LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

SKRIPSI

Oleh :
Arifani Ridwan
201210230311368

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

1

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhamadiyah Malang

Sebagai salah satu persyaratan utuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi

Oleh
Arifani Ridwan
201210230311368

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

LEMBAR PENGESAHAN
1.

Judul Skripsi

: Locus of Control dan Resiliensi pada Pekerja yang
Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).


2. Nama Peneliti

: Arifani Ridwan

3. NIM

: 201210230311368

4. Fakultas

: Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
6. Waktu Penelitian : 17 Juni – 15 Juli 2016
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 4 Agustus 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji

: Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si


(

)

Anggota Penguji

: 1. Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi

(

)

2. Dr. Diah Karmiyati, S.Psi., M.Si

(

)

3. Zainul Anwar, S.Psi., M.Psi


(

)

Pembimbing I

Pembimbing II

Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si

Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi

Malang, 19 Agustus 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si.
i


SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: Arifani Ridwan

Nim

: 201210230311368

Fakultas/ Jurusan

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi atau karya ilmiah yang berjudul :
Locus of Control dan Resiliensi pada Pekerja yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK)
1. Bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebukan sumbernya.
2. Hasil tulisan skripsi atau karya ilmiah dari penelitian yang saya lakukan merupakan
hak bebas royaliti non eksklusif, apabila dihgunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui

Malang, 25 Juli 2016

Ketua Program Studi

Yang Menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si

Arifani Ridwan


ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya, shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Locus of control dan
resiliensi pada pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”. Penelitian
skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah
Malang.
Dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, saran dan kerjasama dari berbagai pihak, segala hambatan tersebut dapat
teratasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini peneliti ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si. selaku pembimbing I yang selalu meluangkan waktu,
membimbing serta memberi arahan yang sangat bermanfaat sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.
3. Ibu Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing II yang selalu meluangkan
waktu membimbing, memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi serta

memberikan perhatian, motivasi, doa dan semangat yang sangat berarti bagi penulis.
4. Ibu Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A selaku dosen wali yang sangat membantu
dalam proses perkuliahan dari awal hingga selesainya studi.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama peneliti melakukan studi di
Universitas Muhammadiyah Malang.
6. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kota Malang dan Koa Batu yang telah memberikan
izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Ayah Drs. Muhammad Ridwan dan Ibu Dra. Katrin Purnaminingsih yang selalu
memberikan dukungan, motivasi dan doa yang tidak pernah habis untuk mendukung
peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga kebaikan yang
luar biasa dari kedua orang tua dibalas dengan nyata oleh Allah SWT.
8. Saudara kandung penulis, Auliya Ridwan, S.Pd.I., M.Pd.I., M.S., Arfiyan Ridwan,
S.Pd., M.Pd., Akromi Ridwan, S.Kep., Ns., Asrifia Ridwan, Ahsani Taqwim Ridwan
dan Annysa Fitri Ridwan yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi sehingga bisa berjalan dengan lancar.
9. Paduan suara mahasiswa Gitasurya Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan banyak pengalaman berharga bagi penulis di dunia musik, berpaduan
suara dan berorganisasi dengan mengikuti berbagai kompetisi di dalam dan luar negeri
sehingga bisa mengharumkan nama Indonesia dan almamater tercinta.

10. Keluarga besar Tata Usaha Fakultas Psikologi Pak Suroto, Pak Waluyo, Pak
Rochamid, Ibu Sumirah, Ibu Rima dan Ibu Romlah yang selalu memberikan
semangat, motivasi, dorongan dan izin kepada peneliti dalam proses pengambilan
data, serta rekan-rekan parttimer Raihana, Rizki Wira Paramita, dan Nurwulandari,
yang selalu memberikan semangat, mengingatkan dan memberikan keceriaan disaat
motivasi sedang menurun. Bahagia bisa bekerjasama dan menjadi keluarga bersama
kalian.

iii

11. Sahabat penulis, Rizki Wira Paramita dan Desy Auliya Rachmasari yang telah
menemani penulis dalam sedih maupun senang semenjak awal studi hingga sekarang.
Terimakasih atas empat tahun untuk kebersamaannya semoga persahabatan kita tetap
terjaga.
12. Teman-teman penulis, Yulida Khairunnisa, Novan A. B. Saputra, Ryanantya
Dheayufie, Ardiansyah Ngaba, Ilham Ansharil, Siswahyudi, Diana Febi Nurmala,
Noratika Ardilasari, Kak Jefry, Mas Roni, Yunairisya Ayu Permatasari, Atur Nanda
Pambudi, Aistria, Maghfeyra, Desy R. Hehanusa, dan Nanda Permanadani yang telah
menjadi orang-orang berpengaruh dan banyak berperan penting selama ini.
13. Teman-teman Psikologi G 2012 yang telah mejadi rekan dan menemani dalam proses

studi selama ini. Semoga pertemanan kita tetap terjaga.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu
dan memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, hal ini didasari keterbatasan yang dimiliki peneliti. Kritik dan saran
sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian skripsi ini, dengan besar harapan semoga skripsi
yang ditulis oleh peneliti ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya
bagi pembaca.
Malang, 25 Juli 2016
Peneliti

Arifani Ridwan

iv

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 2
LANDASAN TEORI
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ................................................................................ 4
Resiliensi .......................................................................................................................... 5
Proses resiliensi ................................................................................................................ 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi ................................................................... 7
Aspek-aspek resiliensi ...................................................................................................... 7
Locus of control ................................................................................................................ 8
Karakteristik locus of control ........................................................................................... 8
Fakor-faktor yang mempengaruhi locus of control .......................................................... 8
Aspek locus of control ...................................................................................................... 9
Locus of control dan resiliensi .......................................................................................... 9
Hipotesa .......................................................................................................................... 10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian ......................................................................................................11
Subjek Penelitian ............................................................................................................ 11
Variabel dan instrumen penelitian .................................................................................. 11
Prosedur dan analisa data ............................................................................................... 12
HASIL PENELITIAN ......................................................................................................... 13
DISKUSI ............................................................................................................................. 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI...........................................................................................18
REFRENSI .......................................................................................................................... 18

v

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian ............................................. 12
Tabel 2. Deskripsi subjek penelitian ................................................................................... 13
Tabel 3. Kategori locus of control ....................................................................................... 14
Tabel 4. Hasil perhitungan resiliensi ................................................................................... 14
Tabel 5. Korelasi locus of control dengan resiliensi ........................................................... 14

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kerangka berpikir ........................................................................................... 21
Lampiran 2. Blue print skala try out, layout skala try out, dan hasil try out ........................23
Lampiran 3. Blue print skala penelitian, layout skala penelitian, dan data hasil penelitian 39
Lampiran 4. Hasil penelitian ................................................................................................84
Lampiran 5. Surat ijin penelitian ......................................................................................... 90

vii

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG
MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Arifani Ridwan
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
arifaniridwan25@gmail.com
Pemutusan hubungan kerja menyebabkan sebagian besar individu akan
mengalami stress dan harus mampu beradaptasi, mampu bertahan dalam situasi
sulit yang disebut dengan resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan seorang
individu dalam beradaptasi, bangkit dari kegagalan yang dialami lalu menjadi
pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Locus of control merupakan faktor
protektif internal dari resiliensi yang berperan dalam membentuk resiliensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan locus of control dengan
resiliensi. Rancangan penelitian ini adalah korelasional dengan alat ukur skala
resiliensi dan skala locus of control. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini
sebanyak 297 orang yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
diperoleh melalui teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan positif yang terjadi antara locus of control dengan resiliensi
(R=0,207 dan p=0,000) dibuktikan dari hasil perhitungan product moment
pearson.
Kata kunci : Resiliensi, locus of control, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
The work termination causes most of individual having stress because they should
be able to adapt and withstanding in the difficult situation. This situation is called
resilience. Resilience is an ability of a person while adapting, rising from failure
to be a better personal. Locus of control is internal protective factor for the
formation of resilience. The aim of this study is to know the connection between
locus of control and resilience. The method of this study is correlational research
using resilience and locus of control scale. The total subject of this study is 297
employee layoffs by applying purposive sampling. The study shows the positive
relation between locus of control and resilience (R=0,207 and p=0,000) using
product moment pearson.
Keywords: Resilience, locus of control, work termination (PHK)

1

Jumlah buruh di Kota Malang, Jawa Timur yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
melonjak drastis. Selama 2015 sekitar 2.000 buruh terkena PHK sedangkan pada 2014 hanya
60 orang. Dari jumlah buruh yang terkena PHK, sekitar 600 orang di antaranya tergolong
berusia produktif. Data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang
menyebutkan terjadi PHK terhadap 2.000 tenaga kerja mulai Januari - November 2015.
Jumlah ini naik lebih dari 30 kali lipat dibanding tahun 2014. Tahun 2014, buruh yang
mengalami PHK bukan karena pensiun dini, tetapi karena bermasalah dengan pabrik tempat
mereka bekerja. Sementara tahun 2015, ada ribuan buruh yang mengajukan pensiun dini,
keluar, ataupun dipecat oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Adapun perusahaan yang
paling banyak melakukan PHK adalah di bidang industri rokok karena di tahun 2015 bisa
dibilang sebagai tahun yang sulit bagi pabrik rokok, terutama SKT (sigaret kretek tangan).
Trend penjualan SKT cenderung turun yang berakibat kepada volume produksi dan pekerja.
Dinas Tenaga Kerja Kota Malang juga mencatat jumlah pekerja pada awal 2016 ini sebanyak
53.000 orang. Mereka tersebar di 940 perusahaan. Jumlah itu menurun dari pada 2015 yang
mencapai 56.000 orang. (Wibowo & Pamong Praja, 2016).
Hartoyo (dalam Apriawal, 2012) mengatakan puluhan perusahaan terpukul akibat pelemahan
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan terjadi
efisiensi besar-besaran. Menurut Djawahir (dalam Apriawal, 2012), efisiensi merupakan
tindakan yang diambil oleh perusahaan dalam menghadapi situasi krisis agar perusahaan tetap
survive, Efisiensi tidak harus dilakukan dengan memberhentikan karyawan. Namun
kenyatannya, banyak perusahaan yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat
digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah karena melakukan
efisiensi.
Menurut Vega (2014) pemutusan hubungan kerja merupakan segala macam pengakhiran dari
pekerja/buruh. Pengakhiran untuk mendapatkan mata pencaharian, pengakhiran untuk
membiayai keluarga, rekreasi dan masa pengakhiran untuk biaya pengobatan. Kondisi
tersebut membuat banyak individu yang gagal karena tidak berhasil keluar dari situasi yang
tidak menguntungkan tetapi ada juga individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi
negatif secara efektif. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau
setelah mengalami tekanan yang berat juga situasi-situasi yang semakin sulit bukanlah sebuah
keberuntungan, tetapi hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu
yang dikenal dengan istilah resiliensi.
Menurut Zamani (dalam Aslan & Araza, 2015) Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk mengatasi kesulitan dan tantangan dalam hidup. Menurut Reivich & Shatte
(dalam Listyanti, 2012) resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit,
dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih
kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau
direnggangkan. Bila digunakan sebagai istilah psikologi, resiliensi adalah kemampuan
individu untuk cepat pulih dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan.
Resiliensi merupakan hal penting ketika individu membuat keputusan yang berat dan sulit di
saat-saat atau kondisi terdesak. Resiliensi merupakan mindset yang mampu untuk
meningkatkan seseorang dalam mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai
proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap yang positif
untuk mengeplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri ketika berhubungan dengan
orang lain, serta lebih berani mengambil resiko atas tindakannya. Keberadaan resiliensi akan
mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan,
2

keberdayaan menjadi kekuatan. Menurut Coulson (dalam Ayu, 2014) Seseorang yang
memiliki resiliensi dalam dirinya akan melewati empat proses dimana pada fase pertama
individu yang dihadapkan dengan kondisi yang sulit penuh tekanan mengalami penurunan
yang akhirnya membuat dirinya pasrah, menyerah dan mengalah dengan keadaan, Fase ini
disebut succumbing (mengalah). Kemudian individu memasuki fase kedua yang disebut
dengan survive (bertahan), pada fase ini individu akan bertahan dari kondisi penuh tekanan
namun tidak bisa mengembalikan fungsi psikologis dan emosi secara normal. Proses resiliensi
berlanjut pada fase ketiga yang disebut dengan recovery (pemulihan). Pada fase ini individu
mampu mengembalikan fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan bisa menerima
keadaan. Individu dapat beraktivitas sehari-harinya dan menunjukkan sebagai individu yang
resilien. Kemudian individu masuk pada fase keempat dan terakhir yang disebut thriving
(berkembang dengan pesat) Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level
fungsi sebelumnya setelah mengalami kondisi yang menekan. Karena proses pengalaman
menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan
kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik.
Menurut Werner & Smith (dalam Dipayanti & Chairani, 2012), resiliensi pada individu
berkaitan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan faktor eksternal ini
seringkali disebut faktor protektif karena berperan sebagai pelindung individu sehingga
individu tidak terpengaruh secara negatif oleh faktor-faktor risiko dalam hidupnya. Faktor
resiko dapat memberikan efek secara langsung dan dapat menimbulkan perilaku yang
maladaptif. Sedangkan faktor protektif merupakan karakteristik dari individu atau lingkungan
yang terkait dengan hasil positif, Lerner & Steinberg (dalam Dewanti & Suprapti, 2014).
Faktor protektif berperan penting dalam meredakan efek negatif dari lingkungan yang
merugikan dan membantu menguatkan resiliensi. Empat kategori faktor internal yang secara
konsisiten telah diidentifikasikan dari berbagai penelitian, yaitu: kompetensi sosial
(keterampilan sosial, empati), otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of control),
keterampilan memecahkan masalah (keterampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan
kreatif), dan sense of purpose (optimism, motivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan
tertentu, keyakinan). Salah satu faktor protektif internal resiliensi yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah locus of control. Sebab locus of control berperan dalam pembentukan
resiliensi, McCarthy (dalam Refilia & Hendriani, 2014).
Locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan
atau keberuntungan. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal.
Menurut Rotter (dalam Riyadiningsih, 2015) locus of control internal artinya bahwa individu
memiliki keyakinan bahwa dia mampu mengontrol setiap peristiwa yang terjadi dalam
kehidupannya sedangkan locus of control eksternal adalah ketika individu memiliki
keyakinan bahwa lingkunganlah yang mengontrol setiap peristiwa yang terjadi di dalam
kehidupannya.
Dimensi locus of control internal eksternal berfokus pada strategi pencapaian tujuan tanpa
memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang yang mempunyai locus of control internal
akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut
berperan di dalamnya. Pada individu yang mempunyai locus of control eksternal
diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain
dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu
yang mempunyai locus of control internal diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan
harapanya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian
dibanding hanya situasi yang menguntungkan. Hasil yang dicapai locus of control internal
3

dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal
menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Rotter
(dalam Yohana & Ida, 2010).
Penelitian Karimi & Alipour (2011) di Malaysia menunjukkan bahwa locus of control
mengacu pada penyebab individu tersebut berhasil atau tidak melewati kegagalan yang
dialami mereka. Mungkin ada banyak hal yang membuat individu cenderung memiliki locus
of control internal seperti keluarga atau motivator yang ada di kehidupan mereka, hal itu akan
membuat individu merasa percaya diri bahwa dia bisa mengendalikan hidupnya tanpa harus
ada ketergantungan dengan orang lain. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih
banyak karyawan yang memiliki locus of control internal dan sebagian besar sampel adalah
dari golongan usia muda.
Hasil penelitian Apriawal (2012), juga menunjukkan bahwa individu yang mengalami PHK
tidak membutuhkan waktu lama untuk akhirnya mampu bangkit untuk mencari pekerjaan baru
dan mencoba hal-hal baru. Subjek mampu menerima bahwa dirinya di PHK, subjek
merasakan ada perubahan-perubahan dalam kesehariannya, perasaan cemas dan tekanantekanan yang menuntut subjek untuk mencari pekerjaan baru. Kondisi ekonomi merupakan
tuntutan terbesar untuk cepat bergerak.
Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu maka peneliti berasumsi bahwa ketika pekerja
yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) memiliki locus of control internal akan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan resiliensi sebagai kemampuan untuk segera
kembali beradaptasi terhadap situasi yang menekannya. Sebaliknya, pekerja yang mengalami
pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memiliki locus of control eksternal akan lebih pasrah
dan memiliki daya ketangguhan yang lemah. Atas dasar tersebut maka peneliti berkeinginan
melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of control
dengan resiliensi pada pekerja yang mengalami PHK. Manfaat dari penelitian ini diharapkan
mampu memberi informasi dan pengetahuan tambahan tentang locus of control dan resiliensi
pada bidang psikologi industri organisasi dan sosial.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu karena
dengan bekerja seseorang mendapatkan hal-hal yang berharga dalam kehidupannya, seperti
status dan prestis, penghasilan, kesempatan untuk mengekspresikan diri, kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta kesempatan untuk membina hubungan baik
dengan orang-orang dalam lingkup pekerjaan. Dilihat dari pentingnya makna bekerja bagi
seseorang, dapat dikatakan bahwa kehilangan pekerjaan atau PHK merupakan satu peristiwa
yang menjadi sumber stress yang mempengaruhi emosi seseorang karena dengan kehilangan
pekerjaan, individu tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri dan
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Apabila kita mendengar istilah
PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan
pekerja. Menurut undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa pemberhentian atau
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Pemutusan
hubungan kerja yang terjadi karena perusahaan pailit merupakan hal yang unik untuk dapat
4

ditelaah lebih lanjut, bukan semata-mata karena PHK jenis ini memberi kontribusi terbesar
atas jumlah pengangguran yang ada di Indonesia, tapi juga karena dampak psikologis yang
dialami oleh para pekerja yang mengalaminya. Tidak seperti para pekerja yang mengalami
PHK karena habis kontrak kerja dan mengundurkan diri, para pekerja yang mengalami PHK
karena pailit tidak pernah memperhitungkan kemungkinan akan terjadinya pemutusan
hubungan kerja.
Manulang (dalam Zulhartati, 2010) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja
dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
1. Termination : yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya
kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
2. Dismissal : yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan
kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika,
madat, melakukan tindakan kejahatan, merusak perlengkapan kerja miliki pabrik.
3. Redundancy : yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat
yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah
tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrenchment : yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalahmasalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan
tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Flippo (dalam Zulhartati, 2010) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks
pensiun menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Lay Off : keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benarbenar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus diputustugaskan karena
perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
2. Out placement : ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan
ingin mengurangi banyak tenaga kerja baik tenaga kerja professional, manajerial,
maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini
untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang
yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja serta orang-orang yang kurang
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang.
3. Discharge : kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak
nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini
dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan
perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis PHK ini
kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di
tempat atau perusahaan lain.
Resiliensi
Resiliensi secara psikologi dapat diartikan sebagai kemampuan merespon secara fleksibel
untuk mengubah kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit dari pengalaman
5

emosional yang negatif, Fredrickson & Barret (dalam Ayu, 2014). Menurut Reivich & Shatte
(dalam Ayu, 2014), resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan
menyesuaikan dengan kondisi yang sulit. Individu yang memiliki resiliensi mampu untuk
secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwaperistiwa kehidupan yang negatif serta mampu beradaptasi terhadap stress yang ekstrim dan
kesengsaraan. Reivich dan Shatte memandang resiliensi sebagai kapasitas individu untuk
merespon dengan cara-cara yang sehat dan produktif ketika individu menghadapi adversitas
atau trauma. Resiliensi bukan hanya kapasitas individu untuk mengatasi, memandu keluar,
dan bangkit kembali dari masalah atau trauma, tetapi resiliensi juga membantu individu
meningkatkan aspek-aspek positif dari kehidupan.
Al Siebert (dalam Rohmah, 2012) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk
bangkit kembali dari keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin
ada tekanan yang mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan
mudah untuk kembali ke keadaan normal. Mereka mampu mengelola emosi mereka secara
sehat. Mereka punya hak dan berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati
dan tertekan tetapi mereka tak membiarkan perasaan itu menetap dalam waktu yang lama.
Mereka cepat memutus perasaan yang tidak sehat, yang kemudian justru membantunya
tumbuh menjadi orang yang kuat.
Resiliensi merupakan hal penting ketika individu membuat keputusan yang berat dan sulit di
saat-saat kondisi terdesak. Resiliensi merupakan mindset yang mampu untuk meningkatkan
seseorang dalam mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang
meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap yang positif untuk
mengeksplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri ketika berhubungan dengan orang
lain serta lebih berani mengambil resiko atas tindakannya. Menurut Connor Davidson (dalam
Apriawal, 2012) resiliensi disebut sebagai keterampilan coping saat dihadapkan pada
tantangan hidup atau proses individu untuk tetap sehat (wellness) dan terus memperbaiki diri
(self repair).
Dari beberapa definisi resiliensi yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik sebuah garis merah
terkait definisi resiliensi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Definisi resiliensi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang individu dalam beradaptasi dan
bangkit dari kegagalan yang dialami dan bagaimana cara seorang individu mengatasi
keterpurukan lalu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian setiap
individu seharusnya memiliki resiliensi sebagai sebuah keahlian khusus yang ditanamkan
pada dirinya agar menjadi individu yang kuat dan bertahan dalam menghadapi problematika
kehidupan.
Proses Resiliensi
Resiliensi merupakan proses ketika seseorang menghadapi sebuah ancaman atau kondisi yang
menekan. Coulson (dalam Ayu, 2014) mengemukakan empat proses yang dapat terjadi ketika
seseorang mengalami situasi cukup menekan (significant adversity), yaitu succumbing,
survival, recovery, dan thriving.
1. Succumbing (Mengalah)
Merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi yang menurun dimana individu
mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau kondisi yang menekan.
Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan
6

yang terlalu berat bagi mereka. Penampakan (outcomes) dari individu yang berada pada
kondisi ini berpotensi mengalami depresi dan biasanya penggunaan narkoba sebagai
pelarian, dan pada tataran ekstrim dapat menyebabkan individu bunuh diri.
2. Survival (Bertahan)
Pada level ini individu tidak mampu meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan
emosi yang positif setelah saat menghadapi tekanan. Efek dari pengalaman yang menekan
membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar (recovery), dan berkurang
pada beberapa respek. Individu pada kondisi ini dapat mengalami perasaan, perilaku, dan
kognitif negatif berkepanjangan seperti, menarik diri, berkurangnya kepuasan kerja, dan
depresi.
3. Recovery (Pemulihan)
Merupakan kondisi ketika individu mampu pulih kembali (bounce back) pada fungsi
psikologis dan emosi secara wajar, dan dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan,
meskipun masih menyisakan efek dari perasaan yang negatif. Individu dapat kembali
beraktivitas dalam kehidupan sehari-harinya, menunjukkan diri mereka sebagai individu
yang resilien.
4. Thriving (Berkembang dengan Pesat)
Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya
setelah mengalami kondisi yang menekan. Karena proses pengalaman menghadapi dan
mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan kemampuan baru
yang membuat individu menjadi lebih baik. Hal ini termanifes pada perilaku, emosi, dan
kognitif seperti, sense of purpose of in life, kejelasan visi, lebih menghargai hidup, dan
keinginan akan melakukan interaksi atau hubungan sosial yang positif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte (dalam Dewanti & Suprapti, 2014), ada tujuh kemampuan yang
membentuk resiliensi yaitu (1). Emotion regulation , adalah kemampuan untuk tetap tenang
saat menghadapi kondisi yang menekan. (2). Impulse control, kemampuan individu untuk
mengendalikan keinginan, dorongan kesukaan, dan tekanan yang muncul dari dalam diri. (3).
Optimism, individu yang percaya bahwa sesuatu akan berubah menjadi lebih baik. (4). Causal
analysis, individu memiliki kemampuan mengidentifikasi secara akurat permasalahan yan
dihadapi. (5). Emphaty, kemampuan bagamana individu dapat membaca tanda-tanda dar
kondisi psikologi dan emosinal orang lain. (6). Self efficasy, mempresentasikan sebuah
keyakinan bahwa kita mampu untk menyelesaikan masalah dan menggunakan kemampuan
diri untuk sukses. (7). Reaching out, merupakan kemampuan individu dapat meraih aspek
positif dari kehidupan setelah kemalangan menimpa.
Aspek-aspek Resiliensi
Menurut Connor & Davidson (2003), mengatakan bahwa resiliensi akan terkait dengan halhal di bawah ini :
1.
2.

Kompetensi personal, yaitu standar yang tinggi dan keuletan. Ini memperlihatkan bahwa
seseorang merasa sebagai orang yang mampu mencapai tujuan dalam situasi kemunduran
atau kegagalan.
Percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat atau tegar
dalam menghadapi stress, ini berhubungan dengan ketenangan, cepat melakukan coping
terhadap stress, berpikir secara hati-hati dan tetap fokus sekalipun sedang dalam
menghadapi masalah.
7

3.
4.
5.

Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman dengan
orang lain. Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi atau mampu beradaptasi
jika menghadapi perubahan.
Kontrol atau pengendalian diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta atau
mendapatkan bantuan dari orang lain.
Pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib.

Locus Of Control
Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Julian Rotter pada 1996,
seorang ahli teori pembelajaran sosial. Menurut Rotter (dalam Dipayanti dan Chairani, 2012)
locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan atau
keberuntungan. Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa
apakah dia dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi pada dirinya. Larsen &
Buss (dalam Yohana & Ida, 2010) mendefinisikan locus of control sebagai suatu konsep yang
menunjuk pada keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan
antara perbuatan yang dilakukannya (action) dengan akibat/hasilnya (outcome). Locus of
control diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan
dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control adalah bagaimana seorang individu
mengartikan sebab dari suatu peristiwa.
Rotter membedakan orientasi locus of control menjadi dua yaitu locus of control internal dan
eksternal. Individu dengan locus of control internal cenderung menganggap bahwa
keterampilan (skill), kemampuan (ability), dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang
mereka peroleh dalam hidup mereka. Sedangkan individu yang memiliki locus of control
eksternal cenderung menganggap bahwa hidup mereka terutama ditentukan oleh kekuatan
dari luar mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan oang lain yang berkuasa. Apabila
individu yang meyakini bahwa dirinya bertanggung jawab terhadap berbagai peristiwa dalam
hidupnya, maka ia dikatakan memiliki locus of control internal. Sebaliknya, apabila individu
meyakini bahwa berbagai kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh keberuntungan nasib
atau kekuatan lain diluar dirinya, maka individu dikatakan memiliki locus of control
eksternal.
Karkteristik Locus Of Control
Perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal (dalam Ridwan, 2013),
adalah sebagai berikut : 1. Locus of control internal (a). suka bekerja keras. (b). memiliki
inisiatif yang tinggi. (c). selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. (d). selalu
mencoba untuk berfikir seefektif mungkin. (e). selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus
dilakukan jika ingin berhasil. 2. Locus of control eksternal (a). kurang memiliki inisiatif. (b)
mudah menyerah, kurang percaya bahwa faktor luar yang mengontrol. (c). kurang mencari
informasi. (d). mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan.
(e). lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Locus Of Control
Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control yaitu : (1). Faktor usia dan jenis kelamin,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa usaha mengontrol lingkungan eksternal dimulai dari
anak-anak usia 8-14 tahun. Studi terhadap 223 anak usia 14-15 tahun di Norway menemukan
8

skor locus of control internal yang lebih tinggi pada anak perempuan, hal ini menunjukkan
bahawa individu menjadi semakin berorientasi internal ketika bertambah dewasa. (2). Faktor
keluarga, menurut Hamedoglu, Kantor & Gulay (2012) lingkungan keluarga merupakan
tempat seorang individu tumbuh dapat memberikan pengaruh terhadapa locus of control yang
dimilikinya. Orangtua mendidik anak, pada kenyataannya mewakili nilai-nilai dan sikap atas
kelas sosial mereka. (3). Faktor sosial, individu dengan kelas sosial rendah dan kelompok
minoritas menunjukkan locus of control eksternal. Semakin rendah tingkat sosial individu,
maka semakin eksternal locus of control seseorang (Schultz, 2005).
Aspek Locus Of Control
Rotter (dalam Safitri, 2013) membagi locus of control menjadi 2 kategori yaitu internal dan
eksternal. Kedua aspek locus of control tersebut tidak bersifat statis tapi dapat berubah,
individu yang berorientasi internal dapat berubah menjadi berorientasi eksternal, begitu pula
sebaliknya (Arifin dan Rahayu, 2007). Setiap orang dapat sekaligus memiliki faktor internal
dan eksternal, sehingga yang membedakan hanya pada tingkat perbandingannya saja. Hal
tersebut disebabkan oleh situasi dan kondisi yang menyertainya, yaitu di tempat individu
tinggal dan sering melakukan aktivitasnya.
Individu dengan locus of control internal percaya bahwa kesuksesan dan kegagalan yang
dialami disebabkan oleh tindakan dan kemampuannya sendiri. Individu dengan locus of
control eksternal melihat keberhasilan pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan dari luar
dirinya. Levenson (dalam Stewart, 2012) mencoba mengembangkan menjadi 2 kategori yaitu
internal (I), individu percaya bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya dapat dikontrol
sendiri. Eksternal powerfull other (P), percaya bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup
karena kuasa orang lain. Eksternal chance (C), percaya bahwa keberuntungan dan nasib
berperan dalam hidup.
Locus Of Control dan Resiliensi
Mengacu pada kajian secara teoritis sebelumnya, dapat dilihat keterkaitan antara kedua
variabel penelitian. Individu yang mampu melewati musibah, ditimpa kemalangan,
keterpurukan atau kegagalan bukanlah suatu kebetulan atau keberuntungan. Kemampuan
individu dalam melanjutkan hidup ketika ditimpa kemalangan atau kegagalan disebut dengan
istilah resiliensi.
Resiliensi merupakan proses ketika seseorang menghadapi sebuah ancaman atau kondisi yang
menekan. Untuk membentuk individu yang resilien harus melewati proses resiliensi yang
dikemukakan oleh Coulson (dalam Ayu, 2014) empat proses resiliensi yang terjadi ketika
seseorang mengalami situasi yang cukup menekan (significant adversity), yaitu succumbing,
adalah keadaan dimana seseorang mendapati kondisi yang menurun akibat situasi yang
menekan dirinya. Survival, adalah keadaan dimana individu tidak mampu meraih atau
mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif setelah mengahadapi tekanan.
Recovery, merupakan kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis
dan emosi secara wajar dan dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan meskipun
masih menyisakan efek dari perasaan yang negatif. Dan yang terakhir adalah thriving, pada
level ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya karna proses
pengalaman menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup
mendatangkan kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik. Resiliensi terdiri
dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari (1). Kompetensi sosial
9

(keterampilan sosial, empati), (2) Otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of control), (3).
Keterampilan memecahkan masalah (keterampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan
kreatif), dan (4). Sense of purpose (optimism, motivasi untuk berprestasi, minat terhadap
kegiatan tertentu, keyakinan) McCarthy (dalam Refilia & Hendriani, 2014). Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari keluarga, teman dan lingkungan. Faktor intenal dan eksternal ini sering
disebut sebagai faktor protektif. Faktor protektif berfungsi sebagai pelindung individu dari
pengaruh negatif atas faktor-faktor resiko di dalam hidupnya. Salah satu faktor protektif
internal resiliensi yang berperan dalam pembentukan resiliensi adalah locus of control.
Locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan
atau keberuntungan. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal.
Menurut Rotter (dalam Riyadiningsih, 2015) locus of control internal artinya bahwa individu
memiliki keyakinan bahwa dia mampu mengatasi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
hidupanya sedangkan locus of control eksternal adalah ketika individu memiliki keyakinan
bahwa lingkunganlah yang mengontrol setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.
Individu yang memiliki locus of control internal memiliki karakteristik suka bekerja keras,
memiliki inisiatif tinggi, selalu berusaha menemukan pemecahan masalah, berfikir seefektif
mungkin, memiliki persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Sedangkan
individu yang memiliki locus of control eksternal memiliki karakteristik kurang inisiatif,
mudah menyerah, kurang mencari informasi, mudah pesimis, lebih mudah dipengaruhi dan
tergantung pada petunjuk orang lain. Dengan mengkategorikan seseorang pada locus of
control internal dan eksternal berdasarkan karakteristik tersebut, maka akan diketahui apakah
individu memiliki resiliensi yang tinggi atau rendah yang dapat dilihat pada faktor-faktor
yang mempengaruhi resiliensi yang terdiri dari (1). Mampu untuk tetap tenang saat
menghadapi kondisi yang menekan, (2). Mampu untuk mengendalikan keinginan, dorongan
kesukaan dan tekanan, (3). Percaya bahwa sesuatu akan akan berubah menjadi lebih baik, (4).
Mampu mengidentifikasi secara akurat permasalahan yang dihadapi, (5). Mampu membaca
tanda-tanda kondisi psikologi dan emosional orang lain, (6). Yakin mampu menyelesaikan
dan menggunakan kemampuan diri untuk sukses dan (7). Mampu meraih aspek positif dari
kehidupan setelah ditimpa kemalangan.
Para karyawan atau pekerja yang mengalami PHK akan merasakan akibat dari PHK itu
sendiri yang sebagian besar akan mengalami stress karena penghasilan terhenti, terjadi
penurunan kekuatan fisik, adanya perasaan kesepian, dan berhenti dari berbagai kegiatan yang
menyenangkan, Looker & Gregson (2005). Individu yang mengalami PHK memiliki locus of
control sebagai hasil dari sutu tindakan dalam menanggapi atau menyelesaikan pemasalahan
hidup yang dipengaruhi oleh faktor internal (skill) dan eksternal (keberuntungan). Locus of
control internal dan eksternal memiliki dampak pada pekerja yang mengalami PHK. Pekerja
yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan memiliki locus of control internal akan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan resiliensi sebagai kemampuan untuk segera
kembali beradaptasi terhadap situasi yang menekannya. Sebaliknya, pekerja yang mengalami
pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memiliki locus of control eksternal akan lebih pasrah
dan memiliki daya ketangguhan yang lemah.
Hipotesa
Terdapat hubungan antara locus of control dengan resiliensi pada pekerja yang mengalami
pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika individu memiliki locus of control internal maka
resiliensinya tinggi. Jika individu memiliki locus of control eksternal maka resiliensinya
rendah.
10

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dimana pendekatan penelitian
ini dilakukan dengan berlandaskan pada filsafat positivism, disebut pendekatan kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono,
2014). Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaitu metode korelasional, penelitian
korelasional bermaksud untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, dengan
demikian dalam rancangan penelitian korelasional peneliti harus melibatkan paling tidak dua
variabel (Laily, 2013). Selain itu penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana
variasi pada satu variabel yang berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih pada variabel
lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan study korelasional, peneliti dapat memperoleh
informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada atau tidaknya efek
variabel satu terhadap variabel yang lain (Azwar, 2013).
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja
(PHK) dalam satu tahun terakhir yakni 2015 baik laki-laki maupun perempuan di Kota
Malang, yang berusia minimal 15 tahun untuk diperbolehkan bekerja sesuai dengan pasal 2
ayat 3 pada Organisasi Perburuhan Internasional (2007). Adapun teknik yang digunakan
dalam pengambilan sampel ialah nonprobability sampling yaitu sampling purposive.
Sampling purposive merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu oleh
peneliti sendiri (Sugiyono, 2014). Sampel yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 297
sampel dengan berdasarkan penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf
kesalahan 5% Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2014). Sedangkan untuk metode
pengumpulan data sendiri menggunakan angket atau kuesioner. Dengan demikian maka akan
mempermudah peneliti menentukan berapa sampel yang akan digunakan untuk memperoleh
data dalam penelitian.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini mengkaji satu variabel independen yaitu locus of control dan satu variabel
dependen yaitu resiliensi. Adapun variabel independen (X) yaitu locus of control merupakan
hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan atau keberuntungan. Locus of
control dibagi menjadi 2 kategori yaitu internal dan eksternal. Locus of control internal,
merupakan keyakinan seorang individu untuk bertanggungjawab atas segala peristiwa dalam
hidupnya. Sementara locus of control eksternal merupakan keyakinan seorang individu dalam
meyakini bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya adalah atas dasar kebetulan, keberuntungan
nasib atau takdir. Locus of control dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala
IPC yang dikembangkan oleh Levenson, 1974 (dalam Stewart, 2012) yang diadaptasi oleh
peneliti. Skala locus of control terdiri dari dua aspek yaitu internal (I) dan eksternal powerfull
other (P), eksternal chance (C). Pada skala ini terdapat 24 item dimana terdapat empat pilihan
jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Adapun scoring dalam skala ini diberikan nilai (3) untuk pernyataan sangat setuju, (2) untuk
pernyataan setuju, (-2) untuk pernyataan tidak setuju dan (-3) untuk pernyataan sangat tidak
setuju. Untuk mengetahui kategori locus of control internal atau eksternal, nilai pada tiap
aspek dijumlahkan lalu ditambahkan 24 point. Selanjutnya kita dapat melihat dari ketiga
aspek locus of control yaitu aspek apakah yang mendapatkan skor tertinggi maka dapat
11

diketahui masuk pada kategori locus of control internal atau eksternal. Skala yang digunakan
pada locus of control adalah skala likert. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial.
Sedangkan variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah resiliensi. Resiliensi merupakan
kemampuan seorang individu dalam beradaptasi dan bangkit dari kegagalan yang dialami dan
bagaimana cara seorang individu mengatasi keterpurukan lalu menjadi pribadi yang lebih baik
dari sebelumnya. Resiliensi dalam penelitian ini diukur dengan skala resiliensi yang disusun
sendiri oleh peneliti. Skala resiliensi disusun berdasarkan lima aspek yang dijelaskan oleh
Connor dan Davidson (dalam Rinaldi, 2010) yaitu kompetensi pribadi, kepercayaan seseorang
pada insting, penerimaan diri yang positif dan hubungan dengan orang, pengendalian diri,
kepercayaan seseorang pada Tuhan dan takdir. Pada skala ini terdapat 30 item dan disusun
dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai
(TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Skala yang digunakan pada resiliensi adalah