MAKNA MURAL SAVE KBS SEBAGAI KRITIK SOSIAL TERHADAP KEBUN BINATANG SURABAYA (Analisis Semiotik Pada Mural save KBS Karya Komunitas Serbuk Kayu)

(1)

MAKNA MURAL SAVE KBS SEBAGAI KRITIK SOSIAL TERHADAP

KEBUN BINATANG SURABAYA

(

Analisis Semiotik Pada Mural save KBS Karya Komunitas Serbuk Kayu

)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana

Disusun Oleh :

Triyoga Pujalaksana 201010040311347

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama NIM

: TRI YOGA PUJALAKSANA : 201010040311347

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi :Makna Mural save KBS Sebagai Kritik Sosial Terhadap Kebun Binatang Surabaya

(Analisis Semiotik Pada Mural "Gerakan lkhlas" Karya Komunitas

Serbuk Kayu)

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

/!! 'PM

II

N:s , S. .Si Jamroji M.comm

Mengetahui Ketua

Jurusan llmu Komunikasi


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama NIM Jurusan Fakultas

: TRI YOGA PUJALAKSANA : 201010040311347

: Ilmu Komunikasi

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Makna Mural save KBS Sebagai Kritik Sosial Terhadap Kebun Binatang Surabaya

(Analisis Semiotik Pada Mural "Gerakan Ikhlas" Karya Komunitas Serbuk Kayu)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS Pacta Hari

Tanggal Ternpat

: Kamis

: 29 Januari 2015 : Ruang 609

Mengesaltkan,

Dekan FISIP UMM

Dewan Penguji

L - Budi Suprapto Drs. M.Si 2.- Winda Hardyanti, M.Si 3.- Nasrullah; S.Sos, M.Si 4.- Jamroji M.comm


(4)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : TRI YOGA PUJALAKSANA

Tempat, Tanggal Lahir : Situbondo, 09 Agustus 1992 Nomor Induk Mahasiswa : 201010040311347

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan judul : Makna Mural save KBS Sebagai Kritik Sosial Terhadap

Kebun Binatang Surabaya

(Analisis Semiotik Pada Mural "'Gerakan Ikhlas" Karya Komunitas Serbuk Kayu)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar .

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 20 januari 2015 Yang Menyatakan,

TRI YOG PUJALAKSANA


(5)

ABSTRACT

Tri Yoga Pujalaksana, 201010040311347

Meaning murals save KBS as a Social critique to the Surabaya Zoo (semiotic analysis of the mural movement sincere works by Serbuk Kayu Community) Counselor: Nasrullah, S.Sos., M.Si., and Jamroji, M.Comm

Keywords: murals, sincere movement, critic, Surabaya Zoo, semiotic analysis, Charles Sanders Pierce, paradigmatic analysis, Levis-Strauss

This study was conducted in one of the works of street art related to conflict heats up in Surabaya zoo that causes death in a number of collections of

animals in the Surabaya zoo. Making two artists from the Serbuk ·Kayu

community responds in form of visual communication that mural. Describing social circumstances there are in it. The purpose of this study was to determine how the meaning of the signs presented in mural version of "sincere movement"

save KBS.

In this study there is a literature review as a reference to assist researchers

in conducting research, one of which is a visual cmmnunication. Visual communication is as a system of human needs in the field of visual information through symbol-symbol visible (Tinaburko Sumbo, 2003) and social criticism,

according to Mochtar Mas'oed, (1999: 13) is a scientific assessment or testing of

the community at a time.

The researchers use the interpretative research method with using semiotic analysis. In the mural will be examined using semiotic study approach, namely semiotic theory according to Charles S. Pierce. Based on the Pierce semiotic theory hence mural linage will be examined by grouping Pierce marks. Icon is a relationship between the sign and the object that is the resemblance. The index is the existence of a natural relationship between the sign and the marker that there is a causal relationship. Symbol is a sign that shows the natural relationship between markers with sign. Powered by paradigmatic analysis belonging to Levi- Strauss which is determines the opposite opposition from the events in the mural "sincere Movement".

Based on observations of researchers to the meaning mural "sincere

movement" critic to this Surabaya Zoo, the researchers interpret the icons on the mural is drawing elephant conditions and fish in a jar with a staff officer Surabaya

zoo. Its index is the meaning of the words "migration to heaven" whiles the

symbol with the meaning of the character in red on shoes, and found the opposite opposition against which animals and KBS. Based on observations and research

on the meaning of the mural "sincere movement" as a critique of Surabaya zoo it

can be interpreted that the mural is not just a picture that has no meaning. But

behind it there is a message that is contained in the form of social criticism against

Surabaya zoo conditions contained in internal conflict managers that have an impact on the death of a number of animals living in it. Of these parties have interests competing for control over the management of Surabaya zoo.


(6)

yang ada didalamya. Dari pihak -pihak ini merniliki kepentingan saling berebut kekuasaan atas kepengurusan Kebun Binatang Surabaya.

Peneliti,

Menyetujui,

Pembimbing I Pembim bing II

/fllrcviJ

Nasrullah, S.Sor M.Si Jamroji M.comrn


(7)

ABSTRAKS Tri Yoga Pujalaksana, 201010040311347

Makna Mural save KBS Sebagai Kritik Sosial Terbadap Kebun Binatang Surabaya (Ana lisis semiotik pada mural Gerakan Ikblas karya komunitas Serbuk Kayu). ·

Pernbimbing : Nasrullah, S.Sos, M.Si dan Jamroji M.comm

Kata kunci : Mural, Gerakan Ikhlas, Kritik, Kebun Binatang Surabaya, Analsis Semiotik, Charles Sanders Pierce, Analisis Paradigmatik , Levis-Strauss

Penelitian ini dilakukan pada salah satu karya street art yang berhubungan dengan Konflik yang memanas di Kebun Binatang Surabaya. Yang menyebabkan kematian pada sejumlah koleksi satwa yang ada diKebun Binatang Surabaya. Membuat dua perupa dari komunitas SERBUK KAYU meresponnya dalam bentuk komunikasi visual yakni mural. Menggambarkan keadaan sosial yang ada didalamnya . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana makna dari tanda -tanda yang disampaikan dalam mural versi

"Gerakan Ikhlas" save KBS.

Dalam penelitian ini ada tinjauan pustaka menjadi rujukan untuk membantu peneliti dalam melakukan penelitian, salah satunya adalah komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang infonnasi visual melalui lambang-lambang kasat mata (Tinaburko sumbo, 2003) dan Kritik Sosial, Menurut (Mochtar Mas'oed, 1999 : 13) adalah penilaian ilmiah atau pengujian terhadap masyarakat pada suatu saat.

Peneliti ini menggunakan metode penelitian intepretatif dengan menggunakan analisis semiotik. Pada mural tersebut akan dite1iti dengan menggunakan pendekatan studi semiotik, yaitu teori semiotik menurut Charles S. Pierce. Berdasarkan teori semiotik Pierce maka gambar mural tersebut akan diteliti berdasarkan pengelompokan tanda Pierce. Ikon (icon) yaitu suatu hubungan antara tanda dan objek yang bersifat kemiripan . Indeks (index) yaitu adanya suatu hubungan alamiah dengan antara tanda dan petanda yang terdapat hubungan sebab akibat. Simbol (symbol) yaitu merupakan tanda yang menunjukan hubungan alamiah

antara penanda dengan petandanya . Didukung dengan analisis paradigmatik milik Levi-

strauss dimana menentukkan oposisi berlawanan dari hasil peristiwa dalam mural" Gerakan lkhlas';.

Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap makna mural "Gerakan Ikhlas" kritik terhadap Kebun Binatang Surabaya ini, maka peneliti memaknai icon pada mural adalah gambar kondisi gajah dan ikan dalam toples dengan staff petugas Kebun Binatang Surabaya . Indeks nya adalah makna tulisan "Migrasi Ke sorga" sedangkan symbol dengan pemaknaan karakter wama merah pada sepatu . dan ditemukan oposisi yang berlawan yakni Satwa dan KBS .Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada makna mural "Gerakan Ikhlas " sebagai kritik terhadap Kebun Binatang Surabaya maka dapat dimaknai bahwa mural bukan hanya sekedar gambar yang tidak memiliki makna, Namun dibalik itu ada sebuah pesan yang terkandung yakni berupa kritik sosial terhadap kondisi Kebun Binatang Surabaya yang terdapat konflik dalam internal pengelolanya yang berdampak pada kematian sejumlah satwa


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat serta kuasanya-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang dan dengan kuasanya telah memberikan kesempatan dan kemampuan pada penulis untuk sekedar menuangkan gagasan ide dalam bentuk karya skripsi ini berjudul :

Makna Mural Gerakan Ikhlas Sebagai Kritik Terhadap Kebun Binatang Surabaya (Analisis semiotik pada mural Gerakan Ikhlas karya komunitas Serbuk Kayu).

Dengan penuh keikhlasan, skripsi ini penulis persembahkan pada mereka yang yang berjasa dan telah menumbuhkan benih pengetahuan kepada mereka yang buta akan rimba kehidupan. Puji syukur dan terima kasih sebesar-besarnya bagi mereka, yang berjasa dalam perjalanan akhir dari rangkaian tugas akhir ini, kepada:

1. Allah SWT dengan kuasanya mampu menciptakan semesta alam yang indah padaku, menjawab doa-doaku dan maha segalanya. yang telah memberikan banyak hidayah serta rahmat-nya sehingga skripsi ini lancar dan selesai.

2. Nabi Muhammad SAW. melalui beliau ajaran islam itu disampaikan sehingga umat islam dapat mengikuti kebaikannya


(9)

3. Kedua orang tua ku tercinta Aries Soewandi dan Endah april puji rahayu , serta kakak-kakakku yang telah memotivasi dan memberi support penuh, yang telah senantiasa tidak ada henti untuk mendoakan, memotivasi dan memberikan kasih sayang yang melimpah sehingga terselesaikannya skripsi ini, serta beribu kata maaf atas keterlambatan dalam menyelesaikan tugas akhir ini

4. Bapak Nasrullah, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Jamroji M.comm selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dalam menyampaikan ilmu, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmunya kepada saya sebagai bekal untuk menjalani masa depan.

6. Untuk sahabat terbaikku Olyvia Risma Nidia yang telah menemani selama 2 tahun yang lalu, selalu setia memberikan perhatiannya tak jemu-jemu mengingatkanku akan kebaikan.

7. Buat kawan kawan sanggar seni rupa LENTERA, Firman, Pay, Roji, Isna ,Sulthan, Johan, Wahyu, Tata, Annisa, Bayu terima kasih yang memberikan support yang tak terhingga, menemani dan bertukar pendapat.

8. Teman-teman pergerakan ARTMOVEMENT di malang, saat kita melakukan kesenian bersama. Memang benar seharusnya berkesenian itu indah dan menyenangkan, begitu pula saat berproses kepenulisan ini.


(10)

9. Teman-teman kostan blie Chandra dan lintang yang sudah menemani malam dan secangkir coklat panas yang selalu siap sedia. Dan waktu untuk saling bercerita.

10.Teman-teman bimbingan yang memberi tips serta motivasi selama bimbingan, Qikey, Cipta, Anggi, Aldilla, juga turut memberikan bantuan, semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang berlipat.

11.Sahabat-sahabatku Shandy, Edwin, Ari, Hakim, Aman, Danang dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih kalian telah membantu dan bersama sama berjuang dikota Malang. 12.Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima

kasih atas kerjasamanya.

Dalam hal ini penulis hanya manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi penulisan maupun yang lainnya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran agar dapat memberikan masukan dalam penulisan selanjutnya. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Malang, 20 Januari 2015


(11)

1

DAFTAR ISI

Cover

Lembar Persetujuan ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar pernyataan Orisinalitas ... iii

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

D.1Manfaat Akademis ... 6

D.2Manfaat Praktis ... 6

E.TINJAUAN PUSTAKA ... 7


(12)

1

1.Komunikasi Visual... 7

2.Definisi Kritik ... 10

3.Kritik Sosial ... 11

4.Media dan Alat Kritik Sosial ... 12

5.Objek Kritik Sosial ... 13

6.Fungsi Kritik Sosial ... 14

E.2Mural Sebagai Komunikasi Visual ... 15

1.Definisi Mural ... 16

2.Sejarah Perkembangan Mural ... 17

3.Perkembangan Mural Di Indonesia... 19

4.Mural Dalam Hubungan Sosial ... 21

5.Kritik Sosial Dalam Mural ... 22

E.3Pemaknaan Tanda Mural Menggunakan Metode Semiotik ... 24

1.Analisis Semiotik ... 24

2.Semiotik Model Charles S. Pierce ... 26

3.Semiotik Analisis Paradigmatik ... 29

E.4Produksi Pesan... 32

E.5Kode ... 34

1.Kode Verbal ... 34


(13)

1

E.6Makna Tanda ... 36

E.7Tentang Makna ... 37

1. Makna Denotatif dan Konotatif ... 39

BAB II. METODE PENELITIAN ... 41

A.Metode dan Pendekatan penelitian ... 41

B. Objek Penelitian ... 42

C.Sumber Data ... 43

D. Metode pengumpulan Data ... 43

E. Waktu Penelitian ... 43

F. Analisis Data ... 44

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 46

A.Selayang Pandang Mural save KBS Karya Komunitas SERBUK KAYU ... 46

B.Sekilas Tentang Komunitas SERBUK KAYU ... 48

C.Komunitas SERBUK KAYU dan Pergerakannya ... 50

D.Karya-Karya Mural Komunintas SERBUK KAYU ... 52

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 55

A.Analisis Data Penelitian ... 56

1.Analisis Semiotik Charles S. Pierce ... 58

B.Analisis Paradigmatik Levis-Strauss ... 80

BAB V PENUTUP ... 86


(14)

1

B.Saran ... 87

B.1Saran Akademis ... 87

B.2Saran Praktis ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(15)

14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Dokumentasi mural “Gerakan Ikhlas” save KBS ... 5

Gambar 1.2 Gambar Mural di kota Belfast, Irlandia Utara. Mural terbaru yang dibuat pada Oktober 2006 ... 18

Gambar 1.3 Perlawanan Sengketa Tanah Dikampung Tambak Bayan, Surabaya 2011 ... 21

Gambar 3.1 Mural “Gerakan Ikhlas” save KBS ... 47

Gambar 3.2 Komunitas SERBUK KAYU ... 49

Gambar 3.3 Mural Gerakan Ikhlas # Pemilu ... 52

Gambar 3.4 Mural Gerakan Ikhlas #Hujan ... 53

Gambar 3.5 Mural Gerakan Ikhlas # Masa Depan ... 53

Gambar 3.6 Mural Gerakan Ikhlas # Aditional ... 54

DAFTAR LAMPIRAN


(16)

(17)

8

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

 Berger, Arthur Asa, (1998). Media Analysis Techniques. Sage Publication,

Inc.USA.Alih Bahasa. Budi, Setio. Teknik-teknik Analisis Media. Yogyakarta:

Universitas ATMA JAYA Yogyakarta

 Cangara, Hafied, (2002), Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

 Dirgantara, Yuana Agus, (2012), Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya

Indonesia,Yogyakarta; Garudhawaca digital book and POD.

 Fitriana, Rias, (2011), Politik dan Grafitty, Yogyakarta: Research centre for politic and goverment.

 Mochtar Mas‟oed, (1999), Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press.

 Mulyana, Deddy, (2001), Ilmu Komunikasi Suatu pengantar, Bandung; Remaja Rosdakarya.

 Piliang, Yasraf Amir, (2002), (Prolog), Identitas dan Budaya Massa: Aspek-Aspek

SeniVisual di Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti.

 Seto Wahyu Wibowo, Indiwan, ( 2013), Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi

Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta ; Mitra Wacana Media.

 Sobur, Alex, (2002), Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Framming, Bandung: Remaja Rosdakarya.

 Sobur,Alex, (2003),Semiotika Komunikasi, Bandung: PT remaja Rosdakarya.

 Susanto, Mikke, (2003), Membongkar Seni Rupa.Yogyakarta: Penerbit Jendela

Sumber Journal :

 Bambataa, Afrika dkk, (2005), Hip-Hop: Perlawanan Dari Ghetto, terj. Adhe,

Yogyakarta: Alinea. (laporan penelitian), pusat penelitian, universitas Kristen Petra, Surabaya.

 Cia Syamsiar, (2009), Bentuk Dan Strategi Perupaan Mural Diruang


(18)

9

 Ernst And Ernst, (1977), Social Responbility Disclosure : 1977 Survey, Cleve; And ;Ernst&Ernst.

 Manco, Tristan, (2004), Street Logos, London:,Thames and Hudson. (laporan penelitian), pusat penelitian, universitas Kristen Petra, Surabaya

 Rawls, J, (1999), Theory of Justice (Rev. Ed) Oxford ;Oxford University Press.

 I Wayan Setem dkk ,(2012), Seni Mural Sebagai Media Penyampaian Aspirasi

Masyarakat; Sebuah Kajian Politik Identitas.(laporan penelitian), Jurusan Seni Rupa

Murni Fakultas Seni Rupa Dan Desain, ISI Denpasar, Bali. hal 65.

 Wicandra, Obed Bima dan Novia Sophita A,(2006), Efek Ekologi Visual Dan Sosio-

Kultural Melalui Graffiti Artistik Di Surabaya. (laporan penelitian), pusat penelitian,

universitas Kristen Petra, Surabaya.

Sumber Website :

 Humas pemerintah kota surabaya, (2014), Dirut PDTS KBS jelaskan kondisi satwa, http://Surabaya.go.id (diakses 21 September 2014, pukul20.12)

 E jurnal,(2014), Kritik Sosial, http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/03/kritik- sosial.html ( diakses 28 Agustus 2014, pukul 23.24)

 Heru dwi waluyanto,(2002), Nirmana Volume 2 (128-134),

http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/view/16059/16051 (diakses 21 September 2014, pukul 22.45)

 Piyanieta, (2014), Komunikasi dari tahun ke tahun, www.komunikasi.us (diakses 4 Juli 2014, pukul03.00)

 Tri Nugroho Adi,(2011), Theories Of Messages Production,

http://sinaukomunikasi.wordpress.com (diakses 21 September 2014,pukul 22.10)

 wicandra, Obed Bima, (2006), The Dialectics in Urban Art, http://diy.c2o- library.net/2012/03/dialectics-urban-art-surabaya/?lang=id (diakses 25 September 2014, pukul 00.30)


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan mural di Surabaya saat ini telah menjadi trend salah satu seni pop yang lahir dari kondisi kota yang sangat kompleks dan ditunjang oleh kemudahan akses informasi yang memungkinkan berkomunikasi secara global, berbagai macam mural hampir menghiasi di setiap tembok sudut kota surabaya, mulai kritik, propaganda, hiasan arsitektural. Komunitas-komunitas mural di Surabaya sejak tahun 2005 mulai terekspose, seperti Tiada Ruang yang direspon positif oleh pemerintah kota Surabaya karena memfasilitasi beberapa komunitas lain yang ingin terlibat dalam gerakan tersebut. Kini, komunitas mural semakin marak ditandai dengan kehadiran Komunitas Bunuh Diri, Sembako, Arctic, dan Serbuk Kayu yang termasuk didalamnya. Komunitas-komunitas mural tersebut sangat massif dan responsif pada kondisi sosial politik. beberapa isu sosial dikota Surabaya yang muncul di media, maka besok malamnya di jalanan kota Surabaya isu tersebut sudah ditransfer dalam bentuk mural.

Pada tanggal 29 januari 2014, tepatnya dijalan Semarang, Surabaya terdapat aktifitas mural yang digerakkan oleh komunitas Serbuk kayu. Tepatnya di ujung jalan semarang bagian selatan dekat perempatan menuju stasiun pasar Turi. Mural tersebut di gambarkan oleh dua seniman Hanifi Nestamahtione dan Dwiki Komeng. Mereka memvisualkan pada tembok tentang keadaan Kebun Bintang surabaya dimana gambar gajah yang mati karena kelalaian oleh staff petugas


(20)

2

Kebun Binatang. Mural tersebut dimaksudkan sebagai bentuk keresahan mengenai KBS yang harus disuarakan dengan lantang agar aset kota Surabaya tidak terus tenggelam dalam kebobrokan sistem didalamnya, selain itu pula untuk mengkritisi pejabat publik dalam menangani kasus dari kematian sejumlah binatang. Kegiatan mural ini adalah bentuk respon dari pemberitaan di media salah satunya di website Humas kota Surabaya. Hal ini dicurigai karena pada Januari tepatnya tangga 28 januari 2014, muncul pemberitaan terkait Kebun Binatang Surabaya, yakni pemberitaan matinya sejumlah koleksi binatang. Opini dikaitkan dengan pengelolaan yang kurang baik oleh staff petugas Kebun Binatang Surabaya yang mengakibatkan menurunnya kualitas dari KBS itu sendiri. Isu lainnya seperti konflik kepemilikan lahan, dan konflik dari sistem kepengurusan itu sendiri. KBS merupakan aset kebanggaan kota Surabaya dan warganya, maka kedua seniman ini mencoba untuk menyuarakan lagi kejayaan KBS melalui Mural dengan maksud mengajak warga Surabaya untuk ikut berpartisipasi terhadap polemik yang ada di KBS.

Pada tahun 2010 pada saat pengelolaan Kebun Binatang Surabaya ditangan Toni Sumampau pengelolaan manajemen berjalan baik. Hingga diawal tahun 2013 terjadi penurunan kualitas hingga berdampak di tahun 2014 kabar tersebut baru muncul dimedia pemberitaan. semula ada 204 spesies namun kini jumlahnya tinggal 197 spesies. Secara keseluruhan, total satwa di KBS saat ini ada 3.459 ekor dengan rincian 84 ekor dalam keadaan cacat, tua maupun sakit dan 40 ekor lainnya sudah sangat tua dan berada dalam pengamatan serius. Misal seekor gajah bernama Hilir berjenis kelamin betina dan berusia 25 tahun. Pertama kali masuk, keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Selain sudah tua, mata


(21)

3

kanannya sakit dan berselaput. Lemahnya pengawasan sebelum ditangani PDTS KBS membuat faktor-faktor itu mungkin terjadi.

Berangkat dari penjelasan diatas telah memberikan pemahaman tentang kegiatan mural dari komunitas “Serbuk Kayu” yang bertemakan GERAKAN IKHLAS save KBS menggambarkan tentang keadaan sosial di lingkungan yayasan kebun binatang surabaya yang beberapa bulan lalu menjadi pusat perhatian pemberitaaan di kota Surabaya, yakni mati nya sejumlah satwa-satwa langkah yang tanpa sebab dan misterius. Penulis tertarik terhadap fenomena mural dalam mengkritik ketidak mampuan pelayanan pengelolah kebun binatang surabaya dalam memelihara dan merawat satwa-satwa langkah yang dilindungi, dan menginformasikannya pada masyarakat surabaya. Digambarkan dalam tembok itu seorang petugas pengelolah kebun bintang yang sedang menyiksa gajah, dengan dikekang ditendang disuntik. Selain itu burung yang sedang dalam tangkapan jala, dan ikan di toples dalam keadaan mati. Di karya itu juga terdapat kata-kata sindiran atau satire.

Melihat karya tersebut penulis menggunakan pendekatan analisis semiotik untuk mengkaji gambar mural serta teks (tulisan) yang tertuang dalam tembok

karya komunitas “Serbuk Kayu” tentang save KBS.

Harapan dari penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif pada kita semua. Secara sederhana, kita dapat menangkap makna tanda dari sebuah teks, yang tentu dalam kajian ini adalah gambar dan tulisan yang terdapat dalam mural tersebut. Kata kunci dalam penelitian ini adalah nilai-nilai sosial dalam gambar mural


(22)

4

Objek dari penelitian ini adalah gambar mural save KBS termasuk teks (yang berbentuk tulisan) yang tertuang dalam mural karya komunitas „Serbuk

Kayu”. Adapun mural yang diteliti sebanyak satu karya gambar (visual) dengan

pendekatan analisis semiotik. Berdasarkan penelitian terdahulu pernah di teliti tentang mural, yakni hubungan daya tarik mural sebagai media iklan pada jembatan layang Janti, dengan minat konsumen membeli produk Provider kartu As- Telkomsel. Yang membedakan penulisan ini dengan penelitian terdahulu adalah penulis ingin meneliti makna apa saja yang ada dalam mural yang dikerjakan oleh komunitas SERBUK KAYU dalam menanggapi persoalan di Kebun Bianatang Surabaya dengan menggunakan analisis semiotik. Sedangkan pada penelitian terdahulu meneliti bagaimana hubungan daya tarik mural sebagi media iklan jembatan layang di daerah Janti, yogyakarta dengan pendekatan

Explanatory research melalui pengujian hipotesis. Hal ini yang menunjukkan sisi

orisinalitas dari penelitian yang dilakukan oleh penulis. Mengapa penulis tertarik mengkaji mural ini?. Mural sangat unik , dengan dibumbui pesan pesan kritik sosial, sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian, penulis ingin mengungkapkan makna nilai-nilai sosial dari tanda-tanda yang terdapat dalam karya tersebut. Untuk itulah penulis berusaha untuk menggali lebih dalam simbol-simbol yang terdapat dalam mural save KBS. penulis mengambil judul penelitian,

MAKNA MURAL SAVE KBS SEBAGAI KRITIK TERHADAP KEBUN BINATANG SURABAYA (Analisis semiotik pada mural save KBS, karya komunitas Serbuk Kayu).


(23)

5

Gambar 1.1

Sumber : Dokumentasi “Gerakan Ikhlas” save KBS/ Serbuk Kayu

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan adalah apa makna dibalik tanda dalam mural versi Save KBS Karya Komunitas SERBUK KAYU?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui makna dari tanda-tanda yang disampaikan dalam mural versi Save KBS.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

D.1. Manfaat Akademis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian mengenai makna kritik dalam mural.

2. Sebagai refrensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti masalah serupa.


(24)

6

D.2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya dalam segi studi semiotik dalam lingkup komunikasi.


(25)

7

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Komunikasi Visual Sebagai Kritik Sosial

1. Komunikasi Visual

Menurut AD Pirous, komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara-pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga, atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain1.

Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan sangat pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambang-lambang, atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya tarik.

Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti: garis, warna, dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan. Di dalam rancang grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan

1

Tinaburko, sumbo, (2003), Semiotika Analisis Tanda pada Karya Desain Komunikasi Visual,

(laporan Penelitian), hal:31, jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –


(26)

8

daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan, guna mengefektifkan komunikasi.

Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal.

Dikatakan Umar Hadi (1993), sebagai bahasa, komunikasi visual adalah ungkapan ide, dan pesan dari perancang kepada publik yang dituju melalui simbol berujud gambar, warna, tulisan dan lainnya2. ia akan komunikatif apabila bahasa yang disampaikan itu dapat dimengerti oleh publik. Ia juga akan berkesan apabila dalam penyajiannya itu terdapat suatu kekhasan atau keunikan sehingga ia tampil secara istimewa, mudah dibedakan dengan yang lain.

Terkait dengan itu, perancang grafis T Sutanto seperti dikutip Umar Hadi menunjukkan potensi istimewa bahasa visual, antara lain: pertama, bahasa visual mempunyai kesempatan untuk lebih cepat dan langsung dimengerti daripada bahasa verbal, tulisan, lisan, atau suara. Kedua, bahasa visual dapat lebih permanen daripada bahasa suara yang bergerak dalam waktu serta lebih mudah dipisahkan dari keadaan kompleksitasnya. Ketiga, bahasa visual mempunyai kesempatan amat kuat

2

Tinaburko, sumbo, (2003), Semiotika Analisis Tanda pada Karya Desain Komunikasi Visual,

(laporan Penelitian), hal:32, jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –


(27)

9

nilai simbolisnya. Banyak orang enggan mengubah namanya ke dalam ejaan baru karena tulisan lebih dianggap sebagai simbol visual pribadinya, bukan sebagai sistem visualisasi bunyi

Macam komunikasi visual aliran street art yakni diantaranya ada mural dan grafitty. Mural merupakan seni grafis yang awalnya digunakan sebagai ekspresi artistik. Perkembangan fungsi mural tidak hanya berhenti sebatas ekspresi estetik saja, lebih dari itu mural mengandung pesan. Setiap pesan yang terdapat dalam mural memiliki dua tingkatan makna, yaitu makna yang dikemukankan secara eksplisit dipermukaan, dan makna yang dikemukakan secara implisit dibalik permukaan tampilan gambar3. Sedangkan grafitty yakni kegiatan seni rupa yang menggunakan komposisi warna, garis , bentuk dan volume untuk menuliskan kalimat tertentu diatas dinding. Alat yang digunakan biasanya adalah cat kaleng dan cat semprot. Menurut Susanto grafitti berasal dari kata “graffito” yang berarti goresan atau guratan4.

Graffiti artistik sendiri menunjukkan pada bentuk tag tulisan yang etrolah melalui bahasa visual yang estetik. Secara bentuk graffiti, dituliskan dengan pemanfaatan logotype atau juga kaligrafi yang biasa disebut Street Logos5.

3

Dirgantara, 2012; 23

4

Susanto, 2002; 47

5

Manco, (2004; 8) dalam Wicandra, Obed Bima dan Novia Sophita A. (2006), Efek Ekologi Visual

Dan Sosio-Kultural Melalui Graffiti Artistik Di Surabaya. (laporan penelitian), pusat penelitian, universitas Kristen Petra, Surabaya


(28)

10

2. Definisi Kritik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dsb. Menurut Adi Negoro (1949) kritik adalah senantiasa hendak mengambil faedah yang baik untuk orang banyak, sifatnya dalah membangunkan anggapan umum, atau membimbingnya dijalan yang benar, tidak mencela atau membantahnya saja. Krtitik yang berguna untuk mendidik rakyat, mengangkat perasaannya dari yang sesat kepada yang benar, dari yang gelap pada yang terang. Kritik adalah pertukaran pikiran yang jujur.6

` Empat pekerjaan kritik menurut Adinegoro:

1. Mengetahui apa yang dikritik.

2. Menempatkan pada tempatnya.

3. Mempertimbangkannya.

4. Menarik kesimpulan.

Kritik menentukan nilai kenyataan yang dihadapinya. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani Krinein , artinya memisahkan atau merinci. Kritik adalah penilaian atas nilai7.

6

E jurnal,(2014),Kritik Sosial, http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/03/kritik-sosial.html (

diakses 28 agustus 2014, pukul 23.24)

7


(29)

11

Apabila kritik sosial ditujukan pada sekelompok elite, umumnya yang dipermasalahkan adalah ada tidaknya pelaksanaan fungsi dan tugasnya yang didasarkan etos dan moralitas yang tinggi, sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas dari lapisan atas, yang biasanya merupakan teladan baginya.8

Kritik yang tidak berbahasa kejam menghantam, tetapi ada bantalan empuknya demi peredaman benturan keras yang dapat berakibat fatal. Namun kritik empuk berkat humor seperti yang kita lihat dalam gambar-gambar kartun sering justru mirip angin, lembut empuk tetapi

dapat membuat orang “masuk angin”. Paling tidak, dan ini yang kita

harapkan dari gambar humoristik : mampu memutar baling-baling kincir angin yang bertugas memompa air dari kedalaman tanah kepermukaan9.

3. Kritik Sosial

Kritik sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Menurut

Mochtar Mas‟oed Kritik sosial adalah penilaian ilmiah atau pengujian

terhadap masyarakat pada suatu saat10. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Terdapat beberapa pembahasan terkait kritik sosial. Kritik sosial juga

8 Susanto (dalam sobur , 2001; 195)

9

Heru dwi waluyanto,(2002), Nirmana Volume 2 (128-134),

http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/view/16059/16051 (diakses 21 september 2014, pukul 22.45)


(30)

12

berarti sebuah inovasi sosial dalam arti kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan-gagasan.

Dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan pihak-pihak lain dalam pertarungan politik.

4. Media dan Alat Kritik Sosial.

Komunikasi berkaitan dengan proses sosialisasi, karena komunikasi merupakan cara untuk bersosialisasi, yang dapat menempatkan individu dalam struktur sosial yang nyata. Dalam kegiatan sosial manusia menemui hambatan, bahwa tujuan dan keinginannya tidak selalu dibenarkan atau diterima oleh lingkungan sosialnya. Bila bahasa adalah komunikasi, maka lewat kritik, bahasa mampu tampil sebagai sebuah instrumen penyalur. Dalam studi linguistik bahasa memang bukan

sekedar “lambang” sebagai “alat” komunikasi tetapi juga hadir sebagai

kekuatan yang membentuk pikiran dan perasaan. Namun kritik sosial yang dilakukan tidak secara ekstrim mempertontonkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dimasyarakat, secara detail. Bisa juga kritik ini berupa ungkapan-ungkapan yang menyindir, menggunakan visualisasi yang lucu atau bisa juga menggunakan simbol-simbol yang mewakili maksud dari kritik sosial tersebut, dan yang terakhir ini butuh kajian yang lebih luas untuk memaknai tanda yang dihadirkan dalam simbol-simbol tersebut.


(31)

13

5. Objek Kritik Sosial

Dalam kegiatan sosialnya, individu akan mengalami adanya tekanan dan konflik dengan lingkungannya. Masyarakat diharuskan meneruskan nilai-nilai sosialnya, individu yang melaksanakan sosialisasi akan merasakan kontrol sosial, hal dimana merupakan tekanan pertama bagi dirinya. Melalui kontrol sosial setiap masyarakat berusaha mempertahankan keseimbangan sosialnya.11 Objek yang menjadi Kritik sosial biasanya memuat apa yang menjadi penyimpangan yang ada di lingkungan masyarakat, yang tidak sesuai dengan aturan aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Berbagai tindakan sosial ataupun individu yang menyimpang dari orde nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial Adanya kritik sosial bisa muncul ketika terdapat konflik yang bertentangan dengan tatanan kehidupan sosial yang bisa terjadi dimana saja ketika pertentangan-pertentangan mulai muncul dipermukaan. Pada umumnya, kritik sosial adalah segalah sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dalam melakukan kontrol jalannya sebuah sistem kehidupan.

Dalam kritik sosial itu sendiri, pelaku sosial memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum alam yang sudah teratur. Penduduk wajib menerapkan kontrak sosial guna mencegah individu tidak melakukan hal yang menyimpang dari hukum alam dan mengarahkan mereka untuk

11 E jurnal,(2014),Kritik Sosial, http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/03/kritik-sosial.html (


(32)

14

mematuhinya. Sementara itu , Jean Jacues Rousseau ( 1712-1778) berpendapat bahwa wujud alam bukan wujud dari suatu konflik akan tetapi merupakan kondisi yang memberikan kebebasan bagi individu untuk berbuat kreatif12. Oleh karena itu individu yang matang merupakan pelaku sosial, maka kontrak sosial dibentuk sebagai media untuk mengatur tatanan kehidupan sosial. Kontrak antara pelaku sosial dimaksudkan untuk mengatur kondisi yang dapat menghasilkan sesuatau yang terbaik bagi semua orang. Versi kontemporer dari Social Contract Theory berusaha menjelaskan bahwa hak dan kebebasan individu dan kelompok social harus dibentuk berdasarkan pada perjanjian yang saling menguntungkan bagi anggota masyarakat13.

6. Fungsi Kritik Sosial

Kritik sosial dapat menjadi sarana komunikasi atau gagasan baru untuk suatu perubahan sosial . dalam kerangka yang demikian berfungsi untuk membongkar berbagai sikap konservatif, status quo dan Vested

Intersert dalam masyarakat untuk perubahan sosial14.

Selain itu kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan produksi sebuah sistem sosial atau bermasyarakat. Jadi kritik sosial adalah aktifitas yang berhubungan dengan penilaian

(jugling), perbandingan (Comparing) dan pengungkapan (revealing)

12

Ernst and Ernst, 1977, Social Responbility Disclosure : 1977 survey, Cleve; and ;Ernst&ernst

13 Rawls, J. (1999). Theory of Justice (Rev. Ed) Oxford ;Oxford University Press

14Mochtar Mas’oed, 1999 : 7


(33)

15

mengenai kondisi sosial atau masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman.

Dalam dunia pers, menyampaikan kritik sosial adalah salah satu cara menjalankan fungsi normatifnya, yakni sebagai alat kontrol sosial. Menyampaikan kritik sosial bagi pers bermakna sebagai mana cara pers menyalurkan aspirasi sosialnya, aspirasi masyarakat dan merupakan salah satu cara bagaimana memposisikan pers sebagai wahana kataris sosial, sarana pelepasan kegelisahan, keprihatinan, bahkan kemarahan masyarakat

Kritik sangat diperlukan ketika ada seseorang atau kelompok masyarakat dirugikan oleh sekelompok penguasa. Kritik sosial tidak dipahami sebagai instrument untuk menciptakan proses integrasi. Kritik sosial harus jelas dan transparan, yang berfungsi sebagai sistem sosial

E.2. Mural sebagai Komunikasi Visual.

Komunikasi visual hanya mampu memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang ada dan hanya berkaitan dengan eksekusi visual, namun juga mampu memilih media yang tepat dan relevan untuk membangun komunikasi dengan masyarakat. Mural adalah salah satu media yang efektif dan akhir-akhir ini dijadikan media penyampai pesan secara visual. Mural tidak hanya berdiri sendiri tanpa kehadiran ribuan makna. Bagi pembuatnya, ada pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui mural. Ada pesan dengan memanfaatkan kehadiran mural dengan mencitrakan kondisi sekelilingnya, diantaranya mural hanya untuk kepentingan estetik, untuk menyuarakan kondisi sosial budaya, ekonomi


(34)

16

dan juga politik15. Sekarang, mural berkembang tidak hanya menyampaikan pesan secara sosial namun juga ada yang ke arah komersial (seperti mural iklan A-Mild, Flexi, Rinso, dll).

Kota sebagai salah satu tujuan dalam seni mural berupaya dihidupkan lagi setelah „dimatikan‟ oleh perkembangan industri dan berbagai dampak yang mengikutinya. Kerusakan ekologi yang dimunculkan dalam bentuk kepulan asap kendaraan bermotor, panasnya cuaca akibat tidak adanya lagi pohon-pohonan, dinding kota yang tak terawat serta segala bentuk kebisingan „disegarkan‟ kembali oleh mural yang kaya warna dan kaya interpretasi dalam segala aspek visualnya.

1. Definisi Mural

Mural atau sering diistilahkan lukisan dinding lukisan besar yang dibuat untuk mendukung ruang arsitektur16. Mural merupakan seni grafis yang awalnya digunakan sebagai ekspresi artistik. Perkembangan fungsi mural tidak hanya berhenti sebatas ekspresi estetik saja, lebih dari itu mural mengandung pesan serta kritik sosial sebagai reaksi perlawanan dan pergolakan yang muncul ditengah –tengah masyarakat ataupun terhadap kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat.17

Ada sisi lain dari mural itu sendiri. Mural yang ada pada saat ini tidak hanya menekankan nilai-nilai estetik saja, tetapi ada yang lebih esensial dari pada hal tersebut, yaitu sebagai penyampaian ide, gagasan,

15

Wicandra, Obed Bima, (2005), Berkomunikasi secara Visual Melalui Mural di Jogjakarta, hal;

129-132, Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra

http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=DKV

16 Susanto,( 2007;76)

17


(35)

17

kritik,dan saran. Lebih menarik lagi mural, mural itu dilengkapi tulisan, sehingga memunculkan fenomena yang dapat ditinjau dari segi linguistik. Mural sebagai salah satu unsurnya adalah sebuah teks dan sistem tanda yang berorganisir menurut kode-kode yang merefleksikan sikap tertentu, sikap dan keyakinan tertentu. Setiap pesan yang terdapat dalam mural memiliki dua tingkatan makna, yaitu makna yang dikemukankan secara eksplisit dipermukaan, dan makna yang dikemukakan secara implisit dibalik permukaan tampilan gambar.18

2. Sejarah Perkembangan Mural

Mural dalam perjalananan seni rupa tidak bisa dilepaskan dari jaman pra sejarah kira-kira 31.500 tahun silam, ketika ada lukisan gua di Lascaux, selatan Prancis. Mural yang dilukis oleh orang-orang jaman prasejarah ini menggunakan cat air yang terbuat dari sari buah limun sebagai medianya. Lukisan mural pada jaman prasejarah ini paling banyak ditemukan di Prancis. Di Prancis, ada sekitar 150 tempat mural ditemukan, kemudian di Spanyol ada 128 tempat dan di Italia mural ditemukan di 21 tempat.

Sejarah seni rupa juga mencatat, lukisan mural yang termashur adalah Guernica atau Guernica y Luno karya Pablo Picasso. Picasso membuat mural ini untuk memperingati pengeboman tentara Jerman di sebuah desa kecil dengan mayoritas masyarakat Spanyol. Karya tersebut dihasilkan saat perang sipil Spanyol berkecamuk di tahun 1937. Di negara-negara konflik, seperti Irlandia Utara, mural sangat mudah ditemui di

18


(36)

18

semua dinding kota. Tercatat sekitar 2000 mural dihasilkan dari sejak tahun 1970 hingga sekarang dan dengan demikian Irlandia Utara-lah negara yang sangat produktif menghasilkan mural. Propaganda politik menjadi tema sentral dalam mural tersebut.

Gambar 1.2 Mural di kota Belfast, Irlandia Utara. Mural terbaru yang dibuat pada Oktober 2006

Sumber : Jurnal DKV Univ. Petra Surabaya

Mural pada perkembangannya telah menjadi bagian dari seni publik yang melibatkan komunikasi dua arah. Seniman mural melakukan komunikasi secara visual kepada masyarakat terhadap apa yang ingin dicurahkannya, sedangkan masyarakat sebagai penikmat dalam praktiknya mampu berinteraksi langsung kepada seniman. Hal ini semakin menunjukkan dalam seni mural, bahwa interaksi tidak hanya dilakukan

secara visual yang menganut pandangan „seni adalah seni‟ tanpa

pertanggungjawaban yang pasti, namun mural juga mampu mendekatkan dirinya sebagai seni yang berinteraksi juga secara verbal19. Dalam hal ini,

19

Obed bima wicandra, (2006), The Dialectics in Urban Art,

http://diy.c2o-library.net/2012/03/dialectics-urban-art-surabaya/?lang=id (diakses 25 September 2014, pukul 00.30)


(37)

19

masyarakat memperoleh pencerahan dalam dunia seni rupa dan secara teknis, masyarakat awam dapat mengambil peran sebagai seniman juga.

3. Perkembangan Mural di Indonesia

Perkembangan mural di indonesia, banyak kota yang memang tidak dapat merealisasikan praktek-praktek senirupa publik, karena terkait beberapa faktor, yakni senimannya, lingkungan dan pemerintah kota, namun salah satu kota yang banyak dijumpai mural yakni Yogyakarta, termasuk kota yang menyuguhkan mural kepada publik, seniman dikota ini termasuk aktif merealisasikan penciptaan mural20. Karena banyaknya seniman yang tinggal dikota Yogyakarta dan merupakan kreator-kreator yang kreatif dalam penciptaan karya seni yang beraneka ragam. Kota Yogyakarta adalah salah satu basis pertemuan seniman dari negara-negara lain sehingga memungkinkan adanya interaksi dari berbagai jenis kesenian yang sedang berkembang. Mereka tidak hanya berkarya dimedia yang biasa (konvensional), tapi turun kejalan-jalan dengan kerja sama yang baik dengan pihak pemerintah kota, sponsor dan dilandasi semangat yang tinggi maka lahirlah mural yang menarik dan berbobot. Tetapi masih jauh dari yang diharapkan, karena kebanyakan karya yang diciptakan merupakan ekspresi pribadi senimannya yang belum tentu bentuk dan maknanya sesuai dengan kepentingan publik .

Berbeda dengan surabaya, Seni mural di Surabaya terbilang baru dalam perkembangannya yang berbeda dengan grafiti yang lebih dulu dikenal di Surabaya sejak tahun 2000-an. Sekitar tahun 2005, mural mulai

20 Cia Syamsiar, (2009),

Bentuk Dan Strategi Perupaan Mural Diruang Publik,(journal), Jurusan Seni Rupa Murni ISI ,yogyakarta, Brikolase, hal 36


(38)

20

dikenal dan secara perlahan menumbuhkan komunitas-komunitas baru yang lebih beragam, mulai dari pelajar sampai mahasiswa. Beberapa kota di negara-negara yang menjadi kiblat mereka dalam beraksi membuat mural adalah London, New York, Melbourne, serta kota di Indonesia seperti Yogyakarta21 . dikota Surabaya pernah diadakan event gerakan mural kota, berbagai media massa seperti Jawa pos, Surya, Surabaya post, dan media portal internet menanggapi dengan tulisan yang positif tentang kehadiran mural di kota Surabaya. Salah satu komunitas Mural yakni Tiada Ruang pernah tercatat dalam Biennale Jogja IX tahun 2007 serta masuk dalam reportase di 3 kota yang dilanda mural, yakni Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya ditahun 2008. Berbagai komunitas mural disurabaya sangat massif dan responsif pada kondisi sosial dan politik. Sehingga isu-isu yang mulai muncul dipermukaan, pada malamnya isu tersebut telah ditransferkan dalam bentuk mural ditembok jalanan Surabaya. Pada akhir tahun 2011 berbagai komunitas mural membentuk Serikat Mural Surabaya (SMS) sebagai wadah bersama melakukan aksi mural dijalanan. Dan surabaya pun tak luput dari seni mural kota.

21

Wicandra, Obed Bima, (2006), Merebut Kuasa Atas Ruang Publik : Pertarungan Ruang

Komunitas Mural Disurabaya, (laporan penelitian), pusat penelitian, universitas Kristen Petra, Surabaya


(39)

21

Gambar 1.3 mural perlawanan sengketa tanah dikampung tambak bayan, Surabaya 2011

Sumber: Indonesia Street Art Database

4. Mural dalam hubungan sosial.

Hubungan sosial tergambarkan dengan ada relasi yang cukup erat antara gambar dalam mural dengan kondisinya. Ikon dan simbol wilayah yang terpetakan berdasarkan di daerah manakah mural di buat juga menjadi kekhasan tersendiri. Ikon seperti ini menjadi ikon wilayah yang khas untuk menandai wilayah dan budaya tertentu. Sehingga mural yang bermaksud memperbaharui lingkungan tidak harus menghapuskan keberadaan aslinya, namun sebisa mungkin dipertahankan sebagai ikon atau simbol suatu wilayah.22

Hal ini untuk memunculkan kultur khas dari suatu wilayah, sehingga mural tidak sekedar media seni rupa yang berbicara tanpa pesan namun mampu memunculkan identitas kota.

22


(40)

22

Gambar 1.4 mural Gerakan Ikhlas

Sumber : Dokumentasi www,facebook.com/Serbuk Kayu

3. Kritik Sosial Dalam Mural.

Visualisasi mural terhadap pemirsanya memberikan dampak, yakni memberikan pembelajaran ide-ide tentang kesenirupaan dan pendidikan sosial. Selain itu pembelajaran tersebut memunculkan ide-ide tentang mural sebagai media kritik sosial dari masyarakat itu sendiri23. Disatu sisi, sebuah karya mural mengandung nilai-nilai intrinsik. Karya mural harus lahir dari pemahaman terhadap keterampilan tehnis yang bisa diwujudkan dalam karya tersebut. Disisi lain, mampu dipertanggungjawabkan dalam interaksi sosial, seniman harus mempertanggung jawabkan proses

23

I Wayan Setem dkk, (2012), Seni Mural Sebagai Media Penyampaian Aspirasi

Masyarakat;.(laporan penelitian), Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa Dan Desain, ISI Denpasar, Bali. hal 62


(41)

23

kreatifnya atau bahkan menyampaikan sesuatu yang dianggapnya penting lewat karyanya tersebut.

Dunia mural, menyampaikan kritik sosialnya adalah salah satu cara menjalankan funsi normatifnya, yakni sebagai alat kontrol sosial, menyampaikan kritikan sosial bagi lapisan masyarakat lewat media tembok jalanan atau dikenal dengan istilah Street Art, mempunyai makna sebagai cara bagaimana mural menyampaikan aspirasi sosialnya. Aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan merupakan salah satu bagaimana memposisikan media visual art dalam hal ini mural sebagai wahana kritik sosial.

Kritik sosial dalam mural menyuarakan dari beberapa segi yakni

sosial budaya,ekonomi, dan politik24. Semisal Kritik sosial dalam sosial

budaya, menggambarkan bagaimana, mural diciptakan di antara kafe dan

pemakaman umum. akan menjadi menarik karena mural mampu memunculkan citra kedekatan cafe dengan makam tetapi tidak menghilangkan kesan nyungkani. Dalam Ekonomi penggambaran mural dimaksudkan menyentil masyarakat yang terbiasa menyukai permainan yang diikuti judi. Pesan mural yang dimunculkan mengajak giat bekerja dari pada berharap durian runtuh melalui permainan judi. Kritik sosial dalam politik, mural yang dibuat oleh negara-negara sosialis menyuarakan

24

Wicandra, Obed Bima, (2005), Berkomunikasi secara Visual Melalui Mural di Jogjakarta, hal;

129-131, Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra


(42)

24

pada kepatuhan terhadap ideologi yang dianut, dukungan kepada pemerintah hingga ajakan melawan terhadap pemerintah.

E.3. Pemaknaan Tanda Mural Menggunakan Metode Semiotik.

Coretan mural adalah signification25.“...signification adalah hal yang menunjuk signifier pada signified.” Ketika mural telah mewakilkan atau menunju terhadap sesuatu, artinya keberadaannya dikategorikan sebagai suatu tanda atau sign. Keberadaan mural sebagai signification secara langsung menyertakan aspek material dan mental sekaligus. Pada dasarnya mural adalah sign itu sendiri. Selanjutnya, terdapat aspek material berupa tulisan, lukisan yang berfungsi menandakan sesuatu. Pada saat yang sama, hadir juga aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh mural semisal kesan yang bisa ditangkap secara mental.

Akan berbeda, jika saja mural itu hadir dalam eksemplar tulisan semacam buku teks, jurnal atau bahkan infotainment. Barthes menjelaskan bahwa keberadaan material sebuah sign dalam hal mural dapat sebut sebagai signified. Kesan mental yang tampil dari pesan jelas akan berbeda. Hal inilah yang disebut oleh Barthes sebagai signifier26.

1. Analisis Semiotik.

Tanda-tanda (sign) adalah basis dari seluruh komunikasi27. Manusia dengan perantara tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis

25

St. Sunardi (2002)

26 St. Sunardi,( 2002:48)

27


(43)

25

semiotika komunikasi dan semiotik signifikasi28. yang pertama

menekankan tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengamsumsikan ada enam faktor didalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima, kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan29. Yang kedua

memberi tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Pada jenis yang kedua tidak dibahasnya ada tujuan komunikasi yang diutamakan adalah sebuah pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerimaan tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya.

Semiotik30 adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda . Semiotika, atau dalam istilah barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memakai hal-hal. Dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memakai dalam artian obyek-obyek-obyek itu hendak berkomunikasi ,tetapi juga mengkomstitusi sistem struktur dari tanda .

Dewasa ini, setidaknya ada sembilan macam semiotik, yakni 31:

1) Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis tentang sistem tanda.

2) Semiotik deskriptif, semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dulu kita

28

Eco.(1979; 8-9 ); Hoed,(2001:140)

29

Jacobson,1963, dalam hoed ,(2001;140).

30 Barthes, 1988: 179 ;Kurniawan,( 2001 :53)

31


(44)

26

tetap saksikan hingg sekarang ex: langit mendung berarti akan uturun hujan.

3) Semiotik faunal (Zoosemiotic), semiotik yang khusus digunakan untuk memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.

4) Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat terterntu.

5) Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folkore).

6) Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.

7) Semiotik normatif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda yang dibuat manusia berwujud norma-norma, ex : rambu-rambu lalu lintas.

8) Semiotik sosial, semiotik yamg menelaah sistem tanda yang dibuat manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata dalam satuan yang berwujud kalimat. Dengan kata lain bisa disebut sebagai sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.

Semiotik struktural, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda yang dimanefestasikan melalui struktur bahasa.

2. Semiotik Model Charles S. Pierce.

Teori dari Charles S Pierce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskriptif struktural dari semua sistem


(45)

27

penandaan. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktural tunggal32 .

Semiotika menurut Pierce adalah suatu hubungan antara tanda, objek, makna. Analisis semiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah semiotika yang dikemukan oleh Charles Sanders Pierce.33 Untuk memudahkan penafsiran dapat dijelaskan dengan bagan segitiga berikut :

Tanda Menurut Pierce

sign

Intepretant object

Sumber : John Fikse, 1990 pada Alex Sobur, 2001:115

Menurut Pierce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga ,yaitu

Representament yang oleh Pierce disebut juga dengan tanda (sign)

berhubungan dengan object yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan intepretant. Tanda atau Representament adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Pierce mengistilahkan Representament sebagai benda atau objek

32 Sobur , (2002;97)

33


(46)

28

yang berfungsi sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasa objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama34.

Pierce membedakan tipe tanda menjadi : icon, Index, Symbol yang didasarkan atas relasi diantara representamen dan objek.

Icon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa sehingga

tanda itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Didalam ikon ada hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya, sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang ikonik menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek sebenarnya.

Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau

ekseistensial diantara representamen dan objeknya. Didalam indeks, hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contohnya jejak telapak kaki diatas permukaan tanah, misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang tamu dirumah kita.

Simbol adalah jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional

sesuai kesepakatan atau konvens sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda bahasannya pada umumnya adalah simbol-simbol.

Berikut tabel ini bisa lebih memperjelas;

34


(47)

29

Trikotomi ikon/indeks/simbol Pierce

Tanda Ikon Indeks Simbol

Ditandai dengan -Persamaan

(kesamaan)

Hubungan sebab – akibat

Konvensi

Contoh -Gambar-gambar

-Patung- patung

-Tokoh besar

-Asap /api

-Gejala/penyakit

-Kata-kata

- Isyarat

Proses Dapat dilihat Dapat

diperkirakan

Harus dipelajari

Sumber: Berger, Arthur Asa. 2000b , tanda-tanda dalam kebudayaan komtemporer. Yogyakarta: PT Tiara wacana, hal 14.

3. Semiotik Analisis Paradigmatik.

Analisis paradigmatik pada sebuah teks melibatkan penyelidikan pola-pola pasangan oposisi (berlawanan) yang tersembunyi dan menghasilkan makna. Menurut Alan Dundes , Paradigmatik analisis

struktural yakni berupaya menggambarkan suatu pola ( berdasarkan

prinsip oposisi- berlawanan), yang menurut dugaan mendasari teks cerita. Pola ini tidak sama seperti struktur yang berangkaian. Elemen –elemen dikeluarkan dari urutan yang terjadi (given) dan dikelompokkan kembali dalam satu atau lebih skema analitis35.

35


(48)

30

Yang diselidiki oposisi yang berpasangan (kutub) karena makna didasarkan pada kemantapan hubungan dan hal yang paling penting dari hubungan-hubungan yang ada dalam produksi makna- bahasa adalah oposisinya. Oposisi yang ditemui oleh semiotikus dalam teks yang sesungguhnya aktual dan harus ada didalam teks. Pencarian makna tanpa melihat kutub oposisi, seperti mendengarkan suara tepukan satu tangan.

Tabel berikut menjelaskan kutub oposisi dalam cerita The Prisoner

episode “Arrival” :

Kebebasan Pengawasan

Nomor enam Nomor dua

Individual Organisasi

Kemauan keras Kekuasaan

Melarikan diri Penjebakan

Kepercayaan Kecurangan

Sumber: : Berger, Arthur Asa. 1998. Media Analysis Techniques. Sage Publication, Inc.USA.Alih Bahasa. Budi, Setio. Teknik-teknik Analisis Media. Yogyakarta: Universitas

ATMA JAYA Yogyakarta., hal 24.

Analisis sintagmatik teks, menurut Claude levi-Strauss

memperlihatkan makna yang manifes (nyata-tampak) dan analisis paradigmatik teks memperlihatkan makna yang laten. Struktur yang nampak dari teks terdiri dari situasi : apa yang terjadi disana, sementara struktur laten berisi teks tersebut berbicara tentang apa, atau saat


(49)

31

menggunakan pendekatan paradigmatik36. Peneliti tidak terlalu menaruh perhatian dengan apa yang dikerjakan karakter, tetapi lebih pada apa yang dimaksudkan.

Hal yang paling penting tentang mitos, adalah kisah yang diceritakan orang, bukan masalah gaya pengkisahannya. Jadi fokusnya adalah relasi-relasi yang disusun diantara karakter dan apa arti diantara relasi tersebut, bukan bagaimana cara kish tersebut diceritakan. Mitos menurut Levi-Strauss, memberikan pesan-pesan yang dikode dari tingkat kebudayaan sampai individual, dan tugas para analis adalah menunjukkan

“Topeng” atau pesan yang tersembunyi dengan “memecahkan kodenya”.

Pada akhir analisis, hal tersebut termasuk memperoleh struktur paradigmatik dari teks.

Dalam membuat analisis paradigmatik dari sebuah teks, peneliti harus memperhatikan dan menghindari beberapa kemungkinan kesalahan. Peneliti harus yakin mendapatkan oposisi yang tepat (yang berlawanan untuk menunjukkan sebuah kebalikan). Lalu peneliti yakin bahwa oposisi yang diperoleh didapatkan (terikat) pada karakter-karakter atau peristiwa-peristiwa pada teks37.

E.4. Produksi Pesan

36 Propp, (2000; 24)

37


(50)

32

Sifat dan tingkah laku seseorang sangat memperngaruhi dalam memproduksi sebuah pesan. Karena sifat dan tingkah laku seseorang, merupakan faktor utama dalam berkomunikasi. Menurut James Mc Croskey dan Michael Beatty, bahwa dalam sebuah komunikasi terbatas pada suatu sikap dan tingkah laku seseorang yang sebagai akibat dari proses pemikiran syaraf otak. Tetapi semua itu, tidak terlepas dari teori akomodasi dan adaptasi. Karena kedua teori ini, sangat berperan sekali dalam hal penyesuaian sebuah sikap dan tingkah laku seseorang dalam menyampaikan sebuah pesan kepada seseorang baik verbal ataupun non verbal. Konsep dasar dari teori produksi pesan adalah menunjukan peran dari tingkah laku seseorang dalam menyampaikan sebuah pesan dan bagaimana pesan itu diproduksi, diolah, disampaikan serta dinilai oleh audiens atau khalayak.

Karena sifat dan tingkah laku merupakan komposisi dari sebuah pesan agar dapat dinilai dalam menyampaikan serta mengkomunikasikan sebuah pesan. Produksi pesan merupakan cara penyampaian pesan dalam konteks interaksi dan kultural. Elemen ini menjelaskan bagaimana menciptakan apa yang seseorang tulis, ucapkan dan ekspresikan dengan orang lain. Di samping itu, tujuan dari produksi pesan juga menjadi dasar penting dalam elemen ini. Di balik produksi pesan biasanya ada kepentingan-kepentingan yang mempengaruhinya (aspek politis).


(51)

33

Tujuan (intention) merupakan faktor yang krusial dalam memutuskan apa yang membentuk sebuah pesan38. Ia juga menambahkan tujuan pengirim mungkin dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau tidak disadari. Tujuan ini bisa tujuan informatif, persuasif, kontrol, dan lainlain tergantung kepentingan apa yang melatar belakanginya.

Sebelum seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain, orang tersebut akan terlebih dahulu memproduksi pesan dalam pikirannya. Produksi pesan ini melibatkan proses mental di dalamnya, yaitu apa yang seseorang pikirkan sebelum pada akhirnya mengkomunikasikannya kepada orang lain. Hasil dari proses produksi pesan tersebut dapat disampaikan baik secara verbal maupun non-verbal. Pengalaman akan berperan sebagai penyaring mana yang perlu diteruskan dan mana yang tidak, serta bagaimana makna akan disampaikan. Proses ini yang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan komunikasi. Apa yang hendak disampaikan dalam proses komunikasi, dikemas lewat produksi pesan, maka proses produksi pesan menjadi sesuatu yang menarik untuk diamati. Lewat produksi pesan akan diketahui apa yang hendak diturunkan oleh seniman kepada khalayak umum.

Perbedaan latar belakang antara seniman dengan masyarakat tentunya membawa persoalan tersendiri. Masalah bahasa, pendidikan, kebiasaan,dan sebagainya menjadi pertimbangan dalam pengemasan

38


(52)

34

pesan. Tidak hanya itu, perbedaan sesama seniman lainnya juga memunculkan cara produksi pesan yang berbeda. Tetapi ada juga seniman yang memilih untuk bersikap lebih kompleks dalam menyampaikan sebuah pesan. Tentu saja hal ini bukan tanpa maksud, justru karena banyak maksud yang tersembunyi dibalik sebuah pesan.

E.5. Kode

Sebagai mahkluk sosial dan juga mahkluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol ,baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun bersifat alami .

Manusia dalam keberadaannya memiliki keistimewaan dibanding mahkluk lainnya. Selain kemampuan daya pikir, manusia memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan canggih, sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan dan jarak waktu.

Dalam kehidupan sehari hari seringkali dijumpai banyak simbol dan kode, kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti. kode pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam.

1. Kode verbal

Kode verbal dalam pemakainnya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara terstuktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti .


(53)

35

2. Kode NonVerbal

Manusia dalam berkomunikasi selain menggunkan kode verbal juga menggunakan kode nonverbal. Kode non verbal biasanya disebut bahasa isyarat atau bahasa diam.

Kode adalah cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial,untuk memungkinkan satu pesan yang disampaikan dari seorang ke seorang lainnya39. Roland Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeunetika, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, kode kultural atau kode kebudayaan40. Uraian kode –kode tersebut dijelaskan sebagai berikut41:

1. Kode hermeunetika, yaitu artikulasi berbagai cara petanyaan, teka-teki, penanguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban.

2. Kode semantik. yaitu kode yang menanggung konotasi pada level penanda. Misal konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain kode semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminis, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.

3. Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofernia.

4. Kode narasi atau proaiterik, yaitu kode yang mengandung unsur cerita, urutan, narasi atau anti narasi.

39

Pialang, (1998;17) dalam tinaburko (2008;17)

40 Barthes,(1974;106)

41


(54)

36

Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah ,moral, psikologi, sastra, seni, legenda.

E.6. Makna Tanda

Di dalam keseharian, manusia tidak dapat lepas dari gejala penandaan. Gudykunts dan Kim memberikan suatu asumsi bahwa manusia dalam kehidupan berkomunikasi dalam budaya tertentu tidak terlepas dari simbol-simbol atau tanda-tanda42

Dalam kajian semiotik, tanda merupakan konsep utama yang dijadikan sebagai bahan analisis dimana didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk intepretasi pesan yang dimaksud. Secara sederhana, tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia, menurut pierce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya.

Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut

tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diintepretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol43.

42 Seto,( 2013; 144)

2


(55)

37

E.7. Tentang Makna

Dalam penjelasan Umberto Eco, makna dari sebuah wahana tanda (sign-vechicle) adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana – wahana tanda yang lainnya serta dengan begitu, secara semantik mempertunjukkan pula ketidak tergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.44

Ada tiga hal yang coba dijelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni;

1. Menjelaskan makna kata secara alamiah, 2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah, dan 3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.

Dalam kaitan ini kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi; (1) kata; (2) kalimat; (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk berkomunkasi45.

Wendell johnsons memberikan suatu asumsi tentang pemaknaan dalam komunikasi antar manusia,yaitu :

1) Makna ada dalam diri manusia

Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, makna yang dapat didengar pendengar dari pesan –

44 Budiman,(1999;7)

45


(56)

38

pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan.

2) Makna terus berubah

Banyak kata yang maknanya terus berubah tergantung segala pengalaman dan kejadian yang bergilir seiring dengan waktu.

3) Makna butuh acuan

Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4) Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna

Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata.

5) Makna tidak terbatas jumlahnya

Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Satu kata bisa memiliki ribuan makna. 6) Makna dikomunikasikan hanya sebagian

Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar dapat dijelaskan.

` Asumsi tentang pemaknaan yang dikemukakan oleh johnson menitikberatkan bahwa makna pada dasarnya ada dalam diri seseorang, berubah-ubah dan bermacam-macam dan sangat bergantung


(57)

39

pada kepentingan yang diacunya baik budaya , ekonomi, politik dan lain-lain46.

1. Makna Denoatif dan Konotatif

Jenis makna yang dikemukan para ahli pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna konotatif47. Kata –kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut kata Denotatif, makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna refrensial).

Denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting didalam ujaran48. Makana denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda49

sedangkan makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping mkana dasar yang umum , dinamakan makna konotatif. Konotasi (connotation, evertone, evocatory)

diartikan sebagai “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang

didasarkan perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada

46

Seto, (2013;147)

47

Keraf, (1994; 27-31)

48 Lyons, (dalam Pateda, 2001;98)

49


(58)

40

pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”, dengan kata lain, “mkana

konotatif merupakan makna leksial + X”50

50


(1)

35

2. Kode NonVerbal

Manusia dalam berkomunikasi selain menggunkan kode verbal juga menggunakan kode nonverbal. Kode non verbal biasanya disebut bahasa isyarat atau bahasa diam.

Kode adalah cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial,untuk memungkinkan satu pesan yang disampaikan dari seorang ke

seorang lainnya39. Roland Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkan

kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeunetika, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, kode kultural atau kode

kebudayaan40. Uraian kode –kode tersebut dijelaskan sebagai berikut41:

1. Kode hermeunetika, yaitu artikulasi berbagai cara petanyaan, teka-teki,

penanguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban.

2. Kode semantik. yaitu kode yang menanggung konotasi pada level

penanda. Misal konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain kode semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminis, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.

3. Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis,

antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofernia.

4. Kode narasi atau proaiterik, yaitu kode yang mengandung unsur cerita,

urutan, narasi atau anti narasi.

39

Pialang, (1998;17) dalam tinaburko (2008;17)

40 Barthes,(1974;106) 41


(2)

36

Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah ,moral, psikologi, sastra, seni, legenda.

E.6. Makna Tanda

Di dalam keseharian, manusia tidak dapat lepas dari gejala penandaan. Gudykunts dan Kim memberikan suatu asumsi bahwa manusia dalam kehidupan berkomunikasi dalam budaya tertentu tidak

terlepas dari simbol-simbol atau tanda-tanda42

Dalam kajian semiotik, tanda merupakan konsep utama yang dijadikan sebagai bahan analisis dimana didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk intepretasi pesan yang dimaksud. Secara sederhana, tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia, menurut pierce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya.

Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut

tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya

berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah

indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu

diintepretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu

kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol43.

42 Seto,( 2013; 144) 2


(3)

37

E.7. Tentang Makna

Dalam penjelasan Umberto Eco, makna dari sebuah wahana tanda

(sign-vechicle) adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana –

wahana tanda yang lainnya serta dengan begitu, secara semantik mempertunjukkan pula ketidak tergantungannya pada wahana tanda yang

sebelumnya.44

Ada tiga hal yang coba dijelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni;

1. Menjelaskan makna kata secara alamiah,

2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah, dan

3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.

Dalam kaitan ini kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi; (1) kata; (2) kalimat; (3) apa yang dibutuhkan

pembicara untuk berkomunkasi45.

Wendell johnsons memberikan suatu asumsi tentang pemaknaan dalam komunikasi antar manusia,yaitu :

1) Makna ada dalam diri manusia

Makna tidak terletak pada kata-kata tetapi dalam diri manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

komunikasikan, makna yang dapat didengar pendengar dari pesan –

44 Budiman,(1999;7) 45


(4)

38

pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan.

2) Makna terus berubah

Banyak kata yang maknanya terus berubah tergantung segala pengalaman dan kejadian yang bergilir seiring dengan waktu.

3) Makna butuh acuan

Komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4) Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna

Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata.

5) Makna tidak terbatas jumlahnya

Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Satu kata bisa memiliki ribuan makna.

6) Makna dikomunikasikan hanya sebagian

Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, hanya sebagian saja dari makna-makna tersebut yang benar-benar dapat dijelaskan.

` Asumsi tentang pemaknaan yang dikemukakan oleh johnson

menitikberatkan bahwa makna pada dasarnya ada dalam diri seseorang, berubah-ubah dan bermacam-macam dan sangat bergantung


(5)

39

pada kepentingan yang diacunya baik budaya , ekonomi, politik dan lain-lain46.

1. Makna Denoatif dan Konotatif

Jenis makna yang dikemukan para ahli pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna

konotatif47. Kata –kata yang tidak mengandung makna atau

perasaan-perasaan tambahan disebut kata Denotatif, makna denotatif pada dasarnya

meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna refrensial).

Denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting

didalam ujaran48. Makana denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus

yang terdapat dalam sebuah tanda, dan dapat disebut sebagai gambaran

sebuah petanda49

sedangkan makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping mkana dasar yang umum ,

dinamakan makna konotatif. Konotasi (connotation, evertone, evocatory)

diartikan sebagai “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada

46

Seto, (2013;147)

47

Keraf, (1994; 27-31)

48 Lyons, (dalam Pateda, 2001;98) 49


(6)

40

pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”, dengan kata lain, “mkana konotatif merupakan makna leksial + X”50

50