Kondisi Lingkungan Keong Bakau

6 mangrove yang dapat ditemukan di bagian tengah hutan mangrove. Moluska asli secara alami memilih hutan mangrove sebagai tempat satu-satunya tempat hidup. Genangan air yang cukup luas, kaya akan bahan organik dan terbuka karena pohon tumbang disukai oleh keong bakau Budiman 1991. Keong bakau sering ditemukan dalam jumlah berlimpah di daerah pertambakan yang berbatasan dengan hutan mangrove, juga pada sungai-sungai yang dekat dengan daerah pertambakan Hamsiah 2000. Menurut Soekendarsi et al. 1996 in Hamsiah 2000, hewan ini banyak ditemukan di daerah pertambakan yang dekat dengan mulut sungai dan dapat hidup pada kadar garam 1-2 ppt, hewan ini lebih banyak membenamkan diri dalam lumpur yang kaya bahan organik daripada di atas substrat lumpur. Houbrick 1991 menyatakan bahwa individu keong bakau sering berkelompok. Kehadiran keong bakau di pertambakan tidak alami, karena adanya campur tangan manusia yang membuat tambak sebagai tempat yang disukai oleh keong bakau. Suasana tambak yang baik untuk pertumbuhan pakan memperbesar keberhasilan aktivitas reproduksi dan rendahnya musuh alami atau penyakit, sehingga dapat meninggikan populasi keong bakau Budiman 1991. Selama musim kering dan periode tidak aktif, keong bakau sering berkelompok dan berlindung di bawah bakau, suhu ekstrim dapat mengakibatkan kematian yang tinggi. Meskipun suhu tinggi kemungkinan dapat menyebabkan kematian, hewan ini dapat bertahan pada periode kekeringan. Benson 1834 melaporkan bahwa hewan ini dapat bertahan lebih dari enam bulan, meskipun tidak selalu terendam air laut. Pola sebaran pada tingkat jenis maupun marga moluska di hutan bakau tidak punya pola tetap. Pola persebaran akan bertambah dengan adanya kebiasaan migrasi dalam pola hidup Budiman 1991.

2.3 Kondisi Lingkungan Keong Bakau

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi keanekaragaman dan distribusi moluska yaitu pasir, lumpur dan tanah liat, organik, oksigen terlarut, pH, salinitas dan sulfida Yap dan Noorhaidah 2011. Nybakken 1992 in Efriyeldi 1999 menyatakan bahwa kebanyakan estuari didominasi oleh substrat lumpur. Selanjutnya dijelaskan bahwa lumpur yang terdapat di dalam muara merupakan penjebak bahan organik yang baik. Sedangkan perairan yang arusnya kuat akan 7 banyak ditemukan substrat berpasir. Odum 1971 in Efriyeldi 1999 menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Nilai pH substrat erat hubungannya dengan bahan organik substrat, jenis substrat dan kandungan oksigen. Derajat keasaman pH akan mempengaruhi daya tahan organisme dan reaksi enzimatik. Moss in Suwondo et al. 2006 menyatakan bahwa Gastropoda umumnya banyak dijumpai pada daerah yang pHnya lebih besar dari 7 dan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 nilai pH untuk biota laut di daerah mangrove adalah 7-8,5. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan dan juga pola penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0-40 o C. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran total 0-40 o C Nybakken 1988. Pengaruh suhu secara langsung dapat dilihat dari kemampuannya mempengaruhi laju fotosintesis dari tumbuh- tumbuhan dan juga proses fisiologi hewan. Pengaruh secara tidak langsung dapat dilihat dari pengaruh suhu terhadap daya larut zat-zat organik di laut seperti karbondioksida sebagai bahan respirasi hewan-hewan di laut dan terhadap daya larut oksigen Nybakken 1992 in Fernedy 2008. Perkins 1974 in Efriyeldi 1999 menyatakan bahwa kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme akuatik bahari adalah 25- 32 o C. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 nilai suhu untuk biota laut di daerah mangrove adalah 28- 32 o C. Nybakken 1992 in Efriyeldi 1999 menyatakan bahwa pembentukan endapan mendapat pengaruh dari laut, karena air laut juga mengandung cukup banyak materi tersuspensi Tabel 1. Air laut memiliki nilai padatan terlarut total TDS yang tinggi karena mengandung banyak senyawa kimia dan berpengaruh terhadap tingginya nilai salinitas dan daya hantar listrik Effendi 2007 tabel 2. 8 Tabel 1. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi TSS Nilai TSS mgliter Pengaruh terhadap kepentingan perikanan 25 Tidak berpengaruh 25-80 Sedikit berpengaruh 81-400 Kurang baik bagi kepentingan perikanan 400 Tidak baik bagi kepentingan perikanan Sumber : Alabaster dan Lloyd 1982 in Effendi 2007 Tabel 2. Hubungan antara TDS dengan salinitas Nilai TDS mgliter Tingkat salinitas 0-1000 Air tawar 1001-3000 Agak asin payau slightly saline 3001-10000 Keasinan sedang moderately saline 10001-100000 Asin saline 100000 Sangat asin brine Sumber: Effendi 2007 Kelarutan gas-gas dalam air laut adalah suatu fungsi dari suhu, makin rendah suhu makin besar kelarutannya. Makin dingin suatu badan air, makin banyak oksigen yang dapat dikandungnya Nybakken 1988. Batas minimal kadar oksigen terlarut bagi organisme pantai adalah 4 mgl, selebihnya tergantung ketahanan organisme, keaktifan, kehadiran pencemaran, dan suhu air Suwondo et al. 2006 dan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 nilai DO untuk biota laut di daerah mangrove adalah 5 mgL. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 nilai salinitas untuk biota laut di daerah mangrove adalah sampai dengan 34. Redoks potensial berhubungan erat dengan kandungan oksigen yang terdapat dalam sedimen Rhoads 1974 in Efriyeldi 1999. 9

3. METODE PENELITIAN