FUNGSI TORTOR PADA ACARA MANDINGGURI DALAM UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA MASYARAKAT SIMALUNGUN.

FUNGSI TORTOR PADA ACARA MANDINGGURI DALAM
UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA
MASYARAKAT SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

KHATARINA CLAUIDAH T
NIM 2113340024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik dengan judul “Fungsi Tortor pada Acara Mandingguri
dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan.
Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis
menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan,
tata bahasa dan penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang
akan datang.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis juga mengalami berbagai
kesulitan. Namun berkat doa dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini. Disini penulis dengan segala kerendahan hati
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Prof. Dr Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2.


Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan

3.

Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik

4.

Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari
yang telah memberi bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis.

5.

Dra. RHD Nugrahaningsih, M.Si selaku Pembimbing Skripsi I dan
Irwansyah, M.Sn selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah memberi
dorongan, banyak masukan, arahan, nasehat dan motivasi kepada penulis
selama penulis menyelesaikan Skripsi ini.


6.

Drs. Inggit Prastiawan, M.Sn selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7.

Seluruh Staf Dosen Pengajar di Jurusan Sendratasik khusunya Program
Studi Pendidikan Tari yang telah banyak memberikan dorongan dan
motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan.

8.

Teristimewa kepada orang tua tercinta Ayahanda Hasiholan Tampubolon
dan Ibunda Rosma Simanullang, S.Pd, terima kasih atas doa, kesabaran,
kesetiaan, perhatian, dukungan dan pengorbanan baik moral maupun
materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan Skripsi ini
serta Adik Srikandi Setia Ningsih Tampubolon, Rio Presly Tampubolon,
Abang Protasius Ractman Simanullang A.Md, yang senantiasa
memberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.


9.

Drs. Riten Sipayung dan Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku
Narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai
Tortor dalam acara Mandingguri.

10. Ucapan terimakasih kepada Sahabat tercinta Elisabeth Butar-butar, Dyna
Samosir, Maria Rosha Manik, S.Pd dan seluruh teman-teman Stambuk
2011 Program Studi Pendidikan Tari serta seluruh personil Bigbongky :
Lisna Romadani Harahap, Valent Tarihoran, Siti Khodijah Batubara, Elita
Mandayarni Sitompul dan semua teman-teman yang membantu yang tidak
bisa dituliskan satu per satu.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang turut membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Medan,
Penulis

Khatarina Clauidah T

NIM. 2113340024

2015

ABSTRAK
Khatarina Clauidah T, NIM : 2113340024. Fungsi Tortor pada Acara
Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat
Simalungun. Skripsi. Medan : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Medan, 2015.
Upacara adat kematian Sayur Matua yang di dalamnya terdapat acara
Mandingguri adalah upacara yang dilaksanakan oleh Masyarakat Simalungun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi Tortor pada acara
Mandingguri dalam upacara kematian Sayur Matua masyarakat Simalungun.
Untuk membahas tujuan penelitian di atas, digunakan teori-teori yang
berhubungan dengan topik penelitian ini yaitu teori fungsi dari Anthony Shay.
Waktu yang digunakan dalam penelitian dalam membahas Fungsi Tortor pada
Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat
Simalungun selama 2 bulan yaitu bulan Juni 2015 sampai Juli 2015. Tempat
lokasi penelitian adalah desa Dolog Uluan Pamatang Raya, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara. Analisis data pada penelitian ini menggunakan

deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, studi
pustaka, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul dapat diketahui bahwa acara
Mandingguri adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat untuk kematian bagi
masyarakat Simalungun. Acara ini dilakukan apabila kematian yang terjadi pada
orang tua yang sudah uzur usianya, dimana seluruh anak-anaknya baik laki-laki
maupun perempuan sudah berumah tangga dan juga seluruhnya sudah memiliki
keturunan. Tortor dalam acara adat Mandingguri bukan hanya sebatas
kelengkapan atau kebesaran adat itu sendiri, namun juga sebuah media bagi
keluarga untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan umur yang panjang kepada orang tua yang meninggal tersebut.
Selain dari itu pada acara adat Mandingguri merupakan acara adat dimana seluruh
kerabat pihak Tolu Sahundulan melaksanakan peran sesuai dengan statusnya
dalam sistem kekerabatan baik dalam Manortor pada saat terlaksananya acara
adat.
Kata kunci : Tortor, Mandingguri, Sayur Matua, Simalungun

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.

Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.

Batas Wilayah Simalungun ....................................................... 27
Tutur Manorus .......................................................................... 38
Tutur Halmouan (kelompok) .................................................... 39
Tutur Natipak (kehormatan) ...................................................... 40
Urutan Pelaksanaan Tortor Pada inti Acara Mandingguri.......... 60
Fungsi Tortor Pada Acara Mandingguri .................................... 66

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.

Gambar 4.7.
Gambar 4.8.
Gambar 4.9.
Gambar 4.10.
Gambar 4.11.
Gambar 4.12.
Gambar 4.13.
Gambar 4.14.
Gambar 4.15.
Gambar 4.16.

Bagan Kerangka Konseptual .............................................
Peta Kabupaten Simalungun ..............................................
Pelaksanaan Ibadah ..........................................................
Penyerahan demban kepada tondong pamupus..................
Pamakkeon porsa kepada tondong pamupus......................
Pamakkeon porsa dari tondong pamupus...........................
Penyerahan demban kepada panggual ...............................
Panggual dan panarune ....................................................
Pemukulan gonrang oleh cucu .........................................

Pemukulan gonrang oleh cucu ..........................................
Pemain gonrang memainkan gual parahot ........................
Manortor di tempat ...........................................................
Manortor mengelilingi ......................................................
Boru mendatangi Sanina dengan gerak sombah .................
Nyanyian dukacita keluarga ..............................................
Nyanyian Sukacita ............................................................
Tatang atur memanggil Tondong .....................................

17
29
47
48
49
50
51
51
52
53
54

55
55
56
57
58
59

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi Sumatera Utara, yang didiami oleh beberapa suku seperti suku Batak
Toba, Karo, Mandailing dan suku yang pendatang dari luar Sumatera Utara seperti
suku Jawa, Minangkabau, dan Cina. Mayoritas masyarakat Kabupaten
Simalungun adalah suku Simalungun. Secara umum, yang menjadi mata
pencaharian oleh masyarakat Simalungun adalah bertani, sehingga masyarakat
Simalungun senantiasa berorientasi dengan alam.
Kabupaten Simalungun memiliki kebudayaan yang menghasilkan banyak
kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh

masyarakat Simalungun sebagai upaya mensyukuri anugerah alam dan berkah
yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Kesenian dan upacara adat yang
terdapat dalam masyarakat Simalungun adalah warisan leluhur yang turun
temurun dari generasi ke generasi yang masih selalu dilakukan sampai sekarang.
Salah satu warisan tersebut adalah upacara adat. Upacara adat pada masyarakat
Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan
(perkawinan), upacara adat marujung goluh sayur matua (kematian), upacara adat
mangongkal holi (mengangkat tulang-belulang orang yang sudah lama meninggal
dunia) dan masih banyak upacara yang lainnya.
Dalam tatanan kehidupan manusia, kelahiran, perkawinan, dan kematian
adalah salah satu proses kehidupan manusia untuk mencapai satu tujuan

menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu upacara-upacara adat yang
terdapat pada proses tatanan kehidupan tersebut juga dilakukan oleh masyarakat
Simalungun baik itu upacara adat kelahiran, perkawinan dan kematian. Seluruh
pelaksanaan upacara adat tersebut melibatkan sistem kekerabatan yang berlaku
pada masyarakat Simalungun.
Masyarakat Simalungun memiliki ikatan dalam sistem kekerabatan yang
tanpa ikatan ini, upacara adat apapun tidak dapat dilakukan. Sistem kekerabatan
masyarakat Simalungun disebut tolu sahundulan (tiga kelompok yang memiliki
kedudukan secara utuh dan menyeluruh). Tolu Sahundulan 1 menempatkan
sesorang secara pasti sejak lahir sampai meninggal dunia. Dalam Tolu
sahundulan, ketiga unsur tersebut harus ada dan harus berperan dalam aktivitas
adat istiadat masyarakat Simalungun. Tanpa ketiga unsur tersebut, aktivitas adatistiadat tidak akan dilaksanakan. Tolu Sahundulan terdiri dari tondong, boru, dan
sanina. Tondong adalah keluarga atau anggota kerabat dari kelompok isteri atau
kelompok orang-orang yang posisinya di atas. Boru adalah keluarga atau anggota
kerabat dari kelompok suami atau kelompok orang-orang yang posisinya dibawah.
Dengan demikian, tondong dan boru adalah status yang diberikan jika seseorang
sudah menikah, sementara sanina adalah hubungan sedarah karena merupakan
satu keturunan atau kelompok orang-orang yang posisinya sejajar.
Selain Tolu Sahundulan, pihak lain yang juga penting pada pelaksanaan
upacara adat adalah Hasoman Sahuta (warga desa), yang berpartisipasi dalam hal
1

Diambil
dari
https://dearmawantomunthe.wordpress.com/2011/09/10/sistemkekerabatan-di-simalungun/. Ditulis pada 10 September 2011

membantu dalam pekerjaan, dari pekerjaan yang kecil sampai yang besar dalam
suatu acara adat. Hasoman Sahuta merupakan warga desa yang berada di dalam
lingkungan keluarga yang memiliki acara adat tersebut.
Salah satu upacara adat yang sampai sekarang masih dilakukan oleh
masyarakat Simalungun adalah upacara adat marujung goluh2 sayur matua yang
upacara ini adalah upacara kematian yang dilakukan kepada orangtua yang
kematiannya sudah uzur usianya, dan sudah memiliki cucu dari anaknya laki-laki
maupun perempuan. Pada zaman dahulu, yang dapat melaksanakan acara
Mandingguri adalah keluarga dimana seluruh anak-anaknya sudah menikah, akan
tetapi sesuai berkembangnya zaman dan perubahan masa, masyarakat Simalungun
sudah mengadakan upacara adat sayur matua walaupun masih ada anaknya lakilaki ataupun perempuan yang belum menikah, namun demikian walaupun
anaknya tersebut belum menikah tetapi sudah dapat menanggung hidupnya sendiri
atau sudah dikatakan dewasa dan sudah bekerja, serta umur dari anak-anaknya
tersebut minimal sudah berusia tiga puluh tahun. Dalam kondisi seperti tersebut
diatas, upacara ini sudah boleh dilaksanakan sesuai kesepakatan dan persetujuan
antara pihak keluarga besar dengan tulang dari orang tua yang meninggal tersebut.
(Hasil wawancara dengan Bapak Riten Sipayung, 20/06/2015).
Dalam pelaksanaan upacara adat kematian Sayur Matua dibagi dalam dua
acara, yang pertama adalah acara mangiligi (baca: Mangiliki) dan yang kedua
adalah acara mandingguri. Pada acara adat kematian mangiligi acara tersebut
diadakan pada siang hari, dan acara adat mandingguri adalah acara adat yang

2

Kematian atau meninggalnya seseorang

dilakukan pada malam hari. Kedua acara tersebut adalah pemberian rasa hormat
kepada orang tua yang meninggal tersebut. Selain perbedaan waktu pelaksanaan,
Mandingguri dan Mangiligi dibedakan atas bentuk penyajian acara adat yang ada
di dalamnya. Pada acara Mandingguri tidak ada acara Mangalo-alo tondong 3 ,
namun pada acara Mangiligi, mangalo-alo tondong terdapat di dalamnya.
Upacara adat Sayur Matua yang didalamnya terdapat acara Mandingguri
dilaksanakan oleh seluruh keturunan, kerabat, dan keluarga yang dimiliki oleh
orangtua yang meninggal tersebut. Dalam bahasa Simalungun Mandingguri
berasal dari kata dinggur yang berarti berjaga. Jadi tugas para keluarga atau
kerabat bukan hanya memberi penghormatan, namun tetap berjaga di dekat
orangtua yang meninggal tersebut. Mandingguri dalam upacara ini bukan hanya
sebatas kelengkapan atau kebesaran adat itu sendiri, namun juga sebuah media
keluarga untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan umur yang panjang kepada orangtua yang meninggal tersebut dan
sudah mengentaskan anaknya pada kemandirian hidup.
Pelaksanaan acara adat Mandingguri menyertakan tortor (tari) sebagai
sarana yang penting untuk menyampaikan rasa hormat. Selain itu melalui tortor
akan ditunjukkan peran seseorang dalam sistem kekerabatan sebagai pihak
pelaksana acara adat tersebut, dengan demikian dari penjelasan di atas, penulis
tertarik untuk membahas dengan lebih rinci fungsi Tortor pada acara adat
Mandingguri dalam upacara kematian Sayur Matua. Tortor berperan penting
sebab dengan adanya tortor maka upacara tersebut akan berjalan sesuai dengan
3

Penyambutan dengan menari sambil membawa demban atau sirih kepada pihak yang
dihormati (tondong)

adat pada masyarakat Simalungun. Tortor merupakan salah satu hal yang sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan dalam keterlaksanaan, kelancaran, dan
kesuksesan upacara ini, maka penulis memilih topik fungsi tortor untuk dijelaskan
dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi dengan judul penelitian “Fungsi Tortor
pada Acara Mandingguri dalam Upacara Kematian Sayur Matua Masyarakat
Simalungun”

B. Identifikasi Masalah
Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan
menjadi terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa : “Identifikasi masalah adalah
suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti
kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang menimbulkan
beberapa pertanyaan-pertanyaan.
Dari

uraian

di

atas

maka

permasalahan

penelitian

ini

dapat

diidentifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Bagaimana urutan pelaksanaan pada acara Mandingguri dalam upacara adat
Sayur Matua pada masyarakat Simalungun?
2. Bagaimana fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam
Upacara adat Sayur Matua?
3. Bagaimana sistem kekerabatan pada acara Mandingguri dalam Upacara adat
Sayur Matua pada masyarakat Simalungun?

C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasikan serta
keterbasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu
mengadakan pembatasan masalah untuk memudahkan masalah yang diihadapi
dalam penelitian. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batasbatas

permasalahan

dengan

jelas,

yang

memungkinkan

kita

untuk

mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup
permasalahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2003:30) yang mengatakan
bahwa:
“Dalam merumuskan masalah ataupun membatasi permasalahan
dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada
kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam
mengevaluasi pembatasan permasalahan penelitian, dan dirangkum
kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis membatasi masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam
Upacara adat Sayur Matua?
2. Bagaimana sistem kekerabatan pada acara Mandingguri dalam upacara adat
Sayur Matua pada masyarakat Simalungun.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang
hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk

menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,
sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan. Dalam
perumusan masalah kita akan mampu untuk lebih memperkecil batasan-batasan
yang telah dibuat dan sekaligus berfungsi untuk lebih mempertajam arah
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009:281) yang menyatakan
bahwa : “Supaya masalah dapat terjawab secara akurat, maka masalah yang akan
diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik”.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang
masalah, identifikasi masalah, serta pembatasan masalah maka menuntut
penelitian ke arah perumusan. Agar penelitian dapat terfokus pada satu masalah
yang akan ditinjau lebih lanjut. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut : “Fungsi Tortor pada acara Mandingguri dalam upacara adat
kematian Sayur Matua Masyarakat Simalungun”

E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, tanpa ada tujuan
yang jelas maka penelitian yang diadakan akan sia-sia. Tujuan yang jelas memicu
ide-ide baru dalam memecahkan masalah-masalah pada kegiatan yang dilakukan.
Sama halnya seperti menurut pendapat S. Margono (1997) “Penelitian bertujuan
untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah, kemudian
meningkatkan daya nalar untuk mencari jawaban permasalahan itu melalui
penelitian”. Maka dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan yang memiliki tujuan
yang jelas akan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul

dalam penelitian. Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan fungsi tortor pada pelaksanaan acara Mandingguri dalam
Upacara adat Sayur Matua.
2. Mendeskripsikan sistem kekerabatan pada acara Mandingguri dalam
Upacara adat Sayur Matua pada masyarakat Simalungun.

F. Manfaat Penelitian
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, manfaat adalah guna atau faedah.
Setiap peneliti pasti memperoleh hasil yang bermanfaat, yang dapat digunakan
oleh peneliti, khayalak umum, maupun instansi tertentu. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi penulis dalan menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Tortor pada acara Mandingguri dalam upacara adat kematian
Sayur Matua masyarakat Simalungun.
2. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyrakat atau lembaga yang
mengembangkan visi dan misi kebudayaan khususnya dibidang kesenian
tradisional.
3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau
mendalami tari.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lainnya yang hendak meneliti bentuk
kesenian ini lebih lanjut.

5. Sebagai motivasi di kalangan pemuda agar lebih membangkitkan rasa cinta
akan tradisi dan adat istiadat.
6. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya
Program Studi Seni Tari, Universitas Negeri Medan.
7. Referensi bagi penulis-penulis lainnya yang hendak meneliti kesenian ini
lebih lanjut.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua yang telah diteliti di lapangan dan berdasarkan dengan uraian
yang sudah dijelaskan mulai dari latar belakang sampai dengan pembahasan,
maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Acara adat Mandingguri adalah salah satu kegiatan dalam upacara adat
untuk kematian bagi masyarakat Simalungun. Acara ini dilakukan apabila
kematian yang terjadi pada orang tua yang sudah uzur usianya, dimana
seluruh anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan sudah berumah
tangga dan juga seluruhnya sudah memiliki keturunan. Namun apabila salah
seorang anaknya belum menikah namun sudah dapat menanggung hidupnya
sendiri, upacara adat ini dapat dilaksanakan.
2. Tortor yang dilaksanakan dalam acara Mandingguri adalah bagian yang
sangat penting dalam terlaksananya upacara ini, karena jika tanpa Tortor,
maka upacara ini tidak dapat berjalan dengan baik. Melalui Tortor
seseorang dapat melaksanakan perannya sesuai statunya dala sistem
kekerabatan Masyarakat Simalungun yaitu Tolu Sahundulan.
3. Ada 7 macam jenis kematian dalam masyarakat Simalungun mulai dari
yang terendah, yaitu : 1) Matei Dak-danak, 2) Matei Marlajar Garama, 3)
Matei Garama, 4) Matei Matua/Matalpok, 5)Matei Sari Matua, 6) Matei
Sayur Matua, 7) Matei Layur Matua.
4. Kematian Sayur Matua adalah sebutan untuk orang yang meninggal dengan
kondisi uzur, bukan semata-mata karena banyaknya umur atau lamanya

hidup dari orang tua yang meninggal tersebut. Tetapi sudah melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya selama hidup dan telah berhasil mengentaskan
anak-anaknya kepada kemandirian hidup.

B. Saran
Adapun saran-saran yang diajukan sesuai penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Dengan dilakukan penelitian ini, penulis berharap kepada Masyarakat
Simalungun

yang

menjadi pemilik

dari

upacara

ini agar

dapat

memperhatikan dan menjaga keragaman dari adat dan budaya yang ada di
masyarakatnya. Hal ini dikarenakan Tortor dalam upacara ini memiliki
fungsi untuk penyampaian suatu tujuan.
2. Diharapkan kepada semua pihak agar bertanggung jawab bersama atas
kelangsungan sebuah kebudayaan dalam hal kesenian, terutama seni tari.

75

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimut Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Surabaya : Salemba Media.
Hadi, Sumandiyo Y, Prof.Dr. 2000 “Sosiologi Tari: Sebuah Wacana Pengenalan
Awal” Yogyakarta.
Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang. Quantum Teaching.
Japiten Sumbayak. 2001. Refleksi Habonaron Do Bona Dalam Adat Budaya
Simalungun.
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, 2001. Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan. Balai Pustaka.
Margono S, Drs. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nugrahaningsih, RHD. (2012). Tari Identitas dan Resistensi. Medan : UNIMED
PRESS.
Peterson, Anya.2007. The Antropology of Dance, terjemahan F.X Widaryanto.
Purba, Mansen, dan Saragih, OE,1994. Horja Sari Matua. Medan: Bina Budaya
Medan.
Purba, Jamin, 2011 “Upacara Adat Marhajabuan pada Masyarakat Simalungun
Studi Analisis terhadap Tortor” Medan: Universitas Negeri Medan :
Skripsi untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.
Saodoran, Lima. 2011. Kabupaten Simalungun, Medan; Mitra.
Saragih, Rianti,1994 “Toping-toping Simalungun studi deskriptif dan musikologis
dalam Upacara Sayur Matua” Medan: Universitas Sumatera Utara : Skripsi
untuk meraih gelar sarjana Seni : USU.
Soedarsono,1977. Tari-tarian Indonesia. Jakarta : Proyek pengembangan media
kebudayaan direktorat jendral kebudayaan.
Soekanto, Prof. Dr. Mr. dan SoerjonoSoekanto, Dr. S.H, M.A. 1981. Pokok –
Pokok Hukum Adat, Bandung :Penerbit Alumni.
Sudjana, Nana. 1998. Tuntutan Karya Ilmiah. Jakarta : Pustaka AZ.
Supranto. 2004. Metode Riset. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Surah, Susi Ningsih. 2012. “Keberadaan Horja Harangan pada Masyarakat
Simalungun” Medan: Universitas Negeri Medan : Skripsi untuk meraih
gelar sarjana Pendidikan : Unimed.
Zulhafni ,Wiwien P. 2013. Judul skripsi “Dokumentasi Tari Berdasarkan Fungsi
di Kabupaten Simalungun”. Medan : Universitas Negeri Medan : Skripsi
untuk meraih gelar sarjana Pendidikan : Unimed.
Winarto, Surachmad. 1995. Metode Penelitian, Bandung: Tarsito.

DAFTAR ACUAN INTERNET
https://dearmawantomunthe.wordpress.com/2011/09/10/sistem-kekerabatan-disimalungun/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Simalungun