Usulan Autonomous Maintenance Pada Preform Manufacturing Di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Bekasi
(2)
(3)
(4)
(5)
TTL : Jakarta, 2 Desember 1992
Alamat : Pondok Ungu Permai G20/7 Bekasi E-mail : [email protected] No. Telp : 0821124207845
Hobi : main gitar. Gol. Darah : B Riwayat Pendidikan:
1. SD Yaperti Bekasi 1999 - 2005 2. SMPN 5 Tambun Selatan 2005 - 2007 3. SMA Negeri 1 Cibitung 2007 - 2010
4. Program Studi Teknik Industri UNIKOM 2010 – Sekarang Riwayat Keorganisasian :
1. Staf HTMI UNIKOM Periode 2010
(6)
TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Industri
Disusun Oleh:
Andi NIM: 1.03.10.036
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(7)
vi
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL...xi
Bab 1 Pendahuluan ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.5. Pembatasan Masalah ... 4
1.6. Asumsi ... 4
1.7. Sistematika Penulisan Laporan ... 5
Bab 2 Landasan Teori ... 7
2.1. Konsep Dasar Perawatan ... 7
2.1.1. Sistem Perawatan Dalam Manufaktur ... 7
2.1.2. Pengertian Perawatan ... 7
2.1.3. Tujuan Perawatan ... 9
2.1.4. Strategi Perawatan ... 10
2.2. Elemen Manajemen Perawatan ... 13
2.3. Aktivitas Internal dan Eksternal (In House vs Outsourcing) ... 16
2.4. Struktur Organisasi dan Kompetensi Dalam Manajemen Perawatan ... 17
2.4.1. Struktur Organisasi Manajemen Perawatan ... 17
2.4.1. Kompetensi Dalam Manajemen Perawatan ... 18
2.5. Kegiatan Dalam Manajemen Perawatan ... 18
(8)
vii
2.7. Autonomous Maintenance ... 29
2.8. Klasifikasi dan Alokasi Untuk Maintenance Task ... 31
2.9. Program Autonomous Maintenance Dalam Departemen ... 31
2.9.1. Program Autonomous Maintenance Untuk Departemen Produksi . 31 2.9.2. Program Autonomous Maintenance Untuk Departemen Maintenance ... 32
Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah ... 34
3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 34
3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 35
Bab 4 Pengumpulan Dan Pengolahan Data ... 37
4.1. Pengumpulan Data ... 37
4.1.1. Data Sejarah Perusahaan ... 37
4.1.2. Data Umum Perusahaan ... 44
4.1.3. Ruang Lingkup Bisnis Produksi ... 44
4.1.4. Data Karyawan Departemen Preform Manufacturing Di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia ... 47
4.1.5. Waktu Kerja Karyawan ... 49
4.1.6. Spesifikasi Mesin ... 50
4.1.7. Kegiatan Perawatan Mesin ... 50
4.1.8. Rekapitulasi Nilai OEE (Overall Equipment Efficiency) ... 54
4.2. Pengolahan Data... 57
4.2.1. Struktur Organisasi Departemen Preform Manufacturing ... 57
4.2.2. Penentuan Identifikasi Objek Penelitian ... 59
4.2.3. Downtime Mesin Line 4 ... 60
(9)
viii
5.4. Analisis Quality ... 75
5.5. Analisis Nilai OEE ... 77
5.6. Analisis Autonomous Maintenance ... 80
Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 81
6.1. Kesimpulan ... 72
(10)
Ansori, Nachnul dan Mustajib , M. Imron. (2013). Sistem Perawatan Terpadu
(Integrated Maintenance System). Jakarta: Graha Ilmu.
Seiichi, Nakajima. (1989). TPM Development Program (Implementung Total
Productive Maintenance). Cambridge Massachusetts, Productivity Press.
Kartiwa, Iman (2008). Analisis efektifitas Manajemen Perawatan Mesin (Studi Kasus Pada Mesin Sincom E23K Di Divisi Permesinan dan Jasa PT. Pindad).ITB.
(11)
iv
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kasih serta karuniaNya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan judul “Usulan Autonomous Maintenance Pada Preform Manufacturing Di PT.
Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi” dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya serta secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orangtua yang memberikan semangat dalam bentuk apapun dalam perkuliahan hingga memperoleh gelar kesarjanaan dan dalam menyusun laporan tugas akhir ini
2. Ibu Dr. Henny, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Industri yang memberikan arahan serta panduan dalam penelitian tugas akhir
3. Bapak Agus Riyanto MT selaku dosen wali TI 2010 yang turut memberikan arahan dan masukan dalam penelitian tugas akhir ini
4. Bapak I Made Aryantha A, MT. selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat selama penyusunan tugas akhir ini.
5. Bapak Gabriel Sianturi MT dan Bapak Iyan Andriana MT. selaku dosen penguji yang memberikan arahan, masukan dan penjelasan selama penyusunan tugas akhir ini
6. Bapak Hendri Agus, selaku GM Warehouse & Transportation PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi yang telah memberikan kesempatan dan waktu serta bantuan moril lepada penulis selama penelitian di perusahaan.
7. Bapak Satriyo Hari selaku Manager Engineering & Maintenance Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi yang telah memberikan bimbingan dan pengalaman selama penelitian di perusahaan
(12)
v
Cola Bottling Indonesia yang turut memberikan pengalaman selama penelitian 9. Seluruh staff di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Amatil Indonesia yang
ikut membantu dalam proses penyusunan laporan tugas akhir ini.
10. Rekan-rekanseperdjoeangan TI 2010 UNIKOM, yang telah membantu selama pelaksanaan serta proses penyusunan tugas akhir ini
Besar harapan penulis bahwa tugas akhir ini, yang membahas mengenai perawatan mesin dapat memberikan manfaat. Walaupun demikian penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dan pengolahan data laporan ini. Semoga di masa yang akan datang akan ada perbaikan dan penyempurnaan terhadap laporan ini. Demikian laporan ini disusun dan dibuat, atas segala perhatian dan dukungannya penulis mengucapkan terimakasih.
Bandung, Agustus 2015
(13)
1
1.1. Latar Belakang Masalah
Efisiensi dan efektifitas sebuah kegiatan produksi tergantung terhadap proses produksi serta kegiatan perawatan. Perawatan mesin yang baik akan berdampak positif terhadap kegiatan produksi berlangsung. Kerjasama antara karyawan departemen produksi dengan karyawan departemen perawatan (maintenance) tidak seharusnya dipisahkan berdasarkan konteks job desc yang ada. Jika hubungan kedua departemen bisa saling melakukan aktivitas bersama tentunya akan meningkatkan produktivitas, reduksi biaya kegiatan maintenance, serta peningkatan moral bagi karyawan.
Salah satu konsep perawatan yang melibatkan seluruh karyawan dan operator yaitu
Autonomous Maintenance yang merupakan salah satu konsep program tentang
pemeliharaan (maintenance) yang melibatkan seluruh karyawan baik berdasarkan departemen produksi maupun departemen perawatan dimana Autonomous
Maintenance bagian dari konsep TPM (Total Productive Maintenance).
Autonomous Maintenance merupakan kegiatan kegiatan yang dirancang untuk
melibatkan operator dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin dan tempat kerja yang bermutu. Pemeliharaan otonomi dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri yang berguna bagi peningkatan keefektifan mesin (Overall Equipment Effectiveness) serta meningkatkan kenyamanan dalam mengoperasikan mesin tersebut. Idealnya nilai OEE pada mesin sebaiknya berkisar diatas 85%
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan perusahaan milik merk dagang The
(14)
kegiatan produksi berupa pembuatan botol awal (preform) untuk digunakan dalam kegiatan produksi minuman PT. Coca-Cola Bottling Indonesia.
Preform Manufacturing memiliki 5 line produksi yang berbeda berdasarkan spesifikasi produk yang dihasilkan serta spesifikasi mesin sesuai dengan peruntukkan botol yang nantinya akan digunakan pada proses selanjutnya. Sebuah
line produksi untuk kegiatan produksi dari hulu ke hilir yaitu mesin resin bunker,
hooper dryer, dan mesin molding.
Mesin-mesin yang ada selalu beroperasi penuh (full-time) dan mesin akan dimatikan ketika saat jadwal preventif maintenance dan saat hari jumat mesin akan
standby ketika istirahat pada siang hari. Dilihat dari waktu kerja mesin tersebut,
tentunya sering ditemukan permasalah mesin terutama pada mesin injeksi molding karena mesin molding merupakan mesin yang membentuk resin menjadi produk jadi (preform). .
Mesin beroperasi penuh dikarenakan tingkat demand yang tinggi tentunya mesin molding merupakan mesin vital bagi kegiatan produksi Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi. Kegiatan perawatan mesin ditangani oleh bagian Maintenance & Engineering yang melakukan seluruh perawatan/perbaikan mesin dari hulu ke hilir. Dengan keterbatasan anggota pada bagian Maintenance & Engineering tentunya peran operator diperlukan untuk memperbaiki kerusakan kecil yang dialami mesin tidak harus menunggu bagian Maintenance & Engineering yang memperbaikinya.
Untuk membantu permasalahan yang ada di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia khususnya di Preform Manufacturing maka penulis mengusulkan alternatif perawatan mesin line 4 dengan salah satu pilar TPM yaitu Autonomous Maintenance.
(15)
Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Usulan Autonomous Maintenance Pada Preform Manufacturing di PT.
Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dapat dibuat identifikasi masalah berikut:
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai OEE pada line 4 di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi?
2. Bagaimana kontribusi metode Autonomous Maintenance dalam peningkatan efektifitas mesin serta moral operator produksi untuk line 4 di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis nilai Overall Equipment Effectiveness pada line 4 di Preform Manufacturing
2. Menyusun strategi usulan penerapan Autonomous Maintenance
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti
a) Memahami konsep Total Productive Maintenance
b) Meningkatkan awareness terhadap perawatan mesin dengan kerjasama tim c) Mengetahui bentuk perawatan mesin yang diterapkan di perusahaan
d) Mengetahui jenis serta kerusakan-kerusakan yang terjadi pada mesin injeksi molding
(16)
2. Bagi Perusahaan
a) Sebagai masukan dalam mengatasi permasalahan perawatan mesin yang ada saat ini
b) Sebagai usulan peningkatan prinsip budaya kerja Jishu Hozen pada kondisi di lapangan
c) Sebagai usulan peningkatan nilai OEE
d) Menciptakan suatu kegiatan perawatan yang optimal dengan usulan program autonomous maintenance
1.5. Pembatasan Masalah
Asumsi dan pembatasan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan dalam Maintenance & Engineering di Preform ManufacturingPT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi
2. Penelitian hanya sampai pengajuan usulan, tidak sampai tahap implementasi 3. Objek sampel penelitian mesin line 4
4. Segala bentuk biaya mengenai kegiatan maintenance diabaikan
1.6. Asumsi
Asumsi yang digunakan diantaranya:
1. Selama penelitian kegiatan produksi berjalan normal 2. Kegiatan preventive maintenance berjalan sesuai jadwal
3. Kemampuan seluruh operator Departemen Manufacturing Preform adalah sama dalam mengoperasikan mesin
4. Bahan material yang digunakan merupakan resin dari supplier PT. Indorama Ventures Indonesia
5. Sparepart yang dibutuhkan tersedia di perusahaan
6. Teknisi yang diperlukan ada 7. Jenis defect produk diabaikan
(17)
1.7. Sistematika Penulisan
Bentuk sistematika penulisan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir sebagai berikut:
Lembar Pengesahan Kata Pengantar Abstrak
Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar belakang masalah
Berisikan tentang inti permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini 1.2. Identifikasi Masalah
Berisikan beberapa alasan mengapa masalah tersebut diteliti 1.3. Tujuan Masalah
Berisikan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini 1.4. Manfaat Penelitian
Berisikan manfaat yang diperoleh bagi peneliti maupun bagi perusahaan 1.5. Pembatasan Masalah
Berisikan tentang batasan permasalah yang diteliti agar tujuan penelitian dapat tercapai.
1.6. Sistematika Penulisan
Berisikan tentang urutan-urutan penulisan laporan Tugas Akhir
Bab 2 Landasan Teori
Berisikan landasan teori yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti
Bab 3 Metodologi Penelitian
Memuat uraian bagaimana kerangka berfikir serta cara sistematika penelitian yang dilakukan
(18)
Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berisikan pengumpulan data yang diperoleh yang berkaitan dengan penelitian serta melakukan pengolahan data sesuai dengan metode yang digunakan
Bab 5 Analisis
Berisikan analisis dari hasil perhitungan pada pengolahan data.
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berisikan kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan
6.2. Saran
Berisikan tentang saran serta pengajuan usulan penerapan metode yang diajukan oleh peneliti
Daftar Pustaka Lampiran
(19)
7
2.1. Konsep Dasar Perawatan
2.1.1. Sistem Perawatan Dalam Manufaktur
Kelancaran proses produksi menjadi salah satu faktor kritis yang perlu diberikan prioritas perhatian dengan cara menjaga agar kondisi fasilitas produksi atau mesin yang digunakan dapat beroperasi dengan baik. Pada saat mesin atau komponen mengalami kerusakan/kegagalan secara otomatis akan mengakibatkan terganggunya proses produksi dan bahkan proses produksinya terhenti sehingga sangat dimungkinkan target produksi yang ditetapkan tidak dapat tercapai dan pada akhirnya akan merugikan perusahaan. Konsekuensi ketidakmampuan perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen akan mengakibatkan beralihnya konsumen ke produsen lain dan tidak bertambahnya pelanggan baru.
Berbagai entitas yang bisa dikendalikan dalam sistem perawatan seperti: perawatan penggantian komponen, perawatan pengendalian, perawatan total dan bahkan sistem perawatan terkait keandalan operator. Pengelolaan sistem perawatan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan jaminan terhadap beroperasinya fasilitas produksi serta berjalan dengan baiknya interaksi manusia-mesin dalam proses operasi sebuah produksi.
2.1.2. Pengertian Perawatan
Dalam Bahasa Indonesia, pemakaian istilah maintenance seringkali diterjemahkan sebagai perawatan atau pemeliharaan. Perawatan atau pemeliharaan (maintenance) adalah konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas fasilitas/mesin agar berfungsi dengan baik seperti kondisi awalnya. Menurut Ebeling (1997) mendefinisikan perawatan sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang mampu mengembalikan item atau mempertahankannya pada kondisi yang selalu dapat berfungsi. Kegiatan perawatan merupakan seluruh rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk
(20)
mempertahankan unit-unit pada kondisi operasional dan aman dan apabila terjadi kerusakan maka dapat dikendalikan pada kondisi operasional yang handal dan aman. Menurut Al-Turki (2011) proses pemeliharaan yang dilakukan akan mempengaruhi tingkat ketersediaan (availability) fasilitas produksi, laju produksi, kualitas produk akhir (end product), ongkos produksi dan keselamatan operasi. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat keuntungan (profitability) perusahaan. Proses perawatan yang dilakukan tidak saja membantu kelancaran produksi sehingga produk yang dihasilkan tepat waktu diserahkan kepada pelanggan tapi juga menjaga fasilitas dan peralatan tetap dalam efektif dan efisien dimana sasarannya adalah mewujudkan nol kerusakan (zero breakdown) pada mesin beroperasi.
Dalam menjaga kesinambungan proses produksi pada fasilitas dan peralatan seringkali dibutuhkan kegiatan pemeliharaan seperti pembersihan (cleaning), inspeksi (inspection), pelumasan (oiling), serta pengadaan suku cadang (stock
sparepart) dari komponen yang terdapat dalam fasilitas industri. Masalah
perawatan mempunyai kaitan erat dengan tindakan pencegahan (preventive) dan perbaikan (corrective). Tindakan problematika perawatan tersebut dapat berupa:
Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan untuk sistem/mesin agar dapat mengetahui apakah sistem berada pada kondisi yang diinginkan
Service, yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga suatu sistem/mesin yang
biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian mesin
Penggantian komponen (replacement), yaitu tindakan penggantian komponen-komponen yang rusak/tidak memenuhi kondisi yang diinginkan. Tindakan ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan pencegahan terlebih dahulu
Perbaikan (repairement), yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat terjadi kerusakan kecil
Overhaul, tindakan besar-besaeran yang biasanya dilakukan pada akhir periode
(21)
Kompleksnya permasalahan terkait perawatan, seringkali perawatan didekati dengan model matematis yang mempresentasikan permasalahan tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam permasalahan perawatan akan dapat mengurangi proporsi pertimbangan yang subyektif
2.1.3. Tujuan Perawatan
Proses perawatan secara umum bertujuan untuk memfokuskan dalam langkah pencegahan untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan biaya perawatan sehingga sistem perawatan dapat membantu tercapainya tujuan tersebut dengan adanya peningkatan profit dan kepuasan pelanggan. Hal tersebut dilakukan dengan pendekatan nilai fungsi dari fasilitas/peralatan produksi yang ada (Duffuaa et al, 1999) dengan cara:
Meminimasi downtime
Memperbaiki kualitas
Meningkatkan produktivitas
Menyerahkan pesanan tepat waktu
Tujuan utama dilakukannya sistem manajemen perawatan lain menurut Japan
Institute of Plan Maintenance dan Consultant TPM India secara detail sebagai
berikut:
Memperpanjang umur pakai fasilitas produksi
Menjamin tingkat ketersediaan optimum dari fasilitas produksi
Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan untuk pemakaian darurat
Menjamin keselamatan operator dan pemakai fasilitas
Mendukung kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya
Membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaaan perusahaan mengenai investasi tersebut
(22)
Mencapai tingkat biaya perawatan serendah mungkin (lowest maintenance cost) dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien
Mengadakan kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu keuntungan yang sebesar-besarnya dan total biaya yang rendah.
2.1.4. Strategi Perawatan
Filosofi perawatan untuk fasilitas produksi pada dasarnya adalah menjaga level maksimum konsistensi optimasi produksi dan availabilitas tanpa mengesampingkan keselamatan. Untuk mencapai filosofi tersebut digunakan strategi perawatan (maintenance strategies). Proses perawatan mesin yang dilakukan oleh suatu perusahaan umumnya terbagi dalam dua bagian yaitu perawatan terencana (planned maintenance) dan perawatan tidak terencana
(unplanned maintenance). Pada gambar 2.1. diperlihatkan beberapa macam strategi
yang dapat digunakan menurut Duffuaa et al, 1999
Perawatan Strategis
Penggantian Perawatan
Peluang
Perawatan Pencegahan
Perawatan Koreksi (Run To
Failure) Modifikasi
Desain
Temuan Kesalahan
Perawatan Berdasarkan Kondisi
Perawatan Berdasarkan Statistik dan Keandalan
Tidak Beroperasi Beroperasi Berdasarkan
Waktu
Berdasarkan Penggunaan
(23)
Strategi dalam perawatan akan masing-masing diuraikan sebagai berikut:
Penggantiaan (Replacement)
Merupakan penggantian peralatan/komponen untuk melakukan perawatan. Kebijakan penggantian ini dilakukan pada seluruh atau sebagian (part) dari sebuah sistem yang dirasa perlu dilakukan upaya penggantian oleh karena tingkat utilitas mesin atau keandalan fasilitas produksi berada pada kondisi yang kurang baik. Tujuan strategi perawatan penggantian antara lain adalah untuk menjamin berfungsinya suatu sistem sesuai pada keadaan normal.
Perawatan Peluang (Opporturnity Maintenance)
Perawatan dilakukan ketika terdapat kesempatan, misalnya perawatan pada saat mesin sedang shutdown. Perawatan peluang dimaksudkan agar tidak terjadi waktu menganggur (idle) baik oleh operator maupun petugas perawatan, perawatan bisa dilakukan dengan skala yang paling sederhana seperti pembersihan (cleaning) maupun perbaikan fasilitas pada sistem produksi (repairing)
Perbaikan (Overhaul)
Merupakan pengujian secara menyeluruh dan perbaikan (restoration) pada sedikit komponen atau sebagian besar komponen sampai pada kondisi yang dapat diterima. Perawatan perbaikan merupakan jenis perawatan yang terencana dan biasamya proses perawatannya dilakukan secara menyeluruh terhadap sistem sehingga diharapkan sistem atau sebagian besar sib sistem berada pada kondisi yang handal.
Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Merupakan perawatan yang dilakukan secara terencana untuk mencegah terjadinya potensi kerusakan. Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi menjadi kerusakan pada saat digunakan dalam berproduksi.
(24)
Dalam prakteknya preventive maintenance yang dilakukan oleh perusahaan dibedakan atas:
Routine Maintenance
Yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap kondisi dasar mesin dan mengganti suku cadang yang aus atau rusak yang dilakukan secara rutin misalnya setiap hari contohnya pembersihan peralatan, pelumasan atau pengecekan oli, pengecekan bahan bakar, pemanasan mesin-mesin sebelum dipakai produksi
Periodic Maintenance
Yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu misalnya satu minggu sekali dengan cara melakukan inspeksi secara berkala dan berusaha memulihkan bagian mesin yang cacat atau tidak sempurna, contohnya penyetelan katup-katup pemasukan dan pembuangan, pembongkaran mesin untuk penggantian bearing
Running Maintenance
Merupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat fasilitas produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini termasuk cara perawatan yang direncanakan untuk diterapkan pada peralatan atau permesinan dalam keadaan operasi. Biasanya diterapkan pada mesin-mesin yang harus terus menerus beroperasi dalam melayani proses produksi. Kegiatan perawatan dilakukan dengan jalan mengawasi secara aktif. Diharapkan hasil perbaikan yang telah dilakukan secara tepat dan terencana ini dapat menjamin kondisi operasional tanpa adanya gangguan yang mengakibatkan kerusakan.
Shutdown Maintenance
Merupakan kegiatan perawatan yang hanya dapat dilaksanakan pada waktu fasilitas produksi sengaja dimatikan atau dihentikan. Dalam hal ini, berarti dilakukan upaya bagaimana cara mengkoordinasikan semua sumber daya yang ada berupa tenaga kerja, peralatan, material untuk meminimasi waktu
(25)
Perawatan pencegahan dilakukan untuk menghindari suatu peralatan atau sistem mengalami kerusakan. Pada kenyataannya mungkin tidak diketahui bagaimana cara untuk menghindari adanya kerusakan. Ada beberapa alasan untuk melakukan perawatan pencegahan, diantaranya:
Menghindari terjadinya kerusakan Mendeteksi awal terjadinya kerusakan Menemukan kerusakan tersembunyi Mengurangi waktu yang menganggur
Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi
Pengurangan penggantian suku cadang sehingga membantu pengendalian persediaan
Meningkatkan efisiensi mesin
Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang diandalkan Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin
Bentuk preventive maintenance dapat dibedakan atas time-based atau used-based
yang dijelaskan sebagai berikut:
Time-based, perawatan yang dilakukan setelah peralatan digunakan sampai
satu satuan waktu tertentu.
Used-based, perawatan dilakukan berdasarkan frekuensi penggunaan. Untuk
menentukan frekuensi yang tepat perlu diketahui distribusi kerusakan atau keandalan peralatan.
2.2. Elemen Manajemen Perawatan
Terdapat dua elemen kunci pendekatan manajemen perawatan antara lain:
Manajemen perawatan merupakan aktivitas inti bisnis krusial terhadap daya tahan dan kesuksesan dan karenanya harus dikelola secara strategis. Siklus manajemen pemeliharaan meliputi tahapan peerencanaan dan penjadwalan, implementasi, monitoring dan pengendalian, evaluasi.
Manajemen perawatan secara efektif perlu didasarkan pada model kuantitatif bisnis (model matematik) yang mengintegrasikan pemeliharaan dan kebijakan lain seperti produksi. Model matematik disini adalah untuk mendapatkan
(26)
optimal parameter (policy) untuk menentukan strategi pemeliharaan yang diturunkan dari model mekanisme kegagalan (failure mechanism) yang merupakan perwujudan dari kondisi perawatan.
Gambar 2.2. Siklus Manajemen Pemeliharaan
Pada gambar 2.2. dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada tahapan perencanaan & penjadwalan dilakukan kegiatan perencanaan beban pemeliharaan dimana beban pemeliharaan terbagi menjadi dua yaitu
planned & unplanned. Planned maintenance tergantung dari maintenance
strateginya.
Tahap kedua yaitu implementasi. Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan proses perawatan.
Tahap ketiga berupa monitoring & pengendalian yang mana dilakukan dalam jangka pendek dan dilakukan secara langsung.
Tahap keempat berupa evaluasi yang dilakukan dalam jangka panjang misalnya satu semester dan biasanya berupa audit.
Pendekatan manajemen perawatan dapat dilihat dari sudut pandang pemeliharaan sebagai aktivitas multidisiplin dengan melibatkan:
Pemahaman ilmu tentang mekanisme degradasi dan hubungannya dengan pengumpulan data dan analisis untuk menilai status peralatan
Perencanaan dan Penjadwalan
Implementasi Evaluasi
(27)
Pengembangan model kuantitatif untuk memprediksi pengaruh perbedaan tindakan (pemeliharaan dan operasi) pada degradasi peralatan
Pengelolaan pemeliharaan dari sudut pandang strategis (management)
Titik awal (starting point) kegiatan perawatan adalah status peralatan. Status peralatan dipengaruhi oleh operasi pembebanan dan tindakan pemeliharaan. Pemeliharaan juga tergantung keandalan yang melekat (inherent) pada peralatan (keandalan yang rendah membutuhkan usaha pemeliharaan yang lebih besar) pada gilirannya ini tergantung pada kebijakan yang dibuat selama desain dan manufaktur peralatan. Disamping itu, kondisi pembebanan peralatan tergantung pada kebijakan produksi yang dipengaruhi oleh pertimbangan dasar dan komersial mempunyai pengaruh besar dalam kinerja bisnis keseluruhan. Oleh karena itu kebijakan pemeliharaan dan operasional perlu dilaksanakan secara gabungan dengan memperhitungkan pengaruhnya dalam degradasi peralatan dan tujuan bisnis secara keseluruhan.
Gambar 2.3. Elemen Kunci Manajemen Perawatan (Murthy, et al. 2002) Tujuan Bisnis
Strategi Perawatan Beban Operasi
Kondisi Peralatan
(28)
2.3. Aktivitas Internal dan Eksternal (In house vs Outsourcing)
Ada tren pertumbuhan diantara top manajemen pada beberapa bisnis dengan menganggap bahwa pemeliharaan bukan aktivitas inti dan pemeliharaan harus
dioutsourcing. Outsourcing melibatkan pemeliharaan dilakukan oleh agen jasa
eksternal karena dianggap bukan aktivitas inti maka akan mengurangi biaya.
Menurut Murthy, et al (2002) manajemen pemeliharaan dan perencanaan tidak perlu dilakukan outsourcing karena alasannya antara lain:
Pemeliharaan dan produksi harus dikaitkan secara dekat. Hubungan penting ini diperlemah oleh outsourcing
Tujuan jangka panjang agen jasa dan bisnis berbeda. Outsourcing biasanya dilakukan dalam kontrak relatif pendek karenanya tindakan agen jasa tidak optimal dalam jangka panjang untuk bisnis.
Resiko yang dihubungkan dengan outsourcing adalah besar. Agen jasa mendapatkan banyak pengetahuan tentang peralatan spesifik yang dipelihara dan pengetahuan ini hilang ketika prinsip mengganti agen. Ini bisa dihindari dengan tidak mengganti agen. Bagaimanapun hasil total tergantung pada satu agen jasa. Bilamana agen jasa memutuskan tidak menyediakan jasa, resiko serius yang dapat mempengaruhi tidak hanya keuntungan tetapi ketahanan bisnis.
Keputusan melakukan outsourcing terhadap implementasi pemeliharaan harus didasarkan pada pertimbangan biaya. Dalam beberapa kasus, outsourcing menjadi pilihan yang ekonomis untuk dilakukan. Ada beberapa isu lain bahwa bisnis perlu menyadari ketika memutuskan pada pilihan outsourcing. Teori agen (Van Ackere, 1993) menguraikan bisnis melakukan outsourcing pemeliharaan sebagai sebutan
“pelaku (principal)” dan agen jasa disebut “agen” dan menyangkut hal berikut:
Pemilihan yang tidak tepat (adverse selection). Hal ini timbul karena ketidakmampuan pelaku menilai dan mengevaluasi kompetensi agen jasa sebelum memutuskannya.
(29)
Resiko/bahaya moral (moral hazard) menjadi salah satu tingkat kesulitan bagi pelaku bisnis untuk memonitor kualitas pemeliharaan yang disediakan oleh agen. Dalam kasus ini, ada halangan (temptation) bagi agen untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan/tugas pemeliharaan sebagaimana mestinya dan ini memiliki konsekuensi jangka panjang pada keseluruhan kinerja bisnis.
2.4. Struktur Organisasi dan Kompetensi Dalam Manajemen Perawatan 2.4.1. Struktur Organisasi Manajemen Perawatan
Struktur organisasi manajemen perawatan biasanya distrukturkan dalam tiga level manajemen, yaitu: top, middle dan junior.
Top level management berurusan dengan seluruh sudut pandang bisnis yang
meliputi:
Memutuskan antara outsourcing dan in house implementasi pemeliharaan
Menyediakan resource (manusia dan fisik, workshop dan pemeliharaan peralatan diperlukan untuk memonitor dan menentukan peralatan yang dipelihara)
Menciptakan budaya yang membantu lebih dekat interaksi antara unit berbeda (produksi, pemeliharaan, pemasaran, dan lain-lain) pada bisnis.
Middle level management pemeliharaan berurusan dengan rencana optimal
strategi pemeliharaan. Hal ini melibatkan:
Analisis data yang dikoleksi
Memutuskan strategi pemeliharaan optimal
Monitoring implementasi tindakan pemeliharaan sendiri (in house) yang dilaksanakan oleh level manajemen yang lebih rendah
Monitoring tindakan pemeliharaan yang dioutsourcing yang dilaksanakan oleh agen
Junior level management berurusan dengan:
Implementasi tindakan pemeliharaan sendiri (in house)
(30)
2.4.2. Kompetensi Dalam Manajemen Perawatan
Top level manager harus memiliki pemahaman yang baik pada semua aktivitas
dalam unit pemeliharaan dan kemampuan berfikir strategis untuk mengintegrasikan pemeliharaan ke dalam keseluruhan tujuan bisnis
Middle level manager perlu mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk
perencanaan strategi pemeliharaan optimal. Ini menunjukkan bahwa mereka memahami dasar mekanisme degradasi dan memiliki analisis data yang tepat, menggunakan metode dan pendekatan yang tepat untuk memprediksi dan melakukan optimisasi serta memiliki keterampilan manajemen untuk mempertemukan antara top dan junior level management
Junior level manager harus profesional dengan level kualifikasi dalam keandalan
dan pemeliharaan yang disadarkan kualifikasi pendidikannya dalam disiplin ilmu: teknik mesin, teknik elektro, teknik kimia, teknik material dan teknik pertambangan. Program pendidikan harus terdiri dari keahlian inti-umum yang berurusan dengan konsep dasar dan teknik. Implementasi kebijakan pemeliharaan membutuhkan pemahaman yang baik pada aspek teknis atas peralatan yang dipelihara.
2.5. Kegiatan Dalam Manajemen Perawatan
Kegiatan perawatan (maintenance activities) menurut Japan Institute of Plan
Maintenance dan Confederation Industrial India dikategorikan menjadi tiga
elemen:
Activities to prevent deterioration, kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya suatu kegagalan/kerusakan pada peralatan sewaktu diperlukan
Activities to measure deterioration, kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
mengukur terjadinya kegagalan/kerusakan pada suatu peralatan sehingga didapatkan tolak ukur melakukan evaluasi kerusakan
(31)
Activities to restore deterioration, kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki kegagalan/kerusakan peralatan menjadi kondisi seperti sebelum terjadi kerusakan atau mengkondisikan peralatan seperti semula/baru.
Tujuan maintenance tidak dapat dicapai apabila aktivitas maintenance diatas diabaikan
2.6. Total Productive Maintenance
2.6.1. Konsep Total Productive Maintenance
Total productive maintenance adalah suatu konsep program tentang pemeliharaan
yang melibatkan seluruh pekerja melalui aktivitas grup kecil (Nakajima:1998). Lebih lanjut Roberts (1997) mengatakan bahwa TPM adalah suatu program pemeliharaan yang melibatkan suatu gambaran konsep untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas serta pada waktu yang sama dapat meningkatkan kepuasan kerja dan moril karyawan.
Total productive maintenance meliputi beberapa hal seperti komitmen total
terhadap program oleh kalangan manajemen puncak, pemberian wewenang yang lebih luas kepada pekerja untuk melakukan tindakan korektif dan meripakan aktivitas yang membutuhkan waktu relatif lama untuk pelaksanaannya serta prosesnya berlangsung secara kontinyu. TPM menjadikan kegiatan pemeliharaan menjadi fokus yang penting dalam bisnis dan tidak lagi dianggap sebagai kegiatan yang tidak menguntungkan. Dalam TPM, downtime untuk pemeliharaan dijadwalkan sebagai bagian dari proses produksi sehari-hari dan bahkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses produksi tersebut.
Pencapaian tujuan TPM menurut Nakajima (1998) dilakukan melalui:
Perbaikan efektivitas perlengkapan, dimana pekerja mampu memahami dan memeriksa efektivitas dari fasilitas melalui identifikasi dan pemeriksaan semua kerugian-kerugian yang mungkin terjadi seperti kerugian akibat downtime, kerugian karena peralatan tidak beroperasi pada keadaan optimal dan kerugian akibat cacat
(32)
Pencapaian pemeliharaan individu, memungkinkan pekerja yang mengoperasikan suatu peralatan untuk bertanggungjawab atas beberapa tugas pemeliharaan
Perencanaan pemeliharaan, pendekatan sistematik terhadap semua jenis kegiatan pemeliharaan. Perencanaan ini melibatkan identifikasi keadaan dan tingkat pelaksanaan. Preventive maintenance yang diperlukan untuk tiap perlengkapan, membuat standard kondisi untuk pemeliharaan, menentukan tanggungjawab untuk masing-masing staf operasi dan staf pemeliharaan sehingga peran masing-masing staf operasi dan staf pemeliharaan menjadi lebih jelas.
Melatih semua staf dengan keahlian pemeliharaan yang memadai dan sesuai tanggungjawab yang telah dibebankan kepada staf operasi dan alat pemeliharaan masing-masing memerlukan keahlian yang sesuai untuk melaksanakannya. Untuk itu TPM memberi penekanan terhadap pelatihan yang tepat dan terus menerus.
Mencapai secepat-cepatnya ‘zero maintenance’ melalui maintenance
prevention (MP). Maintenance prevention mengikutsertakan pertimbangan
sebab-sebab kegagalan dan kemampuan pemeliharaan selama tahap desain, tahap manufaktur, tahap pemasangan termasik tahap penyiapan..sebagai bagian dari suatu proses secara keseluruhan, TPM mencoba melacak masalah pemeliharaan yang potensial timbul untuk dikembalikan ke akar permasalahannya sehingga masalah tersebut dapat dihilangkan pada titik penyebab swal permasalahan.
(33)
Pengembangan program TPM pada prinsipnya sama dengan pengembangan TQC
(Total Quality Control) dimana kunci sukses programnya ada pada keterlibatan
semua karyawan. (Kiyoshi Suzaki 1987:132)
Tabel 2.1. Perbandingan Antara Total Productive Maintenance Dengan Total Quality Control
Kriteria TPM TQC
Masalah pemecahan tradisional
Gangguan mesin, penanggulangan kemacetan dan
penggantian suku cadang
Cacat produksi, inspeksi dan pemilahan barang jelek serta pengerjaan kembali Pemecahan yang
ditingkatkan
Pemeliharaan berdasarkan kondisi mesin, pencegahan gangguan, pemeliharaan gangguan
Pengendalian dalam proses, alat anti salah (poka yoke), kualitas rancang bangun Pemantau informasi Catatan gangguan mesin
Berdasarkan dasar Pendidikan karyawan, pengerahan karyawan, “maintenance is free”
Pendidikan karyawan, pengerahan karyawan, “quality is free”
Menurut Seiichi Nakajima (1988:13) posisi perawatan memiliki kaitan langsung antara faktor-faktor dalam output bisnis untuk peningkatan produktivitas dengan mempertimbangkan pengurangan inputnya. Hubungan antara input dan output
dapat digambarkan dalam bentuk matriks berikut
Tabel 2.2. Matriks Hubungan Antara Input dan Output Dalam Aktivitas Produksi
Man Machine Material
Production Production Control
Quality Quality Control
Cost Cost Control
Delivery Delivery Control
Safety Safety & Polution
Morale Human Relation
Method Man Power Control Plant & Maintenance Engineering Inventory Control Output/Input=Productivity Managemen Method Money Input/Output
(34)
2.6.2. Pengertian OEE
OEE (Overall Equipment Efficiency) adalah besarnya nilai efektifitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin. Dalam melakukan perhitungan OEE terdiri dari nilai
availability, performance, dan rate of quality. Menurut Japan Institute of Plant
Maintenance (JIPM) nilai OEE dihitung sebagai berikut:
OEE (Overall Equipment Efficiency) = Availability x Performance x Quality
a. Availability
Availability merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan
waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.
Availability rate dipengaruhi 2 komponen, yaitu equipment failure dan set
up and adjustment losses. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability
merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime
peralatan terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah :
Availability =Loading Time-DowntimeLoading Time x100%
Alur pengukuran suatu rasio ini adalah mengurangkan available time
dengan planned downtime, sehingga diperoleh loading time. Selanjutnya
loading time dikurangkan dengan availability losses (downtime) sehingga
diperoleh operating time. Terakhir dengan membandingkan operating time
terhadap loading time dan mempersentasikannya, maka nilai availability
diperoleh.
b. Performance
Performance merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan dari
peralatan dalam menghasilkan barang. Performance efficiency memiliki dua komponen yaitu idling and minor stoppage dan reduce speed. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating
(35)
speed rate peralatan mengaca kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi actual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Formula pengukuran rasio ini adalah
Performance Efficiency =Processed Amount Operating TimeX Theoretycal Cycle timex100%
Alat pengukuran pada rasio ini adalah dengan menggunakan operating time
dari availability terhadap performance losses sehingga didapat operating time untuk performance efficiency. Selanjutnya mengkalikan ideal cycle time dengan jumlah produk yang diproduksi. Terakhir membandingkan hasil tersebut dengan operating time, maka nilai performance efficiency
diperoleh.
Theoretical cycle time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat
dicapai dalam keaadan optimal atau tidak mengalami hambatan. Theoretical
cycle time pada mesin molding merupakan siklus waktu proses yang dapat
dicapai mesin dalam proses produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan dalam berproduksi.
c. Quality
Yaitu suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yng sesuai dengan standar. Rate of Quality Product
didukung dua komponen yaitu, defect in process dan reduced yield. Formula yang digunakan untuk pengukuran nilai rate of quality product adalah
(36)
JIPM menetapkan batasan ideal dari indeks nilai OEE untuk perusahaan world class
yang telah menerapkan TPM, yaitu:
Availability >90%
Performance > 95%
Quality > 99%
Sehingga OEE ideal adalah:
0,90 x 0,95 x 0,99 x 100% = 85%
Berikut merupakan hubungan antara perhitungan OEE dengan six big losses.
Gambar 2.4. Hubungan OEE dengan Six Big Losses
2.6.3. Unsur Dalam Total Productive Maintenance
Menurut Nakajima (1998) total productive maintenance telah dijelaskan sebagai satu strategi pabrikasi yang berisikan dari langkah sebagai berikut:
a. Memaksimalkan efektivitas alat-alat perlengkapan melalui optimisasi dari availabilitas alat-alat perlengkapan, kinerja, efisiensi mutu dan produk
(37)
b. Menciptakan strategi pemeliharaan untuk jalan kehidupan dari seluruh alat-alat perlengkapan
c. Meliputi semua departemen seperti perencanaan, operator dan departemen pemeliharaan
d. Melibatkan semua anggota yang terorganisir dari mulai manajemen teratas hingga ke lantai pekerja
e. Meningkatkan pemeliharaan melalui otonomi aktivitas grup kecil
Kata “total” pada total productive maintenance mempunyai tiga arti yang
mendeskripsikan fitur terpenting dari TPM berkaitan dengan 5 unsur TPM diatas, yaitu:
a. Efektivitas total pencapaian tujuan pada efisiensi eknonimu atay probabilitas b. Sistem pemeliharaan total meliputi maintenance prevention dan
maintainability improvement seperti halnya preventive maintenance
c. Keikutsertaan total semua karyawan meliputi pemeliharaan otonomi oleh operator melalui aktivitas grup kecil.
Di dalam pemeliharaan terdapat dua kegiatan mendasar, yaitu pembersihan dan pemeriksaan dimana pelaksanaan kedua aktivitas tersebut harus didasari motto 5S (Nakajima, 1998) diantaranya:
Seiri (ringkas)
Kegiatan memisah-misahkan segala sesuatu yang benar-benar diperlukan dan kemudian menyingkirkan yang tidak diperlukan dari tempat kerja
Seiton (rapi)
Merupakan penetapan tata letak peralatan dan perlengkapan sehingga segalanya selalu siap pada saat diperlukan
Seiso (bersih)
Memeriksa secara hati-hati untuk kemudian menyingkirkan segala sesuatu yang tidak semestinya di tempat kerja sehingga kondisi tempat kerja selalu dalam keadaan bersih
(38)
Seiketsu (rawat)
Mempertahankan hasil-hasil yang telah dicapai pada 3S sebelumnya dengan membakukannya (standardisasi) dalam suatu pengendalian
Shitsuke (rajin)
Membina disiplin atau kebiasaan pribadi karyawan
2.6.3. Komponen Total Productive Maintenance
Gambar 2.5. Delapan Pilar Pendekatan Untuk Implementasi TPM
Aktivitas TPM dapat secara efektif dikelompokkan sebagai berikut:
A. AutonomousMaintenace (Pemeliharaan Otonom)
Membutuhkan keterlibatan proaktif dari operator peralatan untuk menghilangkan percepatan kerusakan peralatan yaitu lewat pembersihan, pengawasan, pengumpulan data, dan melaporkan kondisi serta masalah peralatan kepada staff maintenance. Lebih jauh, operator harus berupaya untuk mengembangkan sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang peralatan sehingga akan meningkatkan keahlian operatornya. Autonomous maintenance
Autonomou s M ai n tena nce
TPM
D ev el o pm ent M a int enan ce O ff ice TP M Q ual it y M ai nt enanc e Educat ion & Tr ai n ing Saf et y, h eal th & Foccus se d M ai nt enanc e Planne d m ai n tena nce 5S(39)
yang dijalankan oleh seorang operator atau anggota tim bagian kerja manufaktur bisa membantu mempertahankan reliabilitas mesin dalam kadar tinggi, biaya operasional rendah dan kualitas komponen produksi yang tinggi. Informasi yang dikumpulkan oleh operator peralatan bisa membantu pengukuran efektivitas peralatan keseluruhan
B. Foccussed Maintenance
Melakukan perbaikan yang berkelanjutan walau sekecil apapun perbaikan tersebut
C. Planned Maintenance
Pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran jauh ke depan yang menyangkut juga masalah pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan yang diharapkan dapat menjamin ketelitian peralatan produksi sehingga tujuan yang ingin diinginkan dapat tercapai.
D. Quality Maintenance
Ditujukan untuk merencanakan sistem pemeliharaan yang menyediakan produk kualitas tinggi dan bebas dari cacat. Nilai-nilai yang didapatkan dari
quality maintenance adalah dapat meramalkan berbagai kemungkinan cacat
yang terjadi dan selanjutnya memperbaiki untuk mencegah kemungkinan tersebut. Target yang ingin dicapai dalam quality maintenance adalah mengurangi keluhan konsumen, mengurangi kerusakan proses, dan mengurangi biaya kualitas
E. Education & Training
Komponen ini mendukung semua komponen TPM lain dengan memastikan bahwa pegawai memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas terkait TPM. Selain itu komponen ini diarahkan untuk mempunyai karyawan dengan berbagai kemampuan dan memiliki moral yang
(40)
tinggi yang mempunyai semangat untuk datang bekerja dan melaksanakan semua fungsi yang diperlukan secara efektif.
F. Safety, Health & Environment
Keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja merupakan salah satu komponen dari TPM, target yang ingin dicapai dalam elemen ini adalah zero accident,
zero health damage, dan zero fires
G. Office TPM
Komponen ini dilakukan setelah menjalankan empat komponen TPM yang lain
(autonomous maintenance, foccused maintenance, planned maintenance,
quality maintenance
H. Development Maintenance
Dalam mengembangkan kemampuan maintenance diperlukan prosedur pengembangan pendidikan dan pelatihan inspeksi yang terdiri dari persiapan, pelatihan, inspeksi umum hingga audit inspeksi umum yang dapat dijelaskan pada gambar 2.6.
(41)
Gambar 2.6. Prosedur Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Inspeksi
2.7. Autonomous Maintenance
Pemeliharaan otonomi merupakan kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin dan tempat kerja yang bermutu yang kegiatannya meliputi pembersihan, pelumasan, pengencangan mur/baut, pengecekan harian, pendeteksian penyimpangan dan reparasi sederhana.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan operator yang mampu mendeteksi berbagai sinyal dari kerugian (loss). Selain itu juga bertujuan untuk
(42)
menciptakan tempat kerja yang rapi dan bersih sehingga setiap penyimpangan dari kondisi normal dapat dideteksi dengan cepat. Menurut Nakajima (1988) terdapat 7 langkah pengembangan autonomous maintenance serta aktivitas dan goals yang ingin dicapai yang dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.3. Langkah Pengembangan Autonomous Maintenance Small-Group Activities
1. Initial Cleaning Step
2. Eliminate Source of Contamination and Inaccessible Area
3. Cleaning and Lubrication Standard
4. General Inspection
5. Autonomous Inspection
6. Workplace Organization and Housekeeping
7. Fully Implemented
Autonomous Maintenance Program
Activity Throughly remove dust and contaminants from equipment (remove discarded equipment parts)
Eliminate the source of dust and dirt, improve accessibility of areas that are hard to clean and lubricate, reduce time required for lubrication and cleaning
Set clear cleaning, lubrication, and bottling standard that can be easily maintained over short intervals, the time allowed for daily/periodic work must be clearly specified
Conduct training on inspection skills in accordance with inspection manual, find and correct minor defect through general inspection, modify equipment to facilitate inspection
Develop and use autonomous maintenance checksheet (standardize, cleaning, lubrication, and inspection standards for ease of application
Standardize various workplace regulation, improve work effectiveness, product quality and the safety of the environmental:
- Reduce setup and adjustment time, eliminate work in process - material handling standards on the shop floor
- collecting and recording data; standardization
- control standard and procedures
Develop company goals, engage in continuous improvement activities; improve equpment based on careful recording and reguler analysis of MTBF
Goals for Equipment
Eliminate enviromental cause of deterioration such as dust and dirt, prevent accelerated deterioration
Eliminate dust and dirt, imporve quality of inspection and repairs and reduce time required
Discover and treat hidden defect.
Increase inherent reability of equipment by preventing dust and other contaminant from adgering and accumulating
Enhance maintability by improving cleaning and lubricating
Maintain basic equipment conditions (deterioration preventing activities), cleaning, lubrication, and bottling
Visually inspect major parts of the equipment, restore detorioration, enhance reability
Facilitate inspection through innovation methods such as serial number plates, colored instruction, labels, thermotape gauges and indicators, etc.
Maintain optimal equipment condition once deterioration is restored through general inspection
Use innovation visual control system to make cleaning, lubrication, inspection more effective
Review equipment and human factors, clarify abnormal inspection
Review and improve plant layout
Standardize control of work in process, defective products, dies, jigs, tools, measuring instruments, material handling equipment, aisles, etc
Implement visual control system throughout the workplace.
Collect and analyze various types of data, improve equipment to increase reability maintability and ease of operation
Pinpoint weakness in equipment based on analysis of data, implement improvement plans to lengthen equipment lifespan and inspection cycles
Develop curiosity, interest, pride, and care for equipment through frequent contact
Develop leadership skills through small group activities
Learn equipment improvement concept and technique while implementing small scale improvements
Learn to participate in improvement through small group activity
Understand the meaning and importance of maintenance by setting and maintaining our own standards
Become better learn member by taking on more responsibility individually
Learn equipment mechanism, function, and inspection criteria through inspection training, master imspection skills
Learn to perform simple repairs
Leaders enhance leadership skill through teaching
Draw up individual daily and periodic checksheet based on general inspection manual and equipment data and develop autonomous management skills
Learn importance of basic data recording
Broaden the scope of autonomous mainteannce by standardizing various management and control item
Be conscious of the need to improve standards and procedures continuously based on a standardization practice and actual data analyze
Managers and spv are primarily responsible for continuously improving standards and procedures and promoting them on the shop floor
Gain heightened awareness of company goals and costs (especially maintenance costs)
Learn to perform simple repairs through training on repair technique
Learn data collection and analysis and improvement techniques
Goals for Group Member
(43)
2.8. Klasifikasi dan Alokasi Untuk Maintenance Task
Pada bagian ini merupakan klasifikasi aktivitas maintenance dan alokasi tugas dalam program autonomous maintenance. Berikut merupakan dua tipe aktivitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas peralatan (equipment
effectiveness), yaitu:
I. Maintenance activities untuk melakukan preventif terhadap breakdown dan
memperbaiki peralatan yang rusak. Hal itu terjadi dikarenakan cycle yang terdiri dari pengoperasian secara normal yang dikombinasikan dengan preventive
mainteannce (secara harian, periode, dan predictive maintenance) dan corrcetive
maintenance
II. Improvement activities memperpanjang umur peralatan, menurunkan waktu
yang dibutuhkan untuk melaksanakan maintenance dan membuat maintenance
menjadi tidak perlu. Kegiatan yang termasuk improvement activities yaitu
reability and maintainability improvement, maintenance prevention.
2.9. Program Autonomous Maintenance Dalam Departemen
2.9.1. Program Autonomous Maintenance Untuk Departemen Produksi
Departemen produksi harus melaksanakan aktivitas maintenance berikut:
1. Deterioration prevention:
Pengoperasian peralatan secara tepat
Pemeliharaan dasar terhadap kondisi peralatan (cleaning, lubrication,
bolting)
Membuat penyesuaian yang memadai (terutama selama operasi dan setup) Menyimpan data breakdown dan kerusakan lainnya
Mengkolaborasi dengan departemen maintenance untuk belajar dan implementasi improvement
2. Deterioration measurement
Melakukan pemeriksaan harian
(44)
3. Deterioration restoration
Membuat perbaikan kecil (penggantian bagian sederhana dan perbaikan sementara)
Membuat laporan segera dan secara akurat mengenai kerusakan dan tidak berfungsi peralatan secara normal
Membantu dalam memperbaiki kerusakan sporadis
Aktivitas yang telah dijelaskan terutama pemeliharaan dasar kondisi peralatan dan inspeksi harian menolong pencegahan kerusakan yang dilakukan oleh staf
maintenance akan tetapi akan lebih efektif apabila ditangani oleh operator secara
langsung karena operator yang berhubungan langsung dengan mesin yang dioperasikan. Berikut tabel klasifikasi dan alokasi tugas dalam maintenance antara operator dengan staf maintenance
2.9.2. Program Autonomous Maintenance Untuk Departemen Maintenance
Departemen maintenance melaksanakan periodic maintenance, predictive maintenance, maintainability improvement, dan aktivitas lain yang melibatkan pengukuran kerusakan dan kerusakan peralatan. Spesialisasi maintenance harus konsentrasi dengan usaha mereka dalam bekerja yang membutuhkan kemampuan teknis yang tinggi.
Autonomous maintenance hanya bisa diterapkan dengan bimbingan yang tepat dan
bantuan dari departemen maintenance. Ketika autonomous maintenance tidak maju, staf departemen maintenance seharusnya mempertimbangkan apakah mereka telah memberikan bimbingan yang memadai dan instruksi dalam tanggnugjawab
(45)
Berikut merupakan klasifikasi dan alokasi tugas dalam maintenance antara operator dengan staf maintenance
Tabel 2.4. Klasifikasi dan Alokasi Maintenance Task
Overall equipment effectiveness at least
85% Normal Operation Improvement activities Maintenance activities Daily maintenance Periodic maintenance Preventive maintenance Breakdown maintenance Improving reliability Improving maintainability Proper operation Setup/adjustmen
Cleaning, detecting and correcting hidden faults
lubrication Tightening bolts
and nuts
Conditions of use, daily deterioration check Target Methods Activities Prevent Deterioration Measure Deterioration Restore Equipment Allocation Operation Maintenance Minor servicing Periodic inspection Periodic testing Periodic servicing Trend testing Non-routine servicing Rapid discovery of abnormalities,
prompt and accurate reporting
Repair breakdowns
Strengthen Reduce load
Increase precision
Develop condition monitoring Improve testing procedures
Improve servicing procedures Improve servicing quality
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(46)
3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data:
1. Data Sejarah Perusahaan 2. Data Umum Perusahaan 3. Ruang Lingkup Bisnis Produksi
4. Data Karyawan Preform Manufacturing 5. Waktu Kerja Karyawan
6. Spesifikasi Mesin
7. Kegiatan Perawatan Mesin 8. Rekapitulasi Nilai OEE Pengolahan Data:
1. Pembuatan Struktur Organisasi
2. Penentuan Identifikasi Objek Penelitian 3. Data Downtime Line 4
4. Autonomous Maintenance
Kesimpulan dan Saran Selesai Tujuan Penelitian
Analisis Pembatasan Masalah
Studi Pustaka Studi Lapangan
(47)
3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mulai.
2. Studi Lapangan & Studi Literatur
Berupa observasi pendahuluan di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Jakarta Plant dan melakukan tinjauan awal terhadap situasi Departemen Preform
Manufacturing yang ada serta melakukan studi literatur dengan
mengumpulkan teori untuk pedoman dalam menyelesaikan permasalahan
3. Identifikasi Masalah
Berupa proses mengidentifikasi, yaitu:
a) Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai OEE pada line 4 di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi?
b) Bagaimana kontribusi metode Autonomous Maintenance dalam peningkatan efektifitas mesin serta moral operator produksi untuk line 4 di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Menganalisis nilai Overall Equipment Effectiveness pada line 4 di Preform Manufacturing
b) Menyusun strategi usulan penerapan Autonomous Maintenance
5. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka pembatasan yang dilakukan sebagai berikut:
a) Penelitian dilakukan dalam Maintenance & Engineering di Manufacturing Preform PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Bekasi
(48)
c) Objek sampel penelitian mesin line 4
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diambil sebagai informasi untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan tujuan masalah yang telah ditetapkan. Adapun pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a. Data Sejarah Perusahaan b. Struktur Organisasi Perusahaan c. Ruang Lingkup Bisnis Produksi
d. Data Karyawan Dept. Preform Manufacturing e. Waktu Kerja Karyawan
f. Spesifikasi Mesin
g. Kegiatan Perawatan Mesin h. Rekapitulasi Nilai OEE
7. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah: a. Pembuatan Struktur Organisasi
b. Penentuan Identifikasi Objek Penelitian c. Data Downtime Line 4
d. Autonomous Maintenance pada line 4
8. Analisis
Menganalisis nilai OEE, sistem maintenance awal dan autonomous maintenance
9. Kesimpulan dan Saran
Melakukan kesimpulan terhadap analisis serta saran terhadap penelitian ini
(49)
37
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1. Data Sejarah Perusahaan
Coca-Cola pertama kali bermula di Atlanta – Amerika Serikat pada tahun 8 Mei 1886. Pada suatu sore Dr. John Pamberton yang merupakan seorang ahli farmasi mencoba mengaduk-aduk suatu formula obat untuk mengobati sakit kepala. Ketika dia mengaduk suatu formula yang manis dengan cairan yang berwarna karamel, John membawa cairan tersebut ke Jacob’s Pharmacy dimana cairan tersebut ditambahkan dengan air berkarbonasi dan diberikan cuma-cuma (sample) dan orang-orang setuju minuman tersebut sesuatu yang spesial. Jadi, Jacob’s Pharmacy menjual minuman tersebut dengan $5per-gelas dan menjual kira-kira 9 gelas perhari pada tahun pertama. Kemudian penjualan disebar dengan menempatkan guci besar yang indah yang diletakkan pada lokasi-lokasi strategis seperti lokasi perkantoran, pasar, taman rekreasi, hotel dan restoran-restoran terkenal. Hasil penjualan tahun pertama sebesar $50 sedangkan untuk biaya iklan sebesar $46 Pada tahun 1888, Frank M. Robinson yang merupakan rekan Dr. John Pamberton dan merangkap sebangai akuntan melakukan logo berhuruf Spencerian Coca Cola yang kemudian popular dan mendunia seperti sekarang ini.
Namun sayang, Dr. John Pamberton lebih sebagai seorang penemu daripada seorang pe-bisnis. Setelah periode 3 tahun di tahun 1888-1891, Dr. John Pamberton menjual perusahaan tersebut ke seorang pengusaha dari Atlanta; Asa Griggs Candler seharga $ 2300. Dan gedung pertamanya masih berdiri sampai saat ini. Candler menjadi presiden pertama membawa visi yang nyata terhadap bisnis dan merek Coca-Cola serta mendirikan The Coca-Cola Company.Kemudian pada tahun 1923, Robert W. Woodruff menjadi Presiden TCCC (The Coca-Cola Company)
(50)
dan menobatkan ‘Minuman Berkualitas’. Dan pada akhirnya Coca-Cola mulai dikenal di mancanegara.
Ide cemerlang menyediakan minuman ringan Coca Cola dalam kemasan botol datang dari Joseph Biendenharn. Pengusaha terkenal dari Chatttanoga, Tennessee, Amerika Serikat yaitu Benyamin F Thomas dan Joseph B. Whitehead, kedua orang ini bersama-sama dengan John T. Lupton pada tahun 1899 mendirikan pabrik Coca Cola yang pertama didunia. Pabrik yang dimodali penuh oleh pengusaha Tennessee ini membeli concentrate (ramuan bahan baku dasar) dari The Coca Cola Company lalu mengolah ramuan tersebut dengan air bersih, gula murni dan gas CO2 sehingga
menjadi minuman Coca Cola yang kemudian dikemas dalam botol. Mereka berdualah yang juga menemukan cara penjualan Coca Cola langsung ke konsumen. Robert Woodruff, presiden The Coca Cola Company (1919-1955) adalah pencetus pertama gagasan agar Coca Cola dapat dinikmati bukan saja oleh orang-orang Amerika saja, tetapi juga oleh seluruh bangsa didunia.
Pada tahun 1900 Coca Cola diekspor ke luar Amerika Serikat (Kanada). Pada tahun 1915 Alex Samuelson, pengawas dari perusahaan Root Glass Co., di Indiana, menciptakan botol yang bentuknya khas, mudah dikenal baik dengan pandangan maupun dengan rabaan botol yang sekarangpun mengikuti bentuk aslinya walaupun terjadi perubahan kecil.
Pada tahun 1926, cita-cita Robert Woodruff menjadi kenyataan dengan berdirinya The Coca Cola Export Corporation, perusahaan yang khusus menangani perdagangan Coca Cola diluar Amerika Serikat. Ketika dia mengundurkan diri dari jabatannya karena pension.Pada tahun 1955, Coca Cola tercatat sebagai satu-satunya merek dagang yang tidak tersaingi dalam sejarah perdagangan dunia, Woodruff juga menjadi motor penggerak sistem pemasaran dan promosi Coca Cola diseluruh belahan bumi dan dia pulalah yang mengumandangkan fakta bahwa mutu Coca Cola dimana saja termasuk yang diproduksi di Indonesia saat ini harus memiliki mutu, rasa dan kesegaran yang sama.
(51)
Sampai pada tahun 1944 telah diproduksi satu milyar gallon Coca Cola, dan tahun 1945 karena penggemar Coca Cola sering menyebut Coca Cola dengan Coke saja, maka nama Coke ini didaftarkan sebagai singkatan dari nama Coca Cola. Sampai tahun 1953 telah diproduksi dua milyar gallon Coca Cola. Setiap hari seratus juta orang minum Coca Cola diseluruh dunia dan sekarang Coca Cola telah dinikmati lebih dari 166 negara.
Gambar 4.1. Timeline Coca Cola di Indonesia
Pada tahun 1927, Coca-Cola masuk ke Nusantara. Kemudian atas prakarsa dan modal sendiri, seorang saudagar banga Belanda bernama Bernie Konings pada tahun 1932 mendirikan pabrik Coca Cola pertama di Indonesia bernama De
Nederland Indische Mineral Water Fabriek di jalan Antara (d/h Post Weg) Batavia.
Dalam rentang Antara 1942-1945 pada jaman penjajahan Jepang produksi, Coca-Cola lumpuh.
Pada tanggal 7 Maret 1953 tepat setelah kemerdekaan, Bernie Konings bekerja sama dengan 6 (enam) orang putra Indonesia yaitu: M. Tabrani, Prof. Dr. Mr. TSG Mulia, Tatang Nana. Aminoedin Pohan serta Gouw Hoan Giok dan istri mendirikan
(52)
kembali Coca-Cola namun kembali berproduksi dengan nama The Indonesian
Bottles Ltd NV (IBL) dan mengambil alih serta membeli mesin-mesin terdahulu.
Pada tahun 1957, Bernie Konings dan istri kembali ke Belanda dan sejak saat itulah
Indonesian Bottler Ltd. (IBL) dikelola dan dimiliki 100% oleh bangsa
Indonesia.Pada saat pertama kali berdiri, IBL banyak sekali mengalami kesulitan dalam memproduksi Coca-Cola karena:
1. Impor bahan baku dibatasi secara ketat.
2. Terjadi konfrontasi antara pemerintah RI dengan pihak luar, sehingga hubungan luar negeri sebagian besar tertutup.
3. Keterbatasan modal untuk mengembangkan pabrik. 4. Kapasitas produksi hanya mencapai 500 peti per hari.
5. Sering terjadi aliran listrik mati, sehingga menggangu kelancaran produksi.
Kebutuhan untuk mengatasi permasalahan diatas menyebabkan IBL berusaha untuk mencari tambahan modal dan pada tanggal 12 April 1971, IBL bergabung dengan 3 (tiga) perusahaan Jepang yaitu Mitsui Toatsu Chemical Inc., Mitsui & Co. Ltd.,
Mikuni Coca-Cola Bottling Co., dan berubah nama menjadi PT Djaya Beverages
Bottling Company (PT DBBC).
Dengan penggabungan IBL dengan tiga perusahaan Jepang tersebut, kapasitas pabrik meningkat sebagai berikut:
1. Tahun 1971 – 1974 memiliki 1 mesin (kapasitas 500 botol/menit) 2. Tahun 1975 – 1981 memiliki 2 mesin (kapasitas 1000 botol/menit) 3. Tahun 1982 – 1996 memiliki 3 mesin (kapasitas 1800 botol/menit)
Peningkatan kapasitas produksi diikuti pula dengan penambahan macam produk yang dihasilkan dalam berbagai ukuran kemasan, jika semula hanya memproduksi Coca-Cola saja, maka sejak saat itu pula diproduksi produk minuman lain; Sprite dan Fanta dengan berbagai rasa dan aroma.
(53)
Perkembangan usaha yang terasa semakin cerah mengakibatkan pada tanggal 28 April 1987, mayoritas saham telah dimiliki oleh putra Indonesia. Dua perusahaan Jepang mengundurkan diri dari PT DBBC, dan menjual kepemilikkan saham PT DBBC kepada pihak IBL. Pemegang saham di PT DBBC yang menggantikan dua perusahaan Jepang tersebut adalah Coca-Cola Holding (Asia) Ltd. yang berpusat di Hongkong, dan disahkan dengan Akte Notaris No. 895/1988 sehingga komposisi pemegang saham tersebut menjadi :
1. PT Indonesia Bottler Ltd. Sebesar 51% saham
2. Coca-Cola Holding (Asia) Ltd. Hongkong sebesar 29% saham
3. Mikuni Coca-Cola Bottling Co. sebesar 20% saham
Tepat pada tanggal 6 Oktober 1993 seluruh saham PT DBBC diambil alih oleh
Coca-Cola Amatil Ltd. yang berpusat di Sydney, Australia yang merupakan suatu
grup perusahaan pembotolan Coca-Cola di kawasan Asia Pasifik dan Eropa Timur. Dikarenakan terjadinya pemindahan saham mengakibatkan nama PT. DBBC berubah menjadi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (PT. CCAI) dan pada tahun 2000 seluruh pabrik pembotolan minuman merek dagang Coca-Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung menjadi satu di bawah PT. CCAI.
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Bottling (PT. CCAIB) yang bertugas untuk memproduksi botol dan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Distribution (PT. CCAID) bertugas untuk memasarkan dan mempromosikan minuman ringan yang dihasilkan PT. CCAIB. Untuk meningkatkan volume penjualan ke seluruh wilayah Indonesia maka PT. CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10 kota besar di Indonesia yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Pandaan, Bali, Makassar, dan Banjar Baru. Salah satu pabrik pembotolan terbesar yaitu terdapat di Jakarta. Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi PT. Coca-Cola Bottling Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID berubah nama menjadi PT. Coca-Cola Distribution Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di
(54)
Indonesia berada di bawah manajemen PT. Coca-Cola Indonesia yang merupakan perwakilan dari The Coca-Cola Company yang mensuplai bahan baku konsentrat ke seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia dan menetapkan seluruh standard bahan baku yang digunakan oleh pabrik.
Gambar 4.2. Peta operasi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Saat ini PT. Coca Cola Amatil Indonesia telah memiliki investasi bisnis pabrik produksi (Production Plant) sebanyak 9 buah tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali serta Pusat Distribusi (Distribution Centre) yang tersebar dari Sumatera hingga Sulawesi di lebih 83 kota.
(55)
Gambar 4.3. Peta Distribusi dan Pabrik PT. Coca Cola Amatil Indonesia
PT. Coca Cola Amatil Indonesia memproduksi, melakukan penjualan dan mendistribusikan produk-produk The Coca Cola Company lebih dari 10 jenis produk di Indonesia yang terdiri dari minuman soda berkarbonasi, minuman jus, minuman teh, minuman isotonik, minuman energi, dan lain lainnya dalam 100 lebih kemasan bentuk dan ukuran.
(56)
4.1.2. Data Umum Perusahaan
PT. Cola Bottling Indonesia merupakan perusahaan botol milik The Coca-Cola Company yang ada di Bekasi yang ada dalam naungan PT. Coca-Coca-Cola Amatil Indonesia. PT. Coca-Cola Bottling Indonesia memiliki Preform Manufacturing yang bertanggungjawab dalam produksi preform (botol awal). Hal ini dilakukan agar kegiatan supply chain management bisa terjaga dengan adanya pembuatan botol sendiri.
Dalam kegiatan produksinya selain memproduksi preform ke lini produksi yang ada
di Plant Bekasi, Preform Manufacturing juga mendistribusikan preform ke plant
coca-cola lainnya yang ada di Indonesia seperti plant Medan, plant Padang, plant
Bandung, plant Semarang, plant Bali, plant Sulawesi.
Berikut merupakan lima pilar utama untuk keunggulan persaingan supply chain
yang diterapkan di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia, yaitu:
1. Pengembangan kemampuan, dengan cara pengelolaan peningkatan kemampuan yang didukung oleh Supply Chain Technical Academy
2. Memaksimalkan Penggunaan Aset, dengan cara langkah perubahan dalam produktifitas dan quality melalui OE (Operational Excellence)
3. Penghematan biaya, dengan cara project zero (Indonesia) menargetkan penghematan Rp 500 Milyar selama 4 tahun
4. Mempercepat perubahan, dengan cara investasi di depan terhadap pertumbuhan dan perubahan di supply chain
4.1.3. Ruang Lingkup Bisnis Produksi
Berikut merupakan ruang lingkup kegiatan produksi yang ada di Preform Manufacturing PT. Coca-Cola Bottling Indonesia
(57)
Gambar 4.5. Ruang Lingkup Kegiatan Produksi Preform Manufacturing
Berikut merupakan data ukuran preform yang diproduksi oleh Preform Manufacturing berdasarkan tiap line produksi yang ada (shop floor)
Tabel 4.1. Data Spesifikasi Produk Preform Tiap Line Produksi No Line Produk Satuan Proses Color Throughput
1 Line 1 22,5 gr Hotfill Clear 402 kg/hr 2 Line 2 26,2 gr Hotfill Clear,
Blue 970 kg/hr 3 Line 3 22 gr Hotfill Clear 966 kg/hr 4 Line 4
23 gr Coldfill Clear 1074 kg/hr 13,3 gr Water Clear 931 kg/hr 37,4 gr Coldfill Clear 1643 kg/hr
5 Line 5
23 gr Coldfill Clear 1074 kg/hr 13,3 gr Water Clear 931 kg/hr 10,5 gr Water Clear 892 kg/hr 20 gr Coldfill Green 1250 kg/hr
(58)
Gambar 4.6. Tampak Resin Ramapet
Material utama yang digunakan merupakan Resin Ramapet yang didatangkan dari
supplier PT. Indorama Ventures Indonesia. Berdasarkan penggunaan dalam
pembuatan preform, resin dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu untuk proses hot fill dan
cold fill.
Gambar 4.7. Resin Ramapet S1 Coldfill Indorama
Cold fill merupakan proses pengisian minuman ke dalam botol dengan kondisi isi
minuman tersebut dalam keadaan dingin. Produk yang termasuk proses cold fill
(1)
5.5. Analisis Nilai OEE
Sebuah nilai OEE menunjukkan seberapa tingkat efektivitas mesin yang terdiri dari tiga elemen yaitu availability, performance, dan quality. Jika nilai dari ketiga elemen tersebut mengalami peningkatan maka nilai OEE sebuah mesin akan tinggi karena saling berpengaruh antar elemen dengan elemen lainnya. Untuk lebih jelasnya nilai OEE pada line 4 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5.6. Nilai OEE Pada Line 4
Month/Year Availability Performance Quality OEE Jan-14 45,54% 69,81% 63,45% 20,17% Feb-14 62,26% 78,97% 75,71% 37,22% Mar-14 48,61% 63,27% 57,96% 17,83% Apr-14 72,54% 63,27% 61,82% 28,57% Mei-14 50,29% 69,92% 48,04% 16,90% Jun-14 77,51% 73,47% 53,17% 30,28% Jul-14 67,41% 75,75% 53,02% 27,07% Agu-14 82,84% 68,90% 53,32% 30,43% Sep-14 85,39% 79,91% 95,25% 64,99% Okt-14 51,26% 95,60% 74,67% 36,60% Nov-14 84,94% 97,45% 91,30% 75,57% Des-14 86,66% 96,69% 98,57% 82,59% Jan-15 83,58% 99,05% 99,36% 82,25% Feb-15 72,18% 94,82% 97,71% 66,88% .
Bervariasinya nilai OEE pada line 4 paling besar dipengaruhi oleh jumlah downtime yang masih tinggi serta kurangnya peran operator dalam mengawasi mesin yang sedang beroperasi. Minimalnya apabila operator mengawasi mesin yang beroperasi maka kerusakan minor akan dapat ditanggulangi dengan cepat tanpa perlu menunggu manajer engineering & maintenance untuk memperbaikinya sehingga downtime akan berkurang. Selain itu jadwal PM yang sering terlewat dan tidak dilaksanakan dikarenakan beban produksi meningkat sehingga perhatian terhadap kondisi mesin terabaikan membuat nilai OEE akan menurun terutama pada line 4
(2)
79
Gambar 5.4. Grafik Nilai OEE Pada Line 4
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai OEE masih dibawah standard JIPM yaitu 85%. Untuk meningkatkan nilai OEE maka perlu diperhatikan beberapa faktor berikut:
a. Faktor sumber daya manusia
Peningkatan kemampuan operator mesin dalam hal pengetahuan mengenai perawatan mesin dasar. Jika operator memahami perawatan mesin dasar maka keselahan (failure) pada mesin bisa ditangani pencegahan secara dini
b. Faktor metode kerja
Pelaksanaan PM maupun kegiatan minor maintenance sebaiknya perlu dilakukan agar kondisi mesin dapat terjaga serta perlu mempertimbangkan beban produksi yang akan dicapai agar tidak terjadi overload pada mesin c. Faktor motivasi
Perlunya top management memberikan reward sesuai dengan kontribusi yang dilakukan operator untuk hasil kerjanya agar dikemudian waktu operator dapat memaksimalkan kemampuan dalam bekerja.
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%
(3)
5.6. Analisis Autonomous Maintenance
Langkah pengembangan autonomous maintenance yang ingin dicapai sebagai berikut:
Tabel 5.7. Analisis Langkah Dalam Autonomous Maintenance
1. Initial Cleaning
Step
2. Eliminate Source of
Contamination and
Inaccessible Area
3. Cleaning and Lubrication
Standard
4. General Inspection
5. Autonomous Inspection
6. Workplace
Organization and Housekeeping
7. Fully Implemented AutonomousMaintenance Program
Aktivitas
Dengan menghilangkan debu dan kontaminasi dari peralatan
menggunakan lap, kain
Meningkatkan akses untuk
menjangkau bagian-bagian mesin yang sulit untuk dibersihkan
Membuat form standard dalam
melakukan pembersihan dan
pelumasan
Mengakomodir pelatihan pada inspeksi manual pada mesin yang
bermasalah
Membangun dan menggunakan lembar Autonomous Maintenance
Menstandardisasi regulasi dari
tempat kerja dan organisasi
Membangun tujuan perusahaan
berdasarkan aktivitas improvemen secara berkesinambungan
Goals Untuk Peralatan
Memperpanjang umur pakai peralatan
Mencegah korosi pada mesin
Menjaga kondisi selalu bersih dan prima
Membersihkan kotoran yang sulit dijangkau pada peralatan dan mesin
Mencegah kerusakan mesin yang
lebih parah
Memberikan informasi mengenai
peralatan yang digunakan, mekanisme penggunaan peralatan/mesin
Me-review kerusakan pada peralatan
dan faktor operator yang
menggunakannya
Mengklarifikasi kesalahan dalam penggunaan peralatan
Mengimplementasi visual peralatan dalam tempat kerja
Membuat poin-poin kelemahan yang
terdapat pada peralatan
Membangun inisiatif operator untuk
membersihkan mesin dan peralatan
Membangun rasa kepedulian terhadap
mesin yang dioperasikan
Mengurangi kerusakan mesin secara dini
Mengurangi resiko kecelakaan kerja Operator dapat berpartisipasi dalam
peningkatan skill dalam melakukan
perawatan mesin
Operator dapat belajar untuk memberi pelumas dan membersihkan sesuai
standard yang ditentukan
Operator melaksanakan perbaikan
sederhana
Operator dapat melaksanakan inspeksi
umum
Operator menginprovisasi prosedur standard secara berkesinambungan
Operator mempelajari perbaikan sederhana melalui pelatihan maupun
teknis dalam perbaikan
Goals Untuk Anggota Grup
Dalam skill perawatan dasar yang dilakukan oleh operator adalah kemampuan menjalankan mesin secara benar, membersihkan mesin secara teratur, mengetahui apa saja inspeksi yang harus dicek pada mesin dan paham kriterianya, mampu memberi pelumasan pada bagian tertentu dari mesin, mengecek bagian yang rawan terhadap kendor, dan mampu melakukan pengencangan sendiri, melakukan start up mesin dan shutdown mesin dengan benar, mampu melakukan changeover, melakukan pengukuran sendiri terhadap mesin, dan hal-hal lain yang bersifat pencegahan terhadap kerusakan mesin.
(4)
81
Keuntungan yang akan didapatkan apabila usulan Preform Manufacturing dapat diterapkan akan dapat dirasakan langsung oleh mesin, operator, bagian produksi dan maintenance
Tabel 5.7. Tabel Faktor Dan Keuntungan Dari Autonomous Maintenance
No Faktor Keuntungan
1. Mesin -Restorasi mesin agar selalu pada kondisi paling prima
-Mencapai level availability yang tinggi, performace optimum, dan kualitas output selalu maksimal.
2 Operator -Ilmu mengenai mesin meningkat dan lebih lancar dalam mengoperasionalkan mesin
3 Bagian Produksi
-Kondisi lantai produksi secara visual akan terlihat bersih 4 Maintenance -Unplanned downtime akan menurun secara signifikan
(5)
82
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai OEE (Overall Equipment Efficiency) pada line 4 yang dimulai sejak Januari 2014 hingga Februari 2015 masih di bawah standard JIPM yaitu 85%. Perhitungan OEE dilakukan dengan bantuan software Shotscape NX secara real time. Hal yang menyebabkan rendahnya nilai OEE dipengaruhi oleh: a. Availability
b. Performance c. Quality
Jika nilai dari ketiga elemen diatas mengalami peningkatan maka nilai OEE akan besar yang nantinya mengarah kepada efektifitas mesin dengan zero defects.
2. Dalam menyusun strategi Autonomous Maintenance pada PT. Coca-Cola Bottling Indonesia untuk line 4 di Preform Manufacturing terdiri dari tujuh tahapan dimana setiap tahapnya akan dilakukan assessment untuk memastikan operator menguasai keterampilan tersebut dan pada akhirnya operator sudah memiliki kecakapan dalam melakukan perawatan mandiri secara penuh. memiliki kontribusi perusahaan, mesin maupun untuk operator.
(6)
83
6.2. Saran
Dari kesimpulan diatas, ada beberapa saran dalam menunjang pelaksanaan usulan penerapan Autonomous Maintenance yaitu:
1. Perlunya top management memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengaspirasikan pendapat, kritik serta saran dalam bekerja.
2. Perlunya top management memberikan pelatihan mengenai pemeliharaan mesin secara bertahap kepada operator
3. Top management lebih ketat membudayakan 5S sebagai dasar penerapan Autonomous Maintenance dalam lingkungan kerja