UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2014

(1)

UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2014/2015

MATA KULIAH : ORGANISASI, MANAJEMEN PERSONIL DAN KEPEMIMPINAN

1. Apa pengertian Training dan bagaimana manfaatnya terhadap individual dan institusional serta bagaimana proses pelaksanaannnya?

 Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja. Menurut pasal 1 ayat 9 undang-undang No. 13 tahun 2003, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Pelatihan juga adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya.Istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah penegembangan, namun kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang.

 Manfaat pelatihan terhadap individual dan institusional:

_ membantu pekerja melakukan pekerjaannya sekarang namun akan memperpanjang karir seseorang dan membantu mengembangkan orang itu untuk bertanggungjawab pada proses selanjutnya.

_ Pelatihan juga memiliki manfaat untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok, atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi aatau perusahaan.

_ Untuk institusional pelatihan ini dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja pekerjaan dan promosi karir. Biasanya pelatihan merujuk pada penegembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. _ Proses pelaksanaan pelatihan yang pertama adalah

1. menelaah atau menilai kebutuhan

2. Menentukan tujuan pelatihan dan kriteria evaluasi 3. Isi program dan prinsip pembelajaran

4. Program sebenarnya

5. Kemmpuan pengetahuan keterampilan bekerja 6. Evaluasi

2. Kemukakan karakteristik sekolah yang efektif menurut C. Turney dan menurut Kemendiknas RI!

 Menurut C. Turney:

Dalam sekolah sekolah yang efektif, staf setuju dan mengejar misi sekolah, kerjasama dengan siswa yang memiliki harapan-harapan tinggi dalam penampilan/kinerja. Terdapat kecenderungan-kecenderungan penekanan


(2)

aktivitas difokuskan terhadap wilayah dimana keberhasilan telah dapat didemonstrasikan. Peran kepemimpinan di

Bagi-bagikan secara luas, waktu dan peluang-peluang dipersiapkan untuk pengembangan, dan kondisi pekerjaan yang baik membuat suatu kontribusi yang penting terhadap iklim yang positif.

 Menurut Kemendiknas:

3. Apa itu PDCA?

PDCA (Plan, Do, Check dan Action) merupakan siklus aktivitas yang memungkinkan setiap orang berpikir dan berbicara tentang pekerjaan mereka dalam cara yang konsisten dan menciptakan aktivitas perbaikan berkelanjutan.

Pada fase PLAN, proses diawali dengan memeriksa atau menangkap situasi saat ini, mengidentifikasi masalah. Proses ini biasanya memakan waktu paling lama, karena selain mengidentifikasi masalah, juga menggali beberapa informasi penting serta memetakan proses yang ideal dengan proses yang terjadi.

Siklus PDCA atau Plan – Do – Check – Action dipopulerkan oleh W Edwards Deming (14 Oktober 1900 – 20 Desember 1993) seorang Professor, Pengarang Buku, Pengajar dan Konsultan. Ia dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga siklus ini sering disebut juga dengan siklus Deming. Siklus PDCA atau Siklus ‘Rencanakan – Kerjakan – Cek – Tindaklanjuti adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas.

Deming yang merupakan pencetus dari siklus PDCA ini mengatakan bahwa jika organisasi ingin menghasilkan mutu dari produk atau jasa yang akan dihasilkan, maka roda siklus PDCA harus berputar. Artinya, proses Plan Do Check Action harus dijalankan. Pekerjaan harus direncanakan. Rencana yang telah dibuat harus dijalankan. Pelaksanaan pekerjaan dimonitoring, diukur atau dinilai. Hasil penilaian dilakukan analisis, hasil analisis digunakan untuk merencanakan pengembangan berikutnya. Demikian seterusnya sehingga siklus PDCA berjalan dan organisasi akan selalu mampu memenuhi standar mutu dan berkembang secara berkelanjutan.

Siklus PDCA dapat diibaratkan seperti sebuah bola yang harus di dorong naik menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan yang letaknya di atas. Untuk itu diperlukan upaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa upaya, mustahil bola siklus PDCA tersebut akan mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai mutu tertentu itu harus diupayakan, diusahakan dan di dukung oleh semua pihak yang berkepentingan. Mutu yang baik tidak mungkin datang dengan sendirinya. Namun dalam upaya mendorong bola siklus PDCA tersebut ke atas, selain diperlukan upaya dan tekad untuk mendorongnya sampai di atas juga diperlukan alat untuk mengganjal agar bola siklus PDCA ini tidak turun ke bawah tetapi bisa di tahan pada level tertentu. Alat untuk mengganjal hal tersebut adalah standar. Jika target pada level


(3)

tertentu sudah tercapai maka bola siklus PDCA ini bisa di dorong lagi lebih ke atas. Demikian seterusnya sampai bola siklus PDCA ini mencapai tujuan.

Siklus PDCA penerapannya dalam pembelajaran Plan (Perencanaan)

Dalam tahapan siklus PDCA ini tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisa masalah. Tentukanlah masalahnya. Identifikasi dengan tepat. Beberapa management tools yang bisa digunakan dalam tahap ini antara lain Drill Down, Cause & Effect Diagrams dan The 5 Whys. Perencanaan pembelajaran menjadi sangat penting dalam mencapai tujuan akhir pembelajaran, pertama memiliki keutamaan dilihat dari sudut pandang fungsi manajemen system pembelajaran, kedua memiliki sesuatu yang berpengaruh pada kegiatan organisasi secara menyeluruh. Sehubungan dengan keunggulan, perencaanan pembelajaran ini secara logis merupakan kinerja semua peran manajerial lainnya, terutama pengorganisasian dan pengendalian.

Do (Kerjakan)

Mengembangkan dan menguji beberapa solusi yang potensial. Fase ini melibatkan beberapa kegiatan:

1. Menghasilkan solusi yang mungkin.

2. Memilih yang terbaik dari solusi tersebut, bisa dengan menggunakan Impact Analysis 3. Menerapkan atau menguji solusi yang di dapat pada skala kecil atau group kecil atau pada area yang terbatas.

PENTING: Dalam siklus PDCA, Do bukanlah menjalankan proses tetapi melakukan uji coba atau test. Proses dijalankan pada tahap Act.

Dalam pembelajaran, setelah ada perencanaan maka konten dr perencanaan itu diuji coba dulu agar dalam pelaksanaannya lebih sempurna.

Check (Cek)

Mengukur tingkat efektifitas hasil uji test solusi yang dikerjakan dan menganalisa apakah hal itu bisa diterapkan dengan cara lain. Pada tahap ini kita mengukur seberapa efektif percobaan yang telah dilakukan pada tahap siklus PDCA sebelumnya yaitu: Do. Selain itu, tahapan ini juga menarik pembelajaran sebanyak mungkin sehingga nantinya bisa dihasilkan hasil yang lebih baik.


(4)

Dalam tahapan siklus PDCA Do dan Check – dengan melihat skala dan area perbaikan yang akan dilakukan – kita dapat mengulangi tahapan ini sebelum ke tahapan berikutnya jika dirasa perlu. Jika hasilnya sudah memuaskan barulah kita dapat menuju ke tahap siklus PDCA berikutnya yaitu: Act

Dalam pembelajaran, tahapan check ini adalah mengukur efektifitas pembelajaran yang sudah direncanakan, sehingga dalam pelaksanaannya akan lebih maksimal.

Act (Tindaklanjuti)

Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya. Jika tahapan ini sudah selesai dan kita sudah sampai di tahapan berikutnya yang lebih baik, kita bisa mengulang proses ini dari awal kembali untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi.

Pelaksanaan pembelajaran menjadi berdaya guna karena sudah melalu tahapan perencanaan, uji coba, pengukuran efektifitas.

Siklus PDCA memberikan kita tahapan proses pemecahan masalah yang terukur dan akurat. Siklus PDCA ini efektif untuk:

1. membantu penerapan Kaizen atau Proses Perbaikan Terus Menerus. Ketika siklus PDCA ini diulangi kembali ia akan membuka kemungkinan untuk menemukan area baru yang perlu ditingkatkan.

2. Mengindentifikasi solusi solusi baru untuk meningkatkan proses berulang secara signifikan.

3. Membuka cakrawala yang lebih luas akan solusi masalah yang ada, mengujinya dan meningkatkan hasilnya dalam proses yang terkontrol sebelum diimplementasikan secara luas. 4. Menghindari pemborosan sumber daya secara luas.

4. Bagaimana komunikasi yang efektif yang harus diciptakan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru/staf menuju sekolah bermutu?

Bahwa ada beberapa tujuan komunikasi yang dilakukan di sekolah antara lain : a. Untuk Menyampaikan Informasi

Kepala Sekolah sebagai sumber informasi di sekolah sangat dibutuhkan oleh guru-guru, agar informasi yang disampaikan dapat terlaksana bagi pengembangan guru itu sendiri dan juga bagi siswa-siswi.


(5)

Biasanya informasi-informasi yang akan disampaikan oleh Kepala Sekolah biasanya disampaikan dalam rapat-rapat kalau hal itu berhubungan dengan kedinasan, bila ada perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh guru dalam pengembangan pembelajaran. Tetapi bila hal itu bersifat hanya pengumuman untuk pelaksanaan ujian semester, upacara peringatan hari-hari besar dan lain sebagainya biasanya disampaikan dengan cara pengumuman tertulis dan biasanya diinformasikan langsung kepada guru-guru agar semuanya mengetahui dan melaksanakan. Dalam hal ini juga kepala sekolah menyampaikan program-programnya, begitu juga guru-guru melaporkan program-program yang harus dilaksanakan dalam satu tahun ajaran, dan semua program-program kepala sekolah dan guru-guru dibukukan dan dimasukkan dalam KTSP Sekolah.

c. Menjalin Hubungan Persaudaraan

Karena sekolah sudah menjadi bagian hidup sehari-hari antara kepala sekolah, guru-guru, murid, tata usaha, dan penjaga, maka jalinan persaudaraan itu harus senantiasa dijaga antara satu dengan yang lainnya dalam batas-batas saling menghargai, saling menghormati, dan saling mendukung demi terciptanya keharmonisan antara kepala sekolah dan bawahannya antar guru dan murid, demi pengembangan pendidikann dan tercapainya tujuan visi dan misi sekolah.

Dari beberapa tujuan komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi di sekolah itu sangat besar peranannya atau manfaatnya dimana seseorang yang menyampaikan pesan yaitu Kepala Sekolah kepada guru dan guru dapat melaksanakan informasi itu kepada anak didik.

d. Tercapainya Tujuan Pendidikan

Dalam komunikasi Kepala sekolah menyampaikan visi,, misi, tujuan pendidikan kepada guru-guru dan guru menyampaikan materi-materi pelajaran yang tujuannya agar tujuan pendidikan tercapai yaitu meningkatkan pengetahuan siswa mengenai berbagai pengetahuan sehingga ia dapat menguasainya dan menjadi siswa yang handal dalam bidangnya masing-masing sehingga menjadi sekolah yang bermutu.

Kunci penting Kepala Sekolah menjalankan komunikasi secara efektif. Komunikasi yang efektif itu terangkum dalam kata REACH yang bermakna merengkuh atau meraih.

Pertama, Respect. Komunikasi yang efektif harus dibangun dari sikap menghargai terhadap setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Rasa hormat dan saling


(6)

menghargai merupakan hukum yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain, yang akan lahir kerjasama yang sinergis sehingga efektifitas kinerja seseorang dapat tercapai.

Kepala Sekolah harus memperlakukan seluruh komponen tenaga pendidik dan kependidikan, juga siswa sebagai manusia yang memiliki hati dan perasaan untuk dihormati dan dihargai. Ketika Kepala Sekolah melakukan itu maka guru akan melanjutkan dengan memperlakukan siswa sebagai subjek belajar sehingga lahir sinergi antara guru dan siswa dan kepala sekolah dalam meraih tujuan bersama melalui proses pembelajaran.

Kedua, Empathy, Empati adalah kemampuan seseorang menempatkan dirinya sesuai dengan situasi atau kondisi yang diharapkan oleh orang lain. Kepala Sekolah harus mengerti dan memahami dengan empati terhadap calon penerima pesan ( Tendik dan kependidikan ,siswa) sehingga pesan tersebut akan sampai tanpa ada halangan psikologis untuk mendengar dengan sikap positif karena esensi komunikasi adalah aliran dua arah.

Ketiga, Audible, makna Audible antara lain adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Seorang Kepala Sekolah yang mampu menggunakan media komunikasi modern dalam proses transfer informasi seperti komputer, LCD dan yang lainnya akan menghasilkan informasi yang lebih berkualitas.

Keempat, Clarity, Selain pesan dapat dimengerti pesan juga harus mendapat perhatian sehingga tidak menimbulkan kesalah tafsiran.

Dalam proses belajar, keterbukaan Kepala Sekolah terhadap seluruh komponen organisasi sekolah merupakan bentuk sikap yang positif, dan dapat menerima masukkan dari mereka demi perbaikan proses peningkatan mutu sekolah..

Kelima, Humble, Membangun komunikasi yang efektif adalah rendah hati, sikap ini pada intinya antara lain ,adalah sikap yang penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengar, dan menerima kritik, tidak sombong, dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Seorang Kepala Sekolah yang melaksanakan kepemimpinnnya dengan menerapkan lima hukum komunikasi ini akan menjadi seorang komunikator yang andal, dapat membangun jaringan hubungan dengan seluruh komponen organisasi da siswayang penuh penghargaan, yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Selain itu juga, Kepala Sekolah harus melaksanakan: 1. komunikasi intern


(7)

Komunikasi intern sangat dirasakan manfaatnya ,terutama oleh seorang pemula yang baru memasuki oleh dunia tersendiri,seperti sekolah pemula akan malu malu dan hati hati menginjakkan kakinya pada dunia barunya ,ia akan menelusuri satu demi satu pekerjaannya dengan hati menginjakkan hatinya pada dunia baru.

a. prinsip komunikasi

kepala sekolah sebaiknya berlaku dengan perinsip demograsi dan harus menganggap guru-guru itu bukan saja sebagai membantunya, tetapi juga partner (mitra) dalam kelompok. Dalam kepemimpinan kepemimpinan bekerja seperti itu disebut “bekerja diluar dan didalam kelompok sekali gus”.

Untuk kepentingan tersebut, kepalah sekolah perlu memperhatikan perinsip-perinsip, adapun perinsipnya adalah sbb:

1. Bersikap terbuka, tidak memaksakan kehendak, tetapi bertindak sebagai fasilatoryang mendorong suasana demogratis dan kekeluargaan.

2. Mendorong para guru untuk mau dan mampumengemukakan pendapatnya dalam memecahkan masalah, serta harus dapat mendorong aktivitas dan kreativitas guru.

3. Mengembangkan kebiasaan untuk berdiskusi secara terbuka, dan mendidik guru-guru untuk mau mendengarkan pendapat orang lain secara objektif (hal demikian dapat dilakukan dengan jalan menengahi pembicaraan dan menterjemahkan pembicaraan orang lain untukdapat dipahami).

4. Mendorong para guru dan pegawai lainnya untuk mengambil keputusan yang paling baik dan mentaati keputusan itu.

5. Berlaku sebagai pengarak, pengatur pembicaraan, perantara, dan pengambil kesimpulan secara redaksional.

b. memecahkan masalah bersamah disekolah

Disetiap sekolah selalu terdapat masalah yang perlu mendapat pemecahan secara proposional. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional sering harus dilakukan melalui pertemuan yang sifatnya bukan rapat, tetapi lebih mirip suatu ceramah atau diskusi. Hal ini bialh dipertahankan secara berkesinambungan akan terasa dampak positifnya bagi perkembangan guru dan pegawai lainnya.

2 . komunikasi ekstern


(8)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara formal dan potensial memiliki peranan penting dan strategis bagi pembinaan generasi ,khususnya bagi peserta didik dan jenjang dasar.hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik dapat dijalin melalaui berbgai cara,misalnya mendatangkan orang tua siswa yang khusus yang kemudian ada ditempat itu.

b. Hubungan sekolah dengan masyarakat

Sekolah merupaka lembaga social yang tidak dapat dipisahkan,hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan komunikasi ekstern yang dilakukan atas dasar kesamaan tanggung jawab. 5.Apa itu Emergenetik, mengapa penting bagi seorang manajer pendidikan dalam mengelola SDM di lingkungannya, dan jelaskan atribut perilaku serta atribut pikiran emergenetik tersebut?

EMERGENETIC : merupakan perpaduan dua unsur yakni genetic adalah factor factor gen atau pembawaan sejak manusia lahir, dan emerged artinya muncul. Jadi emergenetik adalah suatu kajian tentang ciri- ciri watak/pembawaan yang muncul sebagai perpaduan dari unsur genetika/alami (nature) dan hasil asuhan/pendidikan /pengalaman ( nurture ) sehingga membentuk sikap perilaku seseorang individu.

. Steven Pinker dalam bukunya The Blank Slite menyatakan bahwa 70 % variasi antar individu disebabkan oleh genetika. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan menorehkan suatu tanda pada otaknya. Pengalaman yang bermanfaat akan merangsang dan memeli-hara kesehatan otak, sementara pengalaman buruk seperti luka, narkoba, roko dan stress berkepanjangan akan berdampak buruk pada otak.,

Emergenetika dirancang berdasarkan metafora yang digagas oleh psikolog Harvard, JEROME KAGAN. Ia menuturkan bahwa otak seorang anak bagaikan sepotong kain abu abu pucat. Benang hitam genetika dijalin dengan benang putih lingkungan.yang menghasilkan warna campuran hitam dengan putih ( abu-abu ). Penelitian David Lykken tentang beribu ribu pasangan kembar dua/tiga di seluruh dunia membuktikan bahwa manusia kembar memiliki watak perilaku yang sama seperti Jerry Levey dan Mark Newman kembar identik yang telah berpisah tiga puluh tahun yang silam ternyata memikliki kebiasaan hidup yang sama, senang memelihara kumis dan potongan rambut yang sama., Pakai kacamata pilot dan ikat pinggang yang warnanya sama.. Jim Springer dan Jim Lewis yang dipisahkan di Ohio ternyata setelah berpuh puluh tahun dipertemukan memiliki kebisaaan yang sama senang merokok salem, minum Miller elite, suka menggit kuku, keduanya senang balap mobil.

Otak adalah factor yang menentukan cara berpikir dan bersikap kita, karena itu Emergetik didasari pada riset otak terkini. Pemindaian otak secara teknologi canggih telah mampu mengungkapkan cara kerja otak, bagian otak mana yang berfungsi memecahkan masalah, serta berapa lama sebuah pengalaman buruk berdampak dalam pikiran kita.


(9)

Sebuah cara menemukan kekuatan alami anda, melakukan kerjasama tim, memahami cara anda berpikir dan berperilaku, dan akhirnya membuat keputusan lebih baik.

Cara baru dengan mengedepankan memahami cara berpikir dan mengelola cara berpikir untuk sebuah tujuan. Seorang manajer pendidikan sangatlah penting memahami dan melaksanakan emergenetik ini untuk dapat mengelola sdm yang ada di lingkungannya berdasarkan atribut pikiran dan atribut perilaku sehingga pimpinan akan tahu tabiat dan perilaku dasar yang dimiliki oleh masing masing sdm yang ada, untuk pada akhirnya menghimpun kekeuatan dan potensi yang dimiliki sdm tersebut untuk melakukan kerja tim dalam rangka mencapai tujuan yang telah dicanangkan.

Mengapa EMERGENETICS perlu ...

Emergenetics adalah sebuah cara menjelaskan tabiat dan kebiasaan berdasarkan 7 atribut/alat identifikasi

Didalam otak kita ada 4 atribut Pikiran dan 3 atribut Perilaku, masing masing berdiri sendiri tidak saling tergantung.

Pikiran Analitis, anda akan memperlajari semua data baru tentang otak dalam konteks ini

Pikiran Konseptual, anda bisa menggunakan informasi dalam konteks ini untuk membuat perbedaan

Pikiran Struktural, anda akan menghargai penerapan praktis konteks ini untuk kehidupan profesional anda dan kehidupan pribadi anda

Pikiran Sosial, anda akan semakin memahami diri anda, rekan anda dan orang sekitar anda Perilaku EKSPRESIF

Diujung ‘ Pendiam ‘ anda akan mempelajari berkomunikasi efektif kepada semua jenis orang Dujung ‘ CEREWET ‘ anda akan belajar banyak informasi baru dan berbagi dengan orang lain Perilaku ASERTIF / SEMANGAT

Diujung ‘ TENANG’ anda akan mempelajari cara menerapkan gagasan anda lebih efektif

Diujung ‘ BERSEMANGAT ‘ anda akan belajar mengurangi sikap konfrntatif dan lebih persuasif dengan orang sekitar anda

Perilaku FLEKSIBEL

Diujung ‘ TERFOKUS ‘ membantu menemukan apa yang berguna dalam gagasan orang lain Diujung ‘ BERPIKIRAN TERBUKA ‘ anda akan belajar membuat keputusan yang lebih baik Emergenetik adalah sebuah cara untuk dapat menjelaskan tabiat dan kebiasaan orang berdasarkan empat atribut Pikiran dan tiga atribut Perilaku.

I. BEHAVIOUR ATTRIBUTE / ATRIBUT PERILAKU :

1. ANALATICAL THINKING (PIKIRAN ANALITIS) : BERPIKIR SECARA RASIONAL, OBYEKTIF BERDASARKAN FAKTA DAN SKEPTIS.

2. STRUCTURAL THINKING / PIKIRAN STRUKTURAL : BERPIKIR PRAKTIS, HATI-HATI, DAPAT DITEBAK, DAN METHODIS.


(10)

SIMPATIK, SELALU MENJAGA HUBUNGAN, MEMPUNYAI KEPEDULIAN SOSIAL, DAN INTUITIF TENTANG ORANG LAIN.

4. CONSEPTUAL THINKING/ PIKIRAN KONSEPTUAL : BERPIKIR SECARA IMAJINATIF,KREATIF, ,BERVISI, DAN INTUITIF TENTANG GAGASAN

II. ATTRIBUTE BEHAVIOUR (ATRIBUT PERILAKU ) : 1. EXPRESSIVENESS (KEEKSPRESIFAN :

MENYANGKUT KETERTARIKAN KITA PADA ORANG LAIN DAN DUNIA DISEKELILING KITA. ORANG EKSPRESIF

MEMPUNYAI SIKAP PENUH PENGENDALIAN, TENANG TERTUTUP DAN MANDIRI. SEBALIKNYA ORANG

EKSPRESIF SUKA MENARIK PERHATIAN MEREKA SUKA BERGAUL, HANGAT, DAN MUDAH DIAJAK BICARA. 2. ASSERTIVENESS ( KEASERTIFAN ) :

MENYANGKUT ENERGI KITA DALAM MENGKOMUNIKASI- KAN PIKIRAN, KEYAKINAN, DAN PERASAAN KITA.

ORANG ASERTIF UMUMNYA BERSIKAP SANTAI, RAMAH, DAN TERKADANG PASIF. ORANG ASERTIF SEBALIKNYA BERMOTIVASI KUAT, KOMPETITIF.BAHKAN SUKA

BERKONPRONTATIF.

3. FLEXIBILITY ( FLEKSIBILITAS) :

MENYANGKUT KESEDIAAN KITA PIKIRAN DAN PERBUATAN ORANG LAIN SERTA

MEMENUHI KEBUTUHAN MEREKA. ORANG FLEKSIBEL PUNYA PENDAPAT KUAT, MENYUKAI SITUASI YANG JELAS, DAN BISA KERAS KEPALA. ORANG FLEKSIBEL SANGAT AKOMODATIF, TERBUKA PADA PENDAPAT ORANG LAIN, DAN BISA TIDAK TEGAS.

Masing masing atribut di atas berdiri sendiri, tidak tergantung atribut lainnya, dan dapat diukur secara terpisah. Profil emergenetik menggambarkan cara seseorang individu menggabungkan dan mencocokan ketujuh atribut tersebut yaitu cara khas seseorang dalam mengkombinasikan preferensinya.

6. Ungkapkan pengertian kepemimpinan dari berbagai pendekatan serta jelaskan kepemimpinan transformasional berikut 4 substansinya serta kepemimpinan transaksional berikut 3 substansinya!

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang artinya seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Selain itu pemimpin dapat didefinisikan sebagai orang


(11)

yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Sedangkan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk meneapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi.

Pendekatan Kepemimpinan

Yang dimaksud pendekatan kepemimpinan disini adalah sudut pandang terhadap kepemimpinan, yang mana pendekatan kepemimpinan ini ada 3 yaitu: Pertama, yaitu pendekatan sifat yang menfokuskan pada karakteristik pribadi pemimpin. Kedua, yaitu pendekatan perilaku dalam hubungannya dengan bawahannya. Ketiga, Pendekatan situasional, perilaku seorang pemimpin dengan karakteristik situasional.

1. Pendekatan Sifat.

Keberhasilan seseorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi si pemimpin. Jadi, menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya.

Ada empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :

1. Kecerdasan; pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin,

2. Kedewasaan, pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial,

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi; pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi,

4. Sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.

2. Pendekatan perilaku

Pendekatan perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan nampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain akan nampak dari cara memberikan perintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat bawahannya, cara memberikan bimbingan, cara menegakkan disiplin,


(12)

cara mengawasi pekerjaan bawahannya, cara meminta laporan dari bawahannya, cara memimpin rapat, cara menegur kesalahan bawahannya, dan lain sebagainya.

Apabila dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin menempuh dengan cara tegas, keras, sepihak, yang penting tugas selesai dengan baik, yang bersalah langsung dihukum, maka gaya kepemimpinan seperti itu cenderung dinamakan gaya kepemimpinan otoriter. Sebaliknya apabila dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin melakukannya dengan cara halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, membina hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan ini cenderung dinamakan gaya kepemimpinan demokratis.

Pandangan klasik menganggap setiap pegawai itu pasif, malas, enggan bekerja, takut memikul tanggung jawab, tiada keberanian membuat keputusan, tiada bersemangat untuk menemukan berbagai cara kerja baru, bekerja berdasarkan perintah atasan semata-mata, melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan materi, sering mangkir dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal, sering memberikan laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan, suka memfitnah, suka menipu diri sendiri.

Sebaliknya pandangan modern menganggap para pegawai itu sebagai manusia yang memiliki perasaan, emosi jiwa, kehendak yang patut dihargai, memerlukan hubungan serasi, perlu diperhatikan kebutuhannya, pada umumnya gemar bekerja, aktif, besar rasa tanggung jawabnya, rajin, disiplin, tinggi tingkat pengabdiannya, banyak gagasan baru, lebih menitikberatkan pada hal yang positif dalam hubungan dengan pihak lain.

Dua macam pandangan tersebut menimbulkan adanya gaya kepemimpinan yang berbeda. Pandangan klasik lebih mengutamakan gaya otoriter, sedang pandangan modern lebih mengutamakan gaya demokratis.

3. Pendekatan situasional

Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard berdasarkan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Pada pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja, karena tiap-tiap organisasi itu memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena adanya lingkungan yang berbeda, semangat dan watak bawahan yang berbeda.

Situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Karena banyaknya kemungkinan yang dapat dipakai dalam menerapkan perilaku kepemimpinan sesuai dengan situasi organisasi, maka pendekatan situasional ini disebut juga dengan pendekatan kontingensi; yang dapat berarti kemungkinan.


(13)

Pendekatan situasional atau kontingensi didasarkan pada asumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh sifat-sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam organisasi.

Pengertian Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya dimaksud dapat berupa SDM, fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian. Dalam organisasi pembelajaran, SDM dimaksud dapat berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, widyaiswara, peneliti, dan Iain-lain.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional ini, Leithwood dkk. (1999) menulis:

Transformational leadership is seen to be sensitive to organization building, developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring efforts in schools.

Kutipan ini menggariskan bahwa kepemimpinan transformasional menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah itu.. Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya.

Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut.

Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional dalam yaitu dengan: a. Mendorong bawahan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; b. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan


(14)

- Bass dalam Robbin dan Judge, (2008) mengemukakan adanya empat ciri karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:

a. Kharisma (Charisma) / Pengaruh yang Ideal

Merupakan proses pemimpin mempengaruhi bawahan dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat, Kharisma atau pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin. Pemimpin di identifikasikan dengan dijadikan sebagai penutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati dan mempunyai misi dan visi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. Pemimpin mendapatkan standard yang tinggi dan sasaran yang menantang bagi bawahan.

Kharisma dan pengaruh yang ideal dari pemimpin menunjukkan adanya pendirian, menekankan kebanggan dan kepercayaan, menempatkan isu-isu yang sulit, menunjukkan nilai yang paling penting dalam visi dan misi yang kuat, menekankan pentingnya tujuan, komitmen dan konsekuen etika dari keputusan serta memiliki sence of mission. Dengan demikian pemimpin akan diteladani, membangkitkan kebanggaan, loyalitas, hormat, antusiasme, dan kepercayaan bawahan. Selain itu pemimpin akan membuat bawahan mempunyai kepercayaan diri. Sunarsih, (2001)[6]

b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)

Berarti mengenalkan cara pemecahan masalah secara cerdik dan cermat, rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu berpikir tentang masalah dengan cara baru dan menghasilkan pemecahan yang kreatif. Rangsangan intelektual berarti menghargai kecerdasan mengembangkan rasionalitas dan pengambilan keputusan secara hati-hati. Pemimpin yang mendorong bawahan untuk lebih kreatif, menghilangkan keengganan bawahan untuk mengeluarkan ide-idenya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih menggunakan intelegasi dan alasan-alasan yang rasional dari pada hanya didasarkan pada opini-opini atau perkiraan-perkiraan semata. Bass dalam Sunarsih, (2001).

c. Inspirasi (Inspiration)

Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi dari bawahannya, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana.


(15)

Pemimpin mempunyai visi yang menarik untuk masa depan, menetapkan standar yang tinggi bagi para bawahan, optimis dan antusiasme, memberikan dorongan dan arti terhadap apa yang perlu dilakukan. Sehingga pemimpin semacam ini akan memperbesar optimisme dan antusiasme bawahan serta motivasi dan menginspirasi bawahannya untuk melebihi harapan motivasional awal melalui dukungan emosional dan daya tarik emosional.

d. Perhatian Individual (Individualized consideration)

Perhatian secara individual merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin untuk memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pembimbing, memberi perhatian secara individual dan dukungan secara pribadi kepada bawahannya.

Pengertian Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi peerselisihan industrial.

Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Ancol yang akan meloncat jika pelatihnya memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-lumba tidak akan meloncat.

Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:. 1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan

mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;

2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan

3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.

Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.

Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran.


(16)

Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :

a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya. b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.

c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.

Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000) pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk.

Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.

Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

7. Bagaimana kaitan antara manajemen pendidikan dengan manajemen Berbasis Sekolah dalam pengelolaan penddidikan


(1)

yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Sedangkan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk meneapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi.

Pendekatan Kepemimpinan

Yang dimaksud pendekatan kepemimpinan disini adalah sudut pandang terhadap kepemimpinan, yang mana pendekatan kepemimpinan ini ada 3 yaitu: Pertama, yaitu pendekatan sifat yang menfokuskan pada karakteristik pribadi pemimpin. Kedua, yaitu pendekatan perilaku dalam hubungannya dengan bawahannya. Ketiga, Pendekatan situasional, perilaku seorang pemimpin dengan karakteristik situasional.

1. Pendekatan Sifat.

Keberhasilan seseorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi si pemimpin. Jadi, menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya.

Ada empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :

1. Kecerdasan; pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin,

2. Kedewasaan, pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial,

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi; pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi,

4. Sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.

2. Pendekatan perilaku

Pendekatan perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan nampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain akan nampak dari cara memberikan perintah, cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat bawahannya, cara memberikan bimbingan, cara menegakkan disiplin,


(2)

cara mengawasi pekerjaan bawahannya, cara meminta laporan dari bawahannya, cara memimpin rapat, cara menegur kesalahan bawahannya, dan lain sebagainya.

Apabila dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin menempuh dengan cara tegas, keras, sepihak, yang penting tugas selesai dengan baik, yang bersalah langsung dihukum, maka gaya kepemimpinan seperti itu cenderung dinamakan gaya kepemimpinan otoriter. Sebaliknya apabila dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin melakukannya dengan cara halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, membina hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan ini cenderung dinamakan gaya kepemimpinan demokratis.

Pandangan klasik menganggap setiap pegawai itu pasif, malas, enggan bekerja, takut memikul tanggung jawab, tiada keberanian membuat keputusan, tiada bersemangat untuk menemukan berbagai cara kerja baru, bekerja berdasarkan perintah atasan semata-mata, melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan materi, sering mangkir dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal, sering memberikan laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan, suka memfitnah, suka menipu diri sendiri.

Sebaliknya pandangan modern menganggap para pegawai itu sebagai manusia yang memiliki perasaan, emosi jiwa, kehendak yang patut dihargai, memerlukan hubungan serasi, perlu diperhatikan kebutuhannya, pada umumnya gemar bekerja, aktif, besar rasa tanggung jawabnya, rajin, disiplin, tinggi tingkat pengabdiannya, banyak gagasan baru, lebih menitikberatkan pada hal yang positif dalam hubungan dengan pihak lain.

Dua macam pandangan tersebut menimbulkan adanya gaya kepemimpinan yang berbeda. Pandangan klasik lebih mengutamakan gaya otoriter, sedang pandangan modern lebih mengutamakan gaya demokratis.

3. Pendekatan situasional

Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard berdasarkan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Pada pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja, karena tiap-tiap organisasi itu memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena adanya lingkungan yang berbeda, semangat dan watak bawahan yang berbeda.

Situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Karena banyaknya kemungkinan yang dapat dipakai dalam menerapkan perilaku kepemimpinan sesuai dengan situasi organisasi, maka pendekatan situasional ini disebut juga dengan pendekatan kontingensi; yang dapat berarti kemungkinan.


(3)

Pendekatan situasional atau kontingensi didasarkan pada asumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh sifat-sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam organisasi.

Pengertian Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya dimaksud dapat berupa SDM, fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian. Dalam organisasi pembelajaran, SDM dimaksud dapat berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, widyaiswara, peneliti, dan Iain-lain.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional ini, Leithwood dkk. (1999) menulis:

Transformational leadership is seen to be sensitive to organization building, developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring efforts in schools.

Kutipan ini menggariskan bahwa kepemimpinan transformasional menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah itu.. Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya.

Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut.

Ada tiga cara seorang pemimpin transformasional dalam yaitu dengan: a. Mendorong bawahan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; b. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan


(4)

- Bass dalam Robbin dan Judge, (2008) mengemukakan adanya empat ciri karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:

a. Kharisma (Charisma) / Pengaruh yang Ideal

Merupakan proses pemimpin mempengaruhi bawahan dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat, Kharisma atau pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin. Pemimpin di identifikasikan dengan dijadikan sebagai penutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati dan mempunyai misi dan visi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. Pemimpin mendapatkan standard yang tinggi dan sasaran yang menantang bagi bawahan.

Kharisma dan pengaruh yang ideal dari pemimpin menunjukkan adanya pendirian, menekankan kebanggan dan kepercayaan, menempatkan isu-isu yang sulit, menunjukkan nilai yang paling penting dalam visi dan misi yang kuat, menekankan pentingnya tujuan, komitmen dan konsekuen etika dari keputusan serta memiliki sence of mission. Dengan demikian pemimpin akan diteladani, membangkitkan kebanggaan, loyalitas, hormat, antusiasme, dan kepercayaan bawahan. Selain itu pemimpin akan membuat bawahan mempunyai kepercayaan diri. Sunarsih, (2001)[6]

b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)

Berarti mengenalkan cara pemecahan masalah secara cerdik dan cermat, rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu berpikir tentang masalah dengan cara baru dan menghasilkan pemecahan yang kreatif. Rangsangan intelektual berarti menghargai kecerdasan mengembangkan rasionalitas dan pengambilan keputusan secara hati-hati. Pemimpin yang mendorong bawahan untuk lebih kreatif, menghilangkan keengganan bawahan untuk mengeluarkan ide-idenya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih menggunakan intelegasi dan alasan-alasan yang rasional dari pada hanya didasarkan pada opini-opini atau perkiraan-perkiraan semata. Bass dalam Sunarsih, (2001).

c. Inspirasi (Inspiration)

Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi dari bawahannya, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana.


(5)

Pemimpin mempunyai visi yang menarik untuk masa depan, menetapkan standar yang tinggi bagi para bawahan, optimis dan antusiasme, memberikan dorongan dan arti terhadap apa yang perlu dilakukan. Sehingga pemimpin semacam ini akan memperbesar optimisme dan antusiasme bawahan serta motivasi dan menginspirasi bawahannya untuk melebihi harapan motivasional awal melalui dukungan emosional dan daya tarik emosional.

d. Perhatian Individual (Individualized consideration)

Perhatian secara individual merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin untuk memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pembimbing, memberi perhatian secara individual dan dukungan secara pribadi kepada bawahannya.

Pengertian Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi peerselisihan industrial.

Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Ancol yang akan meloncat jika pelatihnya memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-lumba tidak akan meloncat.

Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:. 1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan

mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;

2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan

3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.

Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.

Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran.


(6)

Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange

process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch,

mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :

a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya. b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.

c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.

Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000) pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk.

Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.

Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

7. Bagaimana kaitan antara manajemen pendidikan dengan manajemen Berbasis Sekolah dalam pengelolaan penddidikan