Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Terhadap Perda DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok

(1)

Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Terhadap Perda DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005

Tentang Kawasan Dilarang Merokok

Oleh

JULIUS PRESTO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis respon masyarakat kelurahan Ujung Menteng terhadap Perda DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif sebagai data pokok. Tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui kusioner, observasi, dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah warga Kelurahan Ujung Menteng yang diambil sampelnya sejumlah 99 responden.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng menyangkut pemberlakuan Peraturan Daerah DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok adalah kurang baik. Masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng memberikan respon negatif dan kurang antusias ikut berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungannya serta menjalankan serta mematuhi peraturan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dimana mereka menanggapi dengan skeptis dan pragmatis. Respon masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng menyangkut pemberlakuan Peraturan Daerah DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok yang kurang baik atau negatif, terlihat dari masih tingginya tingkat pengkonsumsian rokok pada masyarakat Kelurahan Ujung Menteng dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan hidup sehat tanpa merokok dan menjaga lingkungan atau keluarganya bebas dari asap rokok. Mengenai tingkat pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok juga berjalan kurang baik karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui isi dari Peraturan Daerah DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 yang berisikan tentang temapat-tempat dilarang merokok serta sanksi-saksi yang berlaku didalamnya.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan setiap umat manusia. Setiap manusia menghendaki kehidupan yang sehat jiwa dan raga, tetapi dewasa ini sering dijumpai berbagai macam penyakit atau gangguan kesehatan dalam masyarakat. Ada banyak penyebab dari terganggunya kesehatan masyarakat pada saat ini dan pola kehidupan yang tidak benar adalah salah satu dari sekian banyak unsur yang menyebabkan terjadinya permasalahan gangguan kesehatan masyarakat tersebut. Merokok juga merupakan salah satu bagian dari pola hidup yang tidak benar yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik orang tua maupun muda bahkan sudah banyak wanita yang mengkonsumsi rokok.

Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus,


(3)

bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Pasien-pasien pengkonsumsi rokok juga beresiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka setelah pembedahan, termasuk bedah plastik dan rekonstruksi, operasi plastik pembentukan payudara, dan operasi yang menyangkut anggota tubuh bagian bawah. (http://argamakmur.wordpress.com).

Rokok merupakan sebuah benda yang berbahaya untuk dikonsumsi karena terdapat berbagai unsur zat kimia yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap, kurang lebih dari 4000 zat kimia beracun terdapat didalamnya. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol, dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok. Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol, dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi, dan menimbulkan kanker (karsinogen). Berikut ini merupakan zat-zat pembentuk rokok, antara lain:

1. Nikotin. Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg (miligram) yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.


(4)

2. Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayakangkan bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh.

3. Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya di sisi hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen. 4. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat

asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.

Rongga mulut seorang perokok sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Terjadinya perubahan dalam rongga mulut sangat mungkin terjadi karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah


(5)

dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih an-aerob (suasana bebas zat asam) sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri an-aerob dalam plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang bukan perokok. Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.

Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehinggal sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya, juga terhadap infeksi. Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi.

Unsur Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering tejadi yang disebabkan oleh plak bakteri


(6)

dan faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang penyokong gigi, dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada bukan perokok.

Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar seperti pembersihan plak dan karang gigi. Sedangkan Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin yang dapat ditemukan pada cairan gusi. Perlekatan jaringan ikat dan serat-serat kolagen terhambat, sehingga proses penyembuhan dan regenerasi jaringan setelah perawatan terganggu (http://argamakmur.wordpress.com).

Pada kenyataannya kebiasaan merokok merupakan hal sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi yang pada umumya masih dapat dicegah maupun dikurangi kebiasaan


(7)

mengkonsumsi rokoknya. Peneliti mendapati adanya bahaya dari seconhandsmoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau dapat disebut juga dengan perokok pasif karena dalam asap rokok terdapat berbagai zat kimia yang berbahaya bagi tubuh jika dihirup seseorang yang tidak merokok (perokok pasif) dan hal ini tentunya merupakan sebuah fenomena sosial yang terjadi pada lingkungan sekitar kita yang perlu ditanggapi dan dicari solusinya.

Merokok selain membahayakan pengkonsumsi rokok tersebut juga dapat mengganggu kesehatan orang yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga, dan asthma. Hal yang telah disebutkan diatas merupakan resiko yang sangat buruk bagi kesehatan masyarakat kita dan dapat mendeskripsikan bagaimana besarnya masalah rokok di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah telah menjalankan cara-cara penanggulangan rokok secara sistematis dan terus menerus, yaitu meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat, memperluas dan mengefektifkan kawasan bebas rokok, secara bertahap mengurangi iklan dan promosi rokok, mengefektifkan fungsi label, menggunakan mekanisme harga dan cukai untuk menaikkan harga rokok, dan memperbaiki hukum dan perundang-undangan tentang penanggulangan masalah rokok. Akan tetapi, segala usaha pemerintah


(8)

dalam menekan masalah rokok tersebut tidak berjalan dengan sempurna apabila masyarakat tidak menanggapi salah satu masalah sosial ini dengan baik.

Pengkonsumsian rokok di dalam masyarakat dewasa ini sudah sangat memprihatinkan, bahkan kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia (dengan jumlah rokok yang dikonsumsi pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya), setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika Serikat (463,504 milyar), Rusia (375.000 milyar), dan Jepang (299.085 milyar). Diantara penduduk laki-laki dewasa, persentase yang mempunyai kebiasaan merokok jumlahnya melebihi 60%. Walaupun peningkatan prevalensi merokok ini merupakan fenomena umum di negara berkembang, namun prevalensi merokok di kalangan laki-laki dewasa di Indonesia termasuk yang sangat tinggi (http://argamakmur.wordpress.com).

Pengkonsumsi rokok di DKI Jakarta sangat tinggi jumlahnya, berdasarkan data smoking prevelance dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia tahun 2008, jumlah perokok di Jakarta diperkirakan mencapai tiga juta orang atau 35% dari jumlah penduduk (9,57 juta orang) DKI Jakarta, bahkan yang lebih memprihatinkan lagi perokok tersebut saat ini tidak hanya dominan dikonsumsi kaum pria, bahkan telah banyak wanita ikut mengkonsumsi rokok, koordinator penanggulangan masalah rokok Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)


(9)

Tulus Abadi mengungkapkan, jumlah perempuan perokok aktif di Jakarta meningkat sekitar satu persen setiap tahun, serta disinyalir terdapat delapan persen atau sekitar 240 ribu dari jumlah pengkonsumsi rokok tersebut adalah perempuan. Pada tahun 2001, perokok perempuan hanya 1,5% dari jumlah perokok aktif. Tahun 2004 meningkat tiga kali lipat menjadi 5,1%. Sementara itu, jumlah total perokok aktif di Jakarta juga meningkat sekitar satu persen per tahun. Berdasarkan data itu pula, di Indonesia sebanyak 1.172 orang per hari meninggal karena penyakit yang diakibatkan rokok (www.kapanlagi.com/Jumlah perokok di DKI Jakarta).

Sedangkan di negara maju yang terjadi justru sebaliknya, persentase perokok terus menerus cenderung menurun dan saat ini kira-kira hanya 30% laki-laki dewasa di negara maju yang mempunyai kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan tingkat kesadaran masyarakat di negara maju akan bahaya merokok sudah tinggi. Masyarakat sudah sadar merokok merupakan faktor resiko penyebab kematian, faktor risiko berbagai penyakit, dan distabilitas.

Di Indonesia pemasaran rokok adalah pemasaran produk yang paling tinggi menyelusup ke segenap wilayah kehidupan masyarakat di semua strata. Tua, muda, miskin dan kaya bisa menikmati rokok. Hal lainnya, produsen rokok juga menjadi sponsor acara musik, sehingga masyarakat khususnya kawula muda, bisa menikmati pertunjukkan musik artis idolanya dengan cuma-cuma. Sponsor acara olahraga juga merupakan salah satu bidang pemasaran produk-produk rokok ini. Meskipun, di dunia olahraga merokok adalah hal yang tabu dan dilarang karena merusak tujuan olahraga tersebut yaitu menjadikan raga sehat. Menjadi donatur


(10)

atau sponsor untuk pengelolaan, keindahan taman suatu kota, kegiatan seminar dan lain sebagainya juga menjadi salah satu tempat pemasaran atau promosi produk rokok tersebut. Dan sungguhpun benar bahwa akibat merokok terhadap kesehatan seperti yang dicantumkan dalam iklan rokok pada dasarnya ditanggung oleh perokoknya sendiri, akan tetapi justru kerugian besar malahan terjadi pada orang-orang yang tidak merokok. Mereka yang bukan perokok ketika berada di tempat-tempat umum, atau berada di lingkungan kaum perokok, terpaksa harus menghirup asap rokok (perokok pasif) yang dikonsumsi si perokok.

Pencemaran udara yang dihirup oleh para perokok pasif menimbulkan dampak berbahaya penderita asthma dan gejala-gejala lain yang membahayakan bagi para penderita alergi tertentu. Disamping itu juga dapat membahayakan fungsi jantung bagi yang menderita jantung koroner. Mereka dilanda konsentrasi asap yang sangat membahayakan, terutama karena mengandung kadar karbon monoksida yang melebihi kadar yang dianggap aman bagi kesehatan. Mereka secara tidak langsung juga ikut menghirup asap rokok yang dinikmati oleh orang lain. Dalam darah dan urine para perokok pasif ditemukan kadar kosentrasi nikotin yang tinggi yang berbahaya bagi tubuh. Karbon monoksida mampu merembes melalui dinding alveoli ke dalam darah. Lebih mudah dari oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Keberadaan karbon monoksida dalam darah mencegah darah untuk menyerap jumlah oksigen yang normal dibutuhkan. Dengan demikian orang harus bernafas lebih cepat dan jantung harus memompa lebih kuat untuk mendapatkan oksigen yang diperlukan. Artinya peristiwa ini akan meningkatkan tekanan dan memberikan beban yang lebih berat pada jantung perokok pasif.


(11)

Dewasa ini dapat diamati bahwa anak-anak yang orang tuanya merokok lebih mudah menderita penyakit pernafasan daripada anak-anak yang orang tuanya tidak merokok. Orang tua yang menderita penyakit infeksi pernafasan, anaknya dua kali lebih banyak menderita bronkitis dan pneumonia pada umur di bawah satu tahun. Anak-anak dari ibu yang merokok tidak saja mengalami risiko pada masa sebelum dilahirkan, tetapi selama berumur kurang dari satu tahun juga dalam risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit serius. Meningkatnya kalangan perokok pada wanita, memperlihatkan intensitas kanker paru di kalangan wanita makin meningkat. Lebih memprihatinkan lagi merokok pada waktu hamil berpengaruh buruk pada janin dan bayi yang dilahirkan dan dapat menyebabkan kelahiran dini (prematur). Karena merokok telah menjadi kebiasaan yang sukar dihilangkan maka merokok bahkan menjadi jembatan yang dapat mendekatkan pelakunya pada bahaya yang lebih besar, yaitu bahaya narkoba dan terutama mengkonsumsi ganja. Akibat merokok pada kenyataannya langsung maupun tak langsung berakibat buruk bagi kesehatan si perokok sendiri, maupun orang lain yang tidak merokok (perokok pasif). Akibat merokok bisa menyebabkan lahirnya manusia yang tidak produktif, lemah, tidak berkualitas, dan bahkan bisa menjadi beban bagi keluarga, lingkungan, juga bangsanya.

Kerugian yang telah dijabarkan diatas terbentuk akibat mengkonsumsi rokok, antara lain merusak kesehatan paru-paru, menyebabkan kematian, mencemari udara, serta menggangu orang lain yang tidak mengkonsumsi rokok tersebut. Oleh karena itu pemerintah DKI Jakarta melalui Gubernur DKI Jakarta yang menetapkan sebuah kebijakan tentang larangan merokok atau pemberlakuan


(12)

peraturan yeng menangani permasalahan ini yaitu Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok

Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok ini berisikan tentang berbagai aturan yang mengatur bagi si perokok agar tidak merokok di tempat-tempat tertentu yang telah ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok, serta sanksi yang dijatuhkan bila melanggar aturan ini dalam Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok juga dicantumkan tujuan pemberlakuan peraturan ini sebagai upaya menekan jumlah pengkonsumsi rokok di wilayah DKI Jakarta serta mengatasi pencemaran udara di Jakarta yang tidak terkendali lagi. (www.google.com/akuanakadam’s Site/Perda DKI Jakarta). Fungsi utama dari pemberlakuan Peraturan ini adalah antara lain membatasi ruang para perokok untuk merokok di tempat yang telah ditentukan sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok pasal 2 (dua) yang berisikan :

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, antara lain:

a. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

b. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal

c. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok d. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.


(13)

Selain itu peraturan ini juga mengatur tempat-tempat yang terikat oleh pemberlakuan larangan merokok sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok pasal 6 (enam) sampai dengan pasal 17 (tujuh belas) yang terbagi dalam tujuh tempat umum, yaitu:

a. Tempat Umum b. Tempat Kerja

c. Tempat Proses Kegiatan Belajar Mengajar d. Tempat Pelayanan Kesehatan

e. Area Kegiatan Anak f. Tempat Ibadah g. Angkutan Umum

Adapun pasal yang mengatur sanksi bagi yang melanggar penerapan peraturan tersebut, salah satunya terdapat Pasal 27 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:

Ayat (1)

Pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila terbukti membiarkan orang merokok di kawasan dilarang merokok, dapat dikenakan sanksi administrasi berupa :

a.Peringatan tertulis.

b. Penghentian sementara kegiatan atau usaha. c. Pencabutan izin.


(14)

Ayat (2)

Setiap orang yang terbukti merokok di kawasan dilarang merokok, dapat dikenakan sanksi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan/atau sesuai dengan peraturan/perundang-undangan.

Seiring berjalannya waktu pemberlakuan kebijakan Pemerintah Daerah tersebut, kenyataan menunjukkan bahwa Peraturan Daerah (Perda) tersebut tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan. Beragam respon masyarakat DKI Jakarta menyangkut pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok, yakni:

1. Respon Positif

Yaitu apabila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi positif dimana mereka dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan program yang diselenggarakan serta menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya, khususnya tentang mematuhi peraturan daerah ini.

2. Respon Negatif

Yaitu apabila masyarakat memberikan tanggapan yang negatif dan kurang mengerti pentingnya hidup dalam lingkungan tempat tinggal yang sehat, dan terbebas dari asap rokok dan merokok di tempat yang telah disediakan, dimana mereka menanggapi dengan skeptis dan pragmatis.

Dari penjabaran di atas tentang rokok dan bahayanya serta data-data jumlah perokok di Indonesia dan khususya di DKI Jakarta yang semakin meningkat, tentunya sangat memprihatinkan dan perlunya dibentuk peraturan yang mengatur


(15)

tentang pembatasan wilayah merokok bagi perokok dan oleh karena itu, Pemerintah Kota Jakarta melalui Gubernur Jakarta membentuk Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok, tentunya hal ini ditanggapi dengan berbagai macam respon masyarakat Jakarta baik berupa respon positif dan respon negatif, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian bagaimana respon masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Jakarta Timur terhadap Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Jakarta Timur terhadap pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok?

C. Tujuan Penelitian

Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti mempunyai tujuan:

Untuk mengetahui respon masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Jakarta Timur terhadap pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok tersebut.


(16)

D. Kegunaan Penelitian

1. Kepentingan Akademis.

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi pemikiran dan perkembangan ilmu sosial dalam mengetahui Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

2. Kepentingan Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat tentang bagaimana Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Respon

Menurut Soekanto (1993: 48) respon sebagai perilaku yang merupakan konsekuensi dari perilaku yang sebelumnya sebagai tanggapan atau jawaban suatu persoalan atau masalah tertentu. Berlo (Kusminaldi, 1985: 257) berpendapat bahwa respon adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan atau akibat merasakan rangsangan. Jadi respon adalah reaksi yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan atau perilaku yang dihadirkan rangsangan. Selanjutnya respon dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Overt response, adalah respon yang dapat dilihat oleh orang lain.

2. Covert response, adalah respon yang tidak dapat dilihat oleh orang lain dan sifatnya adalah pribadi.

Respon yang muncul pada diri manusia selalu dengan urutan sebagai berikut yaitu sementara, ragu-ragu, dan hati-hati yang dikenal dengan trial response, artinya terpelihara jika organisme merasakan manfaat dari rangsangan yang datang. Sementara itu, respon dapat menjadi kebiasaan dengan urutan sebagai berikut : 1. Penyajian rangsangan

2. Pandangan dari manusia akan rangsangan 3. Interpretasi dari rangsangan


(18)

4. Menanggapi rangsangan

5. Pandangan akibat menanggung rangsangan

6. Interpretasi akibat dan membuat tanggapan lebih lanjut 7. Membangun hubungan rangsangan-rangsangan yang mantap

Sudirman (1992: 121), mengatakan bahwa pembentukan hubungan antara stimulus dan respon (antara aksi dan reaksi) merupakan aktivitas belajar, berkat latihan yang terus menerus, dan respon itu akan menjadi erat, terbiasa, dan otomatis. Ada beberapa prinsip atau hukum mengenai hubungan stimulus dan respon, antara lain:

1. Law Effect (hukum pengaruh hubungan)

Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat kalau disertai dengan perasaan senang atau puas dan sebaliknya kurang erat atau bahkan bisa lenyap kalau disertai persaan tidak senang.

2. Law of Multiple Response (hukum respon beragam)

Dalam situasi problematis, kemungkinan respon diterima dengan positif tidak segera nampak sehingga perlu dilakukan sosialisasi sehingga dapat diterima. Prosedur ini disebut Trial and Error.

3. Law of Exercise (hukum penggunaan)

Hubungan antara stimulus dan repon akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap kalau jarang atau tidak pernah digunakan. 4. Law of Assimilation (hukum penyesuaian)

Seseorang itu dapat menyesuaikan diri atau memberi respon yang sesuai dengan situasi sebelumnya.


(19)

Susanto (1988: 73) mengatakan respon merupakan reaksi, artinya pengiyaan atau penolakan, serta sikap acuh tidak acuh terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator dalam pesannya. Respon dapat dibedakan menjadi opini (pendapat) dan sikap, dimana pendapat atau opini adalah jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan dinyatakan dengan kata-kata yang diucapkan atau tertulis. Sedangkan sikap merupakan reaksi positif atau negatif terhadap orang-orang, objek atau situasi tertentu.

Respon mempunyai dua bentuk, yaitu: 1. Respon Positif

Yaitu apabila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi positif dimana mereka dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan program yang diselenggarakan pribadi atau kelompok.

2. Respon Negatif

Yaitu apabila masyarakat memberikan tanggapan yang negatif dan kurang antusias ikut berpartisipasi menjalankan program yang diselenggarakan pribadi atau kelompok, dimana mereka menanggapi dengan skeptis dan pragmatis.

Menurut Walgito (1980: 16-17), respon adalah suatu perbuatan yang merupakan hasil akhir dari adanya stimulus atau rangsangan dimana respon terbagi dua, yaitu :

1. Respon atau perbuatan yang reflektif (terjadi tanpa disadari individu) merupakan reaksi dari stimulus yang diterima tidak sampai ke otak sebagai pusat kesadaran.


(20)

2. Respon atau perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan organisme atas adanya motif dari individu yang bersangkutan, dan stimulus yang diterima individu itu sampai ke otak dan benar-benar disadari oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud respon dalam penelitian ini adalah suatu tanggapan atau reaksi yang merupakan akibat adanya rangsangan, dalam hal ini reaksi atau tanggapan masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur dalam menanggapi pemberlakuan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

B. Tinjauan Tentang Masyarakat

Menurut Hans Kelsen (dalam Soedjono Dirdjosisworo, 1985), terbentuknya masyarakat terjadi sebagai akibat manusia sebagai man is a social and political being atau manusia adalah mahluk sosial yang selalu dijumpai berorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya manusia memiliki naluri sosial dan diyakini tidak dapat sanggup hidup sendiri, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Kemudian dapat dijelaskan juga manusia sebagai individu yang terdiri dari unsur raga, rasa, rasio, dan rukun ini hidup bersama dengan sesamanya. Wadah hidup bersama dengan terikat dan terjalin dalam hubungan interaksi serta interelasi sosial dan berorganisasi ini adalah ciri manusia yang normal, wajar, dan kodrati. Wadah atau medan pertemuan antar individu inilah yang dinamakan masyarakat atau pergaulan hidup.


(21)

Dalam buku Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial (Abdul Syani, 1987), dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang mempunyai arti bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia). Dalam bahasa Inggris kata masyarakat dapat diterjemahkan menjadi dua pengertian, yaitu Society dan Community.

Menurut Abdul Syani (1987), masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang; pertama, memandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun, atau kota-kota kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Disamping itu dilengkapi pula oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai, dan norma-norma yang timbul akibat adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia. kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil contoh tentang masyarakat Pegawai Negeri, Masyarakat Ekonomi, Masyarakat Mahasiswa, dan sebagainya. Dari kedua ciri khusus yang telah dijabarkan di atas, berarti dapat diduga bahwa apabila suatu masyarakat tidak memenuhi syarat


(22)

tersebut, maka ia dapat disebut masyarakat dalam arti society. Masyarakat dalam pengertian society terdapat interaksi sosial, perubahan-perubahan sosial, perhitungan-perhitungan rasional dan like interest, serta hubungan-hubungan menjadi bersifat pamrih dan ekonomis.

Auguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukumya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya. Ralph Linton juga mengemukakan pendapat bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Masyarakat (Hasan Shadely, 1984: 47). adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang dengan sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebathinan yang terjadi dengan sendiri di sini menjadi unsur yang harus ada bagi masyarakat. Masyarakat bukannya ada dengan hanya menjumlahkan adanya orang-orang saja, diantara mereka harus ada pertalian satu sama lain.

Soerjono Soekanto (dalam Abdul Syani, 1987), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu:


(23)

a. Manusia yang hidup bersama. Dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak dalam menentukan jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup secara bersama.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti contohnya kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Ciri-ciri masyarakat di atas nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana yang telah dikemukakan J.L. Gilin dan J.P. Gilin, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.

Dalam buku Sosiologi karangan Abu Ahmadi (1985), dinyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:


(24)

a. Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang

b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk

menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Berdasarkan ciri dan syarat-syarat masyarakat di atas, maka berarti masyarakat bukannya hanya sekedar sekumpulan manusia belaka, akan tetapi di antara mereka yang berkumpul itu harus ditandai dengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lainnya. Hal ini berarti setiap orang mempunyai perhatian terhadap orang lain dalam setiap kegiatannya. Jika kebiasaan tersebut kemudian menjadi adat, tradisi, atau telah melembaga, maka sistem pergaulan hidup di dalamnya dapat dikatakan sebagai pertalian primer yang saling mempengaruhi.

Selanjutnya Abu Ahmadi (1985), mempertegas bahwa manusia itu jelas tidak dapat hidup seorang diri. Hal ini disebabkan adanya hasrat-hasrat yang timbul dalam diri seseorang. Hasrat-hasrat itu antara lain adalah kebutuhan bergaul, kebutuhan mempertahankan diri, harga diri dan memperjuangkan harapan-harapannya, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan untuk meniru atau mengagumi sesuatu, kebutuhan memilih jalan hidup, keyakinan, dan lain-lain.

Disamping hasrat-hasrat itu, menurut Ahmadi masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat, yaitu:

a. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunannya.


(25)

b. Adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah “serba tidak bisa” atau sebagai mahluk yang lemah. Karena ia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain, sehingga mereka dapat berlindung bersama-sama, dan mengejar kebutuhan kehidupan sehari-hari, termasuk pula perlindungan dari keluarga itu sendiri terhadap bahaya dari luar.

c. Karena terjadinya habit atau kebiasaan pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat, oleh karena ia telah terbiasa mendapat bantuan yang bermanfaat yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya, sehingga ia tidak mau lagi keluar dari lingkungan masyarakat yang telah membantunya tersebut. Bahkan merupakan suatu tekanan jiwa yang bertahan bagi seseorang. Jadi manusia bermasyarakat bukan karena dorongan instinktif (naluri), melainkan disebabkan adanya habit atau kebiasaan.

d. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan teritorial, kesamaan nasib, kesamaan keyakinan (cita-cita), kesamaan kebudayaan, dan lain-lain.

Menurut Hasan Shadely (1984: 50), masyarakat adalah suatu kesatuan yang selalu berubah yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan tersebut. Cara terbentuknya masyarakatnya terbagi dalam:

a. Masyarakat Paksaan, contohnya negara, masyarakat tawanan di tempat tawanan, masyarakat pengungsi atau pelarian, dan sebagainya. Ke dalam (kelompoknya) bersifat gemeinschaft, ke luar bersifat gesellschaft.

b. Masyarakat Merdeka, terbagi pula dalam:

1) Masyarakat alam, yaitu yang terjadi dengan sendirinya: golongan atau suku, yang bertalian kerena sederhana sekali kebudayaannya dalam


(26)

keadaan terpencil atau tak mudah berhubungan dengan dunia luar. Umumnya bersifat gemeinschaft.

2) Masyarakat Budidaya, berdiri karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan (keagamaan), yaitu antara lain kongsi perekonomian, koperasi, gereja, dan sebagainya. Umumnya bersifat gesellschaft.

Menurut Mac Iver (dalam Harsodjo, 1972), bahwa di dalam masyarakat terdapat suatu sistem cara kerja dan prosedur daripada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian-pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkahlaku manusia dan kebebasan. Selanjutnya dikatakan bahwa sistem yang kompleks yang selalu berubah, atau jaringan-jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamai masyarakat.

Menurut Soleman B. Taneko (1984), secara sosiologis masyarakat tidak dipandang sebagai sautu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Atau dapat diringkas, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut sebagai sistem kemasyarakatan. Dan Taneko dalam studinya terhadap masyarakat dibatasi menjadi tiga aspek, yaitu :

a. Struktur sosial b. Proses sosial,


(27)

Selo Sumardjan (dalam Soerjono Soekanto 1992: 24) berpendapat masyarakat

adalah “orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan”. Dari beberapa pandangan tentang definisi masyarakat di atas, maka nampak adanya proses kehidupan bersama yang merupakan inti dari dinamika hidup bermasyarakat. Secara umum dinamika masyarakat cenderung menunjuk pada suatu kesatuan proses saling mempengaruhi antara anggota masyarakat yang kemudian menyebabkan perubahan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang bekerjasama cukup lama dan saling pengaruh mempengaruhi serta menganggap diri sebagai satu kesatuan serta membentuk sebuah kebudayaan yang merupakan cerminan dari kebiasaan hidup sehari-hari mereka.

C. Tinjauan Kebijakan Pemerintah Daerah

Kebijakan daerah adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi sebuah daerah pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas daerah. Sebagai keputusan yang mengikat sebuah daerah maka kebijakan daerah haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.

Selanjutnya, kebijakan daerah akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi Pemerintah Daerah. Fokus utama kebijakan daerah dalam negara modern adalah pelayanan masyarakat, yang merupakan segala sesuatu


(28)

yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.

Terminologi kebijakan daerah mengarah pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan sebuah daerah, mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan daerah sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya. Dapatkah publik mengetahui apa yang menjadi agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin diselesaikan dan prioritasnya, dapatkah sebuah daerah memberi masukan yang berpengaruh terhadap isi kebijakan daerah tersebut yang akan dilahirkan. Begitu juga pada tahap pelaksanaan, dapatkah masyarakat mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol publik, yakni proses yang memungkinkan keberatan masyarakat atas suatu kebijakan dan berpengaruh secara signifikan.

Kebijakan daerah menunjuk pada keinginan penguasa atau pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat umum (opini publik). Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka diperlukan sejumlah hal: pertama, adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan; kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; ketiga, diperlukan adanya kontrol publik, yakni


(29)

mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak.

Kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia. artinya kebijakan merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada. Dalam konteks makro hal ini kemudian diangkat dalam porsi pengambilan keputusan. Charles Lindblom adalah akademisi yang menyatakan bahwa kebijakan berkaitan erat dengan pengambilan keputusan. Karena pada hakikatnya sama-sama memilih diantara opsi yang tersedia. Sedangkan terminologi publik memperlihatkan luasnya hal ini untuk untuk didefinisikan. Akan tetapi dalam hal ini setidaknya kita bisa mengatakan bahwa publik berkaitan erat dengan state, market, dan civil society. Merekalah yang kemudian menjadi aktor dalam arena publik, sehingga publik dapat dipahami sebagai sebuah ruang dimensi yang menampakan interaksi antar ketiga aktor tersebut.

Dalam pelaksanaannya, kebijakan daerah ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan. Fokus politik pada kebijakan daerah mendekatkan kajian politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya adalah proses pengambilan keputusan sampai dengan evaluasi


(30)

dan pengawasan termasuk pelaksanaannya. Dengan mengambil fokus ini tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan kekuatan politik atau budaya politik sebagai variabel bebas dalam upaya menjelaskan kebijakan daerah tertentu sebagai variabel terikat.

Menyangkut tentang larangan merokok, Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Bagian Satu tentang Ketentuan Umum. 2. Bagian Kedua tentang Tujuan dan Sasaran.

3. Bagian Ketiga tentang Pimpinan dan Penanggung jawab. 4. Bagian Keempat tentang Kawasan Dilarang Merokok.

Selanjutnya pasal pada Kawasan Dilarang Merokok ini dibagi menjadi 7 tempat, antara lain:

a. Tempat Umum b. Tempat Kerja

c. Tempat Proses Kegiatan Belajar Mengajar d. Tempat Pelayanan Kesehatan

e. Area Kegiatan Anak f. Tempat Ibadah g. Angkutan Umum

5. Bagian Kelima tentang Tempat Khusus/Kawasan Merokok. 6. Bagian Keenam tentang Peran Serta Masyarakat.

7. Bagian Ketujuh tentang Pembinaan dan Pengawasan. 8. Bagian Kedelapan tentang Sanksi.


(31)

D. Kerangka Pemikiran

Pada tahun 2005, Pemerintah Daerah DKI Jakarta membuat Peraturan Daerah yang mengatur tentang larangan merokok di sembarangan tempat bagi masyarakat Jakarta. Adapun tujuan Pemerintah Daerah membuat peraturan tersebut yaitu untuk mengurangi pencemaran udara yang semakin hari semakin tak terkendali. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan salah satu kota yang pencemaran udaranya paling memprihatinkan. Adapun berbagai tanggapan masyarakat menanggapi pembuatan peraturan daerah tentang larangan merokok, salah satunya dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang menyambut pemberlakuan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di kota Jakarta sebagai salah satu langkah mengatasi pencemaran udara. Untuk menegakkan Perda rokok tersebut, Fakta bersama LSM lainnya turut mengkampanyekan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) dan ikut dalam uji simpatik Kawasan Dilarang Merokok (KDM) beberapa waktu lalu. FAKTA (Forum Warga Kota Jakarta) juga telah melakukan survey terhadap Mall (pusat perbelanjaan) yang ada di Jakarta, hasilnya 50% masih melanggar Perda No. 2 Tahun 2005 tersebut. Ketua FAKTA, Azas Tigor Nainggolan menuturkan saat ini Fakta juga tengah mensurvey kantor pemerintahan di Pemda DKI. Kemudian ide tersebut menurut Tigor disambut baik Gubernur Pemda DKI.

Survey yang dilakukan Fakta sekaligus bersifat kampanye dan advokasi untuk menegakkan aturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) tersebut. Namun, hasil survey sementara yang akan dilakukan hingga akhir Desember tersebut menurut


(32)

Tigor masih menunjukkan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat Pemda selaku penegak peraturan itu sendiri. Selain itu, FAKTA menilai masih banyak kekurangan dalam Perda anti rokok tersebut, sehingga, Tigor mengusulkan adanya perbaikan dalam Perda tersebut, karena penerapan Perda dan Pergub tersebut membutuhkan partisipasi yang tinggi dari masyarakat luas.

Penegakan KDM (Kawasan Dilarang Merokok) saat ini difokuskan pada penanggungjawab tempat tertentu, bukan pada individu tertentu. Penerapannya lebih menekankan pada bagian hulu permasalahan, sehingga akan lebih efektif dan mendapatkan hasil maksimal. Selain itu, Fakta juga mengusulkan pelanggaran Perda ini dihukum dengan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) karena akan lebih cepat prosesnya, serta akan dapat memberikan efek jera terhadap para pelanggarnya, sehingga, Perda ini akan lebih dapat berjalan sesuai hasil yang ingin diharapkan.

Dari survey yang dilakukan oleh FAKTA, ada beberapa tanggapan ataupun respon masyarakat yang berupa respon positif dan negatif, dalam hal ini peneliti akan meneliti bagaimana respon masyarakat Jakarta khususnya masyarakat Kelurahan Ujung Menteng terhadap penerapan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok di sembarang tempat bagi masyarakat Jakarta.


(33)

E. Skema Kerangka Pemikiran

Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Respon Positif

Respon Masyarakat

Respon Negatif Peraturan Daerah (Perda)

Propinsi DKI Jakarta No.75 tahun 2005 tentang Kawasan


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang diandalkan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu menifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan (Soekanto, 1990: 457). Dengan demikian penelitian ini akan mengungkapkan suatu fenomena sosial yang akan dilakukan sesuai dengan cara kerja yang teratur dan telah melalui pemikiran yang matang dan sistematis untuk memudahkan penelitian dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini digunakan tipe penelitian dengan metode deskriptif. Menurut Moh. Nasir (1998: 63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki di lokasi penelitian.


(35)

Hadari Nawawi dan Mimi Mardini (1996: 73), mengatakan metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana keadaan sebenarnya.

Jadi metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian suatu objek, suatu kondisi atau suatu peristiwa dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya, sifat serta hubungan secara sistematis antar fenomena yang akan diteliti di lokasi penelitian.

B. Definisi Konseptual

1. Respon

Susanto (1988: 73) mengatakan respon merupakan reaksi, artinya pengiyaan atau penolakan, serta sikap acuh tidak acuh terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator dalam pesannya. Respon dapat dibedakan menjadi opini (pendapat) dan sikap, dimana pendapat atau opini adalah jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan dan dinyatakan dengan kata-kata yang diucapkan atau tertulis. Sedangkan Soekanto (1993: 48) mengartikan respon sebagai perilaku yang merupakan konsekuensi dari perilaku yang sebelumnya sebagai tanggapan atau jawaban suatu persoalan atau masalah tertentu. Berlo (dalam Kusminaldi, 1985: 257) berpendapat bahwa respon adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan atau akibat merasakan rangsangan. Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud respon dalam penelitian ini adalah suatu tanggapan atau reaksi yang merupakan akibat adanya rangsangan.


(36)

2. Masyarakat

Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan saling mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebathinan yang terjadi dengan sendiri disini menjadi unsur yang harus ada bagi masyarakat. Masyarakat bukannya ada dengan hanya menjumlahkan adanya orang-orang saja, diantara mereka harus ada pertalian satu sama lain (Hasan Shadely, 1984: 47).

Selo Sumardjan (Soerjono Soekanto 1992: 24) berpendapat masyarakat adalah

“orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan”. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang bekerjasama cukup lama dan saling pengaruh mempengaruhi serta menganggap diri sebagai satu kesatuan serta membentuk sebuah kebudayaan yang merupakan cerminan dari kebiasaan hidup sehari-hari mereka.

3. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah (PERDA) adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi sebuah daerah pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas daerah. Sebagai keputusan yang mengikat sebuah daerah maka kebijakan daerah haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak dan dalam hal ini Gubernur merupakan lembga yang berwenang menetapkan peraturan tersebut.


(37)

4. Kawasan Dilarang Merokok

Kawasan dilarang merokok merupakan tempat-tempat atau ruang-ruang tertentu dimana daerah tersebut menjadi tempat yang terbebas dari asap rokok serta melarang orang untuk mengkonsumsi rokok dan umumnya terdapat di beberapa tempat umum, contohnya, rumah sakit, ruangan ber-AC, kantor dan yang lainnya

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan serta memberikan arah dalam menafsirkan konsep yang ada maka ditentukan definisi operasional untuk diterjemahkan di lapangan. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989: 49), definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah respon masyarakat dalam menanggapi pemberlakuan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) ini. Respon masyarakat tersebut yang dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Respon positif

Yaitu apabila masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur mempunyai tanggapan atau reaksi positif dimana mereka dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan serta mematuhi peraturan yang deselenggarakan oleh pemerintah tersebut, khususnya peraturan tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, serta menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggal mereka. Contohnya antara lain tidak merokok di


(38)

tempat umum (Angkutan Umum, Rumah Sakit, Kantor, Halte, dan yang lainnya).

2. Respon Negatif

Yaitu apabila masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur memberikan tanggapan yang negatif dan kurang mengerti pentingnya hidup dalam lingkungan tempat tinggal yang sehat, dan terbebas dari asap rokok, tidak mematuhi Peraturan Daerah yang berlaku serta merokok di tempat yang telah disediakan, dimana mereka menanggapi dengan skeptis dan pragmatis.

D. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi penelitian pada Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian karena di daerah tersebut merupakan salah satu cakupan wilayah yang diterapkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang mejadi objek atau sasaran suatu penelitian. Menurut Ari Kunto (2000: 63), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(39)

Berikut ini merupakan tabel data Penduduk Kelurahan Ujung Menteng Menurut Umur dan Jenis Kelamin:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kelurahan Ujung Menteng Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Sumber : Laporan Kegiatan Kelurahan Ujung Menteng bulan Maret 2009

Karena besarnya jumlah populasi di Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang akan diteliti yaitu sebesar 15.687 jiwa, maka peneliti membatasi sampel yang akan diteliti melalui batasan usia yaitu dari umur 15 tahun keatas, baik yang berkelamin pria maupun wanita dan yang merokok maupun tidak merokok dan yang juga berkewarganegaraan Indonesia yang berjumlah sebesar 12.568 jiwa

No Umur (Tahun)

WNI

(Warga Negara Indonesia)

WNA

(Warga Negara Asing)

Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 keatas

Laki- laki

Perem puan

Jumlah Laki- laki Perem puan Jumlah 1.228 234 279 976 988 932 802 710 678 365 319 208 212 120 119 32 992 138 248 923 986 896 866 678 524 344 208 179 126 104 95 28 2.220 372 527 1.899 1.974 1.828 1.688 1.348 1.202 709 527 387 338 224 214 60

2 2

2.220 372 527 1.899 1.974 1.828 1.688 1.348 1.204 709 527 387 338 224 214 60


(40)

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari individu yang akan diteliti. Menurut Winarno Surakhmad (1987: 75), sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi. Besarnya sampel diambil menggunakan rumus T. Yamane (Jalaluddin Rakhmat, 1997: 82), yaitu :

1 ) ( 2 

d N N n Keterangan :

n = Banyaknya sampel

N = Banyaknya populasi yang akan diteliti d2 = Sampling Error (ditetapkan 10%) 1 = Bilangan Konstanta

Dengan jumlah Populasi sebesar 12.568 jiwa dan dengan nilai presisisi (d2) senilai 10 % atau 0.1, maka sampelnya dapat dihitung sebagai berikut :

1 ) ( 2 

d N N n 1 ) 1 , 0 ( 568 . 12 568 . 12 2   n 68 , 126 568 . 12  n 210 , 99 

n = 99

Jadi dapat ditentukan sampel dari penelitian ini adalah sebesar 99 orang. Setelah mendapatkan hasil penjumlahan tersebut, selanjutya ditetapkan teknik pengambilan Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana, melalui pengundian untuk menarik jumlah sampel sesuai dengan yang telah ditentukan (Jalaluddin Rakhmat, 1999: 79).


(41)

F. Tehknik Pengumpulan Data

Adapun tehknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Menyebar Kuisioner

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan memeberikan daftar pertanyaan tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban pilihan ganda untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan menghindari bias jawaban.

2. Observasi

Teknik pengumpulan data observasi dilakukan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari bahan-bahan tertulis, yang mencakup dokumen yang dianggap penting dan berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diteliti.

G. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara berikut: a. Tahap Editing

Yaitu proses pemeriksaan kembali alat pengumpul data (kuisioner) apabila terdapat hal yang salah atau meragukan, hal ini menyangkut :

- lengkapnya pengisian - kejelasan jawaban

- kesesuaian jawaban satu sama lain - relevansi jawaban


(42)

b. Tahap Klasifikasi Data

Jawaban respoden diklasifikasikan menurut macamnya sesuai dengan pokok bahasan atau permasalahan yang telah disusun dengan memberi tanda bagi setiap kategori yang sama.

c. Tahap Tabulasi

Tahap memasukkan data ke dalam tabel sesuai dengan kategorinya masing-masing sehingga hasil penelitian dapat lebih mudah dibaca dan dipahami. d. Tahap Interpretasi

Tahap penafsiran dari data yang telah dimasukkan ke dalam tabel dengan maksud memudahkan pemahaman dari data yang ditampilkan.

H. Teknik Analisis Data

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1982: 263), analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan sesuai dengan tipe penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah deskriptif, dibantu dengan tabel distribusi frekuensi dan tabel silang. Teknik analisa data dilakukan dengan cara memasukan data yang diperoleh di lapangan ke dalam tabel-tabel distribusi frekuensi setelah dihitung prosentasinya.

Analisis berpijak pada data yang diperoleh dari penjabaran kuesioner, wawancara, dan dokumentasi yang didukung dengan logika dan akal sehat dalam interpretasinya, selain itu didukung juga dengan sejumlah literatur. Analisis dilakukan dengan cara mengambarkan kemudian menginterpretasikannya. Setelah diinterpretasikan, ditarik kesimpulan dari data tersebut sebagai hasil penelitian.


(43)

VI. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pembahasan dan penganalisaan terhadap data yang diperoleh, maka dapat dikemukakan sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai respon masyarakat Kelurahan Ujung Menteng terhadap Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok, sebagai berikut;

1. Tingkat pengkonsumsian rokok masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng adalah cukup tinggi, hal ini terlihat dari jumlah masyarakat yang merokok yang lebih besar (51,5%) daripada yang tidak merokok (48,5%) dan mayoritas jumlah perokok adalah yang mempunyai jenis kelamin laki-laki yang berusia produktif diantara 21 sampai 50 tahun serta mempunyai jenis pekerjaan sebagai karyawan dan pelajar/mahasiswa.

2. Rendahnya kesadaran masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng untuk mewujudkan hidup sehat tanpa merokok, karena mengkonsumsi rokok sudah menjadi kebiasaan sehari-hari mayoritas masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng dan sulit dihilangkan secara langsung walaupun masyarakat mengetahui bahaya dari merokok tersebut, dan pada


(44)

umumnya asal mula mereka mengenal rokok adalah dari lingkungan terdekatnya seperti teman-teman dan keluarga (lihat Tabel 17 dan Tabel 18).

3. Tanggapan masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng akan pemberlakuan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok adalah kurang baik. Hal tersebut dapat diketahui dari mayoritas masyarakat tidak mengetahui isi dari Peraturan Daerah tentang kawasan dilarang merokok tersebut (lihat Tabel 23), dimana tempat-tempat dilarang merokok serta sanksi-sanksi yang tertera di dalamnya kurang diketahui masyarakat umum, serta banyaknya masyarakat yang berpendapat Perda ini kurang bisa mengatasi apalagi dapat menekan jumlah perokok di Jakarta yang semakin bertambah jumlahnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, respon masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng menyangkut pemberlakuan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok adalah kurang baik. Masyarakat di Kelurahan Ujung Menteng memberikan respon negatif dan kurang antusias ikut berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungannya serta menjalankan serta mematuhi peraturan yang diselenggarakan pemerintah daerah DKI Jakarta, dimana mereka menanggapi dengan skeptis dan pragmatis.


(45)

B. Saran

Untuk dapat dijadikan pertimbangan pemerintah DKI Jakarta dalam penerapan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok diperlukan berbagai upaya yang harus dijalankan oleh pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan juga peran aktif masyarakat dalam mengatasi fenomena sosial ini serta penegakan peraturan yang ada, antara lain :

1. Perlunya perhatian pemerintah lebih serius dan tegas menerapkan peraturan ini seperti pentingnya sosialisasi atas peraturan ini dan melibatkan aparat yang terkait dalam upaya menegakkan peraturan hukum dalam menghadapi fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat ini khususnya tentang pemberlakuan Peraturan Daerah (PERDA) Propinsi DKI Jakarta No.75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Karena masih terdapat banyak masyarakat yang tidak mengerti akan peraturan ini terutama isi dan saksi-sanksi yang mengikatnya.

2. Pemerintah hendaknya lebih mengintesifkan penyuluhan-penyuluhan langsung pada masyarakat akan bahaya dari merokok tersebut bagi kesehatan dirinya dan lingkungannya melalui berbagai media dan tempat.

3. Ketegasan aparat terkait dalam menindak serta menghukukm para pelanggar peraturan tersebut sebagai upaya memberikan efek jera bagi


(46)

para perokok serta untuk membatasi para perokok agar tidak merokok di tempat-tempat umum.

4. Kepada masyarakat Jakarta pada umumnya, khususnya masyarakat Kelurahan Ujung Menteng, hendaknya dapat mematuhi serta menjalankan serta ikut berperan aktif untuk menjaga dan mengingatkan lingkungannya agar hidup bebas tanpa asap rokok di sekitarnya.


(47)

TERHADAP PERDA DKI JAKARTA NO. 75 TAHUN 2005

TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

Oleh

JULIUS PRESTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UN

IV ER

S ITA SL AM P

U N

G

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(48)

(49)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ... 32 2. Struktur Organisasi Kelurahan Ujung Menteng ... 46


(50)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN COVER ... i

ABSTRAK ... ii HALAMAN PERSETUJUAN ... iii HALAMAN PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v MOTTO ... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii SANWACANA ... viii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL ... xvii DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 14 C. Tujuan Penelitian ... 14 D. Kegunaan Penelitian ... 15 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Respon ... 16 B. Tinjauan Tentang Masyarakat... 19 C. Tinjauan Kebijakan Pemerintah Daerah ... 26 D. Kerangka Pemikiran... 32 III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 33 B. Definisi Konseptual ... 34 1. Respon... 34 2. Masyarakat ... 35 3. Peraturan Daerah ... 35 4. Kawasan Dilarang Merokok ... 36 C. Definisi Operasional ... 36 D. Lokasi Penelitian ... 37


(51)

2. Sampel... 39 F. Teknik Pengumpulan Data ... 40 G. Teknik Pengolahan Data ... 41 H. Teknik Analisis Data... 41 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kelurahan Ujung Menteng ... 43 B. Keadaan Geografis ... 44 C. Struktur Organisasi ... 45 D. Kependudukan ... 47 1. Keadaan Umum Penduduk ... 47 2. Penduduk Kelurahan Ujung Menteng Berdasarkan Agama

yang Dianut ... 47 3. Penduduk Kelurahan Ujung Menteng Berdasarkan Tingkat

Pendidikan... 49 4. Penduduk Kelurahan Ujung Menteng Berdasarkan Mata

Pencaharian ... 50 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden ... 52 1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 52 2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur ... 53 3. Identitas Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 55 4. Identitas Responden Menurut Pekerjaan ... 56 B. Analisis dan Pembahasan ... 57

1. Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng

tentang Merokok ... 57 a. Pengkonsumsian Rokok ... 58 b. Pengetahuan akan Bahaya Merokok ... 60 c. Peran Serta Keluarga dalam Mencegah Perokok ... 62 2. Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Terhadap

Perda DKI Jakarta No. 75 tahun 2005Tentang Kawasan

Dilarang Merokok ... 64 a. Pengetahuan masyarakat tentang Perda Kawasan

Dilarang Merokok ... 64 b. Tanggapan Masyarakat Terhadap Pemberlakuan Perda

Kawasan Dilarang Merokok ... 66 c. Pengetahuan Masyarakat akan Isi Perda Kawasan

Dilarang Merokok ... 71 d. Pandangan Masyarakat Terhadap Kemampuan Perda


(52)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 85 B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(53)

(54)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden

Responden penelitian ini adalah sejumlah warga di Kelurahan Ujung Menteng Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur Propinsi DKI Jakarta yang berusia 15 tahun keatas, baik pria maupun wanita, dan merupakan warga negara Indonesia yang telah diambil sampelnya ditentukan secara random sejumlah 99 orang. Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai responden tersebut, berikut akan dideskripsikan identitas responden menurut jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan yang ditekuni.

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

Untuk mengetahui identitas responden menurut jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Identitas Responden Kelurahan Ujung Menteng Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki – laki Perempuan

66 33

66,7 33,3

Jumlah 99 100,0


(55)

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa dari 99 responden yang diteliti terdapat 66 (66,7%) responden berjenis kelamin laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 33 (33,3%) responden.

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Dalam penelitian ini penulis membatasi jumlah rsponden menurut kelompok umur 15 tahun keatas, dan berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa umur responden yang paling muda adalah 17 tahun dan yang tertua adalah 76 tahun, dengan interval (range) umur sebesar 59. dari data tersebut huga diketahui bahwa rata-rata (mean) umur responden adalah 35,09 dengan median 32 dan standar deviasi 12,886 serta frekuensi umur yang paling sering muncul (mode) adalah 30 tahun (lihat tabel 8).

Tabel 7. Identitas Responden Kelurahan Ujung Menteng Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi Persentase

15 - 20 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 tahun keatas

10 34 24 20 11

10,1 34,3 24,2 20,2 11,1

Jumlah 99 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Berdasarkan pada Tabel 7, ada 5 kelompok umur dan dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini banyak mengikutsertakan responden yang berusia produktif yaitu pada kelompok umur 21 sampai dengan 50 tahun, dan mayoritas responden yang ikut dalam penelitian ini berasal pada kelompok umur 21-30 tahun yang berjumlah 34 responden.


(56)

Tabel 8. Umur Responden

Umur Frekuensi Persentase

17 3 3.0

18 1 1.0

19 2 2.0

20 4 4.0

21 5 5.1

22 4 4.0

23 5 5.1

24 1 1.0

25 5 5.1

26 2 2.0

27 1 1.0

28 2 2.0

29 3 3.0

30 6 6.1

31 3 3.0

32 3 3.0

33 1 1.0

35 3 3.0

36 1 1.0

37 4 4.0

38 5 5.1

39 1 1.0

40 3 3.0

41 4 4.0

42 2 2.0

45 4 4.0

46 2 2.0

47 1 1.0

48 2 2.0

49 2 2.0

50 3 3.0

51 2 2.0

53 1 1.0

55 1 1.0

57 1 1.0

58 1 1.0

60 1 1.0

61 1 1.0

65 1 1.0

70 1 1.0

76 1 1.0


(57)

3. Identitas Responden menurut Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui identitas responden menurut tingkat pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Identitas Responden Kelurahan Ujung Menteng Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak Sekolah

Lulusan SD/Sederajat Lulusan SMP/Sederajat Lulusan SMA/Sederajat Lulusan PT/D3/Sederajat

1 8 8 48 34

1,0 8,1 8,1 48,5 34,3

Jumlah 99 100

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 9, variasi tingkatan pendidikan responden dalam penelitian ini cukup beragam mulai dari yang tidak bersekolah, lulusan SD/Sederajat, lulusan SMP/Sederajat, lulusan SMA/Sederajat hingga responden yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi (PT). Dan dapat diketahui bahwa tingkatan pendidikan responden sudah dikategorikan cukup tinggi, karena sebanyak 34 responden merupakan lulusan Perguruan Tinggi (PT) serta sebanyak 48 responden merupakan lulusan SMA/Sederajat, hal itu merupakan pendidikan mayoritas responden dalam penelitian ini. Adapun sejumlah 1 responden yang tidak sekolah mempunyai alasan tidak dapat membiayai pendidikannya sehingga ia tidak bersekolah.

4. Identitas Responden Menurut Jenis Pekerjaan

Untuk mengetahui identitas responden menurut jenis pekerjaan, dapat dilihat pada tabel berikut :


(58)

Tabel 10. Identitas Responden Kelurahan Ujung Menteng Menurut Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase

Ibu Rumahtangga Buruh

Karyawan Wiraswasta

Pelajar/Mahasiswa PNS

Pensiunan

14 8 24 16 22 8 7

14,1 8,1 24,2 16,2 22,2 8,1 7,1

Jumlah 99 100

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 10, jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini cukup bervariasi, mulai dari yang tidak bekerja (ibu rumahtangga), buruh, karyawan, wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa dan pensiunan. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai karyawan (24 responden) memiliki jumlah yang paling banyak, diikuti oleh responden yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa. Selain itu, dalam penelitian ini didapati responden yang tidak bekerja (2 responden), hal ini disebabkan responden tersebut memang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran).

B. Analisis dan Pembahasan

1. Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng tentang Merokok

Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Kebiasaan merokok merupakan hal yang sulit dihilangkan dan diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Pengkonsumsian rokok di dalam masyarakat dewasa ini sudah sangat memprihatinkan, bahkan jumlah perokok di Indonesia cenderung meningkat.


(59)

Mengkonsumsi rokok merupakan salah satu bagian dari pola hidup yang tidak benar yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik orang tua maupun muda bahkan sudah banyak wanita yang mengkonsumsi rokok. Fenomena sosial ini perlu respon atau tanggapan khusus oleh semua pihak, baik pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat (perokok) itu sendiri.

Berikut ini merupakan respon masyarakat kelurahan Ujung Menteng tentang rokok, yang terlihat dari pengkonsumsian rokok, pengetahuan akan bahaya merokok, dan peran keluarga dalam mencegah para perokok.

a. Pengkonsumsian Rokok

Untuk mengetahui seberapa besar pengkonsumsian rokok pada masyarakat Kelurahan Ujung Menteng dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel.11 Tingkat Pengkonsumsian Rokok Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng

Konsumsi Rokok Frekuensi Persentase

Ya, merokok Tidak merokok

51 48

51,5 48,5

Jumlah 99 100

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Dari Tabel 11, dapat diketahui dari sejumlah 99 responden dalam penelitian ini, tingkat konsumsi rokok masyarakat Kelurahan Ujung Menteng cukup besar, yaitu sejumlah 51,5% responden menyatakan bahwa mereka adalah seorang perokok. Meskipun, responden yang bukan merupakan perokok juga cukup besar yaitu sejumlah 48,5% responden. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa jumlah perokok pada masyarakat Kelurahan Ujung Menteng masih cukup tinggi.


(60)

Merokok merupakan kebiasaan buruk yang sangat sulit dihilangkan seorang perokok. Banyak hal yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi rokok, seperti pengaruh jenis kelamin, umur, tingkatan pendidikan dan jenis pekerjaan yang mereka jalani sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, kita dapat amati tabel berikut :

Tabel.12 Jumlah Perokok Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Menurut Kelompok Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Konsumsi

Rokok

Laki-laki Perempuan Jumlah

Merokok Tidak Merokok

44 (44,4%) 22 (22,2%)

7 (7,0%) 26 (26,3%)

51 (51,5%) 48 (48,5%) Jumlah 66 (66,7%) 33 (33,3%) 99 (100%)

Berdasarkan Tabel 12, tentang pengaruh jenis kelamin terhadap pengkonsumsian rokok, dapat diketahui bahwa mayoritas jumlah perokok adalah yang mempunyai jenis kelamin laki-laki (44,4%), dan pada umumnya pengkonsumsian rokok tersebut sebagai bentuk pemberi inspirasi dalam bekerja (kebutuhan) dan sebagai alat penghilang stress akibat pekerjaan sehari-hari. Merokok merupakan kebiasaan yang banyak dilakukan laki-laki dan sangat jarang ditemukan perokok yang berjenis kelamin perempuan. Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat perokok yang berjenis kelamin perempuan (7,0%). Hal ini tentunya cukup memprihatinkan karena perempuan seharusnya tidak perlu merokok apalagi dia berstatus sebagai ibu dari anak-anaknya, dimana segala perbuatannya akan menjadi contoh buruk bagi anaknya.


(1)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan penulis kekuatan dan membuka wawasan berfikir dalam penulisan Skripsi ini hingga dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Respon Masyarakat Kelurahan Ujung Menteng Terhadap Perda DKI Jakarta No. 75. Tahun 2005 Tentang

Kawasan Dilarang Merokok”. Adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sosiologi di Universitas Lampung. Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari peran, bantuan, bimbingan, saran dan kritikan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Esrom Gultom Eliakim, SH dan ibunda Ratiza Lumban Tobing, M.MPd yang tercinta yang selalu mendoakan aku, memberiku semangat, motivasi, berusaha dengan segenap daya dan upaya serta keasabaran untuk terciptanya keberhasilan masa depanku semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan selalu dalam lindunganNya.

2. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Unila.

3. Bapak Drs. Benjamin, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Unila 4. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi FISIP Unila,


(2)

5. Bapak Drs. Suwarno, M.H. selaku Dosen Pembimbing, atas ilmu dan motivasinya, bantuan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si. selaku dosen pembahas, terimakasih atas ilmu, masukan, saran serta kritiknya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FISIP Unila atas ilmu yang telah diberikan. 8. Seluruh staff dan karyawan FISIP Unila atas bantuan dan kerjasamanya. 9. Bapak, Ibu pegawai Kelurahan Ujung Menteng atas bantuan dan

kerjasamanya .

10.Adik-adikku Eli Hakim Gultom dan Cindy Aprilia Gultom atas kasih sayang, semangat dan motivasinya hingga terselesaikannya karya ini.

11.Perawatku Tersayang”, Febriani Dwilista Manik. Kau semangatku dalam membuat skripsi ini semoga kita bisa bersama mengarungi hidup ini dalam suka dan duka.

12.Bapatuaku Chaerullah Gultom sekeluarga khususnya kak Iin yang telah membantuku dan perhatian padaku selama di Lampung, maafkan aku yang jarang kesana bertemu Keponakan2ku, Gilang dan Alya serta si aa‟ Arul. 13.Amangboru Doni sekeluarga, terimaksih banyak kalian telah mau

membantuku, boleh nginep di rumah klo lagi malez di kosan dan segala macam bantuan lainnya yang tidak bisa kubalas, semoga Tuhan Yesus memberkati kalian semua.

14.Pak giat n ibu giat, terimakasih atas perhatiannya, kalian adalah ibu dan bapakku di kost Dorothy.


(3)

15.Temen-temen dikost Doroty, Bayu, Ucup, Heri, Didi, Piul, Nirwan, Dimas, Rudi, Chandra, Diaz, Gezron, Abi, Cindy, Novi, Ories, dan yang lainnya. Kita satu keluarga disana dan kost Dorothy akan menjadi kenangan kita.

16.Teman-teman yang terlibat dalam seminar 1 dan 2, Doni YP Silalahi dan Fredi Yansyah, S.Sos, Acep Hendri Setiawan, S.Sos (moderator seminar 1) dan Mia Marissa, S.Sos (moderator dadakan seminar 2). Thanks atas saran, kritik, dan bantuannya.

17.Sahabat terbaik yang pernah kutemui, d’Pleboii yang telah menorehkan kisah saat kuliah. Ternyata inilah “komposisi yang tepat” untuk persahabatan kita. Kwsar (si „ndut yg cerdas, n brewokan, bisa berfikir ke depan walau sering ngerasa ragu...thanks ya Tsar bwt nginep di rumah u kmren2), Diey (orang inilah yang membuat nama gank ini menjadi d’Pleboii karena pengalaman dan jam terbangnya dalam urusan percintaan, bwt wanita2 hati jika bertemu dia, tapi pria ini tetep suka bantu2 w dalam segala hal, mulai dari hal yang lucu sampai yang urgent bangetz, inget kejadian di kamar mandi kost w diey?? ), Cepoke (sang sesepuh yang punya pandangan lain...sesepuh yang suka bingung mengambil keputusan...hidupnya banyak pilihan a...b...c..dan suka minta minyak wangi n madu w. Sekali2 c gpp tp klo keterusan mah repot juga yah, tapi dia jadi anutan kita berempat dalam genk ini). kapan Qta kumpul d pondok yang udah mulai lapuk, touring Lampung Road, maen ps di kost w, „gila-gilaan‟, nginep bareng lagi???.

Thank’s for everything

...

Persahabatan lebih dari sekedar tempat bertemu,

penuh cerita emotional, banyak hal yang telah Qta kerjakan bersama, yang semuanya gak bisa di tulis di karya kecilku ini tapi akan selalu menjadi


(4)

„skenario hidup‟ yang akan terus ingin diputar. Kalian sahabat terbaikku. Kebersamaan bersama kalian akan menjadi kenangan yang akan kubawa sampai ku mati. Semoga ini bukan akhir dari kebersamaan kita selama ini, tapi untuk hidup kita di depan...

18.Untuk Emak-emak HERTZ; Mia Marissa (thanks ya mi bwt kesabaran n bantuannya bwt kompre n skripsi w, kapn buka lagi mi batagornya laper w nih..), Jundi (mrs. Tat tit tut...gmana jundy mart nya, w harap semakin berkembang gantiin supermarket terkenal, tetep SEMANGAT yah mbak, w yakin lo bsa!!), Aye (thanks ilmu, obrolan, semangat dan nasehatnya....), Mely (kapan lagi qt gila-gilaan ke Lambar?? Klo kawin ngundang2 yah!!), Melsi (ibu „ketum‟ yang gak mw ambil pusing dalam sebuah masalah....), Yuyun (emak yang satu ini mank sangat judes n pedas kata2nya tapi w yakin ini bwt motivasiin w lebih baik, w dulu pernah kagumin dy), Rika (cwek yang selalu menahan ktawanya, jgn jaim sm qtorg mah...), Erlin (sarjana yang kata orang „cantik‟, banyak anak jurusan yang mw mendekati tapi koq gak jd semua...), Zizah (nah nyang satu ni kya kembarannya yang tadi...”preman” kaliawi....). 19.UKM RAKANILA dari angkatan pertama (bang levi dkk), teman2 angkatan 7

hingga angkatan adik2ku sekarang yang gak bisa w sebutin smwnya, di RAKANILA w bisa berkembang dan mendapatkan teman2 terbaik serta ilmu tentang radio serta organisasinya, tadinya w gak bisa ngmg di depan orang banyak tapi sekarang w malah bisa menjadi penyiar profesional sekarang ini, satu pesan dari w untuk kita semua “DON‟T FORGET TO ALWAYS KEEP THE FAITH!!”.


(5)

20.Rekan-rekan kerjaku di Radio ANDALAS 102,7 FM, mbak Nana, Mutia, Kiki, Irvan, Devi, Kristin, Dafi, Iman, Arga (Willy), thanks atas kerjasamanya yang friends, dan juga bwt mas toing sekeluarga terima kasih atas bantuannya, semoga ANDALAS bisa berkembang dan dicintai masyarakat Lampung dan tetap Profesional yah!!

21.Teman-teman Sosiologi angkatan 2005, Doni (makasih yah don, w udah boleh sering2 nginep di humz u, dan dianggap saudara oleh u, kapan2 klo w balik ke Lampung w boleh lagi kan ke nginep??), Andika (Bebek), Fitiyansyah (ketum), Dimas, Guntur, Vico, Wisnu, Nyoman, Yuri, Hendra, Erwansyah (Sammy), Dwarte, Winoto, Andi, Dayat, Endha, Martha, Herna, Dewi, Riza, Riris, Asri, Eliya, Mardhiah, Phia, Melia, Yaya, Dina, Rhey, Yusna, Ermay, Visi, Deka, Dini, duo tri Tri Desi n Tri Linda, Rifah, Putri, Devi, Nila, Umi, Komeng, Riki „tajir‟. Udah semua blum ya....ada yang belum di sebut??? Maf ya klo kelupaan ada yang gak disebutin...(Qta adalah angkatan ‘TERSOLID...!!!’)

22.Keluarga Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila

23.Teman-teman ku diluaran sana, Frangky, Freddy, Ondo, Ius, Wempy, si kembar Eva dan Evi, teman2 Angakatan Sidi ku yang lain serta teman-teman gerejaku semua, aku pulang dan akan bergabung lagi bersama kalian melayani Tuhan.

24.Teman-teman mahasiswa Unila lainnya yang pernah berinteraksi dan memberikan warna tersendiri dalam pergaulan penulis selama kuliah.


(6)

Semoga segala bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat berkat dari Tuhan Yesus. Harapan penulis, semoga karya kecil nan sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Bandar Lampung, Februari 2010 Penulis