PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PHK DAN MUTASI (1)
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
“PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
MAKALAH
diajukan untuk melengkapi tugas Matakuliah Perencanaan Sumber Daya Manusia
di Program Studi/Jurusan Manajemen
Oleh
Aulia Bagus Wibowo
120810201336
Khairul Anam
120810201343
Eva Fariza
120810201341
Nailin Nikmatul Maulidiyah
120810201348
Nur Rochman Alfath
120810201357
S1 MANAJEMEN / KELAS MGT – B
KELOMPOK 9
PROGRAM STUDI/JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
PRAKATA
[1]
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. serta tidak lupa kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW, karena atas hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
Pada kesempatan ini juga, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada:
1. Drs. Budi Nurhardjo, M.Si. selaku dosen pengampu Matakuliah Perencanaan Sumber
Daya Manusia;
2. orang tua yang selalu memberikan dukungan moral kepada penulis;
3. semua teman-teman di kampus yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, yang telah
banyak memberikan dorongan dan semangatnya, sekali lagi terima kasih untuk semuanya .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhir kata semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jember, 10 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
[2]
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat……………………………………………………………………………… 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemberhentian .................................................................................... 4
2.2 Alasan Pemberhentian................................................................................................. 4
2.3 Proses Pemberhentian………………………………………………………………..
7
2.4 Pengaruh Pemberhentian Karyawan Terhadap Perusahaan………………………….
8
2.5 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).......................................................... 8
2.5.1 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)………………………………………... 8
2.5.2 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)…………………………... 10
2.6 Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK........................................................ 12
2.7 Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)…………………………………… 14
2.8 Studi Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)……………………………………
15
2.9 Pengembangan Melalui Mutasi/Promosi…………………………………………….. 16
2.9.1 Pengertian Promosi……………………………………………………………. 16
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi…………………………………………………………… 16
2.10 Pengertian Mutasi…………………………………………………………………… 17
2.10.1 Tujuan Mutasi…………………………………………………………………. 17
[3]
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi………………………………………………. 17
2.11 Studi Kasus Promosi/Mutasi………………………………………………………… 18
BAB 3 PENUTUP
3.1. Simpulan......................................................................................................... 19
3.2. Saran............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 20
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
[4]
Di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat impian dan keinginan
Negara Indonesia untuk mewujudkan rakyat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur
serta merata baik hal materil maupun kebutuhan spritualnya. Impian dan keinginan
diperuntukkan membangun manusia seutuhnya dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi
nasional.
Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi nasional rakyat, pemerintah sebagai
regulator dan pemegang kepentingan sudah pasti akan melibatkan tenaga kerja atau buruh
massal sebagai komponen sumber daya manusia, guna mendukung proses keberlangsungan
kegiatan pembangunan. Keberlangsungan ini, harus ada pengelolaan yang baik oleh
pemerintah, baik itu secara langsung maupun tidak langsung supaya pemerintah bisa
dikatakan berhasil, namun di sisi lain pemerintah akan dikatakan gagal jika ia tidak bisa
melakukan pengelolaan yang baik. Banyak pimpinan negara mendapatkan demosi dari
tampuk kekuasaan hanya karena gagal dalam mengelola tenaga kerja atau buruh, tetapi ada
juga pimpinan mendapatkan promosi yang lebih disebabkan keberhasilannya dalam
pengelolaan tersebut1.
Jadi, Pemutusan hubungan kerja adalah isu yang sensitif, pemerintah / pengusaha
haruslah bijaksana dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), karena dapat
menurunkan kesejahteraan masyarakat, rakyat kehilangan pekerjaan, bahkan jika terjadi
pengangguran karena di PHK ini lebih gawat lagi, sebab jelas akan mengundang demonstrasi
pekerja/buruh secara besar-besaran. Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah sebuah
momok bagi pekerja, mengingat sangat banyak sekali dampak dan akibat yang
ditimbulkannya, tidak hanya bagi pekerja itu sendiri bahkan ini seperti efek domino yang
saling berkaitan satu sama lain dan merambah kesektor kehidupan masyarakat lainnya. Jadi,
pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh dan serikatnya sebaiknya mengupayakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis disini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari pemberhentian?
2. Apa sajakah alasan dari pemberhentian?
3. Bagaimanakah proses pemberhentian?
4. Bagaimana pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan?
1
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenaga-kerja.html
[diakses pada 08 Maret 2015]
[5]
5. Apa sajakah jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
6. Bagaimanakah mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK?
7. Berapa kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
8. Bagaimana studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
9. Apakah pengembangan melalui mutasi/promosi itu?
10. Apa pengertian mutasi itu?
11. Bagaimana studi kasus tentang promosi/mutasi?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari pemberhentian;
2. Mengetahui alasan dari pemberhentian;
3. Mengetahui proses pemberhentian;
4. Mengerti akan pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan;
5. Mengerti akan jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
6. Mengetahui mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK;
7. Menjelaskan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
8. Menelaah studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
9. Menganalisis pengembangan melalui mutasi/promosi;
10. Mengerti pengertian dari mutasi itu;
11. Mngetahui studi kasus tentang promosi/mutasi.
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memperluas wawasan masyarakat tentang seluk beluk Perencanaan Sumber Daya
Manusia khususnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
2. Mengajak masyarakat agar mengerti dan tidak simpang siur akan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
3. Memberikan gambaran konsep tentang Perencanaan Sumber Daya Manusia guna sebagai
acuan referensi.
[6]
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian
atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan
hubungan kerjasama seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
2.2 ALASAN PEMBERHENTIAN
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan
kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi
ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan
pengusaha, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan
pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum
untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan
pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan pengusaha yang
mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut
langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan
tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan.
Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka
pemerintah telah mendaptkan kebijakannya sebagai tertuang di dalam undang-undang No.
[7]
13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
alasan2:
1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit perut menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus;
2. Pekerja berhalangan Negara sesuai denganketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
3. Pekerjaan mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerjaan
lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
6. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja
melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian
kerja bersama;
7. Pekerja yang
mengadukan pengusaha kepada yang
berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan;
8. Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan,
jenis kelami, kondisi fisik atau status perkawinan;
9. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan
hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha
mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan
kesalahan berat sebagai berikut:
a) Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau uang milik
perusahaan;
b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c) Mabuk, minum-minuman keras memabukan, memakai atau
mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d) Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan kerja;
e) Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
2
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diakses pada 08 Maret 2015]
[8]
f) Membujuk temasn sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g) Dengan ceroboh astau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan;
h) Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
i) Membongkar atau membocorkan
rahasia
perusahaan
yang
harusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara;
j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana 5
tahun atau lebih.
Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha memutuskan melakukan pemutusan
hubungan hubungan kerja dengna karyawan, apabila memang benar-benar terbukti dengan
didukung oleh bukti- bukti, atau tertangkap tasngan dan adanya pengakuan dari karyawan.
Melayu SP. Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan diberhentikan dari
perusahaan, yaitu3:
1. Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari
suatu perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat
organisasi terlarang.
2. Keinginan peruasahaan
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini disebabkan
a. Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya;
b. Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik;
c. Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan;
d. Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya;
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
3. Keinginan Karyawan
a. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua;
b. Kesehatan yang kurang baik;
c. Untuk melanjutkan pendidikan;
d. Untuk bewirausaha;
e. Bebas jasa terlalu rendah;
3
http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html [diakses pada 08 Maret 2015]
[9]
f. Mendapat pekerjaan yang lebih baik;
g. Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius;
h. Kesempatan promosi yang tidak ada;
i. Perlakukan yang kurang adil.
4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan
masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk setatus kepegawaian
adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut
keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan
umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15
tahun.
5. Kontrak Kerja Berakhir
Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan
karyawanya di dalam suatu kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu
kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan pemutusan hubungan
kerja apabila kontrak kerja tersebut di perpanjang.
6. Meninggal Dunia
7. Perusahaan Dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan
peraturan perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau
dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undasngan.
2.3 PROSES PEMBERHENTIAN
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan,
kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada
peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu
konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak, baik perusahaan
maupun karyawan.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
[10]
1) Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari
pekerjaannya perluditempuh terlebih dahulu:
Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan;
Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui
pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
2) Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan
kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin legih
dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
3) Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan.
Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas
kehendak karyawan diatur atas sesui dengan peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
2.4 PENGARUH PEMBERHENTIAN KARYAWAN TERHADAP PERUSAHAAN
Dengan adanya
pemberhentian
karyawan tentu berpengaruh
sekali terhadap
perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan dana yang
cukup besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan untuk
membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada saat penarikan kembali karyawan,
perusahaan pun mengeluarkan dan yang cukup besar untuk pembayaran kompensasi dan
pengembangan karyawan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali
terhadap karyawan itu sendiri. Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti
karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan
ddan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah
dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan
yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat
dianggap cukup.
[11]
2.5 JENIS-JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
2.5.1 Pemutusan Hubungan Kerja Sementara4
Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara.
Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan
pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek
atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan
dan memiliki aturan masing-masing.
Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan
internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi
moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena
siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan
melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.
2.5.2 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu
keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran
sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba saatnya
seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya
tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat
kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika
seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus
dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan
yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk
melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika seseorang
mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa
pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan
4
Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hal. 172
[12]
pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa
pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama
ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan
pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat
berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan
alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat:
(a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,
(b) tidak ada ikatan dinas,
(c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan
diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan.
Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik
bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan harus
melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat
membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti
sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal
156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk
biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah
karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan
masa kerja.
2.5.3 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984).
Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside
stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam
penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara
lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari
kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya
mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual
barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan
[13]
mempersulit suatu perusahaan mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang
bekerja di perusahaan tersebut.
Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat
memberikan beberapa pengertian, yaitu:
a. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak
kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan
antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan kesalahankesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan
tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy,
yaitu
pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang
cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja.
Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah
ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu
untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3
kategori, yaitu:
Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar
memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak
lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin
mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga
pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi
karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya
telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang
memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang
[14]
dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah
kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual
kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini
masih tersembunyi.
Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak
nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini
dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan
perilaku kerja yang memuaskan.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar
akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan
keahliannya
dan
kewenangan
yang
diserahkan
kepadanya
diharapkan
mampu
mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan
bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
2.6 MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme PHK
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk
menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya,
PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus
dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Halhal tersebut adalah:
a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
[15]
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali;
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan;
d. Karyawan meninggal dunia;
e. Karyawan ditahan;
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat
melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan
pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran
kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang, yaitu5:
a) Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan
karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai
kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam
penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi
risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para
pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian
Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perilakunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk
5
Ibid, hal. 176
[16]
menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin
harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
b) Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih
oleh para pihak:
Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja
kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak,
agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para
pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila
tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak.
Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga
mengeluarkan produk berupa anjuran.
Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak
mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi
pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke
Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme
arbitrase kurang populer.
c) Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya
didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap
kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan
hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
[17]
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
d) Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus.
2.7 KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak
(UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan
dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut6:
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut:
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
6
https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/ [diakses pada 09 Maret 2015]
[18]
Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi:
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
2.8 STUDI KASUS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)7
Sebuah kasus (realita) yang terjadi di Surabaya 26 Juni 2012 bersumber dari News
Centro One.com, kantor DPRD Surabaya di demo Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Jatim,
untuk menuntut DPRD mengeluarkan hak preogratif menyelesaikan kasus ketenagakerjaan
akibat pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh PT Hasil Fastindo yang tidak
memberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah sholat jumat. Aturan dalam perusahaan
itu adalah pelaksanaan ibadah sholat jumat harus digilir, yakni satu kali boleh melaksanakan
dan dua kali tidak boleh melaksanakannya.
Perusahaan itu juga di anggap telah melanggar HAM yang di atur dalam UU 39/1999.
Tetapi aksi ini sama sekali tidak di hearing, jawaban DPRD Surabaya mengatakan bahwa dia
permasalahan itu hanya bisa diselesaikan oleh Dinas Ketenagakerjaan Subarayabukan di
DPRD, sehingga masalah ini semakin membuntut, dan dikhawatirkan akan terjadi PHK
masal. (laporan oleh : Windhi Ariesman- Editor : Adi Cahyo).
2.9 PENGEMBANGAN MELALUI MUTASI/PROMOSI
2.9.1 Pengertian Promosi
7
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diakses pada 09 Maret 2015]
[19]
Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam suatu organisasi ataupun
instansi baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta). Menurut Husein (2003)
seseorang yang menerima promosi harus memiliki kualifikasi yang baik dibanding kandidatkandidat yang lainnya. Terkadang jender pria wanita serta senioritas tua muda mempengaruhi
keputusan tersebut. Hal inilah yang banyak diusahakan oleh kalangan pekerja agar bias
menjadi lebih baik dari jabatan yang sebelumnya ia jabat. Dan juga demi peningkatan dalam
status sosial8. Promosi merupakan kesempatan untuk berkembang dan maju yang dapat
mendorong karyawan untuk lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan.
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi
Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan atau pegawai menurut
Handoko (1999) adalah:
a. Pengalaman (lamanya pengalaman kerja karyawan).
b. Kecakapan (keahlian atau kecakapan).
c. Kombinasi kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman dan kecakapan).
2.9.3 Syarat-Syarat Promosi
Persyaratan promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu sama tergantung kepada
perusahaan/lembaga masing-masing. Menurut Handoko (1999) syarat-syarat promosi pada
umunya sebagai berikut: kejujuran, disiplin, prestasi kerja, kerjasama, kecakapan, loyalitas,
kepemimpinan, komunikatif, pendidikkan.2.10.2 Pengertian, tujuan, dan alasan seseorang di
mutasi
2.10 PENGERTIAN MUTASI
Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan
seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi
perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab
yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala9. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk
menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang
membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan
mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang
8
9
Mangkuprawira, Sjafri. Op.Cit., hal. 168
Ibid, hal. 166
[20]
dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di
waktu mendatang.
Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan. Disamping
perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah bagian terpenting
dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkup kerja pemerintahan.
2.10.1 Tujuan Mutasi
Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan;
Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan komposisi pekejaan
atau jabatan;
Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan;
Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya;
Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karir
yang lebih tinggi;
Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka;
Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi
Sebab-sebab pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999) digolongkan sebagai
berikut:
a. Permintaan sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atasa keinginan
sendiri dari karywan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan
pimpinan organisasi. Mutasi pemintaan sendiri pada umumnya hanya pemindahan
jabatan yang peringkatnya sama baik, anatrbagian maupun pindah ke tempat lain.
b. Alih Tugas Produktif (ATP)
Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinanan perusahaan
untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karywan yang bersangkutan
ke jabatan atau pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.
2.11 STUDI KASUS PROMOSI/MUTASI10
10
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111 [diakses pada 10 Maret 2015]
[21]
Perselisihan Hak Karena Menolak Mutasi di PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia (Putusan No.25/G/2007/PHI.BDG)
Hubungan kerja mengandung keterkaitan kepentingan antara pekerja dengan
pengusaha yang cukup rawan berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat bahkan
perselisihan antara kedua belah pihak satu sama lain. Perselisihan dalam hubungan industrial
salah satunya adalah mengenai hak yang telah ditetapkan atau mengenai ketenagakerjaan
yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama maupun peraturan perundang-undangan dapat merugikan kesejahteraan para pekerja
atau buruh. Salah satu perkara yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri kelas 1 A Bandung Putusan No.25/G/2007/PHI.BDG adalah mengenai
Perselisihan Hak Karena Penggugat Menolak Mutasi PT Coca Cola Bottling Indonesia yang
diputuskan tanggal 23 April 2007.
Dalam perkara tersebut Tergugat sebagai pengusaha di PT Coca Cola Bottling
Indonesia mengeluarkan keputusan mutasi berdasarkan perjanjian kerja bersama pasal 13
ayat 2 yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 32 yang mengatur tentang penempatan tenaga kerja. Namun Majelis
Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa keputusan mutasi tersebut dilatar
belakangi oleh motif lain atau sebagai tindakan balas dendam pengusaha sebagai
penghukuman bagi pekerja yang dianggap bersalah.
Keputusan mutasi masih berhubungan dengan kasus sebelumnya dan pengusaha tidak
memperhatikan kesesuaian kemampuan pekerja dengan tugas ditempat yang baru. Keputusan
mutasi tersebut terkesan subjektif dengan maksud untuk melemahkan serta memandulkan
fungsi Penggugat (Ruslani) sebagai ketua SPSI di PT. Coca Cola Bottling Indonesia. Penulis
berpendapat, pertimbangan hukum dan putusan Majelis Hakim dalam putusan pengadilan
tersebut sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.
BAB 3
PENUTUP
[22]
3.1 SIMPULAN
Permasalahan tenaga kerja adalah permasalahan yang pelik terjadi, salah satunya
tentang pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja merupakan sebuah momok
bagi karyawan/buruh mempunyai dampak seperti lingkaran maut yang siap menyerbu ke
sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah mengantisitapasi cakupan permasalahan
pekerja/buruh yaitu PHK dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam realisasi UU No 13 Tahun 2003 oleh perusahaan tidak diindahkan,
malahan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan semena-mena.
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan
kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan
mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan
dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian.
3.2 SARAN
Semoga pembahasan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis yang sedang belajar dan bagi kita semua
umumnya, Tulisan ini ditujukan untuk pembelajaran semata sehingga sangat diharapkan
kritik dan sarannya yang sangat membangun demi perbaikan makalah ini. Apabila banyak
kekurangan pada tulisan ini harap dimaklumi.
DAFTAR PUSTAKA
Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia
Indonesia
[23]
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenagakerja.html
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html
http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html
https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111
[24]
“PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
MAKALAH
diajukan untuk melengkapi tugas Matakuliah Perencanaan Sumber Daya Manusia
di Program Studi/Jurusan Manajemen
Oleh
Aulia Bagus Wibowo
120810201336
Khairul Anam
120810201343
Eva Fariza
120810201341
Nailin Nikmatul Maulidiyah
120810201348
Nur Rochman Alfath
120810201357
S1 MANAJEMEN / KELAS MGT – B
KELOMPOK 9
PROGRAM STUDI/JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
PRAKATA
[1]
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. serta tidak lupa kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW, karena atas hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
Pada kesempatan ini juga, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada:
1. Drs. Budi Nurhardjo, M.Si. selaku dosen pengampu Matakuliah Perencanaan Sumber
Daya Manusia;
2. orang tua yang selalu memberikan dukungan moral kepada penulis;
3. semua teman-teman di kampus yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, yang telah
banyak memberikan dorongan dan semangatnya, sekali lagi terima kasih untuk semuanya .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhir kata semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jember, 10 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
[2]
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat……………………………………………………………………………… 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemberhentian .................................................................................... 4
2.2 Alasan Pemberhentian................................................................................................. 4
2.3 Proses Pemberhentian………………………………………………………………..
7
2.4 Pengaruh Pemberhentian Karyawan Terhadap Perusahaan………………………….
8
2.5 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).......................................................... 8
2.5.1 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)………………………………………... 8
2.5.2 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)…………………………... 10
2.6 Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK........................................................ 12
2.7 Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)…………………………………… 14
2.8 Studi Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)……………………………………
15
2.9 Pengembangan Melalui Mutasi/Promosi…………………………………………….. 16
2.9.1 Pengertian Promosi……………………………………………………………. 16
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi…………………………………………………………… 16
2.10 Pengertian Mutasi…………………………………………………………………… 17
2.10.1 Tujuan Mutasi…………………………………………………………………. 17
[3]
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi………………………………………………. 17
2.11 Studi Kasus Promosi/Mutasi………………………………………………………… 18
BAB 3 PENUTUP
3.1. Simpulan......................................................................................................... 19
3.2. Saran............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 20
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
[4]
Di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat impian dan keinginan
Negara Indonesia untuk mewujudkan rakyat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur
serta merata baik hal materil maupun kebutuhan spritualnya. Impian dan keinginan
diperuntukkan membangun manusia seutuhnya dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi
nasional.
Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi nasional rakyat, pemerintah sebagai
regulator dan pemegang kepentingan sudah pasti akan melibatkan tenaga kerja atau buruh
massal sebagai komponen sumber daya manusia, guna mendukung proses keberlangsungan
kegiatan pembangunan. Keberlangsungan ini, harus ada pengelolaan yang baik oleh
pemerintah, baik itu secara langsung maupun tidak langsung supaya pemerintah bisa
dikatakan berhasil, namun di sisi lain pemerintah akan dikatakan gagal jika ia tidak bisa
melakukan pengelolaan yang baik. Banyak pimpinan negara mendapatkan demosi dari
tampuk kekuasaan hanya karena gagal dalam mengelola tenaga kerja atau buruh, tetapi ada
juga pimpinan mendapatkan promosi yang lebih disebabkan keberhasilannya dalam
pengelolaan tersebut1.
Jadi, Pemutusan hubungan kerja adalah isu yang sensitif, pemerintah / pengusaha
haruslah bijaksana dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), karena dapat
menurunkan kesejahteraan masyarakat, rakyat kehilangan pekerjaan, bahkan jika terjadi
pengangguran karena di PHK ini lebih gawat lagi, sebab jelas akan mengundang demonstrasi
pekerja/buruh secara besar-besaran. Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah sebuah
momok bagi pekerja, mengingat sangat banyak sekali dampak dan akibat yang
ditimbulkannya, tidak hanya bagi pekerja itu sendiri bahkan ini seperti efek domino yang
saling berkaitan satu sama lain dan merambah kesektor kehidupan masyarakat lainnya. Jadi,
pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh dan serikatnya sebaiknya mengupayakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis disini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari pemberhentian?
2. Apa sajakah alasan dari pemberhentian?
3. Bagaimanakah proses pemberhentian?
4. Bagaimana pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan?
1
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenaga-kerja.html
[diakses pada 08 Maret 2015]
[5]
5. Apa sajakah jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
6. Bagaimanakah mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK?
7. Berapa kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
8. Bagaimana studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
9. Apakah pengembangan melalui mutasi/promosi itu?
10. Apa pengertian mutasi itu?
11. Bagaimana studi kasus tentang promosi/mutasi?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari pemberhentian;
2. Mengetahui alasan dari pemberhentian;
3. Mengetahui proses pemberhentian;
4. Mengerti akan pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan;
5. Mengerti akan jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
6. Mengetahui mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK;
7. Menjelaskan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
8. Menelaah studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
9. Menganalisis pengembangan melalui mutasi/promosi;
10. Mengerti pengertian dari mutasi itu;
11. Mngetahui studi kasus tentang promosi/mutasi.
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memperluas wawasan masyarakat tentang seluk beluk Perencanaan Sumber Daya
Manusia khususnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
2. Mengajak masyarakat agar mengerti dan tidak simpang siur akan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
3. Memberikan gambaran konsep tentang Perencanaan Sumber Daya Manusia guna sebagai
acuan referensi.
[6]
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian
atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan
hubungan kerjasama seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
2.2 ALASAN PEMBERHENTIAN
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan
kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi
ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan
pengusaha, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan
pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum
untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan
pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan pengusaha yang
mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut
langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan
tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan.
Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka
pemerintah telah mendaptkan kebijakannya sebagai tertuang di dalam undang-undang No.
[7]
13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
alasan2:
1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit perut menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus;
2. Pekerja berhalangan Negara sesuai denganketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
3. Pekerjaan mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerjaan
lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
6. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja
melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian
kerja bersama;
7. Pekerja yang
mengadukan pengusaha kepada yang
berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan;
8. Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan,
jenis kelami, kondisi fisik atau status perkawinan;
9. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan
hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha
mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan
kesalahan berat sebagai berikut:
a) Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau uang milik
perusahaan;
b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c) Mabuk, minum-minuman keras memabukan, memakai atau
mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d) Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan kerja;
e) Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
2
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diakses pada 08 Maret 2015]
[8]
f) Membujuk temasn sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g) Dengan ceroboh astau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan;
h) Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
i) Membongkar atau membocorkan
rahasia
perusahaan
yang
harusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara;
j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana 5
tahun atau lebih.
Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha memutuskan melakukan pemutusan
hubungan hubungan kerja dengna karyawan, apabila memang benar-benar terbukti dengan
didukung oleh bukti- bukti, atau tertangkap tasngan dan adanya pengakuan dari karyawan.
Melayu SP. Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan diberhentikan dari
perusahaan, yaitu3:
1. Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari
suatu perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat
organisasi terlarang.
2. Keinginan peruasahaan
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini disebabkan
a. Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya;
b. Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik;
c. Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan;
d. Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya;
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
3. Keinginan Karyawan
a. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua;
b. Kesehatan yang kurang baik;
c. Untuk melanjutkan pendidikan;
d. Untuk bewirausaha;
e. Bebas jasa terlalu rendah;
3
http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html [diakses pada 08 Maret 2015]
[9]
f. Mendapat pekerjaan yang lebih baik;
g. Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius;
h. Kesempatan promosi yang tidak ada;
i. Perlakukan yang kurang adil.
4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan
masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk setatus kepegawaian
adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut
keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan
umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15
tahun.
5. Kontrak Kerja Berakhir
Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan
karyawanya di dalam suatu kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu
kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan pemutusan hubungan
kerja apabila kontrak kerja tersebut di perpanjang.
6. Meninggal Dunia
7. Perusahaan Dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan
peraturan perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau
dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undasngan.
2.3 PROSES PEMBERHENTIAN
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan,
kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada
peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu
konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak, baik perusahaan
maupun karyawan.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
[10]
1) Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari
pekerjaannya perluditempuh terlebih dahulu:
Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan;
Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui
pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
2) Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan
kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin legih
dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
3) Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan.
Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas
kehendak karyawan diatur atas sesui dengan peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
2.4 PENGARUH PEMBERHENTIAN KARYAWAN TERHADAP PERUSAHAAN
Dengan adanya
pemberhentian
karyawan tentu berpengaruh
sekali terhadap
perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan dana yang
cukup besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan untuk
membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada saat penarikan kembali karyawan,
perusahaan pun mengeluarkan dan yang cukup besar untuk pembayaran kompensasi dan
pengembangan karyawan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali
terhadap karyawan itu sendiri. Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti
karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan
ddan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah
dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan
yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat
dianggap cukup.
[11]
2.5 JENIS-JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
2.5.1 Pemutusan Hubungan Kerja Sementara4
Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara.
Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan
pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek
atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan
dan memiliki aturan masing-masing.
Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan
internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi
moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena
siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan
melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.
2.5.2 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu
keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran
sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba saatnya
seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya
tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat
kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika
seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus
dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan
yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk
melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika seseorang
mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa
pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan
4
Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hal. 172
[12]
pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa
pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama
ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan
pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat
berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan
alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat:
(a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,
(b) tidak ada ikatan dinas,
(c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan
diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan.
Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik
bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan harus
melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat
membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti
sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal
156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk
biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah
karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan
masa kerja.
2.5.3 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984).
Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside
stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam
penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara
lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari
kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya
mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual
barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan
[13]
mempersulit suatu perusahaan mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang
bekerja di perusahaan tersebut.
Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat
memberikan beberapa pengertian, yaitu:
a. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak
kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan
antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan kesalahankesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan
tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy,
yaitu
pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang
cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja.
Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah
ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu
untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3
kategori, yaitu:
Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar
memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak
lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin
mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga
pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi
karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya
telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang
memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang
[14]
dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah
kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual
kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini
masih tersembunyi.
Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak
nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini
dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan
perilaku kerja yang memuaskan.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar
akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan
keahliannya
dan
kewenangan
yang
diserahkan
kepadanya
diharapkan
mampu
mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan
bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
2.6 MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme PHK
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk
menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya,
PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus
dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Halhal tersebut adalah:
a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
[15]
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali;
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan;
d. Karyawan meninggal dunia;
e. Karyawan ditahan;
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat
melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan
pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran
kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang, yaitu5:
a) Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan
karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai
kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam
penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi
risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para
pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian
Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perilakunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk
5
Ibid, hal. 176
[16]
menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin
harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
b) Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih
oleh para pihak:
Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja
kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak,
agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para
pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila
tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak.
Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga
mengeluarkan produk berupa anjuran.
Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak
mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi
pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke
Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme
arbitrase kurang populer.
c) Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya
didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap
kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan
hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
[17]
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
d) Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus.
2.7 KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak
(UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan
dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut6:
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut:
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
6
https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/ [diakses pada 09 Maret 2015]
[18]
Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi:
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
2.8 STUDI KASUS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)7
Sebuah kasus (realita) yang terjadi di Surabaya 26 Juni 2012 bersumber dari News
Centro One.com, kantor DPRD Surabaya di demo Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Jatim,
untuk menuntut DPRD mengeluarkan hak preogratif menyelesaikan kasus ketenagakerjaan
akibat pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh PT Hasil Fastindo yang tidak
memberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah sholat jumat. Aturan dalam perusahaan
itu adalah pelaksanaan ibadah sholat jumat harus digilir, yakni satu kali boleh melaksanakan
dan dua kali tidak boleh melaksanakannya.
Perusahaan itu juga di anggap telah melanggar HAM yang di atur dalam UU 39/1999.
Tetapi aksi ini sama sekali tidak di hearing, jawaban DPRD Surabaya mengatakan bahwa dia
permasalahan itu hanya bisa diselesaikan oleh Dinas Ketenagakerjaan Subarayabukan di
DPRD, sehingga masalah ini semakin membuntut, dan dikhawatirkan akan terjadi PHK
masal. (laporan oleh : Windhi Ariesman- Editor : Adi Cahyo).
2.9 PENGEMBANGAN MELALUI MUTASI/PROMOSI
2.9.1 Pengertian Promosi
7
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diakses pada 09 Maret 2015]
[19]
Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam suatu organisasi ataupun
instansi baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta). Menurut Husein (2003)
seseorang yang menerima promosi harus memiliki kualifikasi yang baik dibanding kandidatkandidat yang lainnya. Terkadang jender pria wanita serta senioritas tua muda mempengaruhi
keputusan tersebut. Hal inilah yang banyak diusahakan oleh kalangan pekerja agar bias
menjadi lebih baik dari jabatan yang sebelumnya ia jabat. Dan juga demi peningkatan dalam
status sosial8. Promosi merupakan kesempatan untuk berkembang dan maju yang dapat
mendorong karyawan untuk lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan.
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi
Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan atau pegawai menurut
Handoko (1999) adalah:
a. Pengalaman (lamanya pengalaman kerja karyawan).
b. Kecakapan (keahlian atau kecakapan).
c. Kombinasi kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman dan kecakapan).
2.9.3 Syarat-Syarat Promosi
Persyaratan promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu sama tergantung kepada
perusahaan/lembaga masing-masing. Menurut Handoko (1999) syarat-syarat promosi pada
umunya sebagai berikut: kejujuran, disiplin, prestasi kerja, kerjasama, kecakapan, loyalitas,
kepemimpinan, komunikatif, pendidikkan.2.10.2 Pengertian, tujuan, dan alasan seseorang di
mutasi
2.10 PENGERTIAN MUTASI
Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan
seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi
perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab
yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala9. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk
menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang
membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan
mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang
8
9
Mangkuprawira, Sjafri. Op.Cit., hal. 168
Ibid, hal. 166
[20]
dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di
waktu mendatang.
Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan. Disamping
perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah bagian terpenting
dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkup kerja pemerintahan.
2.10.1 Tujuan Mutasi
Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan;
Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan komposisi pekejaan
atau jabatan;
Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan;
Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya;
Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karir
yang lebih tinggi;
Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka;
Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi
Sebab-sebab pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999) digolongkan sebagai
berikut:
a. Permintaan sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atasa keinginan
sendiri dari karywan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan
pimpinan organisasi. Mutasi pemintaan sendiri pada umumnya hanya pemindahan
jabatan yang peringkatnya sama baik, anatrbagian maupun pindah ke tempat lain.
b. Alih Tugas Produktif (ATP)
Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinanan perusahaan
untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karywan yang bersangkutan
ke jabatan atau pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.
2.11 STUDI KASUS PROMOSI/MUTASI10
10
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111 [diakses pada 10 Maret 2015]
[21]
Perselisihan Hak Karena Menolak Mutasi di PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia (Putusan No.25/G/2007/PHI.BDG)
Hubungan kerja mengandung keterkaitan kepentingan antara pekerja dengan
pengusaha yang cukup rawan berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat bahkan
perselisihan antara kedua belah pihak satu sama lain. Perselisihan dalam hubungan industrial
salah satunya adalah mengenai hak yang telah ditetapkan atau mengenai ketenagakerjaan
yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama maupun peraturan perundang-undangan dapat merugikan kesejahteraan para pekerja
atau buruh. Salah satu perkara yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri kelas 1 A Bandung Putusan No.25/G/2007/PHI.BDG adalah mengenai
Perselisihan Hak Karena Penggugat Menolak Mutasi PT Coca Cola Bottling Indonesia yang
diputuskan tanggal 23 April 2007.
Dalam perkara tersebut Tergugat sebagai pengusaha di PT Coca Cola Bottling
Indonesia mengeluarkan keputusan mutasi berdasarkan perjanjian kerja bersama pasal 13
ayat 2 yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 32 yang mengatur tentang penempatan tenaga kerja. Namun Majelis
Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa keputusan mutasi tersebut dilatar
belakangi oleh motif lain atau sebagai tindakan balas dendam pengusaha sebagai
penghukuman bagi pekerja yang dianggap bersalah.
Keputusan mutasi masih berhubungan dengan kasus sebelumnya dan pengusaha tidak
memperhatikan kesesuaian kemampuan pekerja dengan tugas ditempat yang baru. Keputusan
mutasi tersebut terkesan subjektif dengan maksud untuk melemahkan serta memandulkan
fungsi Penggugat (Ruslani) sebagai ketua SPSI di PT. Coca Cola Bottling Indonesia. Penulis
berpendapat, pertimbangan hukum dan putusan Majelis Hakim dalam putusan pengadilan
tersebut sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.
BAB 3
PENUTUP
[22]
3.1 SIMPULAN
Permasalahan tenaga kerja adalah permasalahan yang pelik terjadi, salah satunya
tentang pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja merupakan sebuah momok
bagi karyawan/buruh mempunyai dampak seperti lingkaran maut yang siap menyerbu ke
sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah mengantisitapasi cakupan permasalahan
pekerja/buruh yaitu PHK dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam realisasi UU No 13 Tahun 2003 oleh perusahaan tidak diindahkan,
malahan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan semena-mena.
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan
kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan
mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan
dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian.
3.2 SARAN
Semoga pembahasan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis yang sedang belajar dan bagi kita semua
umumnya, Tulisan ini ditujukan untuk pembelajaran semata sehingga sangat diharapkan
kritik dan sarannya yang sangat membangun demi perbaikan makalah ini. Apabila banyak
kekurangan pada tulisan ini harap dimaklumi.
DAFTAR PUSTAKA
Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia
Indonesia
[23]
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenagakerja.html
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html
http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html
https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111
[24]