Analisis Pengaruh Krisis Finansial Dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa

(1)

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN

HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

CABANG TANJUNG MORAWA

TESIS

Oleh

ROSDIANA HARAHAP

087019042/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN

HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

CABANG TANJUNG MORAWA

TESIS

Oleh

ROSDIANA HARAHAP

087019042/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA

Nama Mahasiswa : Rosdiana Harahap Nomor Pokok : 087019042

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Drs. Syahyunan, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 24 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, M.S Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si

2. Prof. Dr. Paham Ginting, M.S 3. Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi 4. Dra. Nisral Irawati, MBA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2010

Yang membuat pernyataan:


(6)

ABSTRAK

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.


(7)

ABSTRACT

Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.

This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).

The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalammu ‘alaikum Wr. Wb

Segala puji hanya kepada Alah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, mengucapkan syukur kehadirat-Mu atas segala rahmad dan hidayah-Nya yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Dan dari sebagian rahmad dan hidayah-Mu pula tesis ini dapat rampung seluruhnya.

Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Pengaruh Krisis Finansial dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat, dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM) Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE., MS., selaku Ketua Program Studi Megister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, MSi, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.


(9)

5. Bapak Prof.Dr. Paham Ginting, MS, Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi, dan Ibu Dra. Nisral Irawati, MBA, selaku komisi dosen pembanding yang banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Edy Syahrial, SE, selaku Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa yang sangat membantu dalam memberikan data dan informasi dalam proses penelitian tesis ini.

8. Rekan-rekan kerja PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa yang sangat membantu dalam proses penelitian tesis ini.

9. Suami tersayang, M. Arifin Siregar, SH dan anakku tercinta Akmal Rizqullah Siregar dan Rihadatul Aisy Arifah Siregar, yang telah sabar dan memberikan do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

10. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan XIV sekelas yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis yakin Allah SWT akan membalas seluruh amal dan melimpahkan rahmad-Nya kepada kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan kepada penulis khususnya.

Amin ya rabbal’alamin Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2010 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Rosdiana Harahap lahir di Jakarta pada tanggal 03 Nopember 1964, anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Ayahanda H.M. Agus Harahap (Alm) dan Ibunda Hj. Delima Sari Siregar (Alm). Menikah pada tahun 1991 dengan M. Arifin Siregar, SH dan dikarunai dua orang anak bernama Akmal Rizqullah Siregar dan Rihadatul Aisy Arifah Siregar.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar tahun 1971 di Sekolah Dasar (SD) YAPENKA I di Jakarta, tamat tahun dan lulus tahun 1976. Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 68 Jakarta, tamat dan lulus tahun 1980. Selanjutnya menempuh pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Jakarta, tamat dan lulus tahun 1983. Kemudian melanjutkan ke pendidikan Akademi Akuntansi tahun tahun 1983 pada Yayasan Akuntansi Indonesia (YAI) di Jakarta tamat dan lulus pada tahun 1987. Tahun 2002 melanjutkan studi Strata Satu (S-1) di Perguruan Swadaya Medan tamat dan lulus tahun 2005. Tahun 2008 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada tahun 1987 hingga saat ini bekerja sebagai Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di PT. Jamsostek (Persero), Tbk dan ditempatkan sebagai Verifikator Jaminan di Kantor Cabang Tanjung Morawa.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 6

I.3. Tujuan Penelitian ... 6

I.4. Manfaat Penelitian ... 6

I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori ... 7

I.6. Hipotesis ... 8

BAB II. URAIAN TEORITIS ... 9

II.1. Teori Tentang Krisis Finansial ... 9

II.1.1. Pengertian Krisis Finansial... 9

II.1.2. Dampak Krisis Finansial ... 15

II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja ... 20

II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 20

II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 22

II.2.3. Peran Inside Stakeholder... 28

II.3. Teori Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja... 36


(12)

II.3.2. Unsur-unsur Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 39

II.3.3. Bentuk-bentuk Jaminan ... 40

II.4. Rencana Investasi ... 42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 45

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

III.2. Metode Penelitian... 45

III.3. Populasi dan Sampel ... 46

III.3.1. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 46

III.3.2. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 47

III.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

III.5. Jenis dan Sumber Data ... 48

III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 48

III.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis Pertama... 48

III.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama... 49

III.6.3. Identifikasi Variabel Hipotesis Kedua ... 50

III.6.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 50

III.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51

III.8. Model Analisis Data... 55

III.8.1. Model Analisis Data Hipotesis Pertama ... 55

III.8.2. Model Analisis Data Hipotesis Kedua ... 57

III.9. Pengujian Asumsi Klasik ... 58

III.9.1. Uji Normalitas... 58

III.9.2. Uji Multikolinieritas... 59

III.9.3. Uji Heteroskedastisitas... 59

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

IV.1. Hasil Penelitian ... 61

IV.1.1. Gambaran Umum PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 61


(13)

IV.1.3. Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang

Tanjung Morawa ... 65

IV.1.4. Karakteristik Responden ... 70

IV.1.5. Penjelasan Responden... 75

IV.2. Uji Asumsi Klasik... 85

IV.2.1. Uji Normalitas... 85

IV.2.2. Uji Multikolinieritas ... 87

IV.2.3. Uji Heteroskedaskesitas ... 88

IV.3. Pembahasan... 90

IV.3.1. Hipotesis Pertama ... 90

IV.3.2. Hipotesis Kedua ... 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

V.1. Kesimpulan... 99

V.2. Saran... 100


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

III.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 50

III.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua... 51

III.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Pertama ... 53

III.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Kedua ... 54

IV.1. Jumlah Kepesertaan Perusahaan di PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa Tahun 2005 – 2009... 64

IV.2. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Jenis Kelamin... 71

IV.3. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Umur ... 71

IV.4. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 72

IV.5. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Masa Kerja... 72

IV.6. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

IV.7. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Umur ... 73

IV.8. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 74

IV.9. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Masa Kerja ... 74

IV.10. Penjelasan Responden Atas Variabel Krisis Finansial ... 75


(15)

IV.12. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 80

IV.13. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 82

IV.14. Penjelasan Responden Atas Variabel Rencana Investasi ... 84

IV.15. Uji Multikolinieritas Hipotesis Pertama ... 88

IV.16. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Pertama ... 89

IV.17. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Kedua... 90

IV.18. Uji Determinasi Hipotesis Pertama ... 90

IV.19. Hasil Uji F Hipotesis Pertama ... 91

IV.20. Hasil Uji t Hipotesis Pertama ... 92

IV.21. Uji Determinasi Hipotesis Kedua ... 96


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

IV.1. Struktur Organisasi PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 66

IV.2. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama... 86

IV.3. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua ... 87

IV.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama... 88


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hipótesis 1 ……….. 105

2. Hipótesis 2 ……….. 110


(18)

ABSTRAK

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.


(19)

ABSTRACT

Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.

This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).

The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun gelembung subprime.

Krisis finansial global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia Pasik, merasakan dampak akibat krisis finansial global tersebut. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan, yaitu adanya investasi langsung, investasi tidak


(21)

langsung, dan perdagangan. Saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi rentan untuk tumbuh lebih tinggi. Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan yang memadai dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perusahaan adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri. Prediksi Bank Indonesia mengenai pertumbuhan ekonomi jangka menengah tampaknya akan terhambat akibat krisis finansial global yang terjadi.

Meskipun secara umum kinerja perekonomian telah membaik, namun sesungguhnya perekonomian domestik masih dibayangi oleh sejumlah masalah struktural yang berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Perbaikan struktural memang telah dilakukan, namun dalam skala dan kecepatan yang belum memadai untuk mengejar ketinggalan yang ada. Sebagai akibatnya tingkat pertumbuhan kapital belum signifikan dan produktivitas tenaga kerja cenderung menurun. Kondisi buruknya struktural ekonomi di Indonesia menjadi salah satu penyebab kurang menariknya Indonesia di mata asing sehingga aliran

Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk masih sedikit. Meskipun sejak tahun 2002 FDI Indonesia terus meningkat, namun apabila dibandingkan dengan Negara-negara di ASEAN posisi Indonesia relatif tertinggal (INDEF, 2008).


(22)

Dari sisi produksi, kontribusi sektor-sektor yang memiliki pangsa besar terhadap pertumbuhan PDB Indonesia cenderung terus mengalami penurunan. Pertumbuhan kedua sektor terbesar yaitu pertanian dan industri pengolahan dalam periode 2001-2007 mengalami penurunan. Dengan pangsa yang semakin mengecil serta pertumbuhan yang cenderung stagnan, kontribusi sektor pertanian dan industri pengolahan pada pertumbuhan PDB semakin menurun. Lemahnya kinerja sektor industri pengolahan, khususnya industri pengolahan nonmigas, tidak dapat dilepaskan dari kondisi permintaan domestik yang terus mengalami tekanan. Dengan karakteristik sektor industri dimana orientasi dari industri-industri yang berskala besar lebih tertuju ke pasar domestik, maka lemahnya permintaan masyarakat jelas akan mempengaruhi kinerja sektor industri secara keseluruhan.

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk di negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi terus merosot sampai titik negatif. International Labour Organization (ILO) memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Hal ini disebabkan karena permintaan dari negara-negara maju yang menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian terhadap produk-produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk-produk perkebunan.

Sehubungan dengan hal ini tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan upah minimum kabupaten dan kota semakin besar ditambah lagi penolakan SK Bersama Empat Menteri. Hal ini menyebabkan permasalahan yang dihadapi dunia


(23)

bisnis itu, menjadi semakin bertambah dan rumit. Akibat logisnya adalah pabrik perlu menurunkan kapasitas produksinya; ada yang sampai sekitar 40%. Konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak populer sekaligus “menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan sebagian karyawannya.

Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja berbondong-bondong mendatangi kantor Jamsostek (Persero) untuk mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan. Program Jamsostek menjadi signifikan bagi pekerja dan pengusaha dalam mendapatkan jaminan sosial, terutama ketika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun risiko-risiko akibat pemutusan hubungan kerja.

PT Jamsostek (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk menangani masalah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, harus mengeluarkan dana ekstra untuk membayar klaim jaminan hari tua kepada para peserta Jamsostek yang telah bekerja minimal 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan. Pembayaran klaim JHT oleh PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sejak tahun 2005 sampai denagn 2009 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 57,37%. Kondisi ini disebabkan meningkatnya PHK pada tahun 2008 yang disebabkan melemahnya kinerja sektor riil, khususnya sektor industri sebagai dampak krisis finansial.


(24)

Tabel I.1. Pembayaran Jaminan Hari Tua pada PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa, Tahun 2005 – 2009

Tahun Pembayaran JHT (Rp)

Naik/Turun (%)

Tenaga Kerja (orang)

Naik/Turun (%)

2005 13.754.512.150,37 5.113

2006 15.551.053.597,79 13,06 5.543 8,41

2007 20.338.388.295,26 30,78 5.530 -0,23

2008 32.007.140.621,94 57,37 7.066 27,77

2009 43.259.635.398,59 35,16 11.500 62,75

Sumber: PT. Jamsostek, 2009 (Data Diolah)

Alokasi dana pertanggungan ditingkatkan karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari data yang diperoleh pada PT.Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa pembayaran JHT pada tahun 2005 sebanyak 5.113 tenaga kerja. Pada tahun 2006 tenaga kerja yang mengambil JHT sebanyak 5.543 orang, sedangkan tahun 2007 terjadi penurunan yaitu sebanyak 5.530 tenaga kerja.Tetapi terjadi peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebanyak 7.066 tenaga kerja, dan pada tahun 2009 melonjak menjadi 11.500 tenaga kerja. Peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2009 merupakan dampak krisis finansial global yang makin dirasakan dunia usaha. Sejumlah perusahaan manufaktur seperti sektor otomotif, manufaktur, dan jasa, mulai mengurangi produksi akibat turunnya permintaan sehingga mengakibatkan PHK yang diperkirakan mencapai puncak pada tahun 2010 ini. Peningkatan klaim jaminan hari tua tersebut juga akan mempengaruhi rencana investasi PT. Jamsostek (Persero)


(25)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa? 2. Sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi

PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai masukan bagi manajemen PT. Jamsostek (Persero) dan menjadi bahan

pertimbangan dalam upaya meningkatkan pelayanan jaminan hari tua.

2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(26)

3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang ilmu manajemen, khususnya dalam Manajemen Keuangan dan Manajemen Sumber Daya Manusia.

4. Sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk melakukan penelitian yang sama pada masa mendatang.

I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori

Krisis keuangan global yang berawal dari keterpurukan sektor perbankan di Amerika Serikat, kekurangan modal, dan (melihat banyaknya lembaga keuangan yang bangkrut) enggan meminjamkan dolarnya, termasuk ke bank-bank internasional di Eropa dan Asia. Akibatnya, lembaga keuangan kekurangan dolar untuk memberi pinjaman ke para pengusaha dunia, yang membutuhkan dolar untuk investasinya (untuk impor mesin, bahan baku, dan sebagainya), termasuk di Indonesia.

Menurut Mankiw (2003) bahwa sepanjang sejarah, masalah-masalah dalam sistem keuangan sering terjadi bersamaan dengan kemerosotan dalam aktivitas ekonomi. Krisis yang terjadi di Amerika serikat Serikat berakar pada besarnya jumlah kredit yang dikucurkan ke perumahan. Sejarah mengajarkan pelajaran penting, bahwa krisis perbankan yang besar akhirnya diselesaikan dengan menggunakan sejumlah besar uang publik, dan kemudian tindakan pemerintah yang tegas, baik itu untuk merekapitalisasi bank atau mengambil alih kredit yang bermasalah, dapat meminimalkan biaya kepada pembayar pajak dan dampak krisis tersebut ke perekonomian (IMF, 2008).


(27)

Krisis finansial global tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat khususnya tenaga kerja. Hal ini terjadi karena karena pembiayaan kegiatan investasi di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut, penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun-yang akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Dampak terhadap para pekerja adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sesuai dengan haknya, pekerja yang di PHK yang telah memenuhi syarat agar mengajukan klaim jaminan hari tua kepada PT. Jamsostek sebagai pihak penjamin. Hal ini berarti dengan terjadinya krisis finansial yang berakibat terhadap meningkatnya PHK, maka klaim jaminan hari tua juga akan semakin meningkat. Uraian tersebut menunjukkan bahwa krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja mempunyai pengaruh terhadap klaim jaminan hari tua, selanjutnya tingkat klaim jaminan hari tua tersebut akan mempengaruhi rencana investasi PT. Jamsostek.

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja berpengaruh terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

2. Tingkat klaim jaminan hari tua berpengaruh terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.


(28)

BAB II URAIAN TEORETIS

II.1. Teori Tentang Krisis Finansial II.1.1. Pengertian Krisis Finansial

Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilainya. Pada abad ke-19 dan ke-20, banyak krisis finansial berhubungan dengan dan (Laeven and Valencia, 2008). Situasi lain yang sering disebut sebagai krisis finansial adalah (Kindleberger, 2005).

Pelemahan makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) saat ini telah bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Hal ini terlepas dari telah disetujuinya paket penyelamatan sebesar 700 miliar dolar AS oleh Kongres AS. Gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan (subprime mortage) dan diikuti oleh bangkrutnya banyak raksasa keuangan kini telah menjalar ke seluruh urat nadi perekonomian negara tersebut (Institute for Development of Economics and Finance/INDEF, 2008).

Federal Reserve ketika menyelamatkan firma investasi Bear Stearns di bulan Maret 2008, tampaknya telah memberikan jaminan pemerintah terhadap investasi di seluruh sektor keuangan, bukan kepada bank (Smick, 2009). Friedman (2005) telah memperingatkan para pembuat kebijakan di AS tentang perlunya kredit pajak, memperbaiki gaji guru, dan pendekatan baru untuk menciptakan, menarik, dan


(29)

mempertahankan para pembuat nilai yang baru (para ahli teknis). Namun menjaga arus modal bebas pada perekonomian global mungkin membutuhkan tim yang lebih canggih yang terdiri atas pakar-pakar bedah finansial. Hal ini disebabkan dunia sekarang ini kekurangan doktrin finansial, atau bahkan suatu set pemahaman informal, untuk bisa mendapatkan ketertiban dalam krisis finansial.

Mishkin (2006), dengan terang-terangan memberi peringatan tentang kemungkinan munculnya great reserval (kondisi dimana keadaan berbalik) lain. Keruntuhan yang muncul di awal abad ke-21, sebagiannya dikarenakan berbagai tekanan untuk mengakomodasi berbagai kekuatan yang bermunculan di tatanan ekonomi dan politik global. Menurut Mishkin kebangkitan China dan India sekarang ini akan menciptakan tekanan yang sebanding terhadap tatanan ekonomi internasional yang liberal.

Menurut Haryanto (2009), secara garis besar model krisis dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1) First Generation Model

First Generation Model (FGM) sering disebut sebagai exogeneous policy model (Krugman dan Flood & Garber dalam Haryanto, 2009). Model krisis ini lebih menitikberatkan kepada ketidakkonsistenan kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar. Oleh beberapa pengamat penyebab utama terjadinya krisis model ini adalah serangan para spekulator terhadap nilai tukar suatu negara yang memaksa negara tersebut mengubah nilai tukar mata uangnya. Ada beberapa hal yang menjadi dasar analisis dari model ini antara lain; single tradable goods, full


(30)

emplyoment, small open economy, exogeneous output, PPP, agen ekonomi diasumsikan dalam kondisi perfect foresight serta memegang 3 jenis aset baik

domestic money, domestic bond serta foreign bond. Asusmi lainnya adalah tidak ada bank komersial sehingga money stock (Ms) adalah monetery base, nilai tukar fixed, domestik credit meningkat dengan laju yang tetap untuk membiayai defisit pemerintah.

Proses terjadinya FGM dapat dijelaskan pada gambar tersebut di atas. Spekulator dan investor tidak akan menunggu hingga nilai r =0. Bila jumlah R sudah menurun mendekati Rmin, mereka akan menukarkan domestic asset ke

domestic currency dan kemudian domestic currency ke foreign currency. Kondisi inilah yang akan mempercepat runtuhnya nilai tukar mata uang domestik yang menganut fixed exchange rate. Spekulator akan memperhitungkan berapa lama cadangan devisa akan menipis dan kapan akan menyerang, karena kalau tidak mereka akan rugi. Pada Rmin inilah akan terjadi natural collapse dan mereka akan menderita rugi. Pada natural collapse, depresiasi mata uang domestik yang semula nol akan meningkat ke suatu bilangan positif, dan tingkat bunga, i, akan meningkat, sehingga Md menurun. Agar keseimbangan pasar uang tetap terjadi, real Ms harus turun. Hal ini terjadi dengan ke tingkat harga domestik, p, sejalan dengan terjadinya devaluasi. Persepsi pasar terhadap cepatnya penurunan cadangan devisa menyebabkan kekhawatiran domestic currency attack.

Secara empiris First Generation Model (FGM) ditandai oleh membengkaknya defisit APBN suatu negara, pertumbuhan Ms yang berlebihan, cadangan devisa


(31)

yang semakin terkuras, tingkat inflasi yang tinggi serta over valued dari nilai tukar mata uang domestik. Secara empiris FGM ini dapat menjelaskan fenomena krisis yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin athun 1970 dan 1980-an. 2) Second Generation Model dan

Second Generation Model (SGM) sering disebut oleh banyak pengamat sebagai endogeneous policy model atau self fullfiling process. Munculnya SGM merupakan jawaban terhadap fenomena krisis yang terjadi di Eropa dengan

European Exchange Rate Mechanism (ERM) pada tahun 1992. Ketika itu antar negara-negara Eropa dalam kerangka EU berlaku fixed exchange rate system atau tepatnya crawling peg system. Setiap mata uang mempunyai nilai tengah dan dimungkinkan untuk bergerak, katakan 2,5%, ke atas/bawah nilai tengahnya.

Adapun asumsi dasar pelaksanaan SGM antara lain ; para anggota ERM ingin mempertahankan nilai tukar yang ada karena memberi manfaat, seperti laju inflasi yang rendah dan stabil, para anggota ERM melihat manfaat devaluasi, yaitu untuk mendorong produks dalam negeri, keuntungan melakukan devaluasi semakin tinggi jika semakin banyak investor yang berpikir bahwa mata uang yang bersangkutan harus didevaluasi.

3) Third Generation Model.

Third Generation Model (TGM) atau sering disebut oleh beberapa pengamat sebagai Asian Crisis. Krisis di Asia memunculkan berbagai model krisis baru, walaupun beberapa menganggap bahwa bahwa krisis di Asia masih dapat dijelakan oleh FGM dan SGM. Krisis diawali di Thailand, kemudian


(32)

menjalar ke Indonesia, Malaysia, Korsel, dan Filipina. Third Generation Model

(TGM) menekankan pada peran moral hazard dan balance sheet effects. Moral hazard merupakan akibat dari implicit government guarantee yang siap mem bail-out perusahaan swasta dan bank yang dalam masalah dan menjamin investor’s future revenue. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya excessive borrowing

dan lending.

Defisit pemerintah tidak terlalu tinggi sebelum krisis, tetapi penolakan kreditur luar negeri untuk melakukan refinance hutang, memaksa pemerintah untuk membantu dan menjamin outstanding hutang luar negeri. Untuk membiayai prospective deficits dalam suatu kondisi ekonomi yang memburuk, pemerintah harus melakukan seignorage.

Ekspektasi terhadap inflasi ke depan memicu speculative attack terhadap mata uang domestik yang secara umum di-fixed. Krisis di Asia berkaitan dengan modal jangka pendek atau hot money yang sangat isolatile. Awal tahun 1990an banyak negara Asia yang meliberalisasi capital account, mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kondisi fundamental yang kelihatannya

sound. Liberalisasi capital account menyebabkan capital inflows besar. Umumnya dana jangka pendek yang banyak digunakan untuk membangun sektor property dan masuk ke saham. Sebagai gambaran tahun 1995, surplus capital account dari 5 negara ASEAN terbesar sekitar US$55 milyar. Sedangkan tahun 1998, deficit capital account sekitar US$59 milyar. Aliran modal masuk dari luar negeri berhenti dan berubah menjadi massive capital outflow. Implikasi yang


(33)

dihasilkan adalah mata uang di beberapa negara Asia melemah. IDR: > 80%, Baht: 50%, Won: 55%. Untuk mengurangi capital outflow, tingkat bunga dinaikkan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan dalam neraca bank-bank, NPL naik. Akibatnya likuiditas perbankan menipis; kepercayaan masyarakat terhadap bank turun, depositor domestik menariarik dananya serta pembukaan L/C tidak dipercaya.

Krisis finansial global tahun 2008 oleh banyak ekonom disebabkan oleh praktek shadow banking system yang menimpa beberapa institusi keuangan di Amerika yang kemudian menimpa beberapa institusi keuangan lainnya antara lain Bear Stearns, Lehman Bro, Fannie Mae and Freddy Mac dan AIG. Krisis juga disebabkan oleh praktekpraktek ekonomi Ponzy yang sebetulnya mirip dengan beberapa kasus penipuan investasi atas komoditi di Indonesia (PT. Qisar dll) selain kejatuhan subprime mortgage loan market di Amerika.

Atas terjadinya krisis kali ini jika kita kaitkan kembali dengan teori krisis yang sudah ada sebelumnya nampaknya krisis finansial yang terjadi mirip dengan tanda-tanda terjadinya FGM meskipun tidak sepenuhnya tepat 100%. Namun jika kita kaitkan kembali dengan ciri-ciri terjadinya krisis generasi ketiga juga ada beberapa kemiripan. Dari kesulitan tersebut penulis mengambil sedikit kesimpulan bahwasanya krisis ekonomi yang terjadi sekarang merupakan suatu bentuk pembaharuan terhadap teori krisis yang sudah ada sebelumnya sehingga menimbulkan teori krisis baru yaitu


(34)

negara atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan transaksi keuangan di pasar modal beserta produk derivatif-nya.

II.1.2. Dampak Krisis Finansial

Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Menurut Bloomberg dalam Kuncoro (2008), hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991.

Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara masing-masing.

Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan. Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh


(35)

sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6 persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF, 2008)

Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987 (Bappenas, 2004).

Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37 persen (Aksa, 2008).

Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak


(36)

barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika Serikat.

Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Hal itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia (IMF, 2008).

Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat. Krisis keuangan di AS mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Penger ingan likuiditas akan memaksa para investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut (Bappenas, 2008).

Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan mengancam perdagangan beberapa produk ekspor Indonesia di pasar AS, Jepang, dan


(37)

kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut, sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging market lainnya.

Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Januari - 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina (16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia (Bappenas, 2008).

Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi- institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers (Imansyah, 2008).

Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain (Imansyah, 2008):

a) Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan


(38)

melemahnya pertumbuhan sumber dana.

b) Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada.

c) Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas aset-aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu.

d) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkruta berbagai institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada

cash flow sustainability perusahaan perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana).

e) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan desit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang. f) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan

capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global.

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar negeri hanya 10 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Pasar ekspor utama Indonesia adalah Jepang dan


(39)

Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan sektor riil (Bappenas, 2008).

II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.

Menurut Pasal 1 butir 25 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Djumialdji (1992) menyatakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu:


(40)

(1) Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.

(2) Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik. (3) Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan

pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti: penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

(4) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah-masalah pemasaran, sehingga perusahan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

Konsep teori PHK berhubungan dengan teori harapan dan teori Z. Berdasarkan teori pengharapan, karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan, 2005). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan


(41)

gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.

Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu: harapan (expentancy), nilai (Valence), dan pertautan (Inatrumentality). Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.

Dalam kasus PHK, dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.

Berbeda dengan teori Z yang lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan.


(42)

Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Teori Z yang dicetuskan/diciptakan oleh William Ouchi. Teori ini sudah banyak diimplementasikan/dijalankan pada banyak perusahaan di Amerika Serikat dan Jepang (Sihotang, 2006).

Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori Z menurut William Ouchi dalam Sihotang (2006):

1. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual.

2. Karyaban bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.

3. Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis, maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk.

4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.

5. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan

II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Berdasarkan kondisi, PHK dapat dibedakan menjadi PHK pada kondisi normal, dan PHK pada kondisi tidak normal (Rosyid, 2005).


(43)

a) PHK Pada Kondisi Normal

Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya.

Bilamana seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Bilamana seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini.

Apapun yang dirasakannya, orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun yang pasti datang ini, sejalan dengan bertambahnya umur dan kemunduran fisik yang dialami oleh setiap orang. Noesyirwan dalam


(44)

Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang.

Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan yang biasanya cukup drastis. Lebih lanjut Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) menyatakan bahwa individu yang menghadapi pensiun dituntut untuk melakukan penyesuaian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap pensiun, yaitu:

1. Pensiun secara sukarela dan terencana, atau pensiun secara terpaksa dan tergesa-gesa. Orang yang pensiun secara sukarela dan terencana mempunyai pandangan yang positif tentang pensiun. Orang yang harus menjalani pensiun secara terpaksa, akan merasa berat untuk menghayatinya.

2. Perbedaan individu yang didasari oleh faktor kepribadian, yaitu orang yang berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai pensiunan dan dapat beradaptasi dengan situasi yang baru.

3. Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal ini seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai kegiatan sebelum masa pensiun tiba. Secara mental dan material orang menjadi lebih siap.

4. Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama pensiunan memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi daripada pensiunan yang tinggal di lingkungan heterogen.


(45)

b) PHK pada Kondisi Tidak Normal

Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan dimana organisasi beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive

(Robbins, 2002). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa organisasi melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu organisasi mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di organisasi tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.

Flippo (2003) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu:

(1) Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.

(2) Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional,


(46)

manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill in masih tersembunyi.

(3) Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.

Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan


(47)

kesulitan-kesulitan bagi organisasi, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.

II.2.3. Peran Inside Stakeholder

Di dalam keberadaan organisasi terdapat dua kelompok kepentingan

(stakeholder), yaitu kepentingan yang berasal lingkungan di mana organisasi menjalankan fungsinya, atau dari luar organisasi (outside stakeholder), seperti:

supplier, konsumen, pemerintah, dan serikat pekerja, serta masyarakat pada umumnya. Sementara kepentingan yang lain berasal dari dalam organisasi (inside stakeholder) meliputi: para pemegang saham (shareholder), manajemen, dan tentu saja tenaga kerja (Robbins, 2002).

Para inside stakeholder pada dasarnya mempunyai kewajiban dan hak masing-masing untuk menjamin eksistensi organisasi tetap lestari di lingkungannya. Para pemegang saham (shareholder) merupakan pemilik perusahaan, karena itu kewenangan mereka dinilai lebih superior dibanding dua inside stakeholder yang lain, yaitu manajer maupun tenaga kerja. Sumbangan para pemilik ialah memberikan uang yang diinvestasikan pada modal dan perlengkapan, peralatan, serta lokasi pabrik. Penghasilan mereka berupa dividen yang diterima setiap tahun, dan surat berharga berupa saham yang mengalami perubahan (peningkatan) harga di pasar modal. Saham ini sangat mengandung risiko tinggi, kerena tidak ada jaminan uang kembali, bilamana terjadi ketidakpastian di pasar modal. Manajer adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan organisasi menjadi lebih


(48)

besar. Mereka bertanggung jawab membuat koordinasi segala sumber daya yang dimiliki organisasi dan meyakinkan bahwa tujuan organisasi telah dicapai dengan tingkat keberhasilan tinggi. Para manajer puncak (top managers) bertanggung jawab untuk menginvestasikan uang pemilik ke dalam berbagai sumber daya (alat, tenaga kerja, waktu) untuk memaksimalkan output barang dan jasa. Sementara para manajer adalah andalan pemilik saham untuk mengelola urusan perusahaan (organisasi).

Sumbangan para manajer ialah penerapan keahlian mereka untuk mengarahkan responsiveness organisasi terhadap tekanan yang berasal dari dalam maupun luar diri organisasi. Sebagai contoh: bagaimana para manajer menggunakan keahliannya untuk menghadapi atau meningkatkan pasar global yang terbuka, mengidentifikasi pasar produk-produk baru, atau mengatasi masalah-masalah

transaction-cost dan penerapan teknologi baru, akan sangat mempermudah pencapaian tujuan organisasi.

Apa sajakah yang diterima para manajer terkait dengan sumbangan yang telah mereka berikan kepada perusahaan. Terdapat berbagai kemudahan yang menjadi hak untuk diterima, antara lain: kompensasi dalam bentuk uang, misalnya: gaji yaitu uang yang mereka terima rutin setiap bulan; bonus ialah sejumlah uang yang diterima terkait dengan prestasi kerja mereka yang sangat memuaskan; dan kemungkinan pemilikan saham perusahaan; mereka juga memperoleh kepuasan psikologis ketika merasakan keberhasilan dalam pengelolaan organisasi, merasakan bagaimana menunjukkan kekuasaan yang melekat pada dirinya.


(49)

Tenaga kerja organisasi atau karyawan terdiri atas semua pekerja yang termasuk karyawan non-manajerial. Anggota kelompok tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dan tugas yang biasanya digariskan di dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan uraian jabatan yang menyatakan apa sajakah yang harus mereka kerjakan, bagaimana, dan kapan mengerjakannya, serta dengan siapa mereka harus melakukan hubungan-hubungan penting dalam bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawab.

Karyawan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada mereka. Sumbangan karyawan kepada organisasi ialah penampilan kerja terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seberapa tingkat kualitas performansinya sedikit banyak berada di bawah pengaruh diri karyawan sendiri. Motivasi karyawan untuk berprestasi sangat berkaitan dengan sistem reward

dan sistem punishment yang digunakan oleh organisasi untuk mempengaruhi prestasi kerja. Sejauh karyawan merasakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari perusahaan masih menunjukkan perbandingan yang lebih tinggi penghasilan daripada sumbangan yang diberikan kepada perusahaan atau organisasi, maka karyawan akan berusaha agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Akan tetapi sebaliknya, ketika seorang karyawan merasakan ketidak-adilan dengan peraturan yang ada, merasakan bahwa sumbangannya tidak diimbangi dengan penghasilan yang memuaskan, maka ia cenderung akan mengurangi dukungannya pada organisasi, atau bahkan akan meninggalkan perusahaan. Bilamana peristiwa ini


(50)

terjadi maka organisasi akan kehilangan salah satu stakeholder yang sangat menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi.

Memperhatikan sumbangan dan penghasilan yang diperoleh para stakeholder

khususnya inside stakeholder, maka dapat terlihat bahwa kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang digambarkan di atas dapatlah ditinjau bagaimana para

stakeholder telah memainkan perannya masing-masing. Bila dari sisi sumbangan yang diperhatikan maka tampak bahwa para karyawan telah melaksanakan tugas kewajibannya dan menunjukkan tingkat performansi yang baik, dan mereka masih layak mendapatkan hak-hak yang merupakan penerimaan penghasilan mereka sebagai karyawan. Akan tetapi sudah demikiankah para manajer sebagai inside stakeholder yang memiliki tanggung jawab dan peran pengambil keputusan melaksanakan tugas-tugas mereka. Robbins (2002) menyatakan bahwa tujuan utama pendirian suatu organisasi sangat terkait dengan input – transformation – output process, yaitu bagaimana suatu organisasi mengambil input dari lingkungannya, dilakukan proses transformasi di dalam organisasi, kemudian menghasilkan output

yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, berupa barang ataupun dalam bentuk jasa. Tujuan utama organisasi untuk menjamin eksistensinya, antara lain ialah: adanya peningkatan perolehan keuntungan, peningkatan penjualan (sales), penetrasi pasar, dan bagaimana menciptakan pasar-pasar baru untuk produk yang dihasilkannya.

Tujuan ini tentu saja telah dipercayakan pencapaiannya oleh para shareholder

kepada para manajer. Para manajer memiliki kewenangan untuk menggunakan segala sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (perusahaan) untuk merealisir tujuan yang


(51)

telah ditetapkan di atas. Mereka mempunyai wewenang untuk mengalokasikan sumber daya yang ada, mempunyai kewenangan untuk pengambilan keputusan yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bahkan para manajerlah yang mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa tindakan korektif perlu dilakukan, bilamana dijumpai penyimpangan perilaku para karyawan dari rencana semula, dalam rentang waktu pencapaian tujuan organisasi.

Kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki oleh para manajer untuk menjalankan roda kehidupan organisasi merupakan mandat yang diberikan oleh para

shareholder. Para shareholder mempercayakan uang yang dimilikinya untuk digunakan oleh para manajer guna mencapai tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Pemberian wewenang ini tentu saja berdasarkan pada kemampuan pribadi, skill yang dimiliki, dan juga keahlian para manajer. Hanya dengan dikelola oleh orang-orang yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas pribadi yang tinggi, kekayaan finansial para shareholder akan berkembang menjadi jumlah yang berlipat ganda. Akan tetapi bilamana orang-orang yang menduduki jabatan manajerial ini adalah orang-orang yang mengabaikan kepercayaan para

shareholder, maka organisasi tentu saja akan mengalami kesulitan.

Dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada mereka, para inside stakeholder mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi juga. Ketika budaya organisasi telah tumbuh dan menjiwai setiap pekerja, maka hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap inside stakeholder akan berjalan selaras. Semua pihak akan mendapatkan hak-hak yang telah ditetapkan. Jones (1994) menyatakan bahwa property right ialah


(52)

hak-hak yang diberikan oleh organisasi kepada anggotanya untuk menerima dan menggunakan sumber daya di dalam organisasi. Property right menentukan hak dan tanggung jawab setiap kelompok inside stakeholder dan mempengaruhi berkembangnya norma, nilai-nilai, dan sikap terhadap organisasi. Para top managers

sering memperoleh property right yang besar karena mereka diberi alokasi sejumlah besar sumber daya organisasi, misalnya: gaji yang tinggi, hak untuk memiliki sejumlah besar saham, atau golden parachutes yang berarti mereka memiliki jaminan mendapatkan sejumlah besar uang bilamana mereka harus diberhentikan karena perusahaan diambil alih oleh pihak ketiga.

Hak yang dimiliki para top managers untuk menggunakan sumber daya organisasi merupakan pencerminan kekuasaan mereka untuk membuat keputusan dan mengendalikan sumber-sumber daya organisasi. Para manager biasanya memperoleh

property right yang tinggi, sebab bilamana tidak, maka mereka kemungkinan tidak termotivasi untuk bekerja atas nama organisasi atau stakeholder yang lain.

Sementara itu pihak tenaga kerja juga mendapatkan property right, yang bentuknya antara lain: suatu jaminan untuk dipekerjakan sepanjang hayat; keterlibatan di dalam program pemilikan saham oleh karyawan, atau program pembagian keuntungan bersama. Walau demikian pada kenyataannya sebagian besar pekerja atau tenaga kerja tidak memperoleh property right yang memuaskan. Kadang

property right yang terwujud sangat sederhana bagi pekerja, yaitu: upah yang mereka terima, dan asuransi kesehatan, serta jaminan asuransi pensiun yang diterima. Pada dasarnya hak-hak karyawan untuk menggunakan sumber daya organisasi tercermin


(53)

pada taraf seberapa pengendalian mereka atas tugas-tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada mereka.

Distribusi property right ini akan berpengaruh langsung pada nilai-nilai instrumental dalam pembentukan perilaku pekerja dan motivasi anggota organisasi. Distribusi property right pada setiap kelompok inside stakeholder akan menentukan efektifitas organisasi, dan budaya yang muncul di dalam organisasi.

Jadi dalam melihat kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak normal, dapat ditinjau dari dua kelompok inside stakeholder, yaitu pihak pekerja sebagai tenaga kerja, dan pihak manajemen. Pada dasarnya manajemen termasuk penentu kebijakan yang berlaku di dalam organisasi, sekaligus akan menumbuhkan dan mengembangkan model budaya organisasi yang bagaimana yang mereka kembangkan.

Dari apa yang telah didiskusikan di depan, maka tampaklah bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena seseorang telah menuntaskan karyanya dalam mempertahankan eksistensi organisasi di lingkungannya, dan telah mencapai umur pensiun yang ditetapkan undang-undang. Orang ini akan meninggalkan perusahaan dengan suka cita dan penghargaaan dari organisasi tempatnya bekerja dulu. Sementara itu, yang kedua ialah: pemutusan hubungan kerja yang dapat disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional, atau bahkan internasional, yang berdampak negatif pada kehidupan organisasi, dan pada gilirannya mempengaruhi kestabilan perolehan pekerjaan karena sesuatu organisasi harus mengurangi tenaga kerjanya.


(54)

Maka masyarakat kecillah yang menderita karena tidak dapat mempertahankan penghasilannya di perusahaan.

Untuk mengatasi permasalahan yang muncul dengan masa pensiun, maka organisasi atau perusahaan perlu mempersiapkan baik secara psikologis rohaniah, dan kesiapan finansial bagi para calon pensiunan. Orang yang pensiun harus sadar akan fase-fase dalam persiapan menjelang pensiun agar dapat menjalani tahapan dengan baik. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja memasuki dan menjalani masa pensiun, mempersiapkan kondisi finansial mereka dengan asuransi dana pensiun.

Pemutusan hubungan kerja yang disebabkan oleh kondisi tidak normal masih harus diperhatikan, dimanakah penyebab utamanya berada. Bila pada pihak tenaga kerja, maka untuk meningkatkan performance yang dinilai menurun, perlu pelatihan untuk lebih memacu perilaku yang diharapkan, dan memompa motivasi kerja mereka. Bilamana yang kurang berperan optimal adalah pihak manajemen, maka perlu disadarkan bahwa para manajerlah yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan, sehingga kegiatan operasional organisasi dapat dipertahankan. Penelitian Hofstede, sebagaimana dikutip oleh Robbins (2002) menemukan bahwa budaya nasional berperan besar pada pembentukan perilaku dan sikap tenaga kerja terkait dengan pelaksanan pekerjaan. Kekhawatiran yang muncul ialah negara Indonesia terkenal sebagai negara yang tingkat korupsinya sangat meluas di kalangan lapisan masyarakat. Bila hal ini merupakan sesuatu unsur di dalam budaya nasional, maka tentu saja akan mewarnai bagaimana perilaku para manajer


(55)

dalam mengelola perusahaan atau organisasi yang dipercayakan kepada mereka, sehingga dengan pengelolaan yang kurang benar, karyawan juga yang nanti menderita sebagai akibat ditutupnya tempat kerja mereka.

II.3. Teori Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

II.3.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Program jaminan sosial secara teoritis berasal dari perlindungan sosial. Secara teori, jaminan sosial menurut Gsager (2002) bahwa sistem-sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk mendukung penanggulangan situasi darurat ataupun kemungkinan terjadinya keadaan darurat. Dia memilah-milah jenis-jenis perlindungan sosial berdasarkan pelaksana pelayanan, yaitu pemerintah, pemerintah bersama-sama dengan lembaga non pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan kelompok masyarakat.

Selanjutnya menurut Kotlikoff (1979), perlindungan sosial secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial. Saat ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, resiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas (Holzmann & Jorgensen, 1999).

Menurut Gonzales dan Manasan (2002) bahwa jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial. Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat


(56)

statutory schemes’. Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter lainnya.

Adapun bentuk jaminan sosial yang sudah diselenggarakan adalah asuransi sosial yang mencakup asuransi kesehatan (Askes dan Asabri), asuransi kesejahteraan sosial (Askesos), tabungan pensiun (Taspen), jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek); kebijakan ketenagakerjaan seperti cuti hamil, cuti haid, tunjangan sakit/kecelakaan yang dibayarkan oleh perusahaan, dan lain-lain.

Jaminan sosial juga merupakan bagian teori pengharapan. Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbins, 2002).


(57)

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) merupakan jaminan sosial yang khusus diberikan kepada para pekerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi. Menurut Klub Jurnalis Asuransi Indonesia (1999), di Indonesia, Jamsostek sudah ditetapkan sebagai program wajib bagi pengusaha dan pekerja. Program ini bukan hanya mencakup asuransi sosial, tetapi juga tabungan hari tua (provident fund).

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bahwa:

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang atau dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

Menurut PT Jamsostek (2007), Jamsostek pada hakekatnya merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam menghadapi risiko-risiko sosial ekonomi tertentu. Risiko-risiko yang ditanggulangi terbatas pada peristiwa-peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.

Fungsi Jamsostek tersebut menanggulangi risiko-risiko kecelakaan kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja (PT Jamsostek, 2007). Efisiensi, kualitas dan produktivitas kerja sangat penting dalam menunjang industrialisasi dalam tahap pembangunan.


(58)

II.3.2. Unsur-unsur Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Berdasarkan pengertian Jamsostek sebagaimana telah disebutkan terdahulu, terdapat unsur-unsur Jamsostek, yaitu :

1. Program publik

Jaminan sosial merupakan program publik, yaitu program yang memberikan hak dan kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992. Hak yang diberikan berupa santunan tunai dan pelayanan medis bagi tenaga kerja dan keluarganya, sedang kewajibannya berupa kepesertaan dan pembiayaan dalam program Jamsostek.

2. Perlindungan

Jaminan sosial memberikan perlindungan yang sifatnya dasar dengan maksud untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang dapat dijangkau oleh setiap pengusaha dan tenaga kerja serdiri.

3. Risiko dan sosial ekonomi

Risiko-risiko yang ditanggulangi terbatas pada peristiwa-peristiwa kecelakaan, sakit hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.


(1)

a. Sangat baik sekali d. Kurang baik

b. Sangat baik e. Tidak baik

c. Baik

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 8. Bagaimana menurut bapak/ibu banyaknya karyawan kontrak di perusahaan

tempat bapak/ibu bekerja ?

a. Sangat banyak sekali d. Sedikit

b. Sangat banyak e. Sangat sedikit

c. Banyak

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 9. Bagaimana menurut bapak/ibu pelaksanaan PHK karena berakhirnya masa

kontrak karyawan?

a. Sangat baik sekali d. Kurang baik

b. Sangat baik e. Tidak baik sama sekali

c. Baik

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 10. Bagaimana menurut bapak/ibu pengaturan hak-hak karyawan yang di PHK karena

berakhirnya masa kontrak?

a. Sangat baik sekali d. Kurang baik

b. Sangat baik e. Tidak baik sama sekali

c. Baik

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...

C. Variabel Klaim Jaminan Hari Tua

1. Menurut bapak/ibu bagaimana pelaksanaan jaminan hari tua yang dilakukan perusahaan tempat bapak/ibu bekerja ?

a. Sangat baik sekali d. Kurang baik

b. Sangat baik e. Tidak baik sama sekali

c. Baik

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 2. Bagaimana menurut bapak/ibu kesesuaian antara jumlah jaminan hari tua dengan


(2)

a. Sangat sesuai sekali d. Kurang sesuai

b. Sangat sesuai e. Tidak sesuai sama sekali

c. Sesuai

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 3. Bagaimana menurut bapak/ibu banyaknya jumlah jaminan hari tua yang

bapak/ibu peroleh?

a. Sangat banyak sekali d. Sedikit

b. Banyak sekali e. Sangat sedikit

c. Banyak

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 4. Bagaimana menurut bapak/ibu kemudahan proses pengurusan jaminan hari tua?

a. Sangat mudah sekali d. Cukup sulit

b. Sangat mudah e. Sangat Sulit

c. Mudah

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 5. Bagaimana menurut bapak/ibu waktu pencairan jaminan hari tua oleh Jamsostek ?

a. Sangat cepat sekali d. Kurang cepat

b. Sangat cepat e. Tidak cepat sama sekali

c. Cepat

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 6. Bagaimana menurut bapak/ibu manfaat jaminan hari tua yang bapak/ibu terima?

a. Sangat bermanfaat sekali d. Kurang bermanfaat

b. Sangat bermanfaat e. Tidak bermanfaat sama sekali

c. Bermanfaat

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 7. Bagaimana menurut bapak/ibu keberadaan program jamina hari tua?

a. Sangat menolong sekali d. Kurang menolong

b. Sangat menolong e. Tidak menolong sama sekali

c. Menolong

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...


(3)

KUESIONER PENELITIAN UNTUK PEGAWAI PT JAMSOSTEK

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA

PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA

Petunjuk :

4. Mohon untuk mengisi jawaban pertanyaan dengan kondisi yang sebenarnya untuk pertanyaan isian.

5. Berikan tanda silang (x) untuk pilihan jawaban yang tersedia yang menurut bapak/ibu paling sesuai.

6. Jawaban kuesioner ini hanya untuk tujuan penelitian dan tidak akan dipublikasikan.

Identitas Responden

7. Jenis kelamin : † Laki-laki † Perempuan 8. Umur : ... tahun

9. Pendidikan terakhir:

† SLTP † SLTA † D3

† Sarjana (S1) † Pascasarjana (S2,S3) 10. Masa kerja :

a. < 5 tahun c. 10 – 15 tahun b. 5 – 10 tahun d. > 15 tahun


(4)

A. Variabel Klaim Jaminan Hari Tua

1. Bagaimana menurut bapak/ibu banyaknya jumlah karyawan yang mengajukan klaim jaminan hari tua pada saat ini?

a. Sangat banyak sekali d. Kurang banyak

b. Sangat banyak e. Tidak banyak

c. Banyak

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 2. Bagaimana menurut bapak/ibu banyaknya jumlah jaminan hari tua yang dicairkan

Jamsostek pada saat ini?

a. Sangat banyak sekali d. Sedikit

b. Sangat banyak e. Sangat sedikit sekali c. Banyak

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 3. Bagaimana menurut bapak/ibu frekwensi pengajuan klaim jaminan hari tua di

Jamsostek pada saat ini ?

a. Sangat tinggi sekali d. Rendah

b. Sangat tinggi e. Sangat rendah sekali

c. Tinggi

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 4. Bagaimana menurut bapak/ibu bagaimana kemudahan proses pengurusan jaminan

hari tua?

a. Sangat mudah sekali d. Kurang mudah

b. Sangat mudah e. Tidak mudah

c. Mudah

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 5. Bagaimana menurut bapak/ibu kecapatan waktu pencairan jaminan hari tua oleh

Jamsostek ?

a. Sangat cepat sekali d. Lama

b. Sangat cepat e. Sangat lama sekali

c. Cepat

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...


(5)

6. Bagaimana menurut bapak/ibu manfaat jaminan hari tua untuk karyawan? a. Sangat bermanfaat sekali d. Kurang bermanfaat

b. Sangat bermanfaat e. Tidak bermanfaat sama sekali

c. Bermanfaat

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 7. Bagaimana menurut bapak/ibu atas pertolongan adanya program jaminan hari

tua?

a. Sangat menolong sekali d. Kurang menolong

b. Sangat menolong e. Tidak menolong sama sekali

c. Menolong

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...

B. Variabel Rencana Investasi

1. Bagaimana menurut bapak/ibu ketersediaan dana invetasi perusahaan Jamsostek saat ini ?

a. Sangat tersedia sekali d. Tidak tersedia

b. Sangat tersedia e. Tidak tersedia sama sekali

c. Cukup tersedia

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 2. Bagaimana menurut bapak/ibu kemampuan perusahaan Jamsostek melakukan

investasi saat ini ?

a. Sangat mampu sekali d. Kurang mampu

b. Sangat mampu e. Tidak mampu sama sekali

c. Mampu

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 3. Bagaimana menurut bapak/ibu kebijakan investasi perusahaan Jamsostek saat ini?

a. Sangat baik sekali d. Kurang baik

b. Sangat baik e. Tidak baik sama sekali

c. Baik

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...


(6)

4. Apakah menurut bapak/ibu ketepatan perusahaan Jamsostek dalam melakukan investasi saat ini ?

a. Sangat tepat sekali d. Kurang tepat

b. Sangat tepat e. Tidak tepat sama sekali

c. Tepat

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 5. Bagaimana menurut bapak/ibu tingginya beban perusahaan Jamsostek saat ini ?

a. Sangat tinggi sekali d. Rendah

b. Sangat tinggi e. Sangat rendah

c. Tinggi

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 6. Bagaimana menurut bapak/ibu pengaruh gangguan kondisi krisis saat ini terhadap

rencana investasi Jamostek?

a. Sangat berpengaruh sekali d. Tidak berpengaruh

b. Sangat berpengaruh e. Tidak berpengaruh sama sekali

c. Cukup berpengaruh

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ... 7. Bagaimana menurut bapak/ibu peluang investasi Jamsostek saat ini?

a. Sangat besar sekali d. Kecil

b. Sangat besar e. Sangat kecil sekali

c. Besar

Berikan penjelasan bapak/ibu: ... ...