MAKNA GERAK TORTOR MANGONDAS DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA.
MAKNA GERAK TORTOR MANGONDAS DALAM UPACARA
KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT
BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
RINDA TURNIP
NIM. 2113340039
PRODI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016
ABSTRAK
Rinda Turnip, 2113340039. Makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian Saur Matua pada masyarakat Batak Toba. Jurusan Sendratasik.
Program Studi Pendidikan Seni Tari. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas
Negeri Medan. 2016
Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta roh/ tondi orang
itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai komunikasi antara
dunia nyata dan dunia lain (yang sudah meninggal) agar permohonan dari dunia ini
dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan
kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apa makna yang terkandung di dalam Tortor Mangondas pada
masyarakat Batak toba.
Landasan teoritis dalam penelitian ini menggunakan satu teori, yaitu teori makna dan
pengertian tortor mangondas serta upacara adat kematian.
Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir dan waktunya
selama dua bulan, populasi dan sampel terdapat beberapa penari dan tokoh seniman
serta tokoh adat. Penulis melakukan observasi lapangan, dengan mengambil video,
dokumentasi, dan melakukan wawancara dengan narasumber, serta melengkapi datadata lewat penelitian di Desa Siopat Sosor Kabupaten Samosir
Hasil penelitian berdasarkan data-data yang telah terkumpul dapat diketahui bahwa
Tortor Mangondas tak pernah nampak semata-mata sebagai sebuah bentuk tari dalam
masyarakat mana pun. Tetapi gerak-geraknya masih bisa dijelaskan makna dari setiap
gerak yang dilakukan. Tortor Mangondas tercipta karna seseorang yang telah mati
saur matua tidak memiliki
kesempatan diajak bicara oleh keluarga untuk
menyampaikan kata-kata perpisahan dan segala ungkapan isi hati. Nilai sosial ketika
seorang masyarakat Batak Toba Mate Saur Matua dimana pihak hasuhutan
mengadakan Tortor Mangondas dengan tujuan untuk menghormati orang tua dan
sekaligus menyampaikan doa permohonan kepada Mulajadi Nabolon.
Kata Kunci : Makna, Tortor Mangondas, Upacara kematian, Saur Matua,
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang
telah melimpahkan Rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini yang berjudul “Makna Gerak
Tortor Mangondas Dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat
Batak Toba di Kabupaten Samosir” ini dibuat sebagai persyaratan yang telah
ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Sendratasik Program Studi
Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.
Dalam penulisan Skripsi ini, mungkin dapat dikatakan belum mencapai
hasil yang maksimal, baik dalam penulisan maupun kata-kata. Selama proses
penelitian, penulis selalu menghadapi berbagai kendala baik dalam hal materi,
moril dan juga pencarian data-data yang dibutuhkan. Namun dibalik itu semua,
penulis
juga
sangat
banyak
mendapat
bantuan
dan
dukungan
dalam
menyelesaikan Skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr.Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan,
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Medan,
3. Uyuni Widiastuti S.Pd., M.Pd, Ketua Jurusan Sendratasik,
4. Sitti Rahmah, S.Pd., M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Tari,
5. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn. Pembimbing Skripsi I,
6. Irwansyah, M.Sn. Pembimbing Skripsi II,
7. Drs. Iskandar Muda, M.Sn. Dosen Pembimbing Akademik dan
Narasumber I,
8. Dra.Rr. RHD. Nugrahaningsih, M.Si. Dosen Narasumber II,
9. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Tari,
10. Orang tua tercinta Ayahanda J.Blasius Turnip dan Ibunda Nurmala br
Manik yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, semangat,
didikan, nasehat, kesabaran, kasih sayang dan Doanya kepada penulis
ii
serta kakak The Flower Turnip, Adik Frans Turnip dan Veronika turnip .
Terimakasih
untuk segala perhatian, kasih sayang, pengorbanan, doa,
motivasi yang selalu diberikan kepada penulis dalam mendukung
penyelesaian Skripsi ini,
11. Perri Kristina Sagala, pimpinan sanggar Jolo New dan Marlita Simbolon,
pimpinan sanggar Angel Elkanean yang banyak memberi informasi dan
bimbingan serta dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini,
12. Guntur Sitohang, Blasius Turnip, Jawanter Sitanggang, Dumpang Manik
narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai
Tortor Mangondas,
13. Thomson HS, Lena Simanjuntak, Forcenly Sinaga, Ray Priory Sitorus,
Edison Manik, Dian Manik, Siol petrus Sidabukke, Bima Sitanggang yang
telah memberikan bantuan, baik materil maupun nonmateril kepada
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
14. Sahabat Samoland Dancer/ 5 Sadalanan (Devi, Rini, Kristina, Martha),
Septa, Delfi, Pirdo, UK-KMK St.Martinus Universitas Negeri Medan,
PLOT, PPLT SMP 1 Balige 2014, stambuk Pendidikan Tari 2011 dan
semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per
satu.
Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat
balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin
Medan, Maret 2016
Penulis,
Rinda Turnip
2113340039
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................
i
KATA PENGANTAR................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Identifikasi Masalah................................................................
C. Pembatasan Masalah..............................................................
D. Rumusan Masalah ..................................................................
E. Tujuan Penelitian ....................................................................
F. Manfaat Penelitian ..................................................................
1
1
7
8
9
10
10
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL 12
A. Landasan Teoritis ................................................................... 12
1. Pengertian Tortor Mangondas ........................................... 12
2. Upacara AdatKematian ...................................................... 13
3. Teori Makna....................................................................... 15
B. Kerangka Konseptual.............................................................. 16
BAB III METODELOGI PENELITIAN...............................................
A. Metodologi Penelitian.............................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
1. Lokasi Penelitian................................................................
2. Waktu Penelitian................................................................
C. Populasi dan Sampel...............................................................
1. Populasi..............................................................................
2. Sampel................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
1. Observasi............................................................................
2. Wawancara.........................................................................
3. Kepustakaan .......................................................................
4. Dokumentasi ......................................................................
E. Teknik Analisis Data ..............................................................
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
22
22
25
25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................
A. Gambaran Umum ...................................................................
1. Letak Geografis Kabupaten Samosir .................................
2. Keadaan Penduduk.............................................................
3. Mata Pencaharian dan Sumber Daya Alam .......................
4. Suku Batak Toba................................................................
5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ....................
27
27
27
29
30
31
33
iv
a. Hula-hula ......................................................................
b. Dongan Tubu.................................................................
c. Boru...............................................................................
6. Adat Batak dalam Siklus Kehidupan Masyarakat Batak
Toba ...................................................................................
7. Agama dan Kepercayaan ...................................................
B. Tahapan Pelaksanaan Upacara Kematian Saur Matua...........
1. Mangalap Pande dohot Pargonsi ......................................
2. Mangondas.........................................................................
a. Pra adat.........................................................................
b. Pelaksanaan adat ..........................................................
3. Mompo-Ulos Saput-Ulos Sampe Tua.................................
C. Tortor Mangondas..................................................................
1. Ragam Gerak ....................................................................
2. Makna Gerak.....................................................................
D. Musik pengiring Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian Saur matua……. ....................................................
E. Tempat pelaksanaan Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian.................................................................................
43
44
45
45
48
48
48
52
53
53
56
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran ..................................................................................
71
71
72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
74
BAB V
LAMPIRAN................................................................................................
v
37
39
41
66
67
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir .................................................. 28
Tabel 4.2 Urutan Pelaku Tortor Mangondas pada Upacara Kematian Saur
Matua.................................................................................................. 49
Tabel 4.3 Ragam Gerak dan Teknik Melakukan Tortor Mangondas pada
Upacara Kematian Saur Matua .......................................................... 54
Table 4.4 Deskripsi Makna Gerak Tortor Mangondas....................................... 57
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka konseptual....................................................................... 18
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi
Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak sembilan
kecamatan dan seratus sebelas desa serta enam kelurahan dengan batas-batas
wilayah
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Simalungun, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Humbang Hasundutan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Toba Samosir, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten
Pakpak Barat (Sibarani,Sadar 2006:1).
Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Samosir adalah suku Batak
Toba. Dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba, tari (tortor)
mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan mereka yang berkaitan
dengan kehidupan spritual dan sosial kemasyarakatannya.Selaintortor masyarakat
Batak Toba juga mempunyai kesenian dibidang musik yang sering disebut
gondang/margondang (memainkan alat musik tradisional Batak Toba). Menurut
tradisi, adat masyarakat Batak Toba Tortor dan gondang menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam setiap kegiatan pada masyarakat Batak Toba. Pada
awalnya gondang sangat jelas memiliki fungsi sosial pada nenek moyang
terdahulu, hingga sampai sekarang jelas masih kita rasakan. Filosofi orang Batak
mengatakan dimana ada gondang disitu ada tortor seperti umpama “Tektek do
mulani gondang, urdot do mulani tortor”. Gondang ibaratkan nasi dan tortor
1
2
ibaratkan lauk pauknya sehingga saling mengisi. Gondang berfungsi untuk
memanggil roh masyarakat supaya ikut bersosial terhadap orang lain maka tortor
ialah suatu aplikasi dari gondang. Keterkaitan Gondang dan Tortor merupakan
gambaran hubungan aksi dan reaksi dari setiap unsur yang terlibat pada upacara,
seperti pelaksana kerja, pendukung kerja, pemain musik, bahkan roh-roh gaib
yang dihormati/ disembah. Maka, Gondang dan Tortor ialah dua kesenian Batak
Toba yang tidak bisa dipisahkan.
Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak
lepas dari masyarakat dari tiap-tiap daerah tempat kesenian itu hidup dan
berkembang. Bastomi (1992;10) menjelaskan bahwa seni adalah perwujudan rasa
indah yang terkandung dalam jiwa seseorang, dilahirkan dengan perantauan alatalat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap dengan indra. Salah satu seni
yang dapat ditangkap dengan indra adalah tari.
Seperti yang dikemukakan
Edi Sedyawati (1981:10) bahwa “Tari
merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan selaras dengan
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu tari-tarian yang merupakan warisan
budaya Indonesia harus tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak punah.
Misalnya,tari atau tortor pada masyarakat Batak Toba adalah wujud budaya yang
sangat tampak disaat berjalannya setiap adat yang dilaksanakan. Karena semua
acara adat yang dilakukan pada masyarakat Batak Toba, dilakukan dengan adanya
tortor maka acara adat tersebut dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan adatistiadat yang berlaku pada masyarakat Batak Toba khususnya Kabupaten Samosir.
3
Adapun kegiatan tersebut diantaranya adalah upacara pernikahan, upacara
kematian, memasuki rumah baru dan lainnya.
masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini
(Sumardjo,2002:107).Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan
pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini.
Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara
kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan.
Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian
pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena
cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia.
Namun wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai
usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak
memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang
sudah sangat tua.
Kematian pada masyarakat Batak Toba disebut dengan marujung
ngoluyang terbagi atas: 1) Mate di Bortian adalah meninggal dalam kandungan, 2)
Mate Poso-poso adalah meninggal saat bayi, 3) Mate Dakdanak adalah meninggal
saat kanak-kanak, 4) Mate Bulung adalah meninggal saat remaja, 5) Mate Pupur
atau Mate Ponggol adalah meninggal dewasa tapi belum menikah, 6) Mate Punu
Mate di Paralang-alangan adalah meninggal sesudah menikah, tapi belum atau
tidak punya anak, 7) Mate Mangkar adalah meninggal dengan meninggalkan anak
yang masih kecil-kecil, 8) Mate Hatungganeon adalah meninggal ketika telah
memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang menikah, namun
4
belum bercucu, 9) Mate Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia, telah
beranak bercucu tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum menikah 10)
Mate Saur matua adalah orang yang meninggal dunia yang sudah uzur usianya,
yang mana semua anak-anaknya telah menikah dan mempunyai cucu, 11) Mate
Mauli Bulung adalah meninggal setelah semua anak-anaknya telah berumah
tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu tetapi cicit dari anak laki-laki dan
dari anak perempuan (Richard Sinaga, 1999:37-42; Delfi Elias Simatupang). Dari
beberapa kematian diatas, kematian yang dapat menyertakan adat na gok dan
gondang yaitu kematian saur matua.
Upacara Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak
cucu baik darianak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/
sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal
itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan
sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua (orangtua yang
belum mengawinkan semua anaknya atau dia sudah beranak cucu namun masih
ada anaknya yang belum kawin). Kalaupun suhut membuat acara adat sempurna
sesuai dengan adat dalihan na tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena
masih ada dari keturunannya belum sempurna dalam hal kekerabatan. Pada
masyarakat Batak, kematian (mate) diusia yang sudah sangat tua, merupakan
kematian yang paling diinginkan.
Seseorang disebut Saur matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “Titir
Maranak, titir Marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru” (anak
laki-laki dan perempuan sudah menikah dan memiliki cucu dari anak perempuan
5
dan laki-laki). Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon (kesejahteraan karena
berketurunan), belum tentu dimiliki seseorang. Hagabeon merupakan kehormatan
karena lengkapnya keturunan. Anak-anaknya yang sudah menikah juga sudah
melakukan adat yang penuh atau mangadati. Jadi tidak sembarangan untuk masuk
kedalam saur matua. Saur matua disebut juga dengan acara sampe tua dan sahat
matua.
Untuk menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang
dengan mengadakan pesta besar dan memanggil gondang sabangunan. Jenis dan
fungsi gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradisional Batak
toba, terdiri dari :taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling
panggora, ogling doal dan hesek. Ada beberapa struktur gondang sabangunan
dalam upacara kematian saur matua ialah gondang mula-mula, gondang liat-liat,
gondang simba-simba, gondang batara guru, gondang hasahatan sitio-tio.
Kehidupan generasi muda masyarakat Batak Toba terdapat nilai, norma,
adat yang harus dijaga dalam menyampaikan cinta secara tradisi Budaya Batak
yang diangkat dalam tari (Tortor). Tari (Tortor) yang dimaksud disini sebagai
sarana pengungkapan rasa cinta secara tradisi budaya Batak adalah salah satunya
Tortor Mangondas. Didalam upacara kematian saur matua terdapat Tortor
Mangondas.
Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta
roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai
komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah meninggal) agar
6
permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat
dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya.
Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orang tua agar anak
(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima berkat
serta rejeki yang berlimpah. Dalam tortor Mangondas ini orangtua yang telah
mate saur matua tidak akan ditangisi. Karena dianggap pantas mendapat
perlakuan terhormat pada upacara kematiannya.Maka terciptanya Tortor
mangondasdimana
sebagai
pengganti
tangisan
melalui
Gondang
sabangunan,karena zaman dahulu ada bahasa yang disebut Andung (tangisan
dalam bentuk nyanyian). Semua keluh kesah diungkapkan di dalam andung
tersebut. Si penyaji terus menerus mangondas dihadapan jenazahnya sampai puas
mengungkapkan perasaannya. Mangondas merupakan sebagai pengganti dari
tangisan (andung), meskipun masyarakat tidak menangisi yang mate saur matua
namun jika dilihat Tortor Mangondas akan meneteskan air mata.
Tortor Mangondas dilakukan semua pihak keluarga baik dari anak lakilaki, anak perempuan, tulang (paman), amangtua (abang dari bapak), amanguda
(adik dari bapak), omaktua (kakak dari ibu) dan lain sebagainya. Tortor
Mangondas diadakan terhadap saur matua (na gabe) dimana dia telah memiliki
cucu dari anak laki-laki dan cucu dari anak perempuan. (wawancara dengan
Op.Priska Sitanggang (seniman dan raja adat) pada tanggal 26 Oktober 2015 di
Siopat Sosor Kecamatan Pangururan).
Tortor Mangondas menurut kepala adat Batak diatur secara adat, artinya
ada etika, norma yang harus dipatuhi oleh keluarga yang berduka. Untuk itu
7
dalam Tortor Mangondas tercermin bagaimana nilai,rasa menghormati yang
diwujudkan ke dalam seni tari tradisi. Tortor Mangondas salah satu bentuk
pelestarian budaya dan bentuk kesenian yang ada pada masyarakat Batak Toba
yang menjadi fokus penelitian membuat penulis merasa tertarik untuk
mengangkat tarian ini menjadi topik penelitian dengan judul “Makna gerak
Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada masyarakat
Batak Toba di Kabupaten Samosir”.
B. Identifikasi Masalah
Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan
menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa :
“Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat
interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan,
keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa
pertanyaan-pertanyaan”.
Hal ini juga dengan pendapat M.Hariwijaya(2008:38) menyatakan bahwa:
“Berikutnya adalah mencari titik masalah yang dikaji dalam
penelitian skripsi anda, sikap kritis dalam menemukan masalah
merupakan hal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap peneliti,
dan suatu penelitian selalu diawali dengan langkah
mengidentifikasikan masalah.
8
Dari
uraian
di
atas
maka
permasalahan
penelitian
ini
dapat
diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Bagaimana keberadaan Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur
matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
2. Bagaimana jenis kematian pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten
Samosir?
3. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur
matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasikan serta
keterbatasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu
mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang dihadapi
dalam penelitian. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batasbatas
permasalahan
dengan
jelas,
yang
memungkinkan
kita
untuk
mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup
permasalahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan
bahwa:
“Dalam merumuskan masalah ataupun membatasi permasalahan
dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada
kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam
mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum
kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”
9
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti membatasi masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur
Matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang
hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk
menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,
sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam
rumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan-batasan
yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat hendra Mahayana (2010:52)
menyatakan bahwa:
“Apabila digunakan istilah rumusan masalah maka fokus penelitian
berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian
dan alasan diajukan pertanyaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan”.
Maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
Makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur Matua pada
masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir”.
10
E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian umumnya berorientasi kepada tujuan, tanpa ada
tujuan yang jelas maka arah kegiatan penelitian yang akan dilakukan tidak terarah
karena tidak mengerti apa yang ingin dicapai kegiatan penelitian tersebut. Suatu
penelitian dikatakan berhasil dilihat dari tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam
upacara kematian saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten
Samosir
F. Manfaat Penelitian
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia manfaat adalah guna tau faedah.
Setiap penelitian pasti memperoleh hasil yang bermanfaat, yang dapat digunakan
oleh penulis, khalayak umum, maupun instansi tertentu. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Tortor Mangondas.
2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyarakat atau lembaga yang
mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian
tradisional.
3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau
mendalami tari.
11
4. Diharapkan dapat membangkitkan keinginan masyarakat di Kabupaten
Samosir untuk melestarikan budaya.
5. Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk
kesenian ini lebih lanjut.
6. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik
Program Studi Pendidikan Tari, Universitas Negeri Medan.
khususnya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua yang sudah diteliti di lapangan, dapat diambil kesimpulan
bahwa kematian saur matua, merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan oleh
masyarakat
Batak
toba,
ketika
mereka
mendapat
kemalangan
dengan
meninggalnya orangtua mereka yang sudah menyelesaikan tugas duniawinya
mengurus anak-anaknya. Didalam pelaksanaan upacara banyak hal-hal yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan agar jalannya upacara, dan tujuan dari upacara itu
sendiri akan mendapat jawaban dari Tuhan Debata Mula jadi nabolon.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dapat diketahui bahwa:
1. Upacara saur matua adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk
kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila
kematian yang terjadi pada orangtua yang sudah uzur usianya, dimana anakanak seluruhnya sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah
mempunyai keturunan.
2. Ada 8 macam jenis kematian dalam masyarakat Batak Toba mulai yang
terendah yaitu: 1) Mate di Bortian, 2) Mate Poso-poso, 3) Mate Dakdanak,
4) Mate Bulung, 5) Mate Pupur atau Mate Ponggol, 6) Mate Punu Mate di
Paralang-alangan, 7) Mate Mangkar, 8) Mate Hatungganeon, 9) Mate
Sarimatua, 10) Mate Saurmatua, 11) Mate Mauli Bulung
3. Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal
(serta roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan
71
72
sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah
meninggal) agar permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek
moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang
hidup terutama ahli warisnya.
4. Tortor mangondas tidak pernah nampak terjadinya semata-mata bermakna
sebuah bentuk tari dalam masyarakat Batak Toba. Tetapi gerak-geraknya
masih bisa dijelaskan, makna dari setiap gerak yang dilakukan.
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Melihat makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur
Matua pada masyarakat Batak Toba memiliki peran yang sangat penting,
diharapkan tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai salah satu identitas seni
budaya pada masyarakat Batak Toba.
2. Melihat pengaruh dan dampak perkembangan zaman yang begitu deras yang
dapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni
budayanya, perlu melakukan pembinaan untuk generasi muda. Generasi
muda diharapkan dapat menggali/ meneruskan tradisi Batak Toba supaya
tidak punah, dan tradisi Batak Toba tersebut dapat diorbitkan.
3. Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orangtua agar anak
(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima
berkat serta rejeki yang berlimpah, maka diharapkan generasi muda dapat
73
meneruskan dan melestarikan serta mempertahankan adanya makna gerak
Tortor Mangondas, misalnya mempelajari gerakannya, dan melihat
keberadaan Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada
masyarakat Batak Toba.
4. Kepada para seniman, khususnya seniman Batak Toba agar terus berkarya
dan menjaga utuh kesenian tradisi Batak Toba.
5. Penulis sangat mengharapkan dukungan dari instansi terkait, agar ikut
peduli terhadap tradisi-tradisi budaya Batak Toba demi melestarikannya.
74
DAFTAR PUSTAKA
Anya, Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung:
STSI Press.
Burhan Bungin.2010.Penelitian kualitatifJakarta:Kencana
Debora, Ester. 2012. Gondang Sabangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa
Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas
Negeri Medan : Medan.
Fernandus, 2011. Struktur Tortor dalam Upacara Pernikahan Maasyarakat Batak
Toba di Kecamatan Siborong-borong. Skripsi. Universitas Negeri Medan :
Medan.
Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang : Quantum Teaching.
Langer, Suzane K. 2006, Problema Seni. Ter. F. X. Widaryant, Bandung: STSI
PMSS.
Koerantjraningrat, 2004. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Manik Krisman.2012”Eksistensi Sarune Bolon dalam pelaksanaan adat Saur
Matua pada masyarakat batak Toba di desa bangun I kecamatan
Parbuluan Kabupaten Dairi “Medan : Universitas Negeri Medan.
Nurwani. 2007. Pengetahuan Tari, Diktat Jurusan Sendratasik, FBS Universitas
Negeri Medan.
Sihaloho, Nuriana, S, 2015. Penyajian Tortor dalam Upacara Pajonjong Baringin
pada Masyarakat Batak Toba”Medan : Universitas Negeri Medan.
Purba, Mauly. 2012. Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Batak Toba. Medan
: Universitas Sumatera Utara.
Siagian,
Afriyanti.
2010.
MaknaTortorsibungaJambudalamGondangNaposo
padaMasyarakat Batak Toba.Medan.UniversitasNegeriMedan.
Sibarani, Sadar, 2006, Raja Batak, Jakarta : Partano Bato.
75
Simarmata, Golda, 2013. ”Husip-husip dalam tortor Hatasopisik pada
masyarakat Toba kajian Interaksi Simbolik”Medan : Universitas Negeri
Medan.
Soedarsono, 1987. Tari-tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Sukardi. 2003.MetodologiPenelitianKependidikan. Jakarta: BumiAksara.
Tambunan,Betty.2008.Perkembangan Tortor Batak Toba Tinjauan Terhadap
Fungsi dan Bentuk Penyajian. Skripsi. Universitas Negeri Medan : Medan
http : //id.wikipedia.org/wiki/Tortor_Batak_Toba
http://www.samosirkab.go.id/
https://balarmedan.wordpress.com/2008/06/18/upacara-saur-matuakonsep%E2%80%9Dkematian-ideal%E2%80%9D-pada-masyarakat-batak-studietnoarkeologi/
http://www.hetanews.com/article/364/saur-matua-dan-kematian-dalam-adat-batak
https://www.google.com/search?q=makna+dari+manjalo+tua+ni+gondang+pada+
upacara+kematian+saur+matua&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-beta&channel=np&source=hp
https://pungsin.wordpress.com/tag/adat-saur-matua/
KEMATIAN SAUR MATUA PADA MASYARAKAT
BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
RINDA TURNIP
NIM. 2113340039
PRODI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016
ABSTRAK
Rinda Turnip, 2113340039. Makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian Saur Matua pada masyarakat Batak Toba. Jurusan Sendratasik.
Program Studi Pendidikan Seni Tari. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas
Negeri Medan. 2016
Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta roh/ tondi orang
itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai komunikasi antara
dunia nyata dan dunia lain (yang sudah meninggal) agar permohonan dari dunia ini
dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan
kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apa makna yang terkandung di dalam Tortor Mangondas pada
masyarakat Batak toba.
Landasan teoritis dalam penelitian ini menggunakan satu teori, yaitu teori makna dan
pengertian tortor mangondas serta upacara adat kematian.
Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir dan waktunya
selama dua bulan, populasi dan sampel terdapat beberapa penari dan tokoh seniman
serta tokoh adat. Penulis melakukan observasi lapangan, dengan mengambil video,
dokumentasi, dan melakukan wawancara dengan narasumber, serta melengkapi datadata lewat penelitian di Desa Siopat Sosor Kabupaten Samosir
Hasil penelitian berdasarkan data-data yang telah terkumpul dapat diketahui bahwa
Tortor Mangondas tak pernah nampak semata-mata sebagai sebuah bentuk tari dalam
masyarakat mana pun. Tetapi gerak-geraknya masih bisa dijelaskan makna dari setiap
gerak yang dilakukan. Tortor Mangondas tercipta karna seseorang yang telah mati
saur matua tidak memiliki
kesempatan diajak bicara oleh keluarga untuk
menyampaikan kata-kata perpisahan dan segala ungkapan isi hati. Nilai sosial ketika
seorang masyarakat Batak Toba Mate Saur Matua dimana pihak hasuhutan
mengadakan Tortor Mangondas dengan tujuan untuk menghormati orang tua dan
sekaligus menyampaikan doa permohonan kepada Mulajadi Nabolon.
Kata Kunci : Makna, Tortor Mangondas, Upacara kematian, Saur Matua,
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang
telah melimpahkan Rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini yang berjudul “Makna Gerak
Tortor Mangondas Dalam Upacara Kematian Saur Matua Pada Masyarakat
Batak Toba di Kabupaten Samosir” ini dibuat sebagai persyaratan yang telah
ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Sendratasik Program Studi
Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.
Dalam penulisan Skripsi ini, mungkin dapat dikatakan belum mencapai
hasil yang maksimal, baik dalam penulisan maupun kata-kata. Selama proses
penelitian, penulis selalu menghadapi berbagai kendala baik dalam hal materi,
moril dan juga pencarian data-data yang dibutuhkan. Namun dibalik itu semua,
penulis
juga
sangat
banyak
mendapat
bantuan
dan
dukungan
dalam
menyelesaikan Skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr.Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan,
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Medan,
3. Uyuni Widiastuti S.Pd., M.Pd, Ketua Jurusan Sendratasik,
4. Sitti Rahmah, S.Pd., M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Tari,
5. Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn. Pembimbing Skripsi I,
6. Irwansyah, M.Sn. Pembimbing Skripsi II,
7. Drs. Iskandar Muda, M.Sn. Dosen Pembimbing Akademik dan
Narasumber I,
8. Dra.Rr. RHD. Nugrahaningsih, M.Si. Dosen Narasumber II,
9. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Tari,
10. Orang tua tercinta Ayahanda J.Blasius Turnip dan Ibunda Nurmala br
Manik yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, semangat,
didikan, nasehat, kesabaran, kasih sayang dan Doanya kepada penulis
ii
serta kakak The Flower Turnip, Adik Frans Turnip dan Veronika turnip .
Terimakasih
untuk segala perhatian, kasih sayang, pengorbanan, doa,
motivasi yang selalu diberikan kepada penulis dalam mendukung
penyelesaian Skripsi ini,
11. Perri Kristina Sagala, pimpinan sanggar Jolo New dan Marlita Simbolon,
pimpinan sanggar Angel Elkanean yang banyak memberi informasi dan
bimbingan serta dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini,
12. Guntur Sitohang, Blasius Turnip, Jawanter Sitanggang, Dumpang Manik
narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai
Tortor Mangondas,
13. Thomson HS, Lena Simanjuntak, Forcenly Sinaga, Ray Priory Sitorus,
Edison Manik, Dian Manik, Siol petrus Sidabukke, Bima Sitanggang yang
telah memberikan bantuan, baik materil maupun nonmateril kepada
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
14. Sahabat Samoland Dancer/ 5 Sadalanan (Devi, Rini, Kristina, Martha),
Septa, Delfi, Pirdo, UK-KMK St.Martinus Universitas Negeri Medan,
PLOT, PPLT SMP 1 Balige 2014, stambuk Pendidikan Tari 2011 dan
semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per
satu.
Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat
balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin
Medan, Maret 2016
Penulis,
Rinda Turnip
2113340039
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................
i
KATA PENGANTAR................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Identifikasi Masalah................................................................
C. Pembatasan Masalah..............................................................
D. Rumusan Masalah ..................................................................
E. Tujuan Penelitian ....................................................................
F. Manfaat Penelitian ..................................................................
1
1
7
8
9
10
10
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL 12
A. Landasan Teoritis ................................................................... 12
1. Pengertian Tortor Mangondas ........................................... 12
2. Upacara AdatKematian ...................................................... 13
3. Teori Makna....................................................................... 15
B. Kerangka Konseptual.............................................................. 16
BAB III METODELOGI PENELITIAN...............................................
A. Metodologi Penelitian.............................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
1. Lokasi Penelitian................................................................
2. Waktu Penelitian................................................................
C. Populasi dan Sampel...............................................................
1. Populasi..............................................................................
2. Sampel................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
1. Observasi............................................................................
2. Wawancara.........................................................................
3. Kepustakaan .......................................................................
4. Dokumentasi ......................................................................
E. Teknik Analisis Data ..............................................................
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
22
22
25
25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................
A. Gambaran Umum ...................................................................
1. Letak Geografis Kabupaten Samosir .................................
2. Keadaan Penduduk.............................................................
3. Mata Pencaharian dan Sumber Daya Alam .......................
4. Suku Batak Toba................................................................
5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ....................
27
27
27
29
30
31
33
iv
a. Hula-hula ......................................................................
b. Dongan Tubu.................................................................
c. Boru...............................................................................
6. Adat Batak dalam Siklus Kehidupan Masyarakat Batak
Toba ...................................................................................
7. Agama dan Kepercayaan ...................................................
B. Tahapan Pelaksanaan Upacara Kematian Saur Matua...........
1. Mangalap Pande dohot Pargonsi ......................................
2. Mangondas.........................................................................
a. Pra adat.........................................................................
b. Pelaksanaan adat ..........................................................
3. Mompo-Ulos Saput-Ulos Sampe Tua.................................
C. Tortor Mangondas..................................................................
1. Ragam Gerak ....................................................................
2. Makna Gerak.....................................................................
D. Musik pengiring Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian Saur matua……. ....................................................
E. Tempat pelaksanaan Tortor Mangondas dalam Upacara
Kematian.................................................................................
43
44
45
45
48
48
48
52
53
53
56
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran ..................................................................................
71
71
72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
74
BAB V
LAMPIRAN................................................................................................
v
37
39
41
66
67
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir .................................................. 28
Tabel 4.2 Urutan Pelaku Tortor Mangondas pada Upacara Kematian Saur
Matua.................................................................................................. 49
Tabel 4.3 Ragam Gerak dan Teknik Melakukan Tortor Mangondas pada
Upacara Kematian Saur Matua .......................................................... 54
Table 4.4 Deskripsi Makna Gerak Tortor Mangondas....................................... 57
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka konseptual....................................................................... 18
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi
Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak sembilan
kecamatan dan seratus sebelas desa serta enam kelurahan dengan batas-batas
wilayah
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Simalungun, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Humbang Hasundutan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Toba Samosir, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten
Pakpak Barat (Sibarani,Sadar 2006:1).
Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Samosir adalah suku Batak
Toba. Dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba, tari (tortor)
mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan mereka yang berkaitan
dengan kehidupan spritual dan sosial kemasyarakatannya.Selaintortor masyarakat
Batak Toba juga mempunyai kesenian dibidang musik yang sering disebut
gondang/margondang (memainkan alat musik tradisional Batak Toba). Menurut
tradisi, adat masyarakat Batak Toba Tortor dan gondang menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam setiap kegiatan pada masyarakat Batak Toba. Pada
awalnya gondang sangat jelas memiliki fungsi sosial pada nenek moyang
terdahulu, hingga sampai sekarang jelas masih kita rasakan. Filosofi orang Batak
mengatakan dimana ada gondang disitu ada tortor seperti umpama “Tektek do
mulani gondang, urdot do mulani tortor”. Gondang ibaratkan nasi dan tortor
1
2
ibaratkan lauk pauknya sehingga saling mengisi. Gondang berfungsi untuk
memanggil roh masyarakat supaya ikut bersosial terhadap orang lain maka tortor
ialah suatu aplikasi dari gondang. Keterkaitan Gondang dan Tortor merupakan
gambaran hubungan aksi dan reaksi dari setiap unsur yang terlibat pada upacara,
seperti pelaksana kerja, pendukung kerja, pemain musik, bahkan roh-roh gaib
yang dihormati/ disembah. Maka, Gondang dan Tortor ialah dua kesenian Batak
Toba yang tidak bisa dipisahkan.
Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak
lepas dari masyarakat dari tiap-tiap daerah tempat kesenian itu hidup dan
berkembang. Bastomi (1992;10) menjelaskan bahwa seni adalah perwujudan rasa
indah yang terkandung dalam jiwa seseorang, dilahirkan dengan perantauan alatalat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap dengan indra. Salah satu seni
yang dapat ditangkap dengan indra adalah tari.
Seperti yang dikemukakan
Edi Sedyawati (1981:10) bahwa “Tari
merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan selaras dengan
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu tari-tarian yang merupakan warisan
budaya Indonesia harus tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak punah.
Misalnya,tari atau tortor pada masyarakat Batak Toba adalah wujud budaya yang
sangat tampak disaat berjalannya setiap adat yang dilaksanakan. Karena semua
acara adat yang dilakukan pada masyarakat Batak Toba, dilakukan dengan adanya
tortor maka acara adat tersebut dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan adatistiadat yang berlaku pada masyarakat Batak Toba khususnya Kabupaten Samosir.
3
Adapun kegiatan tersebut diantaranya adalah upacara pernikahan, upacara
kematian, memasuki rumah baru dan lainnya.
masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini
(Sumardjo,2002:107).Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan
pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini.
Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara
kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan.
Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian
pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena
cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia.
Namun wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai
usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak
memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang
sudah sangat tua.
Kematian pada masyarakat Batak Toba disebut dengan marujung
ngoluyang terbagi atas: 1) Mate di Bortian adalah meninggal dalam kandungan, 2)
Mate Poso-poso adalah meninggal saat bayi, 3) Mate Dakdanak adalah meninggal
saat kanak-kanak, 4) Mate Bulung adalah meninggal saat remaja, 5) Mate Pupur
atau Mate Ponggol adalah meninggal dewasa tapi belum menikah, 6) Mate Punu
Mate di Paralang-alangan adalah meninggal sesudah menikah, tapi belum atau
tidak punya anak, 7) Mate Mangkar adalah meninggal dengan meninggalkan anak
yang masih kecil-kecil, 8) Mate Hatungganeon adalah meninggal ketika telah
memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang menikah, namun
4
belum bercucu, 9) Mate Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia, telah
beranak bercucu tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum menikah 10)
Mate Saur matua adalah orang yang meninggal dunia yang sudah uzur usianya,
yang mana semua anak-anaknya telah menikah dan mempunyai cucu, 11) Mate
Mauli Bulung adalah meninggal setelah semua anak-anaknya telah berumah
tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu tetapi cicit dari anak laki-laki dan
dari anak perempuan (Richard Sinaga, 1999:37-42; Delfi Elias Simatupang). Dari
beberapa kematian diatas, kematian yang dapat menyertakan adat na gok dan
gondang yaitu kematian saur matua.
Upacara Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak
cucu baik darianak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/
sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal
itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan
sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua (orangtua yang
belum mengawinkan semua anaknya atau dia sudah beranak cucu namun masih
ada anaknya yang belum kawin). Kalaupun suhut membuat acara adat sempurna
sesuai dengan adat dalihan na tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena
masih ada dari keturunannya belum sempurna dalam hal kekerabatan. Pada
masyarakat Batak, kematian (mate) diusia yang sudah sangat tua, merupakan
kematian yang paling diinginkan.
Seseorang disebut Saur matua, ketika meninggal dunia dalam posisi “Titir
Maranak, titir Marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru” (anak
laki-laki dan perempuan sudah menikah dan memiliki cucu dari anak perempuan
5
dan laki-laki). Tetapi sebagai umat beragama, hagabeon (kesejahteraan karena
berketurunan), belum tentu dimiliki seseorang. Hagabeon merupakan kehormatan
karena lengkapnya keturunan. Anak-anaknya yang sudah menikah juga sudah
melakukan adat yang penuh atau mangadati. Jadi tidak sembarangan untuk masuk
kedalam saur matua. Saur matua disebut juga dengan acara sampe tua dan sahat
matua.
Untuk menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang
dengan mengadakan pesta besar dan memanggil gondang sabangunan. Jenis dan
fungsi gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradisional Batak
toba, terdiri dari :taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling
panggora, ogling doal dan hesek. Ada beberapa struktur gondang sabangunan
dalam upacara kematian saur matua ialah gondang mula-mula, gondang liat-liat,
gondang simba-simba, gondang batara guru, gondang hasahatan sitio-tio.
Kehidupan generasi muda masyarakat Batak Toba terdapat nilai, norma,
adat yang harus dijaga dalam menyampaikan cinta secara tradisi Budaya Batak
yang diangkat dalam tari (Tortor). Tari (Tortor) yang dimaksud disini sebagai
sarana pengungkapan rasa cinta secara tradisi budaya Batak adalah salah satunya
Tortor Mangondas. Didalam upacara kematian saur matua terdapat Tortor
Mangondas.
Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal (serta
roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai
komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah meninggal) agar
6
permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek moyang dan tuah/ berkat
dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli warisnya.
Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orang tua agar anak
(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima berkat
serta rejeki yang berlimpah. Dalam tortor Mangondas ini orangtua yang telah
mate saur matua tidak akan ditangisi. Karena dianggap pantas mendapat
perlakuan terhormat pada upacara kematiannya.Maka terciptanya Tortor
mangondasdimana
sebagai
pengganti
tangisan
melalui
Gondang
sabangunan,karena zaman dahulu ada bahasa yang disebut Andung (tangisan
dalam bentuk nyanyian). Semua keluh kesah diungkapkan di dalam andung
tersebut. Si penyaji terus menerus mangondas dihadapan jenazahnya sampai puas
mengungkapkan perasaannya. Mangondas merupakan sebagai pengganti dari
tangisan (andung), meskipun masyarakat tidak menangisi yang mate saur matua
namun jika dilihat Tortor Mangondas akan meneteskan air mata.
Tortor Mangondas dilakukan semua pihak keluarga baik dari anak lakilaki, anak perempuan, tulang (paman), amangtua (abang dari bapak), amanguda
(adik dari bapak), omaktua (kakak dari ibu) dan lain sebagainya. Tortor
Mangondas diadakan terhadap saur matua (na gabe) dimana dia telah memiliki
cucu dari anak laki-laki dan cucu dari anak perempuan. (wawancara dengan
Op.Priska Sitanggang (seniman dan raja adat) pada tanggal 26 Oktober 2015 di
Siopat Sosor Kecamatan Pangururan).
Tortor Mangondas menurut kepala adat Batak diatur secara adat, artinya
ada etika, norma yang harus dipatuhi oleh keluarga yang berduka. Untuk itu
7
dalam Tortor Mangondas tercermin bagaimana nilai,rasa menghormati yang
diwujudkan ke dalam seni tari tradisi. Tortor Mangondas salah satu bentuk
pelestarian budaya dan bentuk kesenian yang ada pada masyarakat Batak Toba
yang menjadi fokus penelitian membuat penulis merasa tertarik untuk
mengangkat tarian ini menjadi topik penelitian dengan judul “Makna gerak
Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada masyarakat
Batak Toba di Kabupaten Samosir”.
B. Identifikasi Masalah
Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan
menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa :
“Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat
interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan,
keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa
pertanyaan-pertanyaan”.
Hal ini juga dengan pendapat M.Hariwijaya(2008:38) menyatakan bahwa:
“Berikutnya adalah mencari titik masalah yang dikaji dalam
penelitian skripsi anda, sikap kritis dalam menemukan masalah
merupakan hal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap peneliti,
dan suatu penelitian selalu diawali dengan langkah
mengidentifikasikan masalah.
8
Dari
uraian
di
atas
maka
permasalahan
penelitian
ini
dapat
diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Bagaimana keberadaan Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur
matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
2. Bagaimana jenis kematian pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten
Samosir?
3. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian saur
matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasikan serta
keterbatasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu
mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang dihadapi
dalam penelitian. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batasbatas
permasalahan
dengan
jelas,
yang
memungkinkan
kita
untuk
mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup
permasalahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan
bahwa:
“Dalam merumuskan masalah ataupun membatasi permasalahan
dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada
kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam
mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum
kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”
9
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti membatasi masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur
Matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir?
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang
hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk
menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,
sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam
rumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan-batasan
yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat hendra Mahayana (2010:52)
menyatakan bahwa:
“Apabila digunakan istilah rumusan masalah maka fokus penelitian
berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian
dan alasan diajukan pertanyaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan”.
Maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
Makna gerak Tortor Mangondas dalam upacara kematian Saur Matua pada
masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir”.
10
E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian umumnya berorientasi kepada tujuan, tanpa ada
tujuan yang jelas maka arah kegiatan penelitian yang akan dilakukan tidak terarah
karena tidak mengerti apa yang ingin dicapai kegiatan penelitian tersebut. Suatu
penelitian dikatakan berhasil dilihat dari tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan bagaimana makna gerak Tortor Mangondas dalam
upacara kematian saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten
Samosir
F. Manfaat Penelitian
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia manfaat adalah guna tau faedah.
Setiap penelitian pasti memperoleh hasil yang bermanfaat, yang dapat digunakan
oleh penulis, khalayak umum, maupun instansi tertentu. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Tortor Mangondas.
2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyarakat atau lembaga yang
mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian
tradisional.
3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau
mendalami tari.
11
4. Diharapkan dapat membangkitkan keinginan masyarakat di Kabupaten
Samosir untuk melestarikan budaya.
5. Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk
kesenian ini lebih lanjut.
6. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik
Program Studi Pendidikan Tari, Universitas Negeri Medan.
khususnya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua yang sudah diteliti di lapangan, dapat diambil kesimpulan
bahwa kematian saur matua, merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan oleh
masyarakat
Batak
toba,
ketika
mereka
mendapat
kemalangan
dengan
meninggalnya orangtua mereka yang sudah menyelesaikan tugas duniawinya
mengurus anak-anaknya. Didalam pelaksanaan upacara banyak hal-hal yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan agar jalannya upacara, dan tujuan dari upacara itu
sendiri akan mendapat jawaban dari Tuhan Debata Mula jadi nabolon.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dapat diketahui bahwa:
1. Upacara saur matua adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk
kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila
kematian yang terjadi pada orangtua yang sudah uzur usianya, dimana anakanak seluruhnya sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah
mempunyai keturunan.
2. Ada 8 macam jenis kematian dalam masyarakat Batak Toba mulai yang
terendah yaitu: 1) Mate di Bortian, 2) Mate Poso-poso, 3) Mate Dakdanak,
4) Mate Bulung, 5) Mate Pupur atau Mate Ponggol, 6) Mate Punu Mate di
Paralang-alangan, 7) Mate Mangkar, 8) Mate Hatungganeon, 9) Mate
Sarimatua, 10) Mate Saurmatua, 11) Mate Mauli Bulung
3. Tortor Mangondas adalah suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan adat yang bermakna menghormati yang meninggal
(serta roh/ tondi orang itu dan tondi yang duluan meninggal) dan merupakan
71
72
sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia lain (yang sudah
meninggal) agar permohonan dari dunia ini dapat diberikan kepada nenek
moyang dan tuah/ berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang
hidup terutama ahli warisnya.
4. Tortor mangondas tidak pernah nampak terjadinya semata-mata bermakna
sebuah bentuk tari dalam masyarakat Batak Toba. Tetapi gerak-geraknya
masih bisa dijelaskan, makna dari setiap gerak yang dilakukan.
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Melihat makna gerak Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur
Matua pada masyarakat Batak Toba memiliki peran yang sangat penting,
diharapkan tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai salah satu identitas seni
budaya pada masyarakat Batak Toba.
2. Melihat pengaruh dan dampak perkembangan zaman yang begitu deras yang
dapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni
budayanya, perlu melakukan pembinaan untuk generasi muda. Generasi
muda diharapkan dapat menggali/ meneruskan tradisi Batak Toba supaya
tidak punah, dan tradisi Batak Toba tersebut dapat diorbitkan.
3. Tortor Mangondas artinya prinsip untuk menghormati orangtua agar anak
(pinompar) yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima
berkat serta rejeki yang berlimpah, maka diharapkan generasi muda dapat
73
meneruskan dan melestarikan serta mempertahankan adanya makna gerak
Tortor Mangondas, misalnya mempelajari gerakannya, dan melihat
keberadaan Tortor Mangondas dalam Upacara Kematian Saur Matua pada
masyarakat Batak Toba.
4. Kepada para seniman, khususnya seniman Batak Toba agar terus berkarya
dan menjaga utuh kesenian tradisi Batak Toba.
5. Penulis sangat mengharapkan dukungan dari instansi terkait, agar ikut
peduli terhadap tradisi-tradisi budaya Batak Toba demi melestarikannya.
74
DAFTAR PUSTAKA
Anya, Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung:
STSI Press.
Burhan Bungin.2010.Penelitian kualitatifJakarta:Kencana
Debora, Ester. 2012. Gondang Sabangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa
Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas
Negeri Medan : Medan.
Fernandus, 2011. Struktur Tortor dalam Upacara Pernikahan Maasyarakat Batak
Toba di Kecamatan Siborong-borong. Skripsi. Universitas Negeri Medan :
Medan.
Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang : Quantum Teaching.
Langer, Suzane K. 2006, Problema Seni. Ter. F. X. Widaryant, Bandung: STSI
PMSS.
Koerantjraningrat, 2004. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Manik Krisman.2012”Eksistensi Sarune Bolon dalam pelaksanaan adat Saur
Matua pada masyarakat batak Toba di desa bangun I kecamatan
Parbuluan Kabupaten Dairi “Medan : Universitas Negeri Medan.
Nurwani. 2007. Pengetahuan Tari, Diktat Jurusan Sendratasik, FBS Universitas
Negeri Medan.
Sihaloho, Nuriana, S, 2015. Penyajian Tortor dalam Upacara Pajonjong Baringin
pada Masyarakat Batak Toba”Medan : Universitas Negeri Medan.
Purba, Mauly. 2012. Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Batak Toba. Medan
: Universitas Sumatera Utara.
Siagian,
Afriyanti.
2010.
MaknaTortorsibungaJambudalamGondangNaposo
padaMasyarakat Batak Toba.Medan.UniversitasNegeriMedan.
Sibarani, Sadar, 2006, Raja Batak, Jakarta : Partano Bato.
75
Simarmata, Golda, 2013. ”Husip-husip dalam tortor Hatasopisik pada
masyarakat Toba kajian Interaksi Simbolik”Medan : Universitas Negeri
Medan.
Soedarsono, 1987. Tari-tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Sukardi. 2003.MetodologiPenelitianKependidikan. Jakarta: BumiAksara.
Tambunan,Betty.2008.Perkembangan Tortor Batak Toba Tinjauan Terhadap
Fungsi dan Bentuk Penyajian. Skripsi. Universitas Negeri Medan : Medan
http : //id.wikipedia.org/wiki/Tortor_Batak_Toba
http://www.samosirkab.go.id/
https://balarmedan.wordpress.com/2008/06/18/upacara-saur-matuakonsep%E2%80%9Dkematian-ideal%E2%80%9D-pada-masyarakat-batak-studietnoarkeologi/
http://www.hetanews.com/article/364/saur-matua-dan-kematian-dalam-adat-batak
https://www.google.com/search?q=makna+dari+manjalo+tua+ni+gondang+pada+
upacara+kematian+saur+matua&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-beta&channel=np&source=hp
https://pungsin.wordpress.com/tag/adat-saur-matua/