yang dimaksud setiap orang adalah orang perorangan atau individu termasuk koorporasi. Bahwa Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tidak menjelaskan bahwa kata-kata setiap orang sebagai pelaku tindak pidana ini, namun jika dihubungkan dengan pasal ini menghendaki yang dapat diajukan sebagai subjek hukum atau pelaku tindak pidana tidak hanya orang perorangan tetapi juga koorporasi. Berpedoman pada teori hukum, yang dimaksud dengan orang adalah subjek hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban yang padanya dapat dikenai pertanggung jawaban hukum atas perbuatanya. Unsur tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, yang dimaksud dengan menguntungkan adalah sama artinya dengan mendapat untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi sama artinya dengan mendapatkan untung sendiri atau suatu koorporasi. Dimana dalam ketentuan pasal ini, unsur ini merupakan tujuan dari pelaku tindak pidana korupsi. Unsur menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dimaksud dengan “menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan tersebut adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikanya kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut. Kewenangan yang dimaksud adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaanya dilaksanakan dengan baik. Kewenangan tersebut tercantum didalam ketentuan-ketentuan tentang kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari prilaku tindak pidana korupsi. Misalnya tercantum dalam Keppres, Keputusan Menteri Dalam Negeri atau Anggaran Dasar dari suatu badan hukum perdata. Kesempatan yang dimaksud adalah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum didalam ketentuan –ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat. Atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi, pada umumnya kesempatan ini diperoleh karena adanya kekurangan pengawasan dari pihak-pihak yang memiliki kewenangan yaitu legislative. Sarana yang dimaksud adalah syarat, cara media. Dalam kaitanya dengan tindakan pidana korupsi . Penyalah gunaan kewenangan menurut hukum administrasi dalam 3 tiga wujud sebagai berikut : 1. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan–tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. 2. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar dijatuhkan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan Undan-undang atau peraturan lain. 3. Penyalahgunaan dalam arti penyalahgunaan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana. Unsur yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, yang dimaksud dengan “dapat” disini oleh pembentuk Undang-undang diletakan didepan kata-kata merugikan keuangan atau perekonomian Negara, hal ini menunjukan bahwa delik korupsi merupakan delik formil yaitu adanya delik korupsi cukup dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Dengan kata lain, tidak menimbulkan kerugian apapun, asalkan perbuatan memenuhi unsur pidana korupsi maka terdakwa harus dihukum. Dalam Undang-undang keuangan Negara yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan ataupun yang tidak dipisahkan yang termasuk didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun daerah. 2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban badan usaha milik Negarabadan usaha milik daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal Negara atau perusahann yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Perekonomian Negara yang dimaksud adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan maupun ditingkat daerah sesuai dengan kebutuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh warga masyarakat. Unsur yang melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan. sehubungan dengan Pasal 55 ayat1 ke-1 KUHP karena untuk menilai sejauh mana pertanggung jawaban terdakwa atas perbuatan yang dilakukan. Pasal 55 ayat1 ke-1 KUHP merumuskan mengenai pengertian pelaku yaitu: a. Mereka yang melakukan sendiri suatu tindakan plegen b. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana doen plegen c. Mereka yang turut serta melakukan tindakan pidana mede plegen Tindak pidana korupsi yang di dakwakan kepada mantan bupati Lampung Timur Hi.Satono SH.SP bin Hi, Darmo Susiswo Oleh Jaksa Penuntut Umum JPU yaitu perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa sesuai Undang-Undang Pembendaharaan Negara bahwa pejabat bupati ataupun walikota dalam menempatkan segala bentuk kas Negara harus dengan adanya pesetujuan DPRD dan harus pada Bank Negara. Namun tuntutan yang diajukan JPU ke pengadilan tinggi di mentahkan oleh majelis hakim dipersidangan sehinggan terdakwa diputuskan bebas dari segala tuntutan hukum. Oleh karenanya inilah yang menjadi dasar penentu penulisan sekripsi ini mengapa ada perbedaan persepsi antara putusan hakim dan tuntutan jaksa. Sesuai dengan Pasal 22 ayat 3 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terkait pemindahan kas daerah ke BPR Trianca. “Yang menyebutkan uang negara disimpan dalam rekening kas umum Negara pada Bank central ” adalah melanggar hukum.“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 3 junto, Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP ko Pasal 64 ayat 1 KUHP ‟‟. F. Pengertian Pelaku Tindak Pidana Korupsi Mengenai pelaku dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP telah digambarkan siapa yang dianggap pelaku suatu tindak pidana. Adapun bunyi Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum pidana KUHP yaitu: a Dipidana sebagai pembuat delik sesuai perbuatan pidana. Ke- 1 mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Ke-2 mereka yang dengan memberi atau menjajinkan sesuatu dengan kekerasan ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana ataupun keterangan sengaja menganjurkan orang lain yang supaya melakukan perbuatan. b Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitumgkan akibatnya. Berdasarkan Pasal 55 KUHP, pelaku dapat dikategorikan sebagai orang yang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana dan orang yang turut serta atau bersama-sama melakukan tindak pidana. Selain bunyi Pasal 55 KUHP diatas, pelaku juga dapat dilihat dari rumusan delik yang dilakukan yaitu: a. Delik dengan perumusan formil, pelaku adalah barang siapa yang memenuhi perumusan delik. b. Delik dengan perumusan materiil, pelaku adalah barang siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang.

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memenuhi dan mempelajari serta meneliti suatu masalah secara seksama dan penuh ketekunan guna mencapai suatu tujuan, untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penulisan ini maka digunakan langkah-langkah sebagai berikut;

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah menggunakan dua macam pendekatan terhadap permasalahan yaitu pendekatan normatif dan pendekatan empiris.

1. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, memahami serta menelaah peraturan perundang-undangan, ketentuan dan dokumen yang berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi ini.

2. Pendekatan Empiris

Pendekatan empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menggali informasi dan melakukan penelitian lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan para jaksa dan hakim serta akademisi untuk mendapat gambaran tentang perkara tindak pidana korupsi dana APBD Lampung Timur oleh mantan Bupati Hi.Satono, SH.SP Bin Darmo Susiswo.

B. Sumber Dan Jenis Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama Soerjono Soekanto, 1984:12 dengan demikian data primer adalah data yang diperoleh dari study lapangan maupun dari masyarakat atau pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan dokumen yang berhubungn dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini, data sekunder yang dipergunakan antara lain: a. Bahan hukum primer, di antaranya berupa: 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 2 Kitap Undang-Undang Hukum Acara PidanaKUHAP. 3 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 4 Undang-Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara 5 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 7 Salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor 253.Kpid.SUS2012MA. 8 Salinan Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjungkarang Nomor : 304.Kpid.sus2011PN.TK b. Bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku hukum, artikel, jurnal, dan laporan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, terdiri dari literatur-literatur maupun media massa dan lain-lain.

C. Penentuan Populasi Dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan objek sebagai keseluruhan sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Dalam penelitian yang akan diteliti oleh peneliti dalam skripsi ini adalah mempergunakan metode “Purpose Sampling, yaitu mengambil subjek penelitian tidak secara keseluruhan dari subjek yang yang ada, tetapi hanya mengambil beberapa subyek yang mempunyai hubungan dan sangkut paut dengan cirri-ciri populasi yang dapat mewakili dari keseluruhan subjek tersebut yakni Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung serta Dosen Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. Sampel adalah sebagian data yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang mewakili populasi secara keseluruhan. Responden yang dianggap dapat mewakili populasi dan mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Hakim Agung Pada Mahkamah Agung RI : 2 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta : 1 orang 4. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Studi Kepustakaan library research

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan merangkum data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Studi Lapangan

Study lapangan adalah sebuah study untuk mendapatkan data primer guna melengkapi data sekunder yang dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan dengan system terbuka terhadap Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung serta Dosen Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta, serta Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan