Memetakan permasalahan konflik Analisis Data

Kasus konflik daerah tangkap belum berakhir, pada tahun 2000-2005 terjadi lagi konfrontasi. Protes terhadap adanya pengkavlingan daerah penangkapan, dianggap menimbulkan ketidakadilan terutama oleh pengguna lampara dasar. Menentukan tapal batas dengan cara membuat patok batas wilayah perairan tempat operasional nelayan tradisional, menetapkan wilayah-wilayah tertentu yang dilarang beroperasinya nelayan pengguna alat tangkap lampara dasar mini atau lainnya dan melakukan razia justru menimbulkan konflik yang lebih luas. Pada tahun 2004 untuk menertibkan konflik daerah penangkapan yang diperebutkan oleh nelayan di Kotabaru, maka dilakukan pertemuan antar nelayan. Diskusi dihadiri oleh Bupati Kotabaru, Kapolres, nelayan Kecamatan Kelumpang Selatan, Kecamatan Kelumpang Tengah, Kecamatan Pulau Sebuku, Kecamatan Pulau Laut Utara dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru. Kapolres menyarankan untuk menciptakan areal tangkapan baru, kemudian Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru menyetujui pembagian wilayah penangkapan ditertibkan kembali. Pembagian wilayahnya masing-masing yang terbagi dalam 6 daerah penangkapan Gambar 15. Daerah penangkapan di Kotabaru terbagi berdasarkan wilayah tangkap nelayan tradisional yang sudah turun-temurun mulai perairan pantai sampai 5 mil keperairan laut dengan batas sebagai berikut : 1 Zona Pudi - Sanakin -Tanjung Pemancingan 2 Zona Pulau Simbangan-Tanjung Tamiang-Sekandis-Talusi-Tanjung Semelantakan Rampa Cengal- Sesulung-Tanah Merah-Separe Kecil-Separe Besar. 3 Zona Pembelacanan- Pantai-Tanjung Pulau Burung-Tanjung Ayun-Bui MerahKapal Pecah 4 Zona Pemancingan-Sungai Dungun-Pulau Manti-Sungai Bali-Tanjung Lita 5 Zona Tanjung Mangkok-Tanjung Gunung-Gunung Tinggi-Sekapung-Pulau Kapak 6 Zona Labuhan Mas-Tanjung Serudung-Tanjung Seloka-Pulau Kerayaan Namun upaya pembagian wilayah penangkapan tersebut menimbulkan konflik lebih meluas karena pencegahan terhadap pengguna lampara dasar mini dan sejenisnya di wilayah tertentu tidak didukung oleh nelayan lain khususnya nelayan pengguna alat lampara dasar mini. Hal ini bahkan menuai tuduhan terhadap pelanggaran perjanjian. Nelayan Sungai Dungun menilai nelayan Rampa melanggar jalur penangkapan yaitu nelayan lampara dasar mini hanya boleh beroperasi pada kawasan di luar jalur nelayan Sungai Tanjung Bantai Langkang Baru ke arah Pulau Manti. Nelayan yang masuk ke wilayah tersebut akan dipukuli, alat tanggkap dirampas bahkan perahu yang digunakan ditenggelamkan. Bagi nelayan yang mendapatkan perlakuan yang tidak lazim tentu saja melawan dan meminta ganti rugi atas kerugian yang dialami, akhirnya penyelesaian konflik melibatkan kepolisian. Organisasi INSAN menuntut pencabutan patok batas diperairan selat sebuku kerena sangat merugikan dan Insan menuntut dihentikannya tindakan kekerasan serta menghendaki Dinas perikanan harus tegas dan lebih peduli terhadap konflik yang terjadi. Konflik pengkavlingan laut berkaitan dengan musim udang, antara lain udang windu Penaeus monodon, udang putih Penaeus indicus, udang jerbung Penaeus merguensis, udang cat Parapenaeopsis sculiptilis dan udang lurik Metapenaeus canaliculatus. Dalam satu tahun terdapat 3 tiga musim yaitu: 1 musim Utara 2 musim Baratpancaroba dan 3 musim Tenggara. Pada ketiga musim tersebut potensi udang berbeda-beda untuk setiap wilayah di Kabupaten Kotabaru. Pada musim Utara potensi udang maksimun di daerah Selat Laut tapi minimum di wilayah lain Tabel 15. Tabel 15 Pola musim udang di Kabupaten Kotabaru No Musim Bulan Potensi Udang Perairan 1 Musim Utara Januari- April maksimum Selat laut: antara lain Senakin, Tg Gunung, Karang Piring, Tg Pemancingan, Pulau Manti, Sei Dungun, Tg Lita, Pulau Kapak. 2 Musim Barat Pancaroba Mei Minimum Selat laut 3 Tenggara angin Selatan Juni- September Maksimum Sekitar Senakin dan Tg Dewa, Tg Gunung, Tg Ayun, Karang piring, Sebuli, Senakin, Pembelacangan, Pulau Kapak, 4 Musim Barat Pancaroba Oktober- Desember Minimum Selat Laut, Pulau Sebuku Gambar 15 Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Kotabaru