TORTOR HUSIP-HUSIP DALAM UPACARA KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN KOMUNIKASI NON VERBAL.

(1)

TORTOR HUSIP-HUSIP DALAM UPACARA KEMATIAN

SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA :

KAJIAN KOMUNIKASI NON VERBAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

YULI M. SIDABUTAR

NIM 2111340002

PROGRAM STUDI SENI TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRACT

Yuli M.Sidabutar, 2111340002. TORTOR HUSIP-HUSIP TRADITIONAL CEREMONY OF SAURMATUA IN BATAK TOBA SOCIETY: THE STUDY OF NON VERBAL COMMUNICATION. Essay. Medan: Faculty of Language and Art, State University of Medan, 2015.

This study aims to find out how non-verbal communication of Tortor

Husip-husip in Batak Toba society. The population in this study are some of the traditional

leaders Batak Toba society in Simanindo district, some of the artists who know about

Tortor Husip-husip and the actors (citizens) who are involved as performer Tortor-husip Husip. The sample is also customary prominent figure, artists, and actors

involved in Tortor Husip-husip.

The method is used descriptive qualitative method. To complete the data in this study, the research conducted field observations, video, interviews and also documentation.

The results of the data collected can be seen in non-verbal communication of

Tortor Husip-husip in Batak Toba society, which is not only as a dance performed in

ceremonies of death Batak Toba, but also can serve as a medium of communication and symbolic systems. The uniqueness and characteristic of this tortor are gotten in Husip-husip which has meaning how expressing of whispering, hopeful and prayers to those who have Saurmatua. As a medium of non-verbal communication can be seen from the gesture. The dancers are not only get dance as usual, but there are non-verbal messages will be conveyed through by gesture in Tortor Husip-Husip. The form of non-verbal communication in Tortor Husip-husip is symbolized by keep nodding head with body position leaning forward and whispering with a corpse.

Gondang Bolon as the traditional music is used in this ceremonial celebrating. It

contains sarune, taganing, gordang, ogung and hesek. The Non-verbal messages will be submitted to each community must be respecting to parents. And the Tortor Husip-husip is one of final tribute and delivering of the prayer, hope, gratitude and apology to the parents who have saurmatua.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan KasihNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.

Apa yang penulis lakukan ini mungkin belum mencapai yang maksimal, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca sangat diharapkan. Semoga Skripsi ini dapat memberikan kontribusi dan membantu terhadap kegiatan penelitian - penelitian yang relevan selanjutnya.

Banyak sudah dukungan dan bantuan yang penulis dapatkan dalam menyelesaikan Skripsi ini. Tanpa bantuan, dukungan, dan kemudahan yang diperoleh, sulit kiranya penulis menyelesaikan Skripsi ini. Untuk itu rasa hormat saya dan ucapan terim,akasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

3. Uyuni Widiastuti M.Pd, Ketua Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Medan

4. Sitti Rahmah S.Pd, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Tari Universitas Negeri Medan

5. Irwansyah M.Sn, Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

6. Yusnizar Heniwaty S.ST, M.Hum, Pembimbing Skripsi I 7. Iskandar Muda M.Sn, Pembimbing Skripsi II

8. Seluruh Staf/Dosen pengajar di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Pendidikan Tari yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan.

9. Kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Antonius Sidabutar dan Ibunda Arni Silalahi yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, kesabaran, kasih sayang serta doanya kepada penulis.

10.Abror Harahap, SE yang sudah membantu dalam mempersiapkan pemberkasan.


(8)

(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR FOTO ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

Bab II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teori ... 11

1. Teori komunikasi non verbal ... 11

2. Teori Interaksi Simbolik ... 13

B. Kerangka Konseptual ... 15

Bab III Metodologi Penelitian A. Metodologi Penelitian ... 17

B. Lokasi dan Waktu ... 18


(10)

v

2. Waktu Penelitian ... 19

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

1. Populasi ... 19

2. Sampel ... 20

D. Teknik Pengumpulan Data ... 20

1. Studi Kepustakaan ... 21

2. Observasi ... 23

3. Wawancara ... 23

4. Dokumentasi ... 25

E. Teknik Analisis Data ... 25

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 27

1. Letak Geografis ... 27

2. Keadaan Penduduk ... 29

3. Mata Pencaharian dan Sumber Daya Alam ... 30

4. Suku Batak Toba ... 32

5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ... 35

6. Sistem Religi ... 41

B. Tata Pelaksanaan Upacara Adat Saurmatua ... 43

a. Perencanaan ... 44

b. Pelaksanaan ... 46

1. Mangalap pande dohot pargonsi ... 46

c. Penutup ... 53

C. Bentuk Penyajian Tortor Husip-Husip ... 54

1. Tortor Husip-husip ... 54

a. Ragam Gerak ... 56

b. Pelaku Tortor ... 60

c. Musik Pengiring ... 61

d. Tempat Pelaksanaan ... 64


(11)

vi

E. Interaksi Simbolik ... 71

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

DAFTAR ACUAN INTERNET ... 78

GLOSARIUM ... LAMPIRAN ...


(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 .Ragam Gerak Dan Teknik Melakukan Tortor Husip-husip ... 57 Tabel 4.2 . pelaku Dan Posisi Berdiri ... 60


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep ... 16

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Simanindo ... 27 Gambar 4.2. Posisi Perangkat Adat (Dalihan natolu) ... 47


(14)

ix

DAFTAR FOTO

Foto 4.1. Susunan Atau Tertib Acara ... 41

Foto 4.2. Menyembah Hula-hula ... 49

Foto 4.3. Mangaliat ... 50

Foto 4.4. Tortor namarhaha-maranggi ... 50

Foto 4.5. Tortor Husip-husip ... 51

Foto 4.6. Mangolopi ... 52

Foto 4.7. Hasahatan Sitio-tio ... 52

Foto 4.8. Taganing ... 62

Foto 4.9. Gordang ... 62

Foto 4.10. Sarune Bolon ... 63

Foto 4.11. Ogung ... 63

Foto 4.12. Hesek ... 64

Foto 4.13. Ekspresi Wajah ... 66

Foto 4.14. Waktu Penyampaian Pesan... 67

Foto 4.15. Ruang atau Tempat Peyampaian Pesan Non verbal Terjadi ... 68

Foto 4.16. Gerakan Yang Menimbulkan Kesan ... 68


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan zaman banyak mengubah tata kehidupan manusia, akibatnya beberapa aturan sosial yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat mengalami suatu pergeseran bahkan, yang semula hanya bergeser, namun lama kelamaan hilang sama sekali, demikian juga kegiatan dalam upacara kematian. Dalam berbagai hal, aktivitas manusia ditentukan oleh bentuk kebudayaan yang mengelilinginya, baik secara individu maupun secara berkelompok. Menurut Lawlwess dalam Saifuddin (2005: 10)

“Kebudayaan merupakan pola-pola perilaku dan keyakinan (dimensi simbol) yang dipelajari, rasional, terintegrasi, dimiliki bersama secara dinamik, adaptif dan yang tergantung pada interaksi sosial manusia demi eksistensi mereka, yang meliputi bahasa dan komunikasi, iptek, ekonomi, organisasi sosial, agama, dan kesenian.”

Keberlangsungan kebudayaan terlihat dalam kehidupan sehari-hari yang dijalankan oleh masyarakatnya. Kebiasaan hidup sehari-hari tersebut dipatuhi secara turun temurun, berkembang dimasing-masing masyarakatnya dan menjadi adat istiadat yang berlaku. Dengan demikian, setiap adat istiadat yang diberlakukan menjadi identitas bagi masyarakat yang menjalankannya, sehingga berupaya menjaga agar kelestarian kebudayaan itu tetap berlangsung.


(16)

2

Berdasarkan konteks budaya, ragam kesenian terjadi disebabkan adanya sejarah dari zaman ke zaman. Jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok pendukung yang memiliki fungsi berbeda. Adanya perubahan fungsi dapat menimbulkan perubahan yang hasil-hasil seninya disebabkan oleh dinamika masyarakat, kreatifitas, dan pola tingkah laku dalam konteks kemasyarakatan.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan merupakan tiang yang menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara yang terdapat ditengah-tengah masyarakat, seperti upacara keagamaan (religi), upacara adat perkawinan, upacara adat kematian, upacara pemberian nama, dan berbagai macam aktivitas masyarakat lainnya. Kesenian juga menjadi sarana komunikasi baik dengan warga masyarakat maupun alam semesta dan sering hadir dalam berbagai aktivitas masyarakat.

Kesenian tersebut dihasilkan oleh suku yang tersebar dibeberapa pulau di Indonesia seperti suku Batak Toba. Suku Batak Toba adalah merupakan salah satu suku yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Suku Batak Toba tinggal tersebar dan hampir mendiami seluruh Sumatera Utara. Kesenian bagi masyarakat Batak Toba digunakan sebagai bagian dari segala kegiatan, baik sebagai media penyampai atau media komunikasi, ataupun disajikan sebagai hiburan dalam kegiatan. Bentuk seni yang disajikan antara lain adalah seni tari dan seni musik yang dalam bahasa Batak disebut Tortor (tari) dan Gondang (musik). Tortor tidak diketahui siapa penggagasnya, untuk apa Tortor itu ada, serta mengapa ada dalam kehidupannya. Namun


(17)

3

demikian, Tortor memiliki prinsip semangat kebersamaan, rasa persaudaraan, atau solidaritas untuk kepentingan bersama. Tortor pada masyarakat Batak Toba dilakukan dalam setiap kegiatan-kegiatan yang berbentuk upacara religi dan upacara adat. Masyarakat Batak Toba percaya dengan menyertakan kesenian, maka tujuan dan keinginan akan tercapai. Masyarakat Batak Toba mempunyai kepercayaan bahwa alam semesta ini dihuni oleh roh-roh orang yang telah meninggal. Kematian dan adat tradisinya dalam budaya Batak Toba memiliki perlakuan atau upacara serta adat yang berbeda-beda. Setiap orang yang meninggal dengan umur dan status, maka prosesi dari orang yang meninggal tersebut akan saling berbeda satu sama lain.

Dalam tradisi batak orang yang meninggal akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasarkan jenis kematiannya. Jenis kematian pada masyarakat Batak Toba antara lain adalah meninggal pada saat di dalam kandungan (mate di bortian) tradisi atau prosesi adat kematian belum berlaku karena langsung dikubur tanpa peti mati, meninggal saat masih bayi (mate poso-poso) tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi sebuah kain tenunan khas batak (ulos) yang diberikan oleh orang tuanya, meninggal pada saat masih kanak-kanak (mate dakdanak) tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi ulos yang dilakukan oleh paman/saudara laki-laki dari ibu (tulang), meninggal pada saat remaja atau menjelang dewasa (mate bulung) tradisi atau prosesi adat kematian sama


(18)

4

dengan mate dakdanak yaitu jenazah ditutupi ulos dari tulang, meninggal pada saat berusia dewasa namun belum menikah (mate ponggol) tradisi atau prosesi adat kematian sama dengan mate dakdanak dan mate bulung jenazah ditutupi ulos oleh tulang, meninggal pada saat sudah menikah namun belum memiliki keturunan (mate diparalang-alangan/mate punu), meninggal pada saat sudah menikah dan sudah mempunyai keturunan tetapi masih anak-anak (mate mangkar), meninggal pada kondisi sudah mempunyai beberapa anak yang sudah menikah namun belum memiliki cucu (mate hatungganeon), meninggal pada kondisi mempunyai cucu, namun ada anaknya yang belum menikah (mate sarimatua), meninggal pada saat anaknya sudah menikah semua dan sudah mempunyai cucu (mate saurmatua), meninggal pada saat anaknya sudah menikah semua dan sudah memiliki cucu yang sudah mempunyai keturunan (mate saurmatua bulung).

Diantara jenis-jenis kematian itu, meninggal setelah mempunyai keturunan dan keturunannya sudah menikah (Saurmatua) adalah kematian yang paling diidamkan oleh setiap orang pada suku Batak Toba. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa arwah jenis kematian Saurmatua telah mempunyai pengaruh terhadap keturunan yang paling hidup. Dengan mengingat pentingnya arwah itu, penghormatan perlu diberikan kepadanya berupa dilaksanakan dengan beberapa upacara, seperti upacara membunyikan musik tradisional (gondang), mengadakan pesta besar, dan upacara meninggikan makam.


(19)

5

Dalam pelaksanaan Tortor bentuk gerak yang dilakukan juga berhubungan dengan status masyarakat sebagai pelaku Tortor dan ini berkaitan dengan sistem kekerabatan yang mengikat dalam upacara tersebut. Sistem kekerabatan pada etnis Batak Toba disebut Dalihan na tolu, Dalihan na tolu adalah suatu kerangka yang menghubungkan kekerabatan karena pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan yang terdiri dari Hula-hula (pihak pemberi istri), Boru (pihak keluarga istri) dan Dongan Sabutuha (kerabat semarga). Dengan demikian Dalihan na tolu menjadi kerangka dasar bagi semua hubungan kekerabatan dalam organisasi sosial tradisional di kalangan orang Batak Toba.

Salah satu kegiatan peninggalan sejarah dalam upacara kematian pada masyarakat Batak Toba adalah TortorHusip-husip.TortorHusip-husip ini dilakukan pada upacara kematian mate Saurmatua, Tortor Husip-husipini menggambarkan tentang sukacita akan kematian ditingkatan Saurmatua karena seseorang dapat hidup hingga mempunyai cucu, dan sudah menikahkan anak-anaknya, maka anak-anaknya membuat upacara kematian diiringi Gondang (jenis alat musik tradisional Batak Toba) dan dipimpin oleh seorang tokoh adat yang biasa disebut Raja Parhata, kemudian Maminta Gondang dan mereka mulai menari.

Pada saat Tortor Husip-husip yang lebih berperan adalah cucu-cucu dari orang yang meninggal karena ada komunikasi bisik-bisik antara anak dan cucu-cucu dengan orang yang mate Saurmatua dimana mengartikan


(20)

6

bahwa semua berbahagia dan memberi penghormatan serta harapan akan Sahala orang yang mate Saurmatua akan memberi berkat dan jauh dari bahaya, dansemua keturunannya akan menyatakan sesuatu dengan berbisik kepada jenazah yang mate Saurmatuatersebut.

Hal ini menjadi istimewa karena terdapat unsur komunikasi non verbal yang melatar-belakangi Tortor Husip-husip pada upacara adat Saurmatua. Untuk itu perlu dikaji dan diteliti bagaimana bentuk Tortor husip yang didalamnya terdapat keunikan pada Tortor Husip-husipnya. Dikatakan unik karena dalam penyajiannya berlangsung komunikasi non verbal antara keturunan dan jenazah yang meninggal Saurmatua.

Bentuk komunikasi non verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan bahasa isyarat atau body language. Selain itu Tortor Husip-husip sangat menarik untuk ditelaah terutama sebuah pesan dalam hal ini menggunakan komunikasi non verbal yang dapat dilihat dalam gerak dan keunikan ini menjadi hal paling utama dan menjadi ciri khas dalam kesenian serta berbagai peranan didalamnya yang berbentuk komunikasi non verbal. Tortor Husip-husip pada upacara kematian pada masyarakat Batak Toba memiliki makna yang menarik untuk diungkapkan.


(21)

7

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji topik ini dengan melihat kajian komunikasi non verbal yang terdapat dalam Tortor Husip-husip, kemudian mengapa masyarakat menggunakan Tortor Husip-husip pada upacara kematian saurmatua ini, siapa-siapa saja yang terlibat dalam menari. Untuk itu dengan mengadakan penelitian berdasarkan topik ini, maka jawaban yang diinginkan akan terwujud. Selain itu pemilihan topik ini merupakan sebuah analisis pengkajian budaya nasional dan sebagai bagian dari tarian tradisional yang dimiliki khususnya masyarakat Batak Toba. Di sini penulis mengambil judul “Tortor Husip-husip Pada Upacara Adat Saurmatua pada Masyarakat Batak Toba Kajian Komunikasi Non Verbal.”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan (Hadeli 2006 : 23)

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?


(22)

8

2. Bagaimana bentuk penyajian Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

3. Apa fungsi komunikasi non verbal pada Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

4. Apa makna komunikasi non verbal Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

5. Apa pengaruh Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

6. Bagaimana peranan masyarakat Batak Toba dalam pelaksanaan Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

C. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi pembahasan agar topik menjadi terfokus dan tidak terlampau luas, penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk penyajian Tortor Husip-husip dalam upacara adat kematian pada masyarakat Batak Toba?

2. Apa makna komunikasi non verbal Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba?

D. Rumusan Masalah

Sebuah penelitian dapat dilakukan apabila rumusan dan penelitian sudah didapat. Perumusan masalah diperlakukan agar dalam penelitian di


(23)

9

lapangan tidak terjadi penyimpangan dalam pengambilan data. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah makna komunikasi non verbal yang terdapat dalam Tortor Husip-husip pada upacara adat Saurmatua masyarakat Batak Toba”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu indikasi atau apa yang dicari melalui suatu penelitian. Dengan demikian, berdasarkan rumusan masalah yang menjadi tujuan dalam penelitian tentang kajian komunikasi non verbal Tortor Husip-husip dalam upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba ini adalah “Mendeskripsikan Komunikasi non verbal yang terdapat dalam Tortor Husip-husip pada upacara adat Saurmatua pada masyarakat Batak Toba”

F. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang dapat menjadi informasi bagi peneliti dan pembaca, antara lain :

1. Sebagai masukan bagi penulis dan menambah pengetahuan serta wawasan mengenai Tor-tor Husip-husip dalam upacara kematian Saurmatua pada masyarakat Batak Toba.


(24)

10

2. Sebagai sumber informasi tertulis mengenai kajian komunikasi yang terdapat dalam Tortor Husip-husip pada upacara kematian Saurmatua pada masyarakat Batak Toba

3. Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya.

4. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Seni Tari, Universitas Negeri Medan


(25)

72 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari semua yang sudah diteliti di lapangan, dapat diambil kesimpulan bahwa kematian saurmatua, merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba ketika mereka mendapat kemalangan dengan meninggalnya orang tua mereka dalam kedudukan saurmatua, dan menjadi sebuah sukacita meninggal hingga mencapai saurmatua. Dalam pelaksanaan upacara dan tujuan dilaksanakan upacara tersebut akan mendapat berkat dari Tuhan Debata Mulajadi Nabolon.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan dapat diketahui bahwa:

1. Upacara saurmatua adalah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi masyarakat Batak Toba. Upacara ini dilakukan apabila kematian yang terjadi pada orang tua yang sudah uzur usianya, diman anak-anak seluruhnya sudah berumah tangga dan seluruhnya sudah mempunyai keturunan. 2. Ada 11 jenis kematian pada masyarakat Batak Toba mulai yang

terendah yaitu: 1) Mate dibortian, 2) mate poso-poso, 3) Mate dakdanak, 4) Mate Bulung, 5) mate pupur atau mate ponggol, 6) mate diparalang-alangan, 7) mate mangkar, 8) mate hatungganeon, 9)mate sarimatua 10) mate saurmatua, 11) mate saurmatua mauli bulung.


(26)

73

3. Tor-tor Husip-husip merupakan salah satu jenis tor-tor yang terdapat pada upacara adat kematian saurmatua yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan adat dan mengekspresikan dalam bentuk gerak dengan tujuan menyampaikan sebuah pesan non verbal yang terakhir kalinya kepada orang yang meninggal atau jenazah atau sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia orang meninggal, agar permohonan dari dunia ini dapat disampaikan kepada nenek moyang dan tuah/berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli waris.

4. Tortor Husip-husip ini dahulunya sering dilakukan pada

upacara kematian saurmatua, namun diberbagai kondisi dan situasi membuat Tortor Husip-husip ini tidak merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, Tortor Husip-husip ini sudah jarang ditemukan, salah satu faktor utama adalah adanya larangan dari beberapa pihak dikarenakan sudah mengenal agama, untuk mempercayai hal semacam memberi harapan dengan orang yang telah meninggal, kemudian kondisi mayat yang tak jarang kurang bagus dan berbau, dan ada beberapa yang melakukan tortor Husip-husip ini namun tidak didokumentasikan karena minimnya dana untuk sewa dokumentasi.


(27)

74

5. Pada tortor Husip-husip ini terdapat interaksi non verbal yang terjadi antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal, dan dalam pelaksanaannya pada saat membunyikan gondang akan terlebih dahulu dipersembahkan kepada Tuhan, dalam hal ini terdapat komunikasi non verbal antara manusia dengan Tuhan. Kemudian membunyikan gondang untuk kondisi alam, dalam hal ini terdapat komunikasi non verbal antara manusia dengan alam. Dan pada saat penyampaian pesan akan dilakukan pada malam hari agar suasana semakin khusuk dan penampaian pesan tersampaikan.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Melihat makna gerak tortor Husip-husip dalam upacara kematian saurmatua pada upacara adat Batak Toba memiliki peranan yang sangat penting diharapkan tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai salah satu identitas seni budaya pada masyarakat Batak Toba 2. Melihat pengaruh dan dampak perkembangan zaman yang begitu

cepat berkembang yang dcapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni budayanya, maka perlu pembinaan serta pengenalan budaya untuk generasi muda. Generasi muda diharapkan dapat menggali/meneruskan tradisi Batak Toba supaya


(28)

75

tidak punah dan tradisi Batak Toba dapat diperkenalkan ke publik nasional dan internasional

3. Tortor Husip-husipdilakukan dengan tujuan untuk menghormati

orang tua agar semua keturunan yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima berkat serta rejeki yang melimpah, maka diharapkan generasi muda dapat meneruskan dan melestarikan serta mempertahankan adanya makna komunikasi non verbal dalam tortor Husip-husip pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak toba.

4. Kepada para seniman, khususnya seniman Batak Toba agar terus berkarya dan menjaga utuh kesenian tradisional Batak Toba.

5. Kepada orang tua dan Raja Parhata agar memperkenalkan tortor Husip-husip pada upacara kematian saurmatua kepada generasi muda yang sekarang dan generasi yang akan datang.

6. Penulis sangat mengharapkan dukungan dari instansi terkait agar ikut peduli terhadap tradisi-tradisi budaya Batak Toba demi melestarikannya.


(29)

76

DAFTAR PUSTAKA

Van,Dijk.1954. Pengantar Hukum Adat Indonesia, PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar Djakarta.

Koentjaraningrat.1960. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini, JBP Fakultas Ekonomi, UI Jakarta

Hilman,Hadikusuma.1976. Ensikpoledia Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia, Alumni Bandung.

Koentjaraningrat.1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Soedarsono,1987. Tari-tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Bungin, Burhan (ED). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyana,Deddy.2001: Metode Penelitian Kualitatif :Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosda Karya Poerwadarminta.(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka

Pasaribu,Ben (eds). 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan : Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.

Hutajulu,Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung : PAST UPI

Langer,Suzane K. 2006, Problema Seni. Ter. F. X. Widaryant, Bandung: STSIPMSS.

Moleong,Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Anya, Peterson. 2007. The Antropology of Dance. Terjemahan F.X. Widaryanto. Bandung : STSI Press.

Purba, Mauly. 2007. Musik Tradisional Masyarakat Sumatera Utara. Medan Masyhuri dan Zainuddin, M. 2008. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis


(30)

77

Debora, Ester. 2012. Gondang Sabangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas Negeri Medan

Nugrahaningsih,RHD dan Heniwati, Yusnizar. 2012. Tari Identitas dan Resistensi. Medan : Unimed Press.

Simarmata,Golda, 2013. ”Husip-husip dalam tortor Hatasopisik pada

masyarakat Toba kajian Interaksi Simbolik”Medan : Universitas Negeri


(31)

78

Daftar Acuan Internet / Multimedia

https://pungsin.wordpress.com/2010/10/13/tahap-tahapan-upacara-saur-matua http://www.pakkatnews.com/pemahaman-tata-aturan-adat-kematian.html https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal

http : //id.wikipedia.org/wiki/Tortor_Batak_Toba http://www.samosirkab.bps.go.id

http://www.hetanews.com/article/364/saur-matua-dan-kematian-dalam-adat-batak


(1)

3. Tor-tor Husip-husip merupakan salah satu jenis tor-tor yang terdapat pada upacara adat kematian saurmatua yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan adat dan mengekspresikan dalam bentuk gerak dengan tujuan menyampaikan sebuah pesan non verbal yang terakhir kalinya kepada orang yang meninggal atau jenazah atau sebagai komunikasi antara dunia nyata dan dunia orang meninggal, agar permohonan dari dunia ini dapat disampaikan kepada nenek moyang dan tuah/berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup terutama ahli waris.

4. Tortor Husip-husip ini dahulunya sering dilakukan pada upacara kematian saurmatua, namun diberbagai kondisi dan situasi membuat Tortor Husip-husip ini tidak merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, Tortor Husip-husip ini sudah jarang ditemukan, salah satu faktor utama adalah adanya larangan dari beberapa pihak dikarenakan sudah mengenal agama, untuk mempercayai hal semacam memberi harapan dengan orang yang telah meninggal, kemudian kondisi mayat yang tak jarang kurang bagus dan berbau, dan ada beberapa yang melakukan tortor Husip-husip ini namun tidak didokumentasikan karena minimnya dana untuk sewa dokumentasi.


(2)

5. Pada tortor Husip-husip ini terdapat interaksi non verbal yang terjadi antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal, dan dalam pelaksanaannya pada saat membunyikan gondang akan terlebih dahulu dipersembahkan kepada Tuhan, dalam hal ini terdapat komunikasi non verbal antara manusia dengan Tuhan. Kemudian membunyikan gondang untuk kondisi alam, dalam hal ini terdapat komunikasi non verbal antara manusia dengan alam. Dan pada saat penyampaian pesan akan dilakukan pada malam hari agar suasana semakin khusuk dan penampaian pesan tersampaikan.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Melihat makna gerak tortor Husip-husip dalam upacara kematian saurmatua pada upacara adat Batak Toba memiliki peranan yang sangat penting diharapkan tradisi ini tetap dilaksanakan sebagai salah satu identitas seni budaya pada masyarakat Batak Toba 2. Melihat pengaruh dan dampak perkembangan zaman yang begitu

cepat berkembang yang dcapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni budayanya, maka perlu pembinaan serta pengenalan budaya untuk generasi muda. Generasi muda diharapkan dapat menggali/meneruskan tradisi Batak Toba supaya


(3)

tidak punah dan tradisi Batak Toba dapat diperkenalkan ke publik nasional dan internasional

3. Tortor Husip-husipdilakukan dengan tujuan untuk menghormati orang tua agar semua keturunan yang ditinggalkan mendapat umur yang panjang dan menerima berkat serta rejeki yang melimpah, maka diharapkan generasi muda dapat meneruskan dan melestarikan serta mempertahankan adanya makna komunikasi non verbal dalam tortor Husip-husip pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak toba.

4. Kepada para seniman, khususnya seniman Batak Toba agar terus berkarya dan menjaga utuh kesenian tradisional Batak Toba.

5. Kepada orang tua dan Raja Parhata agar memperkenalkan tortor Husip-husip pada upacara kematian saurmatua kepada generasi muda yang sekarang dan generasi yang akan datang.

6. Penulis sangat mengharapkan dukungan dari instansi terkait agar ikut peduli terhadap tradisi-tradisi budaya Batak Toba demi melestarikannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Van,Dijk.1954. Pengantar Hukum Adat Indonesia, PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar Djakarta.

Koentjaraningrat.1960. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini, JBP Fakultas Ekonomi, UI Jakarta

Hilman,Hadikusuma.1976. Ensikpoledia Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia, Alumni Bandung.

Koentjaraningrat.1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Soedarsono,1987. Tari-tari Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Bungin, Burhan (ED). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyana,Deddy.2001: Metode Penelitian Kualitatif :Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosda Karya Poerwadarminta.(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka

Pasaribu,Ben (eds). 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan : Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.

Hutajulu,Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung : PAST UPI

Langer,Suzane K. 2006, Problema Seni. Ter. F. X. Widaryant, Bandung: STSIPMSS.

Moleong,Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Anya, Peterson. 2007. The Antropology of Dance. Terjemahan F.X. Widaryanto. Bandung : STSI Press.

Purba, Mauly. 2007. Musik Tradisional Masyarakat Sumatera Utara. Medan Masyhuri dan Zainuddin, M. 2008. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis


(5)

Debora, Ester. 2012. Gondang Sabangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas Negeri Medan

Nugrahaningsih,RHD dan Heniwati, Yusnizar. 2012. Tari Identitas dan Resistensi. Medan : Unimed Press.

Simarmata,Golda, 2013. ”Husip-husip dalam tortor Hatasopisik pada masyarakat Toba kajian Interaksi Simbolik”Medan : Universitas Negeri Medan.


(6)

Daftar Acuan Internet / Multimedia

https://pungsin.wordpress.com/2010/10/13/tahap-tahapan-upacara-saur-matua http://www.pakkatnews.com/pemahaman-tata-aturan-adat-kematian.html https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal

http : //id.wikipedia.org/wiki/Tortor_Batak_Toba http://www.samosirkab.bps.go.id

http://www.hetanews.com/article/364/saur-matua-dan-kematian-dalam-adat-batak