karya ilmiah Lidah Buaya

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Dewasa ini, minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali kekayaan alam yaitu tumbuh-tumbuhan sebagai ramuan obat semakin meluas. Para ahli terus-menerus mengadakan penelitian dan pengujian terhadap sejumlah tumbuhan tertentu yang berkhasiat untuk pengobatan baik dalam maupun luar negeri. Tradisi pengguanaan obat tradisional untuk berbagai tujuan telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Tren gaya hidup yang mengarah kembali ke alam membuktikan bahwa sesuatu yang alami bukan berarti kampungan atau ketinggalan zaman. Salah satu tujuannya adalah mengobati, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan tradisional menggunakan ramuan di negeri kita sudah menjadi budaya dan sangat nyata kontribusinya dalam menyehatkan masyarakat.

Tidak sedikit orang berkecimpung di dunia kedokteran modern, saat ini kembali mempelajari obat-obat tradisional. Tanaman-tanaman berkhasiat obat dikaji dan dipelajari secara ilmiah. Hasilnyapun mendukung asumsi dan bukti bahwa tanaman obat memang mamiliki kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis (medis) terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut adalah kurangnya efek samping yang ditimbulkan seperti yang sering terjadi pada pengobatan kimiawi. Mengingat kandungan khasiat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan terbukti efektif, efisien, aman, dan ekonomis, sudah saatnya jika pemanfaatan tanaman obat ini dioptimalkan.

Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui secara rinci, tetapi pendekatan secara farmakologi berhasil menghasilkan informasi dari kegunaan tumbuhan obat.

Salah satu jenis tanaman obat tersebut adalah lidah buaya. Di dunia farmasi, lidah buaya lebih dikenal dengan nama Aloe vera Linn. Tanaman holtikultura ini keberadaannya telah dikenal sejak lama, bahkan ibu-ibu sering menanamnya di pekarangan atau di pot-pot sebagai penghias rumah dan sesekali diambil daunnya sebagai pencuci rambut atau sampo.


(2)

Walaupun sudah dikenal lama, hanya sedikit saja masyarakat yang mengetahui manfaat dan khasiat tanaman ini. Padahal, kandungan di dalam lidah buaya tidak sekedar untuk pencuci rambut, tetapi juga bisa mengobati penyakit, menghaluskan kulit, menyuburkan rambut, atau sebagai minuman dan makanan kesehatan. Dengan berbagai keunggulan yang dikandungnya, tanaman berlendir ini dapat dijadikan lahan bisnis baru, sehingga bias menjadi tanaman agroindustri.

Di negara modern, keampuhan daun lidah buaya semakin terkenal, sehingga tidak mengherankan jika ada yang menanamnya di dalam pot yang disimpan di dekat dapur. Maksudnya, agar daun lidah buaya mudak diambil untuk obat saat ada bagian tubuh yang terluka (tersayat atau luka bakar). Sebagai langkah dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), cara ini tentu sangat baik untuk ditiru oleh keluarga atau masyarakat di Indonesia.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang di angkat pada karya tulis ini adalah :

1. Bagaimanakah kandungan lidah buaya dapat diambil khasiat dan manfaatnya untuk pengobatan?

2. Penyakit apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman lidah buaya tersebut?

I.3. Tujuan

Tujuan penulisan dalam karya tulis ilmiah ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kandungan tanaman lidah buaya dapat diambil khasiat dan manfaatnya untuk pengobatan.

2. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman lidah buaya ini.

BAB II


(3)

A. Lidah Buaya

Secara taksonomi, lidah buaya diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta

SuperDivisi : Spermatophyta(Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkepingsatu / monokotil) Ordo : Asparagales

Famili : Asphodelaceae Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera L.

Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya di Ethopia, yang termasuk golongan liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi, tergantung dari negara atau wilayah tempat tumbuh. Latin, Prancis, Portugis, dan Jerman: aloe; inggris: crorodiles tongues; Malaysia: jadam; China: lu hui; Spanyol: sa’villa; India: musabbar; Tibet: jelly leek; Indian: ailwa; Arab: sabbar; Indonesia: lidah buaya; dan Filipina: natau.

Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetika sejak berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of remedies. Di dalam buku itu dikisahkan bahwa pada zaman Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk bahan baku kosmetika dan pelembab kulit. Pemakaiannya di bidang farmasi pertama kali dilakukan oleh orang-orang Samaria sekitar tahun 1750 SM.

Beberapa sumber menyatakan bahwa lidah buaya masuk ke Indonesia dibawa oleh petani keturunan cina pada abad ke-17. Pemanfaatan tanaman ini di Indonesia masih sedikit, terbatas sebagai tanaman hias di pekarangan rumah dan digunakan sebagai kosmetika untuk penyubur rambut. Pada tahun 1990 petani di Kalimantan Barat mulai mengusahakan tanaman lidah buaya secara komersial yang diolah menjadi minuman lidah buaya.

Lidah buaya termasuk suku Liliaceae. Liliaceae diperkirakan meliputi 4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi lebih


(4)

kurang 12 anak suku. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Lidah buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman.

Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia, dan Amerika. Hal ini dapat disebabkan lidah buaya dapat menutup stomata daun sampai rapat pada musim kemarau untuk menghindari kehilangan air dari daunnya. Lidah buaya dapat juga tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologi tanaman ini termasuk dalam jenis CAM (crassulance acid metabolism) dengan sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata atau mulut daun membuka, sehinnga uap air dapat masuk. Disebabkan pada malam hari uadaranya dingin, uap air tersebut membentuk embun. Stomata yang terbuka pada malam hari memberi keuntungan, yaitu tidak akan terjadi penguapan dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat diperthankan. Karenanya, dia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang bagaimanapun keringnya.

Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat yang kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40 – 90 cm, lebar 6 – 13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002).

B. Obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit.

Menurut penelitian masa kini, obat – obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau


(5)

masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional yang banyak dijual di pasaran dalam bentuk kapsul, serbuk, simplisia, dan tablet. (Sastroamidjojo, 2001). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional.

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung


(6)

upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern

Ramuan obat tradisional ini bahkan telah mengalami perkembangan yang begitu pesat serta diproses secara ilmiah dan modern. Dikonsumsi masyarakat dalam negeri, tetapi sudah ke pasar luar negeri. Ini karena tumbuhan sebagai sumber nabati terbukti mempunyai khasiat yang mujarab, tidak mempunyai efek samping, dan bahanya pun mudah didapat. Bahkan dipercaya kalau tumbuh – tumbuhan justru dapat menetralisir efek sampingan dari zat – zat aktif yang dapat membahayakan di dalam tubuh. Jadi hanya tumbuh – tumbuhan saja yang dapat bekerja sebagai “Side Effect Eliminating Substances” atau yang dikenal dengan SEES.

Penggunaan obat tradisional secara umum lebih aman dari penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi:

1. Kebenaran bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan (Sastroamidjojo, 2001).

2. Ketepatan dosis

Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bias dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bias menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Suarni, 2005).


(7)

Ketepatan waktu penggunaan sangatlah penting. Kita tidak boleh asal meminumnya saja diwaktu yang kita inginkan. Ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

4. Ketepatan cara penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002).

5. Ketepatan telaah informasi

Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan.

6. Tanpa penyalahgunaan

Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut.

7. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu

Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan


(8)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Banyak kandungan yang terdapat di dalam tanaman lidah buaya yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional.

2. Berbagai macam penyakit seperti menghambat sel kanker, membantu penyembuhan luka, menyembuhkan ambeien dan radang tenggorokan, antibakteri, mengatasi gangguan pencernaan, dan lainnya yang dapat disembuhkan oleh tanaman lidah buaya ini baik pemakaian secara luar maupun dalam.

B. Saran

Melalui karya tulis ini, penulis menyarankan agar selain obat modern juga menggunakan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit terutama dengan tanaman lidah buaya karena banyaknya manfaat yang dapat diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Thur. 1993. Tumbuhan Berkhasiat. Jakarta: Pasca Setia.


(9)

Caca dan Tim Cahaya. 2008. Pengobatan dengan Obat Alami. Jakarta: Multazam Mulia Utama.

Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

http://www.squidoo.com/manfaat-lidah-buaya. Diakses Desember 2010.

Kloppenburg, J. 1983. Petunjuk lengkap Mengenai Tanam-tanaman Di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisionil. Yogyakarta: Bethesda.

Kusuma, Hembing Wijaya. 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Jakarta: Gramedia.

Patterson S, O’Hagan D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in vivo oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.

Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Suarni. 2005.Tanaman Obat tak Selamanya Aman. http://pikiranrakyat.com. Diakses Desember 2010.

Sukandar, E. Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB. http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Diakses Desember 2010.

Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional I. Yogyakarta : Kanisius. WHO. 2003. Traditional medicine.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Desember 2010.


(1)

kurang 12 anak suku. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Lidah buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman.

Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia, dan Amerika. Hal ini dapat disebabkan lidah buaya dapat menutup stomata daun sampai rapat pada musim kemarau untuk menghindari kehilangan air dari daunnya. Lidah buaya dapat juga tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologi tanaman ini termasuk dalam jenis CAM (crassulance acid metabolism) dengan sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata atau mulut daun membuka, sehinnga uap air dapat masuk. Disebabkan pada malam hari uadaranya dingin, uap air tersebut membentuk embun. Stomata yang terbuka pada malam hari memberi keuntungan, yaitu tidak akan terjadi penguapan dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat diperthankan. Karenanya, dia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang bagaimanapun keringnya.

Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat yang kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40 – 90 cm, lebar 6 – 13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002).

B. Obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit.

Menurut penelitian masa kini, obat – obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau


(2)

masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional yang banyak dijual di pasaran dalam bentuk kapsul, serbuk, simplisia, dan tablet. (Sastroamidjojo, 2001). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional.

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung


(3)

upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern

Ramuan obat tradisional ini bahkan telah mengalami perkembangan yang begitu pesat serta diproses secara ilmiah dan modern. Dikonsumsi masyarakat dalam negeri, tetapi sudah ke pasar luar negeri. Ini karena tumbuhan sebagai sumber nabati terbukti mempunyai khasiat yang mujarab, tidak mempunyai efek samping, dan bahanya pun mudah didapat. Bahkan dipercaya kalau tumbuh – tumbuhan justru dapat menetralisir efek sampingan dari zat – zat aktif yang dapat membahayakan di dalam tubuh. Jadi hanya tumbuh – tumbuhan saja yang dapat bekerja sebagai “Side Effect Eliminating Substances” atau yang dikenal dengan SEES.

Penggunaan obat tradisional secara umum lebih aman dari penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi:

1. Kebenaran bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan (Sastroamidjojo, 2001).

2. Ketepatan dosis

Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bias dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bias menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Suarni, 2005).


(4)

Ketepatan waktu penggunaan sangatlah penting. Kita tidak boleh asal meminumnya saja diwaktu yang kita inginkan. Ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

4. Ketepatan cara penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002).

5. Ketepatan telaah informasi

Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan.

6. Tanpa penyalahgunaan

Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut.

7. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu

Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan


(5)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Banyak kandungan yang terdapat di dalam tanaman lidah buaya yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional.

2. Berbagai macam penyakit seperti menghambat sel kanker, membantu penyembuhan luka, menyembuhkan ambeien dan radang tenggorokan, antibakteri, mengatasi gangguan pencernaan, dan lainnya yang dapat disembuhkan oleh tanaman lidah buaya ini baik pemakaian secara luar maupun dalam.

B. Saran

Melalui karya tulis ini, penulis menyarankan agar selain obat modern juga menggunakan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit terutama dengan tanaman lidah buaya karena banyaknya manfaat yang dapat diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Thur. 1993. Tumbuhan Berkhasiat. Jakarta: Pasca Setia.


(6)

Caca dan Tim Cahaya. 2008. Pengobatan dengan Obat Alami. Jakarta: Multazam Mulia Utama.

Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

http://www.squidoo.com/manfaat-lidah-buaya. Diakses Desember 2010.

Kloppenburg, J. 1983. Petunjuk lengkap Mengenai Tanam-tanaman Di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisionil. Yogyakarta: Bethesda. Kusuma, Hembing Wijaya. 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Jakarta:

Gramedia.

Patterson S, O’Hagan D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in vivo oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.

Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Suarni. 2005.Tanaman Obat tak Selamanya Aman. http://pikiranrakyat.com. Diakses Desember 2010.

Sukandar, E. Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB. http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Diakses Desember 2010.

Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional I. Yogyakarta : Kanisius. WHO. 2003. Traditional medicine.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Desember 2010.