Pola komunikasi komunitas save street child Surabaya.
POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS
SAVE STREET CHILD
SURABAYA
Skripsi Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Oleh :
Rizka Lailatur Rochmah NIM. B36213054
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Rizka Lailatur Rochmah, B36213033, 2017. Skripsi. Pola Komunikasi Komunitas
Save Street Child Surabaya
Kata Kunci : Pola Komunikasi, anggota komunitas Save Street Child Surabaya
Pada umumnya komunikasi dengan anak-anak kecil pada umumnya tidaklah mudah, mereka tidak mengenal tentang ekonomi keluarga, atau mencari uang untuk membeli makan, namun anak-anak didik yang ada pada komunitas Save Street Child Surabaya ini berbeda, mereka adalah anak-anak jalanan yang kesehariannya mencari uang, mebutuhkan susah berkomunikasi dengan mereka yang memiliki pola pemikiran dan kepribadian yang berbeda sehingga diperlukan teknik komunikasi yang berbeda dalam berkomunikasi dengan anak-anak jalanan
ini untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan komunitas Save Street Child
Surabaya.
Ada dua fokus yang dikaji dalam penelitian ini yakni : (1) bagaimana
pola komunikasi yang dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya dengan
anak-anak jalanan dan marjinal disetiap kegiatannya (2) apa motif anak jalanan
dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya.
Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam peneliti mencari data menggunakan metode penelitian deskriptif- kualitaif dengan pendekatan fenomenologi yang berguna untuk mendapatkan fakta dan data seputar pola komunikasi yang dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya kepada anak-anak jalanan dalam setiap kegiatannya. Peneliti menganalisa lebih lanjut hasil data dengan menggunakan teori pertukaran sosial guna memperkuat dan mempertegas argument yang dihasilkan peneliti.
Dari hasil penelitian ini temukan bahwa (1) pola komunikasi yang
dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya menggunakan pola komunikasi
antarpribadi, pola komunikasi kelompok, dan pola komunikasi masa, dalam pola
komunikasi kelompok komunitas Save Street Child Surabaya menggunakan pola
komunikasi dengan struktur roda (2) motif yang digunakan anak-anak jalanan
dalam kegiatan komunitas Save Street Child Surabaya yakni motif informatif, dan
motif hiburan.
Oleh sebab itu komunikasi yang efektif dilakukan jika memahami dan mengerti pola komunikasi yang akan dibangun, sehingga komunikasi yang dilakukan berstruktur dan mendapatkan respon timbal balik terhadap budaya individu.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v
KATA PENGANTAR ...vi
ABSTRAK ...ix
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR BAGAN ...xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ...1
B. Fokus Penelitian ...4
C. Tujuan Penelitian ...4
D. Manfaat Penelitian ...4
E. Kajian Penelitian Terdahulu ...5
F. Definisi Konsep Penelitian ...6
G. Kerangka Pikir Penelitian ...15
H. Metode Penelitian ...17
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...17
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ...18
3. Jenis Data dan Sumber Data ...19
4. Tahap Penelitian ...20
5. Teknik Pengumpulan Data ...23
6. Teknik Analisis Data ...23
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...24
I. Sistematika Pembahasan ...26
BAB II STUDI TEORITIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABAYA A. Kajian Pustaka ...28
1. Pola Komunikasi dalam Dinamika Kelompok ...28
2. Simbol Sebagai Alat Bantu Komunikasi ...35
3. Hambatan Komunikasi dalam Kelompok ...38
4. Motif Hubungan dalam Partisipasi Kelompok ...41
5. Pola Hubungan antara Kelompok dengan Anak ...43
B. Kajian Teori ...47
(8)
BAB III KAJJIAN EMPIRIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABYA
A. Pofil Informan ...54
1. Tentang Save Street Child Surabaya ...54
2. Tentang Informan ...63
a. Informan 1 (Johanes) ...63
b. Informan 2 (Muhammad Acef Styantoro) ...63
c. Informan 3 (Defira Julia Putri Raga)...64
d. Informan 4 (Reza Resandi) ...64
e. Informan 5 (Iqbal Al-Farisi) ...64
f. Informan 6 (Surya Firmansyah) ...65
g. Informan 7 (Ayubi Mustofa) ...65
h. Informan 8 (Ikhyaul Maslufi) ...65
B. Deskripsi Data Penelitian ...67
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota ...68
2. Motif Anak-anak jalanan sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...84
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISA DATA TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABAYA A. Temuan Data Penelitian ...88
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota ...88
a. Komunikasi dengan diri sendiri...88
b. Komunikasi antarpribadi ...89
c. Komunikasi kelompok...90
d. Komunikasi media modern...91
2. Motif Anak-anak jalanan sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...92
a. Motif Informatif...92
b. Motif Hiburan ...93
B. Analisa Data Penelitian ...94
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan disetiap kegiatannya ...95
2. Motif Anak-anak dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...105
C. Konfirmasi Temuan dan Teori ...109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...114
(9)
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1. Kerangka Pikir Penelitian ...15 Bagan 2.1 Tipe Jaringan Komunikasi . ...34
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian ide atau gagasan terhadap komunikan dan komunikator. Komunikasi minimal mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat, dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya Informatif, yakni agar orang lain bersedia
menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau
kegiatan, dan lain-lain1.
Pada dasarnya mengajar anak anak tidaklah mudah, harus mengerti karakteristik dan cara yang berbeda dalam memahami dan mengarahkan anak-anak. Anak-anak pada umumnya cukup mudah untuk memahami pembelajaran karena selain disekolah, dirumah atau dilingkungannya mereka juga akan dibimbing orang tua dan dipelajari pelajaran yang ada disekolah pada umummnya. Anak-anak pada umumnya tidak mengenal pekerjaan, hanya sebatas bermain, belajar, dan lain-lain pada umumnya, mereka tidak terbebani dengan pemikiran masalah ekonomi dan lain sebagainya.
1
(12)
2
Namun anak-anak didik dari SSCS (Save Street Child Surabaya,
Komunitas Penggerak Anak jalanan dan Marjinal) ini berbeda, mereka dari lingkungan yang berbeda, anak-anak didik SSCS ini setiap harinya bekerja mencari uang dijalan, tidak berpendidikan layaknya anak sekolah pada umumnya, mereka dilingkungan keluarga yang ekonominya kurang, bahkan ada yang tidak memiliki tempat tinggal. Akan sangat bebeda saat bertemu dengan anak-anak jalanan dan marjinal ini, cara berkomunikasi dan bersosialisasi terhadap merekapun cukup sulit jika tidak memiliki kesabaran dan cara berkomunikasi yang berbeda. Saat mengajak untuk berbicara dan berkomunikasi dengan mereka juga harus memiliki tekni dan cara yang berbeda meskipun sama halnya dengan berbicara dengan anak-anak kecil pada umumnya, namun anak-anak jalanan ini memiliki alasan lain untuk mengikuti dan mepercayai tujuan yang dibangun komunitas SSCS ini. Mereka akan berfikir dua kali untuk mengikuti dan mempertimbangkan waktu yang mereka miliki, waktu bekerja mencari uang dan mengikuti kegiatan berlajar mengajar SSCS, sehingga SSCS harus memiliki caranya sendiri dalam mengajak anak-anak jalanan dalam mengajak dan mempertahankan anak-anak jalanan dalam setiap kegiatan yang mereka buat.
Anak-anak jalanan memiliki komunikasi yang berbeda dengan anak-anak kecil pada umumnya, anak-anak-anak-anak kecil pada umumnya meliki komunikasi dnegan keluarga yang cukup efektif dan memiliki tutur bahasa yang baik dan
(13)
3
benar, sedangkan bersama anak-anak jalanan kota Surabaya ini akan cukup sulit untuk mengikuti pola komunikasi dan kepribadian mereka yang ada dijalanan, pola pikir dan kepribadian mereka yang sulit ditebak dan susah untuk diajak berubah akan membutuhkan pola komunikasi dan cara yang berbeda untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak-anak jalanan.
Akan sangat berbeda baik cara mengajar, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan anak-anak jalanan ini karena anak jalanan memiliki pemikiran bahwa mencari uang lebih penting dari pada belajar, mereka lebih membutuhkan makan dari pada proses belajar. Namun SSCS dapat mengubah pola pikir Anjal ini bahwa makan dan belajar adalah hal yang penting dan sama-sama dibutuhkan. Melalui komunikasi yang efektif dengan anak-anak jalanan SSCS memberikan wadah bagi mereka Anjal untuk belajar dan sejenak melupakan kegiatan keseharian mereka untuk mengisi waktu belajar. Komunikasi yang dibangun komunitas ini cukup efektif karena Anjal selalu menunggu dan menanti kedatangan komunitas SSCS ini disetiap titik kumpul yang sudah ditentukan sebelumnya. Komunitas SSCS ini tidak pernah kehabisan Anjal disetiap pertemuannya. Oleh karena itu diperlukan proses lebih lanjut mengenai pola komunikasi yang di bangun SSCS bersama Anjal di Surabaya, dan proses pembelajaran serta sosialisasi SSCS kepada Anjal yang notabennya memiliki pemikiran yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
(14)
4
B. Fokus Penelitian :
Peneliti mengfokuskan penelitian ini pada :
1. Bagaimana pola komunikasi yang dilakukan komunitas SSCS
dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota SSCS ?
2. Apa motif Anjal sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan
SSCS ? C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Dapat mendeskripsikan pola komunikasi komunitas SSCS dalam
berinteraksi dan bersosialisasi dengan Anjal yang menjadi anggota.
2. Mengetahui motif Anjal sebagai anggota dalam mengikuti
kegiatan dalam proses belajar mengajar. D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya di bidang penilitian. Selain itu penelitian ini juga
(15)
5
diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan penelitian yang sejenis. Juga sebagai sumbangan ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan bagi institusi maupun akademisi dan mahasiswa tentang Pola komunitas dalam berkomunikasi, membimbing, dan bersosialisasi dengan orang lain khususnya Anjal.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pandangan dalam mengembangkan pola komunikasi yang ada dalam suatu kelompok terutama dalam bidang komunikasi dan sosial yang dapat dilihat dari bentuk-bentuk dan cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang yang memiliki pemikiran dan sikap individu yang berbeda dari pola pikir membimbing anak-anak pada umumnya.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak lepas dari penelitian terdahulu karena dapat menjadi bahan rujukan dan pegangan dalam mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan penelitian yang relevan. Adapun penelitian terdahulu yang di temukan oleh peneliti adalah :
(16)
6
1. Jurnal komunikasi pembangunan dengan judul “Pengaruh Pola
Komunikasi Keluarga dalam Fungsi Sosialisasi Keluarga terhadap Perkembangan Anak”
Penelitian ini dilakukan oleh A. Sari, A. V. S. Hubeis, S. Mangkuprawira, dan A. Saleh dari Institut Pertanian Bogor, Mayor Komunikasi Pembangunan. Penelitian ini sama-sama mengunaka objek penelitan yang sama namun subjek penelitian yang berbeda, perbedaan penelitian ini juga memakai desain survei, dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik disproporsional random sampling.
2. Jurnal Ilmu Komunikasi Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan
Emosi Anak (Studi Kasus Penerapan Pola Komunikasi Keluarga dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Emosi Anak pada Keluarga Jawa).
Penelitian ini dilakukan oleh Yuli Setyowati, penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan objek penelitian yang sama, namun perbedaannya penelitian ini menggunakan model analisis interaktif bukan fenomenologi, objek yang dikaji juga sangat berbeda.
F. Definisi Konsep
1. Pola Komunikasi
Shannon dan Weaver mengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya,
(17)
7
sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan,
seni, dan teknologi.2 Pentingnya bentuk interaksi yang saling
mempengaruhi akan memudahkan dalam bersosialisasi dengan anak-anak jalanan.
Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada berapa jenis yang dapat dikemukakan, ilmu komunikasi mempunyai pola (tipe) tersendiri dalam mengamati perilaku komunikasi. Namun semua itu tidak perlu dibedakan secara kontradiktif, hanya berbeda penekanan disebabkan latar belakang dan lingkungan yang mendukungnya. Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjau dari aspek sosialnya, antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi massa.3
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain (1) manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada, (3) melakukan transformasi warisan
sosial pada generasi berikutnya.4 Jika komunikasi yang dibangun
komunitas SSCS sudah terbangun dan terhubung dengan anak-anak
2
Hafied cangara, pengantar ilmu komunikasi, (jakarta, rajagrafindo persada, 2012), Hal. 23.
3
Ibid, Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia. Hal: 27-34
4
(18)
8
jalanan, maka mereka akan lebih mudah untuk mengontrol lingkungan Anjal dan membimbing mereka pada kegiatan-kegiatan komunitas SSCS. Dengan kata lain pentingnya komunikasi yang dibangun komunitas SSCS dalam membimbing anak-anak jalanan untuk mengikuti setiap kegiatan yang ada di komunitas SSCS.
“Komunikasi adalah proses hal dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksut mengubah prilaku”, demikian dikatan Everett M. Rogers. Definisi ini menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses pengoperan (pemprosesan) ide, gagasan, lambang, dan didalam proses itu
melibatkan orang lain.5 Komunikasi membutukan proses yang berbeda
disetiap interaksinya, karena komunikan memiliki pola pikir tersendiri, jadi untuk menyamakan suatu presepsi harus memiliki caranya sendiri dalam berkomunikasi.
Dalam Arti yang paling dasar, sebuah hubungan terbentuk ketika terjadi proses pengiriman dan penerimaan pesan secara timbal balik, yaitu ketika dua atau lebih individu saling mempertimbangkan dan saling menyesuaikan prilaku verbal dan nonverbal mereka satu sama lain. Pengelolahan timbal balik sedemikian, yang boleh kita
5
(19)
9
sebut komunikasi interpersonal, adalah cara-cara dimana semua jenis
hubungan diawali, berkembang, tumbuh, dan kadang memburuk.6
Hubungan yang dibentuk oleh komunitas SSCS sangat erat dengan anak-anak jalanan yang ada di kota Surabaya, tak heran jika setiap kegiatannya selalu dikuti dan dihadiri oleh Anjal. Pada komunitas SSCS, mereka memiliki cara tersendiri dalam membuat
suatu hubungan dengan anak-anak jalanan. Mereka akan
mempertimbangkan dan menyesuaikan komunikasi bersama Anjal, pola hubungan ini akan berbeda saat kita berkomnikasi dengan anak-anak pada umumnya. Sehingga setiap kegiatan yang ada pada komunitas SSCS dapat dipercaya dan diikuti oleh anak-Anjal.
2. Community atau komunitas
Menurut Soerjono Soekanto, istilah community dapat diterjemahkan
sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana menunjukan pada warga
-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Adanya beberapa
faktor yang melatar belakangi timbulnya suatu community antara lain7 :
a. Adanya suatu interaksi yang lebih besar diantara anggota –anggota
yang bertempat tinggal disuatu tempat atau daerah engan batas-batas tertentu.
6
Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, Komunikasi dan prilaku manusia, Jakarta, rajawali pos, 2013. Hal : 268
7
(20)
10
b. Adanya norma sosial manusia didalam masyarakat, iantaranya
kebudayaan masyarakat sebagai suatu ketergantungan yang normative, norma kemasyarakatan yang historis, perbedaan sosial
budaya antara lembaga kemasyarakatan dan organisasi
masyarakat.
c. Adanya ketergantungan antara kebudayaan dan masyarakat yang
bersifat normatif. Dan juga norma yang ada dalam masyarakat itu akan diberikan batas-batas pada kelakuan-kelakuan anggotanya dan dapat berfungsi sebagai pedoman bagi kelompok untuk menyumbangkan sikap kebersamaannya dimana mereka berada. 3. Save Street Child
Save Street Child adalah sebuah organisasi yang berawal dari gerakan di media massa yang diinisiasi oleh Shei Latiefah. Melalui akun @savestreetchild, 23 Mei 2011 yang lalu, gerakan ini bermetamorfosis menjadi sebuah organisasi independen yang mempersiapkan anak-anak marjinal yang memiliki akses pendidikan minim supaya dapat menjadi generasi penerus bangsa bekal yang memadai: pendidikan dan teman baik. Kita memberi apa yang telah kita terima. Tugas manusia terdidik adalah
mendidik manusia lainnya. Untuk itulah, Save Street Child lahir dan
menjadi wadah bagi kaum muda untuk berbagi.8
8
(21)
11
Save Street Child terlahir di Jakarta dan kemudian, gerakan ini dicontoh oleh pemuda-pemuda lain di kota-kota dan menjadi gerakan yang desentralis. Dengan bantuan media sosial seperti twitter (@savestreetchild) SSC dapat memperluas jaringannya hingga 14 kota diantaranya: Surabaya, Bandung, Jogjakarta, Medan, Makassar, Manado, Palembang, Padang, Madura, Jember, Blitar, Depok, Pasuruan, dan
Malang. Para pegiat Save Street Child di kota-kota itu membuat gerakan
Save Street Child kota mereka yang otonom dan melakukan
kegiatan-kegiatan konkrit. 9
Komunitas ini mengelola kelas-kelas belajar gratis yang dijalankan oleh tim pengajar berdedikasi dan memiliki kepekaan, cinta dalam mendidik, dan berteman dengan adik-adik marjinal. Kelas belajar yang disediakan sebelumnya telah melalui mekanisme survey seperti pendekatan terhadap warga sekitar, dan perencanaan kecil sebelum akhirnya berjalan sebagai pusat belajar mengajar.Tiap kelas belajar Save street child dikelola oleh tim pengajar yang berdomisili tidak jauh dari kelas belajar tersebut, sehingga tidak memberatkan sang pengajar. Banyak hal yang diajarkan oleh tim SSC mulai dari membaca, menulis, berhitung hingga keterampilan seperti membuat pita dan bandana. Kreasi yang dibuat anak-anak marjinal biasanya dijual untuk menambah penghasilan bagi keluarga maupun diri mereka sendiri. Meskipun tujuan SSC adalah
9
(22)
12
meningkatkan taraf kesejahteraan anak-anak jalanan dalam aspek pendidikan dan pemberdayaan kreatifitas. Namun, SSC tidak hanya fokus pada kegiatan belajar mengajar saja. SSC juga memiliki program seni dan rekreasi seperti tamasya dan mengadakan bakti sosial bersama komunitas
lainnya.10
Goal utama dari komunitas ini, selain menyebarkan kepedulian adalah, sebagai pusat informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan anak jalanan. Mulai dari rumah singgah, relawan, hingga akses
pelatihan-pelatihan untuk pengorganisiran anak jalanan. Save Street Child adalah
rumah. Save Street Child adalah tempat berkumpul (melting pot)
orang-orang yang peduli anak jalanan. Save Street Child bukan satu-satunya
pengomando gerakan. Komando datang dari kamu. Kamu adalah agen perubahan. Kamu adalah manusia yang tercerahkan. Kamu, adalah satu
dari sekian orang yang punya waktu untuk memikirkan sesama.11
4. Motif
Motif dapat mengacu kepada beberapa hal berikut:
a. motif (psikologi) - alasan-alasan manusia yang melatar belakangi
mereka untuk melakukan suatu kehendak
b. motif (tekstil) - pengulangan suatu gambaran atau corak pada kain
10
http//Save Street Child, Komunitas Peduli Anak Jalanan - Citizen6 Liputan6.com.htm 11
(23)
13
c. motif (genetika) - urutan basa singkat yang diulang-ulang secara
berturutan
Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh
manusia tersebut. Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti
bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau driving
force. Motif sebagai pendorong sangat terikat dengan faktor-faktor lain, yang disebut dengan motivasi. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan
demikian motivasi mempunyai tiga aspek di dalamnya yaitu:12
a. Keadaan terdorong dalam diri organisme (a drive state), yaitu
kesiapan bergerak karena kebutuhan jasmani, keadaaan lingkungan, atau keadaan mental seperti berpikir dan ingatan.
b. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini
c. Tujuan atau "goal" yang dituju oleh perilaku tersebut
Ada beberapa kriteria motif, berikut ini adalah motif-motif yang
timbul pada diri manusia ketika berkomunikasi:13
12
http//Motif (psikologi) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm 13
(24)
14
a. motif informatif, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan hasrat
untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan
b. motif hiburan, yaitu hal-hal yang berkenaan untuk mendapatkan rasa
senang
c. motif integrasi personal, merupakan motif-motif yang timbul akibat
keinginan untuk memperteguh status, kredibilitas, rasa percaya diri, dll
d. motif integratif sosial, dimaksudkan untuk memperteguh kontak sosial
dengan cara berinteraksi dengan keluarga, teman, orang lain
e. motif pelarian, merupakan motif pelepasan diri dari rutinitas, rasa
(25)
15
G. Kerangka Pikir Penelitian
Bagan 1.1
Kerangka Pikir Penelitian
Anggota SSCS Anak Jalanan
(Save Street Child) Wilayah Surabaya
Kesadaran Anak- anak jalanan
Partisipasi anak jalanan kedalam kegiatan SSCS
Teori pertukaran adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi atau menukar objek-objek yang mengandung nilai
(26)
16
individu berdasarkan tatanan sosial tertentu. Adapun objek yang dipertukaran itu bukanlah benda yang nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata. Ide tentang pertukaran itu juga menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan,
pencapaian sesuatu, dan pernyataan-pernyataan antar-individu. 14 dalam hal
ini komunitas SSCS berkaitan erat dengan tindakan sosial yang saling member, namun objek yang dipertukarkan disini bukan uang atau benda seperti bantuan-bantuan dinas sosial biasanya, melaikan bantuan ide, gagasan, harapan hidup, bahkan menyangkut masa depan anak-anak yang tinggal dijalanan.
George Homans mengakui bahwa fakta sosial mempunyai pengaruh yang menentukan dalam perubahan tingkah laku (yang bersifat psikologi), yang menyebabkan munculnya fakta sosial baru berikutnya. Homans mengakui bahwa sebenarnya faktor utamanya adalah variabel yang bersifat
psikologi. 15 dari pertukaran yang diberikan oleh komunitas SSCS diharapkan
kegiatan yang dibangun komunitas ini dapat merupah pola pikir, prilaku, dan kpribadian dari anak-anak jalanan dapat berubah dan berkembang menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Model Thibaut dan Kelley mendukung asumsi-asumsi yang dibuat oleh Homans dalam teorinya pertukaran sosial, khususnya bahwa interaksi
14
I.B Wirawan, teori-teori sosial, (Jakarta, kencana, 2013). Hal: 171 15
(27)
17
manusia mencakup pertukaran barang dan jasa, serta bahwa tanggapan-tanggapan individu-individu yang muncul melalui interaksi diantara mereka
mencakup imbalan (rewards) maupun pengeluaran (costs). Komunikasi
kelompok menitik beratkan pada interaksi sosial serta penggunaannya dari
segi ekonomi dan imbalan dalam menerangkan gejala kelompok.16
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
1.1Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan Fenomenologi. Fenomenologi adalah analisis tentang aktivitas kesadaran. Dengan hal ini peneliti meneliti aktivitas kesadaran komunikasi yang dibangun oleh komunitas SSCS dalam membimbing, mengajak, dan mendidik anak-anak jalanan.
1.2Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif
dengan tataran analisis deskriptif.17 Peneliti menggunakan
pendekatan deskriptif dalam penelitian kualitatif ini, karena dalam konteks ini peneliti berusaha mendeskripsikan bagaimana sebuah fenomena atau kenyataan sosial mengenai bagaimana proses
16
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, komunikasi kelompok, Jakarta, UI-press, 1985. Hal :54-55 17
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2004), hal 6.
(28)
18
informan mengkomunikasikan kepada komunikannya yang memiliki kehidupan dan pemikiran yakni pada anak-anak jalanan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Untuk mendeskripsikan penelitian ini nantinya peneliti akan mencari data sebanyak mungkin yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, ataupun lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di
dalam subjek penelitian inilah terdapat objek penelitian.18
Dalam penelitian ini subyek yang diangkat menjadi informan ialah anggota komunitas SSCS dan anak anak jalanan yang bersangkutan dalam penelitian. Dimana informan yang peneliti temui, mereka mempunyai latar belakang dan pengalaman didalam kelompok yang berbeda-beda.
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang, atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. sifat keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian,
18
(29)
19
sikap pro-kontra, simpati-antipati, keadaan batin, dan bisa juga
berupa proses.19
Obyek penelitian dalam penelitian ini sesuai dengan kajian keilmuan komunikasi yaitu Pola Kominikasi. Dalam penelitian ini peneliti mengangkat fenomena pola dan faktor komunikasi kelompok di kalangan anggota komunitas dan dalam proses kegiatan Pengajar Keren.
c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Basecame Komunitas SSCS yang ada di
daerah Semampir Sel. II Blok A NO.45 Medokan Semampir Surabaya dan kawasan belajar yang berada dikawasan Taman
Bungkul, JMP (jembatan Merah Plaza), dan Kawasan Traffic Light
Jalan dr. moestopo (Ambengan Selatan Karya).
3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat kualitatif-deskriptif dan merupakan penelitian kepustakaan. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data Primer dalam Penelitian ini adalah data lansung dari komunitas SSC, yang dimulai dari pengurus, anggota, hingga proses kegiatan kepada anak-anak jalanan.
b. Data Sekunder
19
(30)
20
Data sekunder adalah data pendukung yang diambil melalui literatur seperti buku, penelitian, internet, jurnal dan situs yang berhubungan dengan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Accidental sampling yakni peneliti lagsung mengumpulkan data dari pengurus, pengajar dan anak jalanan melalu unit sampling yakni komunitas SSC Surabaya.
4. Tahapan Penelitian
a. Tahap Pra Lapangan
Ada empat tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika peneliti lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut di
uraikan berikut ini.20
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Tahap ini disebut juga dengan tahap pembuataan proposal penelitian. Peneliti melakukan tahap ini pada awal bulan November.
2) Memilih Lapangan penelitian
20
(31)
21
Peneliti memilih komunitas SSC yang membimbing anak-anak jalanan untuk dapat tetap belajar dan memberikan motivasi hidup. Namun di sini peneliti lebih memfokuskan ke pola komunikasi yang dilakukan oleh komunitas SSC dalam mengajak dan membimbing anak-anak jalanan ikut serta dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
3) Menjajaki dan Menilai Lapangan
Pada tahap ini peneliti akan sering berinteraksi dengan pengurus komunitas SSC supaya lebih mudah memahami dan mengenal pola komunikasi yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak jalanan yang memiliki kehidupan dan pemikiran yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
4) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Peneliti dalam tahap ini memilih informan yang berbicara jujur dan tidak mengada-ada dalam memberikan informasi terutama tentang Pola Komunikasi komunitas SSC dalam berkomunikasi dengan anak-anak jalanan yang memiliki kehidupan dan pemikiran yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
b. Tahap Lapangan
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu :
(32)
22
Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.
2) Memasuki Lapangan
Pada saat sudah masuk kelapangan peneliti menjalin hubungan yang akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut. Peneliti mulai berkomunikasi dengan pengurus SSC dan juga berperan dalam kegiatan yang dibuat SSC agar data yang diperoleh lebih relevan dan peneliti juga berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak-anak jalanan.
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya
kedalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara,
pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
c. Tahap Penulisan Laporan
Dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas yang baik pula terhadap hasil penelitian.
(33)
23
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Partisipan
Observasi ini dilakukan peneliti dengan melihat bagaimana pola komunikasi dan hubungan yang terjalin antara komunitas SSC dengan anak jalanan. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode observasi, saat wawancara peneliti juga mengamati lingkungan sekitar dan juga mengamati gesture narasumber saat di wawancarai.
b. Wawancara
Dalam metode ini peneliti membuat naskah wawancara dan kemudian mewawancarai narasumber yakni pengurus dan anggota komunitas SSCS beserta salah satu anak jalanan yang ikut dalam kegiatan SSC.
c. Studi Pustaka
Mencari dengan cara penelusuran terhadap literatur untuk mencari data, mengenai teori-teori seperti pola komunikasi, tahap-tahap komunikasi, hingga pengaruh komunikasi, dan tentang penelitian, yang dapat mendukung penelitian ini.
6. Teknis Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif yaitu berusaha
(34)
24
dengan anak jalanan dalam kegiatan yang dibuat, analisis deskripsi
kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yaitu analisis interaktif. Dalam analisis ini,
data yang diperoleh dilapangan disajikan dalam bentuk narasi.21
Proses analisis datanya menggunakan tiga sub proses yang saling berhubungan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Melalui reduksi data, peneliti memulai dengan memilih tema penelitian, kemudian peneliti mengumpulkan data dari lapangan berupa hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka. Kemudian penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, dengan tujuan dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami. Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi data, ini mencakup proses pemaknaan dan penafsiran data yang terkumpul.
7. Teknik pemeriksa keabsahan data
Dalam penelitian kualitatif temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia dibentuk
21
Matthew B. Mille dan A. Michael Huberman, Analisis data Kualitatif, terj, Tjeptjep Rohendi Rohedi (Jakarta : UI Pers, 1992), 16-19.
(35)
25
dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunaka teknik pemeriksaan keabsahan data sebagai berikut:
a. Perpanjangan pengamatan
Dengan teknik perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti ikut
bergabung dalam kegiatan komunitas SSCS samapi data yang dikumpulkan terpenuhi. Perpanjangan keikutsertaan peneliti ini akan memungkinkan peningkatan hasil data yang dikumpulkan karena akan peneliti semakin dekat dengan sumber data baik informan maupun subyek penelitian dan , dapat menguji ketidakbenaran informasi, dan membangun kepercayaan subjek. Dalam hal ini peneliti mengikuti kegiatan komunitas SSCS dalam kegiatan pengajar keren yang ada dikawasan taman bungkul, dan kawasan yang lainnya, sehingga peneliti dapat dekat dengan subyek penelitian dan dapat menguji ketidak benaran informan.
b. Meningkatkan ketekunan
Dengan teknik meningkatkan ketekunan, maka peneliti melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Peneliti membaca berbagai referensi maupun hasil
(36)
26
penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.
c. Triangulasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pertukaran sosial untuk menganalisa lebih jauh lagi temuan-temuan dari hasil penelitian di lapangan. Sehingga penelitian yang didapat memiliki argumen yang lebih kuat.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang sistematika pembahasan dalam proposal penelitian ini, maka peneliti akan memberikan deskripsi sebagai berikut:
Adapun BAB I terdiri dari pendahuluan, yang mengantarkan pada inti pembahasan selanjutnya, yaitu meliputi: Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu, Definisi Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, dan Jadwal Penelitian.
Selanjutnya pada BAB II masuk pada pembahasan awal berisi tentang tinjauan teoristis yang terdiri dari pengertian Komunikasi, pola Komunikasi, sampai dengan hambatan Komunikasi dan teori Interaksionalisme simbolik dan teori Transaksional.
(37)
27
Selanjutnya pada BAB III yaitu terdiri dari: Biografi SSC (Save Street Child Surabaya, Komunitas Penggerak Anak jalanan dan Marjinal), Gambaran umum tentang SSCS, gambaran umum tentang deskripsi hasil dari pola komunikasi SSCS dalam berinteraksi dan bersosialisasi sehari-hari bersama anak-anak jalanan.
Selanjutnya pada BAB IV merupakan pembahasan inti dari penelitian ini yakni, menganalisis data yang diperoleh dari data penelitian dan membandingan temuan hasil penelitian dengan teori Interaksionalisme Simbolik dan teori Analisis Transaksional.
Kemudian pada BAB V adalah penutup, berisi kesimpulan hasil penelitian dan kata penutup.
(38)
BAB II
STUDI TEORITIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE
STREET CHILD SURABAYA
A. Kajian Teoritis
1. Pola Komunikasi dalam Dinamika Kelompok
Komunikasi merupakan hal yang penting bagi kegiatan kelompok, salah satu karakteristik dari hampir semua kelompok adalah bahwa beberapa orang berbicara telalu banyak dan yang lain terlalu sedikit, situasi sekeliling nampaknya tidak banyak mempengaruhi pola seperti ini, tidak jadi masalah apakah kelompok tersebut terstruktur atau tidak, apakah masalah yang didiskusikan bersifat umum atau khusus, apakah anggota kelompok itu teman atau orang-orang yang belum dikenal. Aspek yang paling menarik dari gejala ini adalah bahwa hal itu berlangsung tanpa perduli seberapa besar ukuran kelompok, tampa memperhatikan jumlah anggota, komunikasi akan mengikuti pola yang
sangat teratur yang dapat disajikan dengan sebuah fungsi logaritma.1
Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjau dari aspek sosialnya, antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok, komunikasi massa.2
1
David O. Sears DKK. Psikologi Sosial . Erlangga. (Jakarta, 1991). Hal : 109-110 2
(39)
29
a) Komunikasi dengan diri sendiri
Menurut Hafied Changara, terjadi proses komunikasi ini karena adanya seseorang yang menginterpretasikan sebuah objek yang dipikirkannya.
b) Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi, yakni suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih. Menurut sifatnya, komunikasi antarpersonal dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil. komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlansung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog.
c) Komunikasi kelompok
Sesuatu yang dikatakan komunikasi kelompok karena pertama proses komunikasi dimana hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara pada khalayak
dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Kedua,
komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana
sumber dan mana penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan
terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu. Dengan kata lain komunikasi sosial antara tempat, situasi, dan sasaran jelas.
(40)
30
d) Komunikasi massa
Secara ringkas komunikasi massa bisa diartikan sebagai komunikasi dengan menggunakan media massa modern. Oleh karena itu, media tradisional tidak dimaksudkan dalam istilah ini. Media massa yang dimaksudkan antara lain televisi, surat kabar, dan radio.
Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitik beratkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil. Komunikasi kelompok maupun diskusi kelompok memusatkan perhatiannya pada tingkah
laku para anggota kelompok dalam berdiskusi.3
Kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar keasatuan presepsi. Sedangkan dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. Jadi, dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan anggota yang lain. Dengan kata lain antar anggota kelompok
3
(41)
31
mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang
dialami secara bersama-sama.4
Komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Namun berbeda dengan komunikasi organisasi, komunikasi kelompok bersifat langsung dan tatap muka, komunikasi kelompok agak kurang dipengaruhi emosi dan lebih cenderung melibatkan pengaruh antar pribadi sebagai kabalikan dari pemuasan sasaran sasaran organisasi yang rasional. Komunikasi kelompok kecil biasanya lebih spontan,
kurang berstruktur, serta kurang berorientasi pada tujuan.5
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok saat mereka berkembang, diantaranya adalah jumlah struktur dalam kelompok; waktu yang tersedia bagi kelompok untuk menyelesaikan tugas; besaran kelompok; sikap dan perasaan anggota kelompok
terhadap tugas, topik, sesama anggota dan hakikat tugas.6
Ruth Benedict menjelaskan bahwa persoalan yang ada dalam
dinamika kelompok dapat diuraikan sebagai berikut :7
4
Slamet Santosa. Dinamika Kelompok. Bumi aksara. (Jakarta, 1999). Hal : 8-9 5
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, komunikasi kelompok, Jakarta, UI-press, 1985. Hal 8-11 6
Brent D. Ruben DKK. komunikasi dan prilaku manusia. Raja Grafindo persada. (Jakarta, 2013). Hal : 303
7
(42)
32
a. Kohesi atau persatuan
Dalam persoalan kohesi ini akan dilihat tingkah laku anggota dalam kelompok, seperti : pengelompokan, intensitas anggota, arah pilihan, nilai kelompok dan sebagainya.
b. Motif atau dorongan
Persoalan motive ini berkisar pada interes anggota terhadap kehidupan kelompok, seperti : kesatuan kelompok, tujuan bersama, orientasi diri terhadap kelompok dan sebaginya.
c. Struktur
Persoalan ini terlihat pada bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antar anggota, pembagian tugas dan sebagainya.
d. Pimpinan
Persoalan pimpinan tidak kalah pentingnya pada kehidupan kelompok dimana hal ini terlihat pada : bentuk-bentuk kepemimpinan, tugas pimpinan, sistem kepemimpinan, dan sebagainya.
e. Perkembangan kelompok
Persoalan perkembangan kelompok dapat pula menentukan kehidupan kelompok selanjutnya, dan ini terlihat pada perubahan dalam kelompok, senangnya anggota tetap berada dalam kelompok, perpecahan kelompok dan sebagainya.
(43)
33
Memperlihatkan beberapa diantara pola-pola untuk kelompok, tampak dibawa bahwa struktur komunikasi menentukan kebebasan berkomunikasi. Dalam struktur lingkaran, semua anggota sama dapat berkomunikasi dengan anggota disebelahnya dan tidak dengan yang lain. Dalam struktur berantai, dua anggota masing-masing hanya dapat berbicara dengan satu orang anggota lain, jika dipandang dari sudut komunikasi kurang baik bagi orang yang berada diujung rantai. Tiga anggota yang lain memiliki teman bicara dalam jumlah yang sama, tetapi orang yang berada ditengah menjadi pusat, dua orang yang menjadi penghubung agak terisosali dari ujung rantai yang berlawanan, pola ini mendapatkan yang satu tahap lebih maju pada struktur berbentuk Y, dengan adanya tiga anggota diujung, hanya satu anggota diantara anggota lain yang dapat berbicara dengan dua anggota dan anggota kelima lain. Dalam struktur roda, salah seorang dapat berbicara dengan anggota lain, tetapi anggota yang lain hanya
berbicara dengan anggota yang berada dipusat roda.8
8
(44)
34
Bagan 2.1
Tipe Jaringan Komunikasi
Pola berantai
Pola melingkar
Pola Y
Pola beroda (berputar)
Pola komunikasi seperti ini mempengaruhi banyak aspek kehidupan kelompok, jaringan komunikasi mempengaruhi semangat juang kelompok. Leavitt menyimpulkan bahwa semakin besar kebebasan anggota kelompok untuk berbicara, semakin besar kepuasan yang akan diperoleh. Jaringan komunikasi juga dapat mempengaruhi efesiensi pemecahan masalah kekelompok, karena kelompok yang tersentralisasi lebih efektif bila mengerjakan masalah yang sederhana, dan kelompok yang terpencar (terdesentralisasi) lebih efektif untuk maslah yang rumit. Tetapi masalah yang rumit akan dapat dipecahkan
(45)
35
secara lebih efektif oleh kelompok yang mempunyai pola komunikasi terpencar dimana kemungkinan besar terjadi interaksi yang lebih bebas
diantara angota-anggotanya.9
Bersama dengan teknologi komunikasi baru yang terus dikembangkan, lebih dan lebih banyak lagi kelompok interaksi berlangsung melalui saluran yang dimediasikan. Seperti mediasi yang berbasis web, group email, atau web halaman pesan yang dapat
berhubungan secara online.10
2. Simbol Sebagai Alat Bantu Komunikasi
Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya
pikirannya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan
berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih (super sophisticated
system of communication), sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada di
9
Ibid, David O. Sears DKK. Hal : 113 10
Brent D. Ruben DKK. komunikasi dan prilaku manusia. Raja Grafindo persada. (Jakarta, 2013). Hal : 318
(46)
36
sekitarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi atau
bau secara terbatas.11
Lambang komunikasi diartikan sebagai kode atau simbol, atau tanda yang digunakan komunikator untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkret. Komunikasi anda tidak akan tahu apa yang anda pikir dan rasakan sampai anda mewujudkan pesan kedalam salah satu bentuk lambang komunikasi : mimic, gerak-gerik, suara, bahasa, lisan, atau bahasa tulisan. Lambang komunkasi disbut juga sebagai simbol atau kode, tanda atau lambang saja. Sedemikian banyak simbol yang diciptakan dan digunakan manusia menyampaikan pesan,
membuat manusia disebut animal symbolicum, hewan yang
menggunakan simbol-simbol. Manusia membuat simbol dan memberi
makna atas simbol untuk merujuk obyek atau gagasan tertentu.12
Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa
manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam
berkomunikasi, mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya. Menurut David K. Berlo simbol adalah lambang yang memiliki suatu objek, sementara kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan
11
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. (Jakarta, 2012). Hlm : 111 12
Dani Vardiansyah. Pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. (Bogor selatan, 2004). Hal : 61
(47)
37
teratur sehingga memiliki arti. Sebuah simbol yang tidak memiliki arti
bukanlah kode.13
Istilah simbol, kode, tanda, dan lambang terkadang dipertukarkan, tergantung konteksnya. Namun, keseluruhan istilah itu disatukan
dalam satu konsep “lambang komunikasi”: yaitu simbol, tanda atau
kode yang digunakan komunikator unruk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkrit. Sebagai bentuk konkrit pesan, lambang komunikasi dapat dibedakan atas yang umum dan yang khusus. Lambang komunikasi umum digunakan dengan tujuan umum dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan bahasa tulisan adalah contohnya. Sedangkan lambang komunikasi khusus hanya digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, tertentu pada salah satu bidang kehidupan saja, sederhananya diluar mimic, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan bahasa tulisan disebut lambang komunikasi khusus seperti warna, gambar, nada, bau-bauan, dan sejenisnya. Selain lambang komunikasi umum dan khsusus juga dikenal lambang komunikasi verbal dan nonverbal. Termasuk dalam kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan, sedangkan yang
masuk kategori nonverbal adalah mimik, gerak-gerik, serta suara.14
13
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. (Jakarta, 2012). Hlm : 112 14
Dani Vardiansyah. pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. (Bogor selatan, 2004). Hal : 62
(48)
38
Pemberian arti pada simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu
masyarakat. Oleh karena itu dapat disimpulkan sebagai berikut.15
a. Semua kode memiliki unsur nyata;
b. Semua kode memiliki arti;
c. Semua kode tergantung pada persetujuan para pemakainya;
d. Semua kode memiliki fungsi;
e. Semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau
saluran-saluran komunikasi lainnya.
Kode pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni kode verbal (bahasa) dan kode nonverbal (isyarat).
3. Hambatan Komunikasi dalam Kelompok
Dalam berkomunikasi setelah mengirim pesan, komunikator cenderung beranggapan bahwa pesan pasti diterima dan dimaknai sebagaimana yang dimaksudkan. Namun, dalam perjalanannya, pesan
sering kali mengalami sejumlah gangguan (noise) sehingga tidak
diterima sebagaimana yang dikirimkan atau dimaknai tidak sebagaimana yang dimaksudkan. Gangguan komunikasi dapat diartikan sebagai suatu keaadaan di mana proses komunikasi
berlangsung tidak sebagaimana harusnya.16
15
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. (Jakarta, 2012). Hlm : 113
16
(49)
39
Dalam hambatan komunikasi ada gangguan teknis dan Miscommunication dan Misunderstanding. Gangguan teknis adalah gangguan yang terjadi selama proses perjalanan pesan komunikator ke
komunikannya, yakni mulai proses pengiriman (receiver), (transmit)
hingga proses penerimaan (receive). Artinya gangguan terjadi pada
saluran atau media komunikasi. Namun ada juga Miscommunication
yakni kesalahan pengertian karena faktor peralatan jasmaniah (gangguan semantik) atau juga dapat terjadi karena faktor penilaian akal (denotatif) yang tidak sama antara komunikator dan
komunikannya. Sedangkan Misunderstanding adalah kesalahpahaman
yang terjadi karena faktor penilaian budi (konotatif) yang tidak sama
antara komunikator dan komunikannya.17
Beberapa peluang terjadinya gangguan pada komunikasi18 :
a. Gangguan pada akal budi komunikator ketika menjalani fungsi
penginterpretasian. Ketika komunikator mencoba
mengiterpretasikan motif komunikasinya, yakni apa yang dipikir dan dirasa, tiba-tibaakal budinya tidak berfungsi, dalam puncak emosi manusia yang paling ekstrem, akal seakan tidak mampu bekerja.
b. Gangguan pada akal budi komunikator ketika menjali fungsi
penyandian. Banyak ide dan gagasan yang ingin diucapkan, sehingga situasi menjadi canggung, problem terjadi pada tahap
17
Ibid, Dani Vardiansyah. pengantar Ilmu Komunikasi. Hal : 98 18
(50)
40
encoding didalam diri komunikator, ia tahu apa yang ingin dikatakan, tapi tidak tahu bagaimana mengatakannya dalam lambang komunikasi yang dimengerti komunikan.
c. Gangguan pada peralatan jasmaniah ketika menjalani fungsi
penerimaan. Akal budi komunikator mampu menjalankan
fungsi interpreter dan encoder, namun peralatan jasmaniah
gagal men-transmit-nya, mengirimkannya karena sesuatu
keaadaan jasmani yang terganggu atau terhalang.
d. Gangguan pada saluran atau media komunikasi. Terdapat
gangguan pada alat bantu komunikasi yang digunakan komunikator, atau gangguan pada saluran atau media yang digunakan saat berkomunikasi.
e. Gangguan pada peralatan jasmaniah komunikan ketika
mengalami fungsi penerimaan. Peralatan jasmaniah komunikan
yang berfungsi sebagai receiver, alat penerima, bermasalah;
membuat pesan diterima tidak sebagaimana yang dikirimkan
atau bahkan tidak dapat diterima (receive) sama sekali.
f. Gangguan pada akal budi komunikan ketika menjalani fungsi
penyandian balik. Pengetahuan akal komunikan gagal mengurai (decode) lambang komunikasi yang digunakan sehingga ia tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan.
g. Gangguan pada akal budi komunikan ketika menjalani fungsi
(51)
41
berhasil diurai, komunikan mengerti perkataan atau pesan yang disampaikan tapi interpretasinya kurang atau keliru, tidak sebagaimana yang dimaksudkan.
4. Motif hubungan dalam Partisipasi Kelompok
Komunikasi sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sementara pesan kita maknai sebagai segala sesuatu yang disampaikan
komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif
komunikasinya. Artinya pada saat manusia melakukan tindak komunikasinya dengan menyampaikan pesan kepada manusia lain, ia
berusaha mewujudkan motif komunikasi. Karenanya, motif
komunikasi didefinisikan sebagai sebab-sebab yang mendorong komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan. Manusia terdiri dari alam sadar dan alam bawah sadar, derajat kesengajaan itu sulit ditentukan. Manusia sengaja menyampaikan pesan karena ia memiliki motif. Hanya saja ada motif-motif yang disadari karena datang dari alam sadar, namun terdapat pula motif-motif yang tidak disadari karena datang dari alam bawah sadar. Karena itulah, derajat
kesengajaan sulit ditentukan.19
Scheidlinger berpendapat bahwa aspek-aspek motif dan emosional sangat memegang peranan penting dalam kehidupan kelompok. Beliau mengungkapkan betapa kelompok itu akan dapat terbentuk apabila didasarkan pada kesamaan motif antar anggota kelompok. Demikian
19
Dani Vardiansyah. pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. (Bogor selatan, 2004). Hal : 46
(52)
42
pula emosional yang sama akan menjadi tenaga pemersatu dalam
kelompok sehingga kelompok tersebut semakin kokoh.20
Pesan datang karena adanya motif komunikasi, motif komunikasi yang terbentuk dari konsepsi kebahagiaan, konsepsi kebahagiaan merupakan perwujudan falsafah hidup pada bidang kehidupan manusia. Pesan yang menjadi obyek kajian ilmu komunikasi disampaikan saat manusia melakukan tindak komunikasi. Tindak,
diartikan sebagai perbuatan, karenanya tindak komunikasi
didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan manusia dalam usaha
penyampaian pesan guna mewujudkan motif komunikasinya.21
Keikutsertaan individu menjadi anggota kelompok disebabkan
alasan-alasan, sebagai berikut22 :
a. Perhatian dan keikutsertaan individu ditumbuhkan oleh
solidaritas kelompok.
b. Perubahan sikap akan lebih mudah terjadi apabila individu
berada dalam satu kelompok, selanjutnya keputusan-keputusan kelompok akan lebih muda diterima dan dilaksanakan apabila individu terlibat dalam pengambilan keputusan.
c. Kepercayaan besar yang diberikan kepada kelompok.
Jaringan komunikasi kelompok merupakan perangkat hubungan yang menunjukan lingkaran pergaulan antara individu satu dengan
20
Slamet Santosa. Dinamika Kelompok. Bumi aksara. (Jakarta, 1999). Hal : 12 21
Dani Vardiansyah. pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. (Bogor selatan, 2004). Hal : 53 22
(53)
43
yang lainnya, atau anggota-anggota kelompok dalam membicarakan isu-isu tertentu. Keberhasilan komunikasi kelompok disebabkan oleh keterbukaan anggota menanggapi, anggota dengan senang hati menerima informasi, kemauan anggota merasakan apa yang dirasakan anggota lain, situasi kelompok yang mendukung komunikasi berlangsung efektif, perasaan positif terhadap orang lain agar lebih aktif berpartisipasi, dan kesetaraan, yakni bahwa semua anggota kelompok memiliki gagasan yang penting untuk disumbangkan kepada
kelompok.23 Indvidu memiliki tujuan pararel dengan tujuan
kelompoknya, oleh karena itu anggota-anggota kelompok berusaha untuk mencapai keberhasilan tujuan kelompok dan menghindari
kegagalan tujuan kelompok.24
5. Pola Hubungan antara Kelompok dengan Anak
Pada tiap-tiap kelompok memiliki nilai tersendiri bagi individu artinya kelompok mempunyai nilai tinggi atau kelompok tersebut mempunyai niali rendah. Nilai suatu kelompok dapat ditingkatkan bila ada kesadaran dari anggota bahwa ia masuk kedalam suatu kelompok, keinginan atau kebutuhan akan terpenuhi. Menurut Homans, semakin banyak interaksi diantara para anggota semakin menarik kelompok itu sebab dengan semakin sering berhubungan antar anggota semakin
senang para anggota kelompok untuk bekerja sama.25
23
Ibid, Wiryanto. Hal : 48 24
Ibid, Wiryanto. Hal : 50 25
(54)
44
Jikalau hubungan berubah, karaketristik pola komunikasi juga berkembang, pola hubungan adalah hasil dari aturan bersama yang telah dikembangkan diantara orang-orang yang terlibat, secara singkat ada empat diantara pola-pola komunikasi yang paling umum : (1) iklim suportif dan defensif; (2) ketergantungan dan ketidaktergantungan; (3) spiral kemajuan dan spiral kemunduran, dan (4) prasangka baik dan
prasangka buruk.26
a. Iklim suportif dan defensif
Orientasi hidup dalam hubungan dan pola mereka berkomunikasi satu sama lain menciptakan iklim komunikasi. Iklim dan prilaku individu akan dapat dicirikan sebagai garis kontinum yang menghubungkan titik sangat mendukung dan titik sangat defensif.
b. Ketergantungan dan tidakketergantungan
Dinamika ketergantungan dan ketidakketergantungan adalah hal yang lazim dalam banyak hubungan dari waktu kewaktu. Hubungan ketergantunagan muncul ketika satu orang dalam suatu hubungan sangat tergantung pada yang lain untuk dukungan, uang, kerja, kepemimpinan, atau pengarahan, sehingga melengkapkan ketergantungan sebagai salah satu sisi hubungan.
26
Brent D. Ruben DKK. komunikasi dan prilaku manusia. Raja Grafindo persada. (Jakarta, 2013). Hal : 286-288
(55)
45
c. Spiral kemajuan dan spiral kemunduran
Ketika aksi dan reaksi orang-orang dalam sebuah hubungan konsisten dengan tujuan dan kebutuhan mereka, berarti hubungan itu mengalami kemajuan dengan pertambahan yang kontinyu dalam level kelarasan dan kepuasan, keadaan seperti ini dapat digambarkan sebagai spiral kemajuan atau progressive spiral. Dalam spiral kemajuan, proses timbal balik pengelolahan pesan dari para peserta interaksi mengantarkan pengalaman mereka kearah yang positif. Kepuasan setiap peserta berasal dan dibangun oleh dirinya sendiri, dan hasilnya adalah sebuah hubungan yang menjadi sumber tumbuhnya kesenangan dan penghargaan bagi para partisipan.
Pola komunikasi dalam suatu hubungan sangat bervariasi dari satu tahap ketahap yang lainnya, tentunya orang yang bertemu pertama kali akan berinteraksi secara berbeda dari orang yang telah hidup bersama selama beberapa tahun, sifat pola interpersonal juga bervariasi tergantung pada konteks dimana percakapan berlangsung. William Schutz telah menyebutkan bahwa keinginan relatif kita memberi dan menerima kasih sayang, ikut serta dalam kegiatan orang lain dan orang lain turut dalam kegiatan kita, mengendalikan atau dikendalikan orang lain, adalah keinginan yang sangat mendasar bagi orientasi kita
terhadap seluruh jenis hubungan sosial. Masing-masing
(56)
46
mengendalikan, kebutuhan kasih sayang, dan kebutuhan kepersetaan,
sebagaimana kita butuh pada area yang lain.27
Gaya interpersonal juga memainkan peran penting dalam membentuk pola komunikasi yang muncul dalam hubungan. Beberapa orang bisa bicara dengan lancar dan lagi ramah, sangat terbiasa menggunakan cara lisan saat berhadapan dengan orang lain, sementara yang lainnya memiliki gaya interpersonal yang berciri lebih pasif dan dikendalikan oleh pihak lain, baik dalam keinginan maupun kekhawatiran, untuk berbicara pada situasi sosial, mereka lebih menggunakan gaya cerita mampu mengelola pemikiran dan peasaannya secara terusterang dan tegas.28
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk sebuah hubungan dekat dan bermakna. Semakin dekat sebuah hubungan,
semakin penting peran komunikasi.29 Seiring dengan tahapan anak masuk
sekolah, mereka menjadi semakin independen, menghabiskan banyak waktu mereka dirumah, disekolah dengan teman-teman mereka. Pada periode ini, berbicara dengan anak sangat penting untuk memupuk keterkaitan, berbagi ide, opini dan informasi. Seiring masuknya anak kesekolah, pemahaman dan penggunaan bahasanya juga semakin baik, biasanya anak-anak memahami lebih banyak kata dan konsep-konsep dari
27
Brent D. Ruben DKK. komunikasi dan prilaku manusia. Raja Grafindo persada. (Jakarta, 2013). Hal : 289-290
28
Ibid, Brent D. Ruben DKK. Hal : 290 29
Steven Dowshen. Cerdas Menjalin Komunikasi dengan Anak. Pionir media. (Yogyakarta, 2009). Hal: 109
(57)
47
pada yang biasa mereka ungkapkan. Anak pada periode usia ini juga dapat
bercerita, dan berbagi pendapat dan ide dengan bahasa yang jelas.30
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan komunikasi yang dapat memberikan kontribusi positif bagi anak meliputi sikap responsif, diskusi dan pemahaman perasaan, dan penekanan dan pemberian contoh perilaku sosial yang positif. Adapun pesan-pesan kontrol dapat dibagi dua, negatif dan positif, pesan-pesan kontrol negatif seperti pemberian hukuman fisik seringkali dihubungkan dengan sikap agresif anak. Pemaksaan dapat melemahkan ketaatan anak pada standar moral. Penolakan dapat mengakibatkan ketergantungan anak yang kebih besar. Pesan-pesan kontrol positif seperti pemberian alasan dan penjelasan terhadap perilaku tertentu dapat membantu anak mengembangkan kompetensi sosial yang akan mereka butuhkan untuk
sukses dikemudian hari.31
B. Kerangka Teoritik
1. Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial mendasarkan diri pada premis bahwa prilaku sosial harus dipahami sebagai sebuah pertukaran sumber daya yang bernilai. Teori ini bersumber pada psikologi behavioral, prespektif ini mengfokuskan diri pada kontingensi pertukaran sumber
30
Ibid, Steven Dowshen. Hal: 100-101 31
(58)
48
daya diantara individu yang berusaha menyesuaikan tingkatan imbalan.32
Secara khusus, teori pertukaran sosial dikembangkan berdasarkan tiga asumsi, yakni (1) perilaku sosial merupakan sebuah rangkaian
pertukaran; (2) individu-individu selalu berusaha untuk
memaksimalkan imbalan dan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan; (3) ketika individu menerima imbalan dari pihak lain,
mereka merasa mempunyai kewajiban untuk membalasnya
(mengembalikannya).33
Asumsi kunci teori pertukaran dapat diringkas sebagai berikut : (1) perilaku dimotivasi oleh keinginan untuk menigkatkan hasil dan menghindari kerugian (atau meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif); (2) hubungan pertukaran berkembang dalam struktur ketergantungan mutual baik karena adanya kesamaan alasan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pertukaran untuk mendapatkan sumber daya ataupun karena tidak adanya keinginan membangun jaringan hubungan pertukaran; (3) aktor-aktor yang terlibat dalam pertukaran saat ini, secara timbal balik meningkatkan pertukaran dengan pasangan khusus pada kesempatan yang lain (artinya mereka tidak terlibat dalam transaksi-transaksi jangka pendek); (4) dampak bernilai akan mengikuti hokum ekonomi utilitas
32
Sindung Haryanto. Spektrum teori sosial. Ar-Ruzz Media. (Jogjakarta, 2012). Hal : 162 33
(59)
49
marginal yang semakin turun atau prinsip psikologi mengenai
kepuasan.34
Prinsip teori pertukaran merupakan suatu deskripsi umum tentang unsur-unsur teori ini, yaitu satuan analisis, motif, keuntungan, dan
persetujuan sosial.35
a. Satuan analisis
Satuan analisis dalam tatanan sosial adalah suatu yang diamati dalam penelitian dan memainkan peran penting dalam menjelaskan tatanan sosial dan individu. Teori ini meskipun tidak dimulai dari bertanya, intuisi, atau opini umum, akan tetapi pada akhirnya mengemukakan hal-hal terkait dengan instusi, kelompok, dan sentiment mereka. Teori pertukaran juga tidak hanya berpusat pada individu, akan tetapi lebih mengarah pada tatanan dan perubahan.
b. Motif Pertukaran
Motif dalam pertukaran mengasumsikan bahwa setiap orang mempunyai keinginan sendiri. Teori ini berasumsi bahwa orang melakukan pertukaran karena termotivasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan yang khas.
Teori pertukaran memandang bahwa motivasi sebagai suatu hal yang pribadi dan individual, walaupun demikian, motivasi nantinya akan mengacu pada budaya pribadinya.
34
Ibid, Sindung Haryanto. Hal : 183-184 35
(60)
50
c. Faedah atau Keuntungan
Suatu “cost” dapat didefinisikan sebagai upaya yang
diperlukan guna memperoleh suatu kepuasan, ditambah dengan reward yang potensial yang akan diperoleh apabila melakukan
sesuatu. Kepuasan atau reward yang potensial yang akan
diperoleh seseorang itu dapat dinilai sebagai sebuah keuntungan.
d. Pengesahan atau Persetujuan sosial
Pengesahan sosial merupakan suatu pemuas dan merupakan motivator yang umum dalam sistem pertukaran. Walaupun
demikian, menurut teori pertukaran, reward adalah ganjaran
yang memiliki kekuatan pengesahan sosial (social approval).
Proses pertukaran mendeskripsikan bagaimana interaksi terjadi dalam struktur pertukaran. Peluang-peluang pertukaran menyebabkan berkesempatan menginisiasi pertukaran. Ketika sebuah inisiasi pertukaran timbal balik (atau sebuah tawaran yang diterima), pertukaran mutual yang menghasilkan keuntungan tersebut disebut sebuah transaksi. Sejumlah transaksi yang berlangsung lama antara aktor-aktor yang sama menghasilkan sebuah hubungan pertukaran. Hubungan-hubungan pertukaran berkembang dalam struktur-struktur ketergantungan mutual, yang dapat berupa pertukaran langsung, pertukaran umum, dan pertukaran produktif. Dalam hubungan pertukaran langsung hanya terdapat dua aktor yang saling berinteraksi
(61)
51
dan dampak yang dialami setiap aktor tergantung secara langsung dari
perilaku aktor lain.36
Teori pertukaran sosial mengfokuskan pada aspek kehidupan sosial ketika keuntungan diperoleh darinya, memberikan kontribusi kepadanya, berinteraksi, dan struktur-struktur peluang dan hubungan ketergantungan yang mengarahkan pertukaran. Teori pertukaran sosial menaruh perhatiannya pada hubungan-hubungan yang berlangsung
dalam jangka waktu lama.37
Homans menawarkan untuk pertamakalinya teori pertukaran sosial dengan menempatkan isu emosi dalam suatu cara yang sistematik, dalam karya Hormans tentang kelompok sosial, dia meniorikan bahwa setiap konteks sosial dapat dianalisis dengan term aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan, bagaimana interaksi yang sering terjadi antar-individu, dan sentiment-sentimen apakah yang berkembang dari interaksi yang sering terjadi tersebut. Sentimen disini merujuk pada “kondisi internal seseorang” termasuk afeksi, simpati, antogonisme, atau suka/tidak suka. Fokusnya ada pada sentiment interpersonal, person ke person, bukan person ke kelompok (unit). Homans menggunakan frekuensi interaksi dan sentimen (emosi) untuk menjelaskan pembentukan dan penguatan hubungan sosial. Sebuah konteks eksternal atau struktur meningkatkan aktivitas (tugas) dimana didalam individu berinteraksi secara regular, semakin sering interaksi
36
Sindung Haryanto. Spektrum teori sosial. Ar-Ruzz Media. (Jogjakarta, 2012). Hal : 166-167 37
(62)
52
cenderung meningkatkan sentimen positif diantara aktor-aktor yang terlibat (interpersonal) dan hal ini didasari kekuatan hubungannya.
Dalam Human Group, Homans menempatkan proses interaksi (ke
emosi) ke relasi sebagai pusat analaisisnya karena merupakan kajian
pertukaran dan emosi yang penting.38
38
(63)
BAB III
KAJIAN EMPIRIS TENTANG POLA KOMUNIKASI
KOMUNITAS
SAVE STREET CHILD
SURABAYA
A. PROFIL INFORMAN
1. Tentang Save Street Child Surabaya
Save Street Child adalah gerakan komunitas yang berawal dari ide sederhana untuk mengaktualisasikan kepedulian menjadi tindakan, dan tidak rumit. Sehingga tindak nyata benar-benar terwujud tanpa melalui birokrasi dan manipulasi semangat perjuangan awal. Banyak yang kita lihat, yayasan-yayasan, dan lembaga-lembaga yang peduli anak jalanan mengalami mati suri. Antara kehilangan donatur, relawan, bahkan ide untuk progresif, karena, jalan komunikasi dan aksi mereka satu arah
(top-down). Save Street Child mencoba gerakan lain, yakni, mengoptimalkan
jaringan orang-per-orang yang peduli, kemudian membuat gerakan mereka sendiri, di lingkungan sekitar mereka. Untuk itu, gerakan ini dinamakan gerakan komunitas.
Awal mula Save Street Child Surabaya, berawal dari ide seseorang
sebut saja dia mbak seh orang yang membuat komunitas Save Street Child
(64)
54
komunitas penggerak anak jalanan di kota Surabaya, terkumpullah 8 orang keren ini Bunga Edelweiss, Inggrid Widya Pitaloka , Enda W. Wind, Indra Setiawan , Maria „Rhea‟ N C ,Mulat Titis II, Mulat Titis, dan Arif
Fatchurahman pada tanggal 5 Juni 2011 melalui rembukan Kopi Darat
anak-anak muda Surabaya lahirlah Save Street Child Surabaya (SSC
Surabaya) saudara dari Save Street Child yang lebih dulu lahir. Dan
sekitar 1 minggu sebelumnya datanglah akun dengan nama @SSChildSurabaya mention Rusa di Twitter. Ternyata si admin gak salah orang deh karena memang Rusa berhati mulia, Rusa terhenyut untuk gabung ikutan dalam komunitas yang peduli sama teman-teman anak jalanan.
Tujuan dasar Save Street Child Surabaya dibentuk adalah berdasarkan
semangat kepedulian terhadap kaum minoritas yang di kemas dalam tindakan nyata.Selain menyebarkan kepedulian dan semangat berbagi, komunitas ini juga sebagai wadah informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan anak jalanan dan marjinal di Surabaya.
Alasan terbentuknya komunitas ini yakni Sesuai dengan nama
komunitas kami, yakni Save yang bermakna peduli, Street yang artinya
Jalan, dan Child yang berarti anak, apabila diartikan secara istilah Save
(65)
55
sasaran kami tidak terlepas dari anak jalanan. Sedangkan anak marjinal sendiri kami ambil dari bentuk spesifikasi anak jalanan atau dalam bahasa kasarnya realitas dalam pandangan masyarakat bahwa anak jalanan sebagai anak yang termarjinalkan.
Ide ini berawal dari adanya kehidupan yang kontradiktif antara anak-anak jalanan dan anak-anak-anak-anak yang hidup di dalam lingkungan seharusnya. Miris sekali ketika kami melihat kondisi anak jalanan dan marjinal yang semakin „terpinggirkan dan terkucilkan‟ terutama di wilayah Surabaya. Mereka menjalani hidup dengan tidak selayaknya seperti kehidupan anak-anak biasanya. Mereka harus bekerja untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga sejak usia yang begitu dini. Banyak di antara mereka yang berjualan Koran di tengah lampu merah, mengamen dan sebagainya. Berbagai profesi mereka jalani tanpa harus mempertimbangkan resiko asalkan mereka mendapatkan rupiah. Hal demikian berbeda dengan kehidupan anak-anak yang hidup di lingkungan ekonomi kelas menengah ke atas. Dimana anak-anak seusia mereka yang seharusnya bersekolah tidak bekerja, yang seharusnya mereka bermain bersama teman-temannya, yang seharusnya mereka belajar di rumah dan tidak mencari nafkah di jalanan. Di antara anak jalanan dan marjinal di Surabaya yang kami lihat, tidak sedikit di antara mereka yang tidak bersekolah. Meski sekolah pun mereka juga hanya dapat mengampu pendidikan yang sangat minim.
(66)
56
Mereka tidak punya banyak waktu luang untuk belajar, apalagi yang tidak bersekolah, dapat membaca dan menulis pun sudah sangat
untung-untungan. Oleh karena itu, Save Street Child Surabaya dengan semangat
kepedulian hadir di tengah-tengah mereka melalui berbagai tindakan nyata.
Awal mula kegiatan yang dilakukan Save Street Child Surabaya
adalah berbagi seribu buku untuk anak jalanan. Tanggal 12 Juni tahun 2011 yang lalu, tim SSC Surabaya mengumpulkan buku dari berbagai sumber untuk diberikan kepada Anak Jalanan dan Marjinal di kota
Surabaya. Semua buku didapat dari sumbangan para volunteer. Kemudian
berlanjut pada pembahasan selanjutnya untuk membuat beberapa kegiatan dan menarik anak jalanan atau marjinal untuk bergabung dengan SSCS yakni terbentuknya “Jum‟at Sehat” program kegiatan Jumat Sehat dicetuskan pada 1 Juli 2011. Program jangka pendek ini berawal dari ide Indra Setiawan yang prihatin dengan nutrisi anak Indonesia. Adapun kegiatan nya adalah membagikan susu kepada anak jalanan dn marjinal setiap hari Jumat di kota Surabaya. Diharapkan dengan adanya program ini dapat membantu mereka agar lebih sehat dan terpenuhinya gizi mereka. Selain itu juga supaya mendekatkan diri dengan adik-adik anak jalanan dan marjinal.
(67)
57
Namun teman-teman SSCS tidak berhenti sampai disitu, berlanjut
kegiatan selanjutnya yakni “Pengajar keren” Sejak tanggal 26 Agustus
program kegiatan ini dibentuk untuk turut serta mencerdaskan anak bangsa. Kegiatan belajar mengajar ini layaknya belajar di sekolah atau lembaga lainnya. Meski begitu, SSCS tidak memiliki tempat khusus, melainkan tempat seadanya yang dipinjami oleh masyarakat sekitar. Dan tak menutup kemungkinan jika kelak tempat iu akan digusur. Beberapa tempat yang pernah disinggahi utuk mengajar, diantaranya adalah :
a. Kawasan Kali Jembatan Merah Plaza (JMP) adalah tempat
pertama kali kegiatan pengajar keren dilaksanakan yang berlangsung setiap hari selasa-kamis pukul 15.30-17.30 WIB dengan jumlah sekitar 50 anak didik.
b. Kawasan Makam Rangkah setiap hari Senin-Rabu pukul
16.00-17.30 WIB dengan anak didik sebanyak 50 anak. Sayangnya saat ini sudah tidak berjalan lagi, dikarenakan anak-anak jalan yang sudah dewasa dan lebih memilih mencari uang.
c. Kawasan Taman Bungkul setiap hari Selasa dan Rabu pukul
(1)
115
efektif dalam mengontrol setiap kawasan yang berbeda baik berbeda pengajar
maupun anak-anak jalanan, sehinggan komunitas ini dapat melebar dan
berkembang di wilayah kota Surabaya.
Pola hubungan yang dibangun komunitas SSCS ini juga sangat efektif
sehingga komunitas ini banyak diterima oleh masyarakat luas terutama
masyarakat urban yang ada dikota Surabaya. Melalui pola hubungan ini,
komunitas ini menggunkan pola komunikasi antarpribadi secara mendalam,
sehingga pesan emosional dapat tersampaikan dan diterima baik oleh sasaran
komunikan yakni masyarakat urban di kota Surabaya terutama anak-anak
jalanan.
Dalam komunikasi yang dibangun SSCS tak jarang memiliki motif
tersendiri dalam melaksanakannya, tidak hanya pengajar dan anggota,
anak-anak jalanan yang dinaungi oleh komunitas SSCS juga memiliki motif
tersediri dalam mengikuti setiap kegiatannya. Tujuan dan maksut anak-anak
jalanan berbeda dengan individu individu yang lain, ada yang bermaksut
bergabung untuk dibantu dalam mengerjakan tugas sekolah, ada yang ingin
dibelajar sesui dengan kemampuan yang dia miliki, ada yang menginginkan
perhatian yakni faktor kasih sayang, ada juga yang menginkan hiburan atau
memiliki banyak teman. Kriteria motif yang ada pada anak-anak jalanan ini
dalam mengikuti setiap kegiatannya yakni motif informatif dan motif hiburan
(2)
116
Dalam teori pertukaran sosial yang diproposisikan dengan hasil data
yang diperoleh dalam komunitas SSCS, yakni berupa tindakan sosisial kepada
anak-anak jalanan, baik berupa ilmu atau pendidikan, kesehatan, hiburan, dan
kasih sayang. Unsur-unsur teori pertukaran sosial yang meliputi satuan
analisis, motif, keuntungan, dan persetujuan sosial. Satuan analisis pada
komunitas ini melitputi satuan dalam tatanan sosial yang ada pada kelompom
komunitas SSCS yang memiliki sistem satuan berbasis keluarga yang tidak
mengikat, dengan adanya motif yang dibangun baik dari anggota komunitas
hingga anak-anak jalanan menjadi suatu kesatuan yang timbal balik dan saling
berkesinambungan diantaranya. Keuntungan yang saling didapat antara
komunitas SSCS dengan anak jalanan juga sama-sama menguntungkan,
sehingga kegiatan dikomunitas ini memiliki timbal balik pada budaya
individu. Dalam persetujuan sosial komunitas ini memiliki reward jika
anak-anak jalanan berhasil dalam belajar atau peruabahan pada budaya individunya,
sehingga kegiatan dan waktu luang yang diberkan anggota SSCS tidak
terbuang sia-sia dan memiliki hasil yang memuaskan sesuai dengan motif dan
tujuan masing-masing.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan oleh penulis maka
terdapat beberapa saran dari penulis :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang pola
(3)
117
pada tindakan sosial terutama pada komunikasi yang berhubungan
dengan sosial. Dan semoga penelitian ini dapat dijadikan rujukan
untuk penelitian selanjutnya pada subyek dan sasaran penelitian
yang berbeda.
2. Kepada mahasiswa ilmu komunikasi yang ini melakuan penelitian
lebih lanjut, diharapkan memahami dan mengerti tentang pola
komunikasi terlebih dahulu, sehingga dalam mencari data
penelitian memahami maksut dan fokus masalah yang akan
dihadapi. Cari sudut pandang pola komunikasi yang berbeda,
sehingga pola komunikasi yang sudah ada dapat berkembang.
3. Kepada komunitas Save Street Child Surabaya, tingkatkan
motivasi dan gagasan dari sudut pandang yang berbeda dan lari
dari kebiasaan yang dipertahankan, sehingga komunitas ini akan
terus berkembang sesuai dengan perekembangan zaman. Dan
untuk menarik minat anak-anak jalanan yang sedikit menurun,
coba kembali pada teknik awal komunikasi komunitas ini mencari
anak-anak jalanan, sehingga anak-anak jalanan yang sekarang
sedikit berkurang dapat kembali lagi dan bertambah.
4. Kepada prodi Ilmu Komunikasi, disarankan untuk lebih
membimbing mahasiswanya dalam menentukan fokus masalah dan
judul penelitian, yang dapat menjadikan penelitian mahasiswa
(4)
118
Komunikasi di Uneversitas yang lain. Sehingga mahasiswa Ilmu
Komunikasi UINSA memiliki sudut pandang yang berbeda dalam
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
B. Mille, Matthew. A. Michael Huberman. 1992 Analisis data Kualitatif,
terj, Tjeptjep Rohendi Rohedi. Jakarta : UI Pers
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Dowshen, Steven. 2009. Cerdas Menjalin Komunikasi dengan Anak.
Yogyakarta : Pionir media.
D. Ruben, Brent. Lea P. Stewart. 2013. komunikasi dan prilaku manusia. Jakarta :
Raja Grafindo persada.
Goldberg, Alvin. Carl E. Larson. 1985. komunikasi kelompok. Jakarta :
UI-press.
Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum teori sosial. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
J. Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosydakarya.
Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : Raja grafindo persada.
O. Sears, David. DKK. 1991. Psikologi Sosial . Jakarta : Erlangga.
Santosa, Slamet. 1999. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi aksara.
Supratiknya. komunikasi antar pribadi, Yogyakarta : Kanisius.
Uchjana Effendy, Onong. 2009. Ilkom teori dan praktek. Bandung : Remaja Rosda
(6)
Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor selatan : Ghalia
Indonesia.
Wirawan, I.B. 2013. teori-teori sosial. Jakarta: kencana.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo.
http//Save Street Child - ICT FOR HUMANITY.htm
http//Save Street Child Mari Bergerak dan Menggerakkan! _ Berbagi Indonesia.htm
http//Save Street Child, Komunitas Peduli Anak Jalanan - Citizen6 Liputan6.com.htm
http//Save Street Child' Community Movement, dirikan di kota Agan ! _ KASKUS.htm
http//Motif (psikologi) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm