Efek Anti Bakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis (Penelitian In Vitro)
EFEK ANTI BAKTERI EKSTRAK LIDAH BUAYA
(Aloe vera) TERHADAP Staphylococcus aureus YANG
DIISOLASI DARI DENTURE STOMATITIS
(PENELITIAN IN VITRO)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
KHEUMALA HAYATI
NIM: 050600154
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 30 Maret 2009
Pembimbing: Tanda Tangan
1. Yendriwati, drg., M.Kes NIP: 131 882 191
(3)
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim pengu ji pada tanggal 30 Maret 2009
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Yendriwati, drg., M.Kes Anggota : 1. Lisna Unita, drg., M. Kes
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta ayahanda (Ismail Machmud) dan ibunda (Roslina Amalia), abang (Bheny Saputra), adik ( Rachmadi) dan Irdhan Mompang Harahap atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta segala bantuan moril dan materil yang tidak akan bisa terbalas oleh penulis.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Lisna Unita R, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji 3. Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen penguji dan pembimbing skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya, memberikan masukan, saran, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
(5)
4. Hj. Minasari Nasution, drg selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya, memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku bagian UPT Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Irma Ervina, drg., Sp. Perio selaku penasehat akademik yang telah menyediakan waktunya serta memberikan masukan dan nasehat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Para staf biologi oral kak Ngaisah dan buk ros atas bantuannya dalam kelancaran penelitian
8. Dr. Dwi Suryanto, MSc selaku Kepala Bagian Laboratorium Biologi FMIPA USU atas saran dan masukan yang berguna dalam penyelesaian skripisi ini, Fendi, pak Aman dan para asisten laboratorium biologi FMIPA USU yang banyak memberikan bantuan dalam melaksanakan penelitian.
9. Pengurus HMI komisariat FKG USU periode 2008-2009 serta keluarga besar HMI Komisariat FKG USU yang membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini dan sahabat- sahabat : Farah, Nia, Anik, Adi, Elza, Ayu, Arfah, Oja, Citra, Dira, Rini, Rida, kak Irni, kak Nita dan teman- teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
(6)
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pihak- pihak yang membutuhkan.
Medan, 30 Maret 2009 Penulis
(KHEUMALA HAYATI) NIM: 050600154
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lidah Buaya (Aloe vera) ... 5
2.1.1 Taksonomi ... 6
2.1.2 Gambaran Umum ... 7
2.1.3 Jenis dan Varietas Lidah Buaya ... 7
2.1.4 Struktur dan Kandungan Lidah Buaya ... 8
2.1.5 Penelitian Tentang Lidah Buaya ... 11
2.1.6 Lidah buaya Sebagai Anti Bakteri ... 12
2.1.7 Kegunaan Lidah Buaya di Bidang Kedokteran Gigi 12
2.2 Denture Stomatitis ... 13
2.2.1 Etiologi denture stomatitis ... 14
2.2.2 Klasifikasi denture stomatitis ... 15
2.2.3 Perawatan denture stomatitis ... 17
2.3 Staphylococcus aureus ... 17
2.3.1 Taksonomi ... 18
(8)
2.3.3 Struktur Sel dan Metabolisme ... 19
2.3.4 Patologi ... 20
2.3.5 Insidens Staphylococcus aureus pada denture stomatitis 20
2.4 Lidah Buaya Komersial ... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN .. 22
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 25
4.2 Populasi, Sampel, dan Besar Penelitian ... 25
4.3 Variabel Penelitian ... 26
4.4 Defenisi Operasional ... 28
4.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 28
4.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 32
4.8 Analisa Data ... 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 38
BAB 6 PEMBAHASAN ... 43
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
7.1 . Kesimpulan... 48
7.2 Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Karakteristik tiga jenis tanaman lidah buaya ... 8 2. Zat- zat yang terkandung di dalam gel lidah buaya ... 10 3. Rata- rata diameter zona hambat ekstrak lidah buaya 25%, 50%, 75%
dan lidah buaya komersial terhadap Staphylococcus aureus setelah
24 jam (dalam mm)……….. ... 39 4. Tabel perbedaan rata- rata zona hambat ekstrak lidah buaya dan
lidah buaya komersial………. 41 5. Hasil analisa uji komparasi ganda antar konsentrasi ekstrak lidah buaya
(25%, 50%, dan 75%)………. 41 6. Hasil analisa uji komparasi ganda antara kelompok ekstrak lidah buaya
dengan lidah buaya komersial………. 42
Diagram 1. Diagram hasil diameter zona hambat ekstrak lidah buaya
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Lidah buaya diperoleh dari pekarangan rumah peneliti ... …….. 6
2. Potongan daun lidah buaya ... .. 9
3. Gel lidah buaya ... .. 9
4. Denture stomatitis tipe 1 (Pin point hyperaemi)………. 16
5. Denture stomatitis tipe 2(Erithema difuse)……….. 16
6. Denture stomatitis tipe 3 (Hyperplasia)..….. ... … 16
7. Gambaran mikroskopis Staphylococcus aureus ... 19
8. Blank disc ... 31
9. Autoklaf ... … 31
10. Pengeringan Lidah buaya dengan Freeze Dryer ... … 35
11. Maserasi Lidah Buaya ... … 35
12. Ekstrak Lidah Buaya ... … 35
13. Bahan Coba (Ekstrak Lidah Buaya 25%, 50%, 75% dan Lidah Buaya Komersial) ... … 36
14. Hasil percobaan kelompok 1, 2, 3 dan 4 ... … 38
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aloe merupakan tanaman Liliaceae yang mempunyai banyak jumlah spesies yang berbeda, di antara spesies ini hanya satu jenis yang lazim digunakan sebagai tanaman obat sejak ribuan tahun yang lalu yaitu Aloe vera atau yang sering disebut dengan nama lidah buaya. Lidah buaya merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan baik untuk perawatan tubuh maupun untuk mengobati berbagai penyakit.1 Berdasarkan hasil penelitian, lidah buaya dapat berfungsi sebagai anti inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan regenerasi sel. Disamping itu, lidah buaya bermanfaat untuk menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung bagi penderita HIV.2
Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa yang ditutupi oleh gigitiruan lepasan. Denture stomatitis dilaporkan mempunyai prevalensi 10% sampai 75% pada pemakai gigitiruan.3 Karakteristiknya berupa eritema kronis dan udema pada mukosa yang ditutupi oleh gigitiruan. Biasanya inflamasi ini terjadi pada rahang atas sedangkan mukosa rahang bawah jarang terlibat karena pada rahang bawah aliran saliva sangat baik.4
Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri patogen yang paling sering menyebabkan infeksi pada manusia. Organisme ini menyebabkan penyakit melalui
(12)
invasi ke jaringan dan pengeluaran toksin.5 Staphylococcus aureus mempunyai peranan penting dalam menyebabkan maupun memperparah banyak penyakit pada rongga mulut. Staphylococcus aureus ditemukan mempunyai prevalensi besar pada pasien denture stomatitis namun peranan Staphylococcus aureus dalam menyebabkan denture stomatitis belum diketahui secara pasti.6 Menurut penelitian Monroy TB., et al (2005), prevalensi Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus mutans pada pasien denture stomatitis adalah 51,4%, 52,4%, dan 67,6%.7
Penggunaan gigitiruan menyebabkan perubahan mikroflora pada rongga mulut karena kehadiran gigitiruan bertindak sebagai reservoir bagi Candida sp dan lapisan biofilm bakteri.4 Kebersihan gigitiruan dan rongga mulut harus ditekankan pada pengguna gigitiruan karena pada permukaan inilah mikroorganisme melekat sehingga dapat meningkatkan patogenitasnya. Obat kumur merupakan salah satu terapi yang dapat dianjurkan pada pasien denture stomatitis. Pasien dapat langsung berkumur maupun merendamkan gigi tiruannya pada obat kumur tersebut.8 Saat ini sudah banyak obat kumur tersedia di pasaran dan sudah diakui keampuhannya, namun gerakan WHO mengajak kita untuk mempelajari kembali obat- obat tradisional. Dunia kedokteran modernpun banyak yang kembali mempelajari obat- obat tradisional. Dalam hal ini, tanaman berkhasiat obat ditelaah dan dipelajari secara ilmiah. Hasilnya menunjukkan bahwa tanaman obat memang memiliki kandungan zat- zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan adalah lidah buaya.1
Penelitian tentang efektifitas lidah buaya terhadap Staphylococcus aureus telah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian Agarry., et al (2005) ekstrak lidah
(13)
buaya sudah menunjukkan efektifitasnya terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25 mg/ml.9
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Staphylococcus aureus dengan membuat lidah buaya dalam sediaan ekstrak dengan beberapa konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efek anti bakteri dari sediaan ekstrak untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dan penelitian terdahulu dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ada efek anti bakteri ekstrak lidah buaya 25%, 50% dan 75% terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis?
2. Apakah ada perbedaan efek anti bakteri ekstrak lidah buaya dan lidah buaya komersial terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk melihat efek anti bakteri ekstrak lidah buaya 25%, 50%, dan 75% terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis.
2. Untuk melihat perbedaan efek anti bakteri ekstrak lidah buaya dibandingkan dengan lidah buaya komersial terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis.
(14)
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan bahan alami yang murah dan mudah didapat untuk bidang kedokteran gigi.
2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami sebagai tanaman berkhasiat obat.. 3. Sebagai data dan informasi penelitian lebih lanjut.
(15)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lidah Buaya
Aloe merupakan tanaman Liliaceae yang mempunyai banyak jumlah spesies yang berbeda, di antara spesies ini hanya satu jenis yang telah lazim digunakan sebagai tanaman obat sejak ribuan tahun yang lalu yaitu Aloe vera atau yang sering disebut dengan nama lidah buaya (Gambar 1).1 Selama 3500 tahun, kisah lidah buaya diteruskan dari mulut ke mulut. Lidah buaya selalu muncul dalam setiap fase sejarah dengan penghargaan atas keampuhannya dalam pengobatan. Pertama kali dokumentasi lidah buaya berasal dari Mesir Kuno di mana tempat lidah buaya tumbuh. Mesir juga mendokumentasikan kegunaannya dalam mengobati luka bakar, dan infeksi. Lidah buaya dalam bentuk segar selalu digunakan Cleopatra untuk menjaga kulitnya agar tetap halus dan awet muda.10
(16)
Gambar 1. Lidah buaya diperoleh dari pekarangan rumah peneliti
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari lidah buaya adalah sebagai berikut:12 Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta Class : Monocotyledoneae Ordo : Liliflorae
Family : Liliceae Genus : Aloe Species : Aloe vera
(17)
2.1.2 Gambaran Umum
Lidah buaya sama seperti tanaman lainnya yang mempunyai struktur akar, batang, daun dan bunga, namun yang sering digunakan di dalam pengobatan adalah bagian daun. Daun lidah buaya merupakan daun tunggal berbentuk tombak dengan helaian memanjang berupa pelepah dengan panjang mencapai kisaran 40–60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8–13 cm dan tebal antara 2–3 cm. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu- abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah dan lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung). Daun lidah buaya muda memiliki bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat daun lidah buaya dewasa. Namun tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.1
2.1.3 Jenis dan Varietas Lidah Buaya
Ada lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku Liliaceae dan tidak sedikit yang merupakan hasil persilangan. Ada tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara komersial di dunia yaitu Aloe vera atau Aloe barbadensis Miller, Cape aloe atau Aloe ferox Miller dan Socotrine aloe atau Aloe perry Baker (tabel 1).1
(18)
Tabel 1. KARAKTERISTIK TIGA JENIS TANAMAN LIDAH BUAYA1
No Karakteristik Aloe
barbadensis Miller
Aloe ferox Miller Aloe perry Baker
1. Batang Tidak terlihat jelas
Terlihat jelas (tinggi 3-5 m atau lebih)
Tidak terlihat jelas (lebih kurang 0,5 m) 2. Bentuk daun Lebar dibagian
bawah, dengan pelepah bagian atas cembung
Lebar di bagian bawah
Lebar di bagian bawah
3. Lebar daun 6-13 cm 10-15 cm 5-8 cm
4. Lapisan lilin Pada daun
Tebal Tebal Tipis
5. Duri Di bagian
pinggir daun
Di bagian pinggir dan bawah daun
Di bagian pinggir daun
6 Tinggi bunga (mm)
25-30 (tinggi tangkai bunga 60-100 cm)
35-40 25-30
7 Warna bunga Kuning Merah tua hingga jingga
Merah terang
Dari tiga jenis di atas yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller karena jenis ini mempunyai banyak keunggulan yaitu: tahan hama, ukurannya dapat mencapai 121 cm, berat per batangnya bisa mencapai 4 kg, mengandung 75 nutrisi serta aman dikonsumsi. 1
2.1.4 Struktur dan Kandungan Daun Lidah Buaya
Adapun struktur daun lidah buaya terbagi atas tiga bagian (gambar 2).11
a. Kulit daun
Kulit daun adalah bagian terluar dari struktur daun lidah buaya yang berwarna hijau. Sejauh ini belum ada tulisan mengenai zat yang terkandung di dalam kulit daun namun penelitian yang dilakukan Agarry., et al (2005) menunjukkan bahwa ekstrak
(19)
kulit daun lidah buaya pada konsentrasi 25 mg/ml menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan zona hambat 4 mm. Di dalam buku pengobatan menyatakan bahwa teh yang terbuat dari kulit daun lidah buaya dapat menghilangkan kecanduan merokok.1,9,11
Gambar 2. Potongan daun lidah buaya 2 Gambar 3. Gel lidah buaya 2
b. Eksudat
Eksudat adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudat berbentuk cair, berwarna kuning dan rasanya pahit. Zat- zat yang terkandung di dalam eksudat adalah: 8- dihidroxianthraquinone (Aloe Emoedin) dan glikosida (Aloins), biasa digunakan untuk pencahar.11,12
c. Gel
Gel adalah bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun setelah eksudat dikeluarkan (gambar 3).13 Ada beberapa zat terkandung di dalam gel (tabel 2).
(20)
Tabel 2. ZAT- ZAT YANG TERKANDUNG DI DALAM GEL LIDAH BUAYA13
Kelas Komponen
Carbohydrates Pure mannan, acetylated mannan (acemannan), acetylated glucomannan,
glucogalactomannan, galactan, galactogalacturan, arabinogalactan,
galactoglucoarabinomannan, pectic substance, xylan, cellulose
Chromones 8-C-glucosyl-(2’-O-cinnamoyl)-7-O-methylaloediol A, 8-C glucosyl-(S)- aloesol, glucosyl-7-O-methyl-(S)-aloesol, 8-C-glucosyl-7-O-methylaloediol, 8-C-glucosyl-noreugenin, isoaloeresin D, isorabaichromone, neoaloesin A
Enzymes Alkaline phosphatase, amylase, carboxypeptidase, catalase, cyclooxidase, cyclooxygenase, lipase, oxidase, phosphoenolpyruvate carboxylase, superoxide dismutase
Inorganic compounds Calcium, chlorine, chromium, copper, iron, magnesium, manganese,
potassium, phosphorous, sodium, zinc
Miscellaneous including organic compounds and lipids
Arachidonic acid, γ-linolenic acid, steroids (campestrol, cholesterol, β-sitosterol), triglicerides, triterpenoid, gibberillin, lignins, potassium sorbate, salicylic acid, uric acid, saponin
Non-essential and essential amino acids
Alanine, arginine, aspartic acid, glutamic acid, glycine, histidine, hydroxyproline, isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, proline, threonine, tyrosine, valine
Proteins Lectins, lectin-like substance
Saccharides Mannose, glucose, L-rhamnose, aldopentose
(21)
2.1.5 Penelitian Tentang Lidah Buaya
Beberapa penelitian telah ditemukan berkaitan dengan efektifitas lidah buaya diantaranya adalah:1,9,10
1. Penelitian Dr. Bill Wolfe pada tahun 1969 membuktikan bahwa lidah buaya sangat efektif membunuh bakteri penyebab infeksi. Diantaranya bakteri Staphylococcus aureus .
2. Pada tahun 1994, FDA (Food and drug administration) telah menyetujui penggunaan ekstrak gel lidah buaya dengan bahan aktif acemannan untuk mengobati apthous stomatitis.
3. S. levanson dan K. Somova menggunakan getah lidah buaya untuk mengobati penyakit pada gigi dengan cara menyuntikkan ekstrak getah lidah buaya pada gigi yang terinfeksi.
4. John Heggars menamatkan laporan penelitiannya dan menemukan fungsi asam salisilat tidak ubahnya seperti aspirin yang bisa mengontrol rasa sakit sekaligus bersifat anti infeksi dan antimikrobakteri.
5. Agarry., et al (2005) membuktikan bahwa ekstrak lidah buaya sudah menunjukkan efektifitasnya terhadap Staphylococcus aureus dengan zona hambat 18 mm oleh gel dan 4 mm oleh kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25 mg/ml.
(22)
2.1.6 Lidah Buaya Sebagai Anti bakteri
Pada tahun 1977 dilaporkan dalam Drugs and Cosmetic Journal bahwa rahasia keampuhan lidah buaya terletak pada kandungan zat nutrisinya (terutama glukomannan) yang bekerjasama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase dan lipase terutama enzim- enzim pemecah protein (protease).10 Lidah buaya mengandung gugus glikosida yang merupakan gugus aminoglikosida yang bersifat antibiotik. Senyawa ini akan berdifusi pada dinding sel bakteri dan proses ini berlangsung lama dan terus menerus dalam suasana aerob. Setelah masuk ke dalam sel, kemudian diteruskan pada ribosom yang menghasilkan protein, sehingga akan menimbulkan gangguan pada proses sintesa protein dan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan protein sel bakteri.14 Saponin dapat menimbulkan reaksi saponifikasi. Senyawa ini akan menyebabkan kerusakan struktur lemak membran bakteri sehingga dinding sel bakteri akan ruptur dan lisis kemudian mati.15 Sedangkan acemannan merupakan senyawa karbohidrat yang akan mengaktifkan makrofag sehingga menyebabkan terjadinya fagositosis.16
2.1.7 Kegunaan Lidah buaya di Bidang Kedokteran Gigi
Kegunaan lidah buaya di bidang kedokteran gigi adalah:17,18
1. Mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi rasa sakit akibat tindakan bedah periodontal ataupun trauma karena sikat gigi, pasta gigi abrasif, makanan yang keras, dental flos, ataupun karena tusuk gigi dan juga pada luka bakar. 2. Pada lokasi ekstraksi memberikan respon yang lebih nyaman dan dry socket tidak
(23)
3. Aplikasi secara langsung dapat mempercepat penyembuhan lesi akut misalnya pada lesi virus herpes, aphtous ulcer, sariawan, abses gingiva, dan pecah- pecah pada bibir dan sudut mulut.
4. Mengurangi lesi- lesi penyakit mulut kronis seperti lichen planus dan Benign pemphigus bahkan masalah gusi yang berhubungan dengan AIDS dan leukemia 5. Menyembuhkan migratory glossitis, geographic tongue dan burning mouth
syndrome.
6. Dapat mengurangi kontaminasi bakteri dan mengurangi inflamasi pada pasien denture stomatitis.
7. Mengontrol inflamasi dan kontaminasi bakteri pada sekeliling dental implant.
2.2 Denture Stomatitis
Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa yang ditutupi oleh gigitiruan. Denture stomatitis dilaporkan mempunyai prevalensi 10% sampai 75% pada pemakai gigitiruan.4 Karakteristiknya berupa eritema kronis dan udema pada mukosa yang ditutupi oleh gigitiruan. Biasanya inflamasi ini terjadi pada rahang atas sedangkan mukosa rahang bawah jarang terlibat karena pada rahang bawah aliran saliva sangat baik.5
(24)
2.2.1 Etiologi Denture Stomatitis
Etiologi denture stomatitis terbagi atas 2 faktor yaitu faktor utama dan faktor predisposisi.6
Faktor- faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya denture stomatitis adalah:
1. Faktor gigitiruan
Misalnya gigitiruan yang tidak stabil, trauma dari basis gigitiruan dan pemeliharaan gigitiruan yang tidak baik.
2. Faktor infeksi
Gigitiruan dapat membuat perubahan ekologi dengan adanya akumulasi bakteri dan yeast (ragi). Proliferasi bakteri yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus sp, Streptokokus sp, Neisseria sp, Fusobacterium sp, atau Bacteroides sp, namun tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara bakteri dan etiologi denture stomatitis secara langsung. Candida sp dapat ditemukan pada denture stomatitis khususnya Candida albicans.
Faktor- faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya denture stomatitis adalah:
1. Faktor sistemik a. Fisiologi (usia tua) b. Disfungsi endokrin c. Defisiensi nutrisi d. Neoplasias e. Immunosupresi
(25)
f. Antibiotik spektrum luas 2. Faktor lokal
a. Antimikroba dan topikal maupun kortikosteroid inhalasi b. Diet tinggi karbohidrat
c. Konsumsi tembakau dan alkohol d. Hiposalivasi
e. Oral hygiene yang buruk
f. Pemakaian gigitiruan khususnya pada malam hari.
2.2.2 Klasifikasi Denture Stomatitis
Newton mengklasifikasikan denture stomatitis dalam 3 tipe klinis, yaitu:11 Tipe 1: Inflamasi lokal sederhana (pin point hyperemia). (Gambar 4)
Tipe 2: Inflamasi yang lebih luas dengan eritema atau eritema difus yang melibatkan sebagian maupun seluruh mukosa yang ditutupi oleh gigitiruan (diffuse erythema). (Gambar 5)
Tipe 3: tipe granular yang melibatkan bagian tengah dari palatum keras dan alveolar ridge (Hyperplasia). (Gambar 6)
(26)
Gambar 4. Denture stomatitis tipe 1 (Pin point hyperaemi) 6
Gambar 5. Denture stomatitis tipe 2 (Erithema diffuse)19
Gambar 6. Denture stomatitis tipe 3 (Hyperplasia)19
(27)
Tipe 2 dan tipe 3 merupakan tipe yang paling sering disebabkan oleh akumulasi dari plak yaitu bakteri dan yeast pada permukaan gigitiruan dan permukaan yang menutupi mukosa. Bagaimanapun denture stomatitis tidak semata- mata disebabkan oleh Candida sp dan adakalanya faktor- faktor lain seperti infeksi bakteri, iritasi mekanis atau reaksi alergi karena basis gigitiruan. Namun tidak ada kriteria khusus yang dapat membedakan infeksi oleh karena Candida sp maupun oleh karena faktor lain.6
2.2.3 Perawatan denture stomatitis
Penggunaan gigitiruan menyebabkan perubahan mikroflora pada rongga mulut karena kehadiran gigitiruan bertindak sebagai reservoir bagi Candida sp dan lapisan biofilm bakteri.4 Kebersihan gigitiruan dan rongga mulut harus ditekankan pada pengguna gigitiruan karena pada permukaan inilah mikroorganisme melekat sehingga dapat meningkatkan patogenitasnya. Pengobatan denture stomatitis dapat didasarkan pada etiologinya. Misalnya penggunaan obat anti jamur, anti bakteri, obat kumur, melepaskan gigitiruan pada malam hari, menjaga oral hygiene agar tetap bersih, mengurangi konsumsi tembakau dan alkohol, dan sebagainya.8
2.3 Staphylococcus aureus
Stahylococcus aureus adalah salah satu bakteri patogen yang paling sering menyebabkan infeksi pada manusia. Organisme ini menyebabkan penyakit melalui invasi ke jaringan dan pengeluaran toksin.5
(28)
2.3.1 Taksonomi
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:5
Domain : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
2.3.2 Morfologi dan Gambaran Umum
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat berkelompok yang menyerupai anggur (Gambar 7). Staphylococcus aureus dapat juga ditemukan tunggal, berpasangan atau rantai kecil. Pada medium biasa, bakteri ini dapat tumbuh dengan temperatur 10-42 0C, pH optimum 7,4-7,6. Bakteri ini tumbuh subur pada lingkungan yang kaya oksigen. Ketika tumbuh pada media nutrient agar dan diinkubasi selama 24 jam koloni terlihat bundar, halus, cembung, mengkilat, opak (buram), dengan diameter 2-4 mm 1,20
(29)
Gambar 7. Gambaran mikroskopis Staphylococcus aureus
2.3.3 Struktur Sel dan Metabolisme
Dinding sel Staphylococcus aureus terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal dan teichoic acid. Polisakarida peptidoglikan pada dinding sel memberikan kekakuan dan bentuk pada bakteri. Teichoic acid merupakan suatu komponen antigen yang membantu perlekatan bakteri ke permukaan sel host. Bakteri ini tidak mempunyai flagella. Staphylococcus aureus adalah bakteri fakultatif anaerob yang tumbuh dengan respirasi aerob atau dengan fermentasi asam laktat. Staphylococcus aureus memfermentasikan gula menghasilkan asam tetapi bukan gas. Staphylococcus aureus memproduksi leukocidin yang menyebabkan destruksi leuko sit yang mengakibatkan bakteri dapat lepas dari fagositosis.1,20
(30)
2.3.4 Patologi
Staphylococcus aureus menyebabkan penyakit melalui invasi ke jaringan dan pengeluaran toksin. Bakteri ini menyebabkan infeksi yang luas baik eksternal maupun internal. Protein pada permukaan sel, enzim ekstrasellular dan toksin dikeluarkan untuk meningkatkan kemampuannya sebagai patogen. Protein A dan clumping factor adalah protein pada permukaan sel. Protein A menyebabkan kehancuran platelet dan hipersensitivitas. Clump factor dapat masuk ke dalam plasma manusia. Koagulase, nuklease, lipase, hyaluronidase dan reseptor- reseptor protein adalah semua enzim ekstraselluler yang berperan penting pada patogenesis. Staphylococcus aureus dapat merubah fibrinogen menjadi fibrin, mempunyai nuklease yang stabil terhadap panas dan memproduksi lipid hidrolase yang membantu infeksi kulit, menghancurkan jaringan penyambung dan memiliki reseptor yang memfasilitasi perlekatan terhadap sel dan jaringan host.1,20
2.3.5 Insidens Staphylococcus aureus Pada Denture Stomatitis
Staphylococcus aureus ditemukan mempunyai prevalensi yang cukup besar pada pasien denture stomatitis, namun peranan Staphylococcus aureus dalam menyebabkan denture stomatitis belum diketahui secara pasti. Menurut penelitian Monroy TB (2005), prevalensi Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus mutans pada pasien denture stomatitis adalah 51,4%, 52,4%, dan 67,6%.6,7
(31)
Lidah buaya komersil
Lidah buaya komersil adalah suatu produk obat kumur yang tersedia di pasaran. Produk ini mempunyai komposisi yaitu: Aqua, Maltodextrin, Propylene glycol, Polyvinylpyrrolidone (PVP), Aloe vera extract, sodium benzoate, hydroxyethylcellulose, Potassium sorbate, PEG-40 hydrogenated castor oil, disodium edentate, benzalkonium chloride, aroma, saccharin, sodium hyaluronate, glycyrrhetinic acid.21
Indikasi dari obat ini adalah membantu dalam penatalaksanaan nyeri yang disebabkan oleh iritasi pada rongga mulut seperti: stomatitis aftosa, ulkus aftosa difus, lesi kecil, termasuk lesi traumatik yang disebabkan oleh kawat gigi dan gigitiruan yang tidak sesuai.21
Obat ini cara kerjanya adalah membentuk selaput pelindung yang melekat pada mukosa rongga mulut dan menghasilkan suatu barier mekanik terhadap daerah yang terkena.22
(32)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN
A. KERANGKA KONSEP
Staphylococcus aureus Denture stomatitis
Lidah buaya
komersial Lidah buaya alami
Kel 1: Ekstrak lidah buaya 25% Kel 2: Ekstrak lidah buaya 50% Kel 3: Ekstrak lidah buaya 75%
Diteruskan ke ribosom Mengganggu sintesa protein Staphylococcus aureus lisis Staphylococcus aureus mati Pemecahan ikatan protein sel Berdifusi pada dinding sel bakteri
gangguan fungsi sel
Saponin glikosida Acemannan
Kerusakan struktur lemak membran Gangguan integritas membran sel Mengaktifkan makrofag Fagositosis Gangguan integritas membran sel
Anthraquinone, Glikosida,Carbohydrates, Chromone, Enzymes, Inorganic compounds, Miscellaneous including organic compounds and lipids
Non-essential and essential amino acids, Proteins, Saccharides, Vitamins
(33)
Diagram diatas menunjukkan mekanisme lidah buaya dalam membunuh sel bakteri. Lidah buaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah lidah buaya alami dan lidah buaya komersial. Lidah buaya alami dibuat dalam sediaan ekstrak dengan konsentrasi 25%, 50% dan 75%. Ekstrak lidah buaya akan diujicobakan pada Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis. Lidah buaya banyak mengandung komponen zat diantaranya Anthraquinone, Glikosida, Carbohydrates, Chromones, Enzymes, Inorganic compounds, Miscellaneous including organic compounds and lipids, Non-essential and essential amino acid , Proteins, Saccharides, Vitamins. Namun diantara komponen zat ini ada tiga senyawa aktif yang bersifat sebagai anti bakteri yaitu, saponin, glikosida dan acemannan.
Saponin (Miscellaneous including organic compounds and lipids) merupakan kandungan yang terdapat di dalam gel. Senyawa ini akan menyebabkan kerusakan struktur lemak membran sehingga bakteri akan lisis dan mati. Glikosida merupakan suatu senyawa yang dihasilkan dari suatu eksudat yang berwarna kekuningan saat lidah buaya dipotong. Senyawa ini akan berdifusi ke dalam dinding sel dan selanjutnya diteruskan ke ribosom sehingga akan mengganggu proses sintesa protein, terjadinya pemecahan ikatan protein sel dan kemudian menyebabkan gangguan fungsi sel sehingga bakteri akan lisis dan kemudian mati. Senyawa acemannnan merupakan senyawa karbohidrat yang akan mengaktifkan makrofag yang terdapat di dalam tubuh dan selanjutnya makrofag akan bertindak dalam proses fagositosis sehingga bakteri patogen akan mati.
(34)
B. HIPOTESA PENELITIAN
Dari uraian diatas dapat diambil hipotesa:
1. Ada efek anti bakteri ekstrak lidah buaya 25%, 50%, dan 75% terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis
2. Ada perbedaan efek anti bakteri ekstrak lidah buaya dan lidah buaya komersial terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari denture stomatitis
(35)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian : Posttest only control Group Design Jenis Penelitian : Eksperimental laboratorium
4.2 Populasi, Sampel dan besar sampel
Populasi : Staphylococcus aureus
Sampel : Staphylococcus aureus yang diisolasi dari pasien denture stomatitis
Besar sampel pada percobaan ini menggunakan rumus umum: 23
Dimana: t = perlakuan n = jumlah sampel
Penelitian ini menggunakan 4 kelompok:
Kelompok 1 : Ekstrak lidah buaya 25% Kelompok 2 : Ekstrak lidah buaya 50 % Kelompok 3 : Ekstrak lidah buaya 75 %
Kelompok 4 : Lidah buaya komersial sebagai kontrol positif Jadi: perlakuannya (t) adalah: 4
(4-1) (n-1) > 15 3 (n-1 ) >15
(36)
n-1 > 5 n > 6
Jumlah sampel (n) yang dipakai adalah 7, artinya pada kelompok 1, 2, 3, 4 dilakukan masing- masing 7 kali pengulangan.
4.3 Variabel Penelitian
3.1 Variabel bebas:
Variabel Bebas:
Kelompok 1:Ekstrak lidah buaya 25 % Kelompok 2: Ekstrak lidah buaya 50 % Kelompok 3: Ekstrak lidah buaya 75% Kelompok 4:Lidah buaya komersial sebagai kontrol positif
Variable Terkendali
1. Media pertumbuhan 2. Suhu inkubasi
3. Waktu pembiakan
Staphylococcus aureus
4. Teknik pengisolasian dan pengkulturan
5. Lama penyimpanan ekstrak lidah buaya
6. Lama penyimpanan lidah buaya setelah dipetik dari pohon
7. Sterilisasi alat, bahan coba dan media
8. Keterampilan operator 9. Lamanya waktu perendaman
disk
10. Waktu pengamatan
11. Individu asal Staphylococcus
aureus
12. Jenis lidah buaya yaitu Aloe
barbadensis Miller yang
diperoleh dari tanaman peneliti sendiri.
Variable Tergantung:
Pertumbuhan Staphylococcus
aureus pada media MHA dengan
metode pengukuran zona hambat
Variabel tidak terkendali
Keadaan tanah, suhu, iklim tempat tumbuh lidah buaya
(37)
Variabel bebas
Kelompok 1 : Ekstrak lidah buaya 25% Kelompok 2 : Ekstrak lidah buaya 50 % Kelompok 3 : Ekstrak lidah buaya 75 %
Kelompok 4 : Lidah buaya komersial sebagai kontrol positif
Variable tergantung: pertumbuhan Staphylococcus aureus pada media MHA dengan
metode pengukuran zona hambat yang terbentuk pada masing- masing kelompok
Variabel terkendali
1. Media untuk menumbuhkan Staphylococcus aureus
2. Suhu yang digunakan untuk menumbuhkan Staphylococcus aureus (37 0C) 3. Waktu pembiakan Staphylococcus aureus ( 24 jam)
4. Teknik pengisolasian dan pengkulturan
5. Lama penyimpanan ekstrak lidah buaya 2 bulan
6. Lama penyimpanan lidah buaya setelah dipetik dari pohon (3 jam) 7. Sterilisasi alat, bahan coba dan media
8. Keterampilan operator dalam pelaksanaan penelitian 9. Lamanya waktu perendaman disk (60 menit)
10. Waktu pengamatan terhadap kelompok perlakuan (24 jam) 11. Individu asal Stapylococcus aureus diisolasi
12. Jenis lidah buaya yaitu Aloe barbadensis Miller yang diperoleh dari tanaman sendiri.
Variabel tidak terkendali
(38)
4.4 Defenisi operasional
a. Ekstrak lidah buaya 25% adalah hasil ekstraksi lidah buaya 1 gram dalam 4 ml dimethyl sulfoksida
b. Ekstrak lidah buaya 50% adalah hasil ekstraksi lidah buaya 2 gram dalam 4 ml dimethyl sulfoksida
c. Ekstrak lidah buaya 75% adalah hasil ekstraksi lidah buaya 3 gram dalam 4 ml dimethyl sulfoksida
d. Lidah buaya komersial adalah suatu produk obat kumur yang mempunyai kandungan ekstrak lidah buaya
e. Diameter zona hambat adalah diameter zona dimana bakteri tidak tumbuh ditandai dengan zona bening yang diukur dengan kaliper dengan satuan millimeter
Diameter zona hambat=
2
Øvertical+Ø horizontal
= Diameter vertikal = Diameter horizontal = Zona hambat
4.5. Bahan dan alat penelitian
Bahan penelitian yang dipakai adalah: 1. Lidah buaya tipe Aloe barbadensis Miller
2. Lidah buaya komersial (Aloclair) 60 ml 1 botol (PT. Kalbe farma, Tbk) 3. Larutan dimethyl sulfoksida (DMSO)
(39)
4. Etanol 2 liter 5. Aquadest 1 liter 6. Alkohol 70% 1 liter 7. Spiritus 1 liter 8. Gentian Violet 9. Lugol
10. Aseton alkohol 11. Fushin air
12. Media Blood Agar
13. Media Mannitol Salt Agar (MSA) 14. Media Nutrien Agar (NA)
15. Media Mueller Hinton Agar (MHA) 16. Larutan Nacl 0,85%
17. Biakkan Staphylococcus aureus.
Alat penelitian yang dipakai adalah: 1. Disk kosong. (Gambar 8)
2. Freeze dryer (Edward, USA)1 set
3. Inkubator (Fisher scientific isotemp incubator model 630-D) 1 set 4. Oven (Gallenkamp, Jerman)
5. Kaliper geser (Triceband, China) 6. Pipet volume(Pyrex, Japan) 7. Ose 2 buah dan kapas lidi 1 bks
(40)
9. Pinset (Smic, Japan) 1 set 10.Cawan petri 7 buah 11.Gelas ukur (pyrex, Japan) 12.Tabung reaksi (pyrex, Japan) 13.Botol kaca
14.Pipet mikro
15.Pipetman Started Kit (Gilson, USA) 16.Rak tabung reaksi 1 buah
17.Beaker glass (pyrex, Japan) 18.Hotplate( Fisions, UK) 19.Timbangan analitik (Ohaus) 20.Blender (National, Japan)
21.Inkubator (Memmert, West Germany) 22.Kertas saring
23.Aluminium foil
24.Object Glass( Sail Brand, China) 25.Lampu spiritus
26.Mikroskop
(41)
Gambar 8. Blank disc
Gambar 9. Autoklaf
(42)
4.6 Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian ini adalah :
a. Laboratorium Biologi Oral FKG USU b. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU c. Laboratorium penelitian FMIPA USU Waktu penelitian adalah: 4 bulan
4.7 Prosedur pengambilan dan pengumpulan data
Tahap- tahap pengambilan dan pengumpulan data adalahsebagai berikut:
1. Pengambilan spesimen
Berikut ini prosedur pengambilan spesimen:
a. Spesimen diambil dari permukaan dalam mukosa palatinal dengan menggunakan cotton bud steril segera setelah gigitiruan dilepaskan
b. Pemeriksaan spesimen secara langsung dapat dilakukan dengan pewarnaan gram untuk melihat morfologi secara mikroskopis dari Staphylococcus sp, bentuk kokus dan susunan seperti buah anggur, gram positif
c. Spesimen yang diambil ditanam ke dalam Blood Agar (BA) untuk melihat pertumbuhan morfologi Staphylococcus aureus. Kemudian dikultur kedalam inkubator dengan temperatur 37 0C selama 24 jam
d. Koloni yang tumbuh di Blood Agar diamati dan diidentifikasi sebagai Staphylococcus aureus, jika koloni terlihat opak, besar dengan pigmen kuning. Koloni yang tumbuh ditanam kembali kemedia MSA untuk memastikan Staphylococcus aureus, kemudian dikultur pada inkubator dengan temperatur 37 0C. Koloni yang tumbuh diidentifikasi
(43)
sebagai Staphylococcus aureus bila terbentuk koloni kuning keemasan, warna media berubah dari merah jambu menjadi kuning.
e. Tehnik pewarnaan gram 1.Fiksasi bakteri
2.Teteskan dengan gentian violet selama 30 detik 3.Cuci dengan air kran
4.Teteskan dengan lugol selama 30 dtk 5.Cuci dengan air kran
6.Teteskan dengan alkohol 96% 10-30 detik 7.Cuci dengan air kran
8.Tetesi dengan safranin atau Fushin air selama 30 dtk
9.Cuci dengan air kran, keringkan dan lihat dibawah mikroskop
2. Pembuatan media
Untuk mendapatkan 10 petri, nutrient agar sebanyak 2 gr dilarutkan dalam 100 ml aquadest lalu dipanaskan di atas hotplate sambil diaduk hingga mendidih. Kemudian media yang telah dimasak, dituang kedalam 10 tabung reaksi dan disterilkan dalam autoklaf selama15 menit dengan tekanan udara 2 atm suhu 121 0C. Setelah disterilkan media disimpan dalam kulkas. Jika akan dipergunakan kembali, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituangkan kedalam masing- masing petri dan dibiarkan hingga dingin. Pembuatan media MHA juga sama dengan media NA tetapi MHA yang digunakan sebanyak 3,8 gr.
(44)
3. Pembuatan ekstrak lidah buaya
Tahap- tahap pembuatan ekstrak lidah buaya adalah sebagai berikut:
1. Daun lidah buaya dicuci bersih dengan air kran dan dikeringkan lalu ditimbang sebanyak 2 kg
2. Daun lidah buaya diiris tipis lalu keringkan dengan menggunakan freeze dryer lebih kurang 3 hari (Gambar 10)
3. Kemudian lidah buaya tersebut diblender dengan etanol sebanyak 500 mL lalu dimaserasi selama 72 jam dengan etanol hingga total volume termasuk yang dipakai sewaktu pemblenderan 2 L selama 72 jam sambil sesekali diaduk. (Gambar 11)
4. Lidah buaya yang telah dimaserasi disaring dengan kertas saring steril dan dikeringkan dengan rotavapor 500C maka diperoleh ekstrak lidah buaya sebanyak 15 gram. (Gambar 12)
5. Untuk penggunaan konsentrasi ekstrak lidah buaya 25 %, 50 % dan 75%, ambil masing- masing ekstrak lidah buaya 1 gr, 2 gr, dan 3 gr kemudian larutkan dalam 4 ml larutan dimethyl sulfoksida (DMSO)
(45)
Gambar 10. Pengeringan Lidah buaya Gambar 11. Maserasi Lidah Buaya dengan Freeze Dryer
Gambar 12. Ekstrak Lidah Buaya
Ekstrak Lidah buaya
(46)
4. Uji efektivitas anti bakteri
Adapun urutan pengujian efek anti bakteri adalah sebagai berikut:
a) Penetesan bahan coba pada cakram kosong
Cakram kosong diambil dengan pinset dan diletakkan pada piring petri steril. Diperlukan 7 buah cakram kosong untuk masing-masing bahan coba. Sebanyak 10 µLmikroliter bahan coba diteteskan pada cakram kosong sesuai kelompok dengan menggunakan pipet mikro. Setelah ditetesi, dibiarkan selama 60 menit.
Gambar 13. Bahan Coba (Ekstrak Lidah Buaya 25%, 50%, 75% dan Lidah Buaya Komersial)
b) Persiapan suspensi bakteri
Biakan bakteri diambil sebanyak 1-2 ose dan disuspensikan kedalam larutan NaCL 0,85% sampai diperoleh kekeruhan yang sesuai dengan standar Mac Farland atau
Lidah buaya komersial
(47)
sebanding dengan jumlah bakteri 1,5x108 CFU/mL. Suspensi bakteri diusapkan secara merata dengan kapas lidi steril pada media MHA pada 7 cawan petri. Setelah diusap, didiamkan selama 30 menit.
c) Peletakan cakram yang telah ditetesi bahan coba pada media MHA dan pengukuran zona hambat
Empat cakram yang berisi bahan coba diletakkan pada petri yang telah terdapat bakteri. Setelah itu, media dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 370C dan diamati setelah 24 jam ukur zona hambat dengan kaliper geser.
4.8 Analisis data
Data dari setiap perlakuan dianalisis secara statistik dengan tingkat kemaknaan (α=0,05), dengan memakai uji statistik sebagai berikut:
1. Uji analisa varians satu arah, untuk melihat perbedaan efek anti bakteri semua kelompok perlakuan
2. Uji high Significant Difference, untuk melihat perbedaan efek anti bakteri antar kelompok
(48)
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap semua bahan coba yaitu kelompok 1 (ekstrak lidah buaya 25%), kelompok 2 (ekstrak lidah buaya 50%), kelompok 3 (ekstrak lidah buaya 75%) dan kelompok 4 (lidah buaya komersil atau kelompok kontrol) dapat dilihat zona bening di sekitar cakram. Zona bening merupakan zona dimana koloni Staphylococcus aureus dihambat pertumbuhannya oleh bahan coba.
Gambar 14. Hasil percobaan kelompok 1, 2, 3 dan 4
Pada gambar 14 diatas terlihat bahwa zona hambat ditemukan pada semua bahan coba yaitu kelompok 1 (ekstrak lidah buaya 25%), kelompok 2 (ekstrak lidah buaya 50%), kelompok 3 (ekstrak lidah buaya 75%) dan kelompok 4 (lidah buaya komersial atau kelompok kontrol).
(49)
Tabel 3. RATA- RATA DIAMETER ZONA HAMBAT EKSTRAK LIDAH BUAYA 25%, 50%, 75% DAN LIDAH BUAYA KOMERSIAL TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS SETELAH 24 JAM (DALAM MM)
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa rata- rata diameter zona hambat ekstrak lidah buaya 25% adalah 10,37 mm dengan standard deviasi 0,76, ekstrak lidah buaya 50% adalah 13,7 mm dengan standard deviasi 1,244, ekstrak lidah buaya 75% adalah 17,69 dengan standard deviasi 1,287 dan lidah buaya komersil adalah 16,27 dengan standard deviasi 1,648. Kelompok 1 (ekstrak lidah buaya 25%) merupakan kelompok yang mempunyai zona hambat yang paling kecil sedangkan kelompok 3 (ekstrak lidah buaya 75%) merupakan kelompok yang mempunyai zona hambat yang paling besar diantara kelompok bahan coba. Ekstrak lidah buaya 75% mempunyai zona hambat lebih besar dari pada lidah buaya komersial sedangkan lidah buaya komersial mempunyai zona hambat lebih besar dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya 25% dan 50%.
No Kelompok _
X ± SD
1 Kel 1(ekstrak 25%) 10,37 ± 0,76
2 Kel 2 (ekstrak 50%) 13,7 ± 1.244
3 Kel 3 (ekstrak 75%) 17,69 ± 1,287
(50)
Diagram 1. DIAGRAM HASIL DIAMETER ZONA HAMBAT EKSTRAK LIDAH BUAYA 25%, 50%, 75% DAN LIDAH BUAYA KOMERSIAL
Diagram 1 diatas menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya 75% mempunyai zona hambat yang paling besar dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya 25%, 50%, dan lidah buaya komersial, namun pada ulangan ke-7 didapatkan bahwa lidah buaya komersial mempunyai zona hambat yang paling besar. Pada diagram di atas juga dapat dilihat bahwa ekstrak lidah buaya 75% mempunyai rata-rata zona hambat paling besar dibandingkan dengan kelompok lain.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 U la n g a n 1 U la n g a n 2 U la n g a n 3 U la n g a n 4 U la n g a n 5 U la n g a n 6 U la n g a n 7 R a ta -ra ta Ekstrak 25% Ekstrak 50% Ekstrak 75%
(51)
Tabel 4. TABEL PERBEDAAN RATA- RATA ZONA HAMBAT EKSTRAK LIDAH BUAYA DAN LIDAH BUAYA KOMERSIAL
Kelompok N _
X ± SD
P
Ekstrak lidah buaya 25% 7 10,37 ± 0,76 0.0001** Ekstrak lidah buaya 50% 7 13,7 ± 1.244 0.0001** Ekstrak lidah buaya 75% 7 17,69 ± 1,287 0.0001** Lidah buaya komersial 7 16,27 ± 1,648 0.0001** ** Terdapat perbedaan yang sangat bermakna pada p ≤ 0.05
Dari tabel 4 diketahui bahwa berdasarkan uji Anova diperoleh p ≤ 0.05 (Ho ditolak) yaitu 0,0001. Artinya terdapat perbedaan zona hambat yang sangat bermakna diantara kelompok 1 (ekstrak lidah buaya 25%), kelompok 2 (ekstrak lidah buaya 50%), kelompok 3 (ekstrak lidah buaya 75%) dan kelompok 4 (lidah buaya komersil). Untuk mengetahui rata- rata zona hambat yang berbeda, dapat dilihat pada uji komparasi ganda (LSD). (tabel 5)
Tabel 5. HASIL ANALISA UJI KOMPARASI GANDA ANTAR KONSENTRASI EKSTRAK LIDAH BUAYA (25%, 50%, DAN 75%)
Kelompok P
Ektrak lidah buaya 25%-Ekstrak lidah buaya 50% 0.0001** Ekstrak lidah buaya 25%-Ekstrak lidah buaya 75% 0.0001** Ekstrak lidah buaya 50%-Ekstrak lidah buaya 75% 0.0001** ** Terdapat perbedaan yang sangat bermakna pada p ≤ 0,05
(52)
Dari tabel 5 diperoleh perbedaan yang sangat bermakna antara ekstrak lidah buaya 25% dengan ekstrak lidah buaya 50%, ekstrak lidah buaya 25% dengan ekstrak lidah buaya 75%, dan ekstrak lidah buaya 50% dengan ekstrak lidah buaya 75%.
TABEL 6. HASIL ANALISA UJI KOMPARASI GANDA ANTARA KELOMPOK EKSTRAK LIDAH BUAYA DENGAN LIDAH BUAYA KOMERSIAL
Kelompok P
Ekstrak lidah buaya 25%- lidah buaya komersial 0.0001** Ekstrak lidah buaya 50%- lidah buaya komersial 0.001** Ekstrak lidah buaya 75%- Lidah buaya komersial 0.048* * Terdapat perbedaan bermakna pada p ≤ 0.05
** Terdapat perbedaan sangat bermakna pada p ≤ 0.05
Dari tabel uji komparasi ganda diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara ekstrak lidah buaya 25% dengan lidah buaya komersial dan ekstrak lidah buaya 50% dengan lidah buaya komersil. Terdapat perbedaan yang bermakna antara ekstrak lidah buaya 75% dengan lidah buaya komersial.
(53)
BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian tentang ekstrak lidah buaya terhadap Staphylococcus aureus adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak lidah buaya mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan melihat adanya zona hambat di sekeliling disc dan membandingkan ekstrak tersebut dengan lidah buaya komersial. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode agar diffusion test yaitu untuk melihat apakah ekstrak lidah buaya memiliki efek anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus.
Pada penelitian ini digunakan lidah buaya dalam bentuk sediaan ekstrak. Ekstrak lidah buaya yang digunakan adalah whole extract yaitu ekstrak daun lidah buaya secara utuh atau tanpa memisahkan setiap bagian daun. Hal ini dilakukan berdasarkan pernyataan di literatur yang menyatakan bahwa tidak hanya gel yang bersifat menyembuhkan, namun seluruh bagian daun bersifat menyembuhkan.10 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agarry., et al (2005) yang menggunakan ekstrak kulit daun lidah buaya dan ekstrak gel lidah buaya membuktikan bahwa baik ekstrak gel maupun ekstrak kulit daun memiliki efek anti bakteri.
Ekstraksi merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk memisahkan komponen atau senyawa dari tumbuhan. Dalam penelitian ini pengekstraksian dilakukan dengan pelarut etanol dan pengenceran ekstrak dilakukan dengan menggunakan larutan dimethyl sulfoksida (DMSO). Penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan senyawa- senyawa yang terdapat di dalam tanaman sehingga semua senyawa tersebut dapat ditarik keluar. Ada beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan pada
(54)
pemilihan cairan yaitu selektivitas, kemudahan bekerja, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan. Oleh karena pelarut etanol hampir dapat memenuhi syarat maka larutan ini diperbolehkan untuk digunakan. Alasan tidak menggunakan pelarut metanol yang lebih murah adalah karena metanol memiliki sifat toksik yang akut dan kronik. DMSO merupakan cairan tidak berwarna yang sering digunakan dalam pengenceran ekstrak. karena sifat fisis DMSO adanya twitzer ion yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar sehingga ekstrak merata pada cairan DMSO.
Konsentrasi ekstrak lidah buaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25%, 50% dan 75% kemudian dibandingkan dengan lidah buaya komersial dalam bentuk sediaan obat kumur. Hal ini didasarkan pada pra penelitian yang telah dilakukan. Pra penelitian diawali dengan menggunakan konsentrasi 25 mg/ ml (2,5%) karena didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Agarry., et al (2005) yang menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya sudah menunjukkan efektifitas anti bakterinya dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25 mg/ml (2,5%) sebesar 18 mm
oleh ekstrak gel lidah buaya dan 4 mm oleh ekstrak kulit daun lidah buaya, namun
hal ini berbeda dengan pra penelitian yang telah dilakukan. Pada pra penelitian yang didapatkan bahwa ekstrak lidah buaya (whole extract) 25 mg/ml (2,5%) tidak menunjukkan adanya daya hambat yang terjadi. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena metode yang digunakan pada penelitian Agarry adalah metode cork borer yaitu suatu metode melubangi media kemudian ekstrak sebanyak 0,1 ml dimasukkan kedalam lubang dengan diameter 10 mm pada media sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode
cakram yaitu ekstrak sebanyak 10 µL diteteskan pada cakram kosong dengan diameter 5
(55)
hambat yang terjadi. Ditambah lagi, tanaman lidah buaya yang digunakan berbeda asalnya, namun jenis tanaman lidah buaya yang digunakan adalah sama yaitu Aloe barbadensis Miller. Tanaman yang digunakan Agarry berasal dari Nigeria yang merupakan tempat yang baik untuk tanaman lidah buaya karena lidah buaya merupakan tanaman kaktus yang sangat cocok ditanam di daerah bersuhu tinggi sedangkan lidah buaya yang dipakai pada penelitian ini berasal dari tanaman peneliti sendiri di kota Medan. Keadaan tanah, suhu dan iklim sangat mempengaruhi tanaman lidah buaya sehingga efek anti bakterinya juga dapat berbeda. Pada penelitian ini ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun secara utuh (Whole extract) sedangkan penelitian Agarry., et al memisahkan antara bagian gel dan kulit daun lidah buaya. Pada pra penelitian juga didapatkan bahwa pada konsentrasi 8% zona bening sudah mulai terlihat, namun masih sangat kecil dan sebagian bakteri masih dapat tumbuh pada zona tersebut. Jika dibandingkan dengan penelitian Agarry dapat diketahui bahwa ekstrak lidah buaya yang secara utuh (whole extract) lebih baik karena kulit daun juga memiliki efek anti bakteri. Sebaliknya penelitian Agarry yang menggunakan ekstrak gel banyak mengandung komponen anti bakteri sehingga sifat anti bakteri lebih besar, tetapi tidak efektif untuk penggunaan kulit daun.
Berdasarkan hasil penelitian, rata- rata diameter zona hambat ekstrak lidah buaya 25% adalah 10,37 mm dengan standard deviasi 0,76, ekstrak lidah buaya 50% adalah 13,7 mm dengan standard deviasi 1,244, ekstrak lidah buaya 75% adalah 17,69 dengan standard deviasi 1,287 dan lidah buaya komersil adalah 16,27 dengan standard deviasi 1,648. Ekstrak lidah buaya 75% mempunyai zona hambat paling besar yang menunjukkan bahwa konsentrasi ini mempunyai efek anti bakteri paling besar
(56)
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini terjadi karena konsentrasi yang besar akan memperbesar luasnya zona hambat sehingga efektifitas anti bakteri akan semakin besar. Lidah buaya komersil mempunyai zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya 50% dan 25% yang menunjukkan bahwa lidah buaya komersil mempunyai efek anti bakteri yang lebih besar. Hal ini terjadi karena lidah buaya komersil mengandung bahan– bahan lain yang bersifat anti bakteri sehingga secara langsung mempengaruhi besar zona hambat, namun konsentrasi ekstrak lidah buaya yang terkandung di dalam lidah buaya komersil tidak diketahui.
Pada kenaikan konsentrasi bahan coba, zona hambat yang terbentuk juga makin besar. Hal ini membukt ikan bahwa peningkatan konsentrasi ini memiliki korelasi yang positif terhadap daya hambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Hal ini sejalan dengan pernyataan Boel T (2002) yang menyatakan bahwa daerah hambat yang dihasilkan akan semakin kecil dengan penurunan konsentrasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya anti bakteri akan semakin tinggi pada konsentrasi murni (100%). Menurut Wijayakusuma (1992) cit Boel T (2002), tanaman lidah buaya akan memberikan efek penyembuhan yang baik dengan mengoleskan getah segar lidah buaya yang berasal dari daunnya pada luka di kulit, sariawan dan lesi- lesi lainnya. Kandungan glikosida yang terkandung pada getah segar daun lidah buaya akan berdifusi secara langsung pada permukaan membran terluar jaringan seperti jaringan kulit dan mukosa sehingga terjadiya pemecahan sel- sel yang mengalami kerusakan dan akan segera merangsang pembentukan sel yang baru.
Lidah buaya terbukti memiliki efek anti bakteri karena lidah buaya mengandung senyawa- senyawa seperti saponin, glikosida dan acemannan yang dapat menghambat dan membunuh bakteri pada konsentrasi tertentu
(57)
Zona bening yang ditunjukkan ekstrak lidah buaya 25% dan 50% tidak setegas zona bening lidah buaya komersial. Namun ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi 75% mempunyai zona bening yang tegas sama seperti lidah buaya komersial. Ekstrak lidah buaya 75% mempunyai efektifitas anti bakteri yang lebih besar dibandingkan dengan lidah buaya komersial yang menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya 75% lebih baik dibandingkan dengan lidah buaya komersil.
(58)
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian efek anti bakteri ekstrak lidah buaya terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak lidah buaya 25%, 50%, dan 75% mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
2. Berdasarkan uji Anova, Ekstrak lidah buaya 25%, 50%, 75% dan lidah buaya komersial mempunyai perbedaan yang bermakna ( p≤ 0,05).
3. Ekstrak lidah buaya 25% mempunyai daya hambat yang paling kecil sedangkan ekstrak lidah buaya 75 % mempunyai daya hambat yang paling besar
4. Ekstrak lidah buaya 75% mempunyai daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan lidah buaya komersial.
5. Ekstrak lidah buaya 75% lebih baik efek anti bakterinya dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya 25%, 50% dan lidah buaya komersial.
6. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar zona hambat dan efektifitas anti bakteri makin besar.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari nilai MIC (Minimal Inhibitory Concentration) dan nilai MBC (Minimal Bactericidal Concentration) ekstrak lidah buaya terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
(59)
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek gel dan whole extract
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana sifat toksik ekstrak lidah buaya dengan melakukan uji toksisitas sehingga nantinya didapatkan konsentrasi aman yang dapat digunakan pada pengobatan denture stomatitis.
4. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek anti bakteri ekstrak lidah buaya terhadap bakteri lain pada rongga mulut.
(60)
DAFTAR PUSTAKA
1. Furnawanthi I. Khasiat dan manfaat lidah buaya si tanaman ajaib. Edisi 8. Jakarta selatan: PT. AgroMedia Pustaka, 2007: 1-29.
2. Anonimous. Aloe vera: history, science, and medical uses.
<
3. Berbeau J, Seguin J, Goulet JP, et al. Reassessing the presence of candida albicans in denture related stomatitis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2003; 95: 51-9.
4. Daniluk T, Fiedoruk K, Sciepuk M, et al. Aerobic bacteria in the oral cavity of patients with removable denture. Advances in medical Sciences 2006; 51: 86-90.
5. Anonimous. Staphylococcus aureus Citizendium. Org/wiki/ Staphylococcus_aureus>. (1 oktober 2008).
6. Dental School University of Milan. Denture related stomatitis. 2005.
7. Monroy TB, Maldonado VM, Martinez F F, Barrios BA, Quindoos G, Vargas LOS. Candida albicans, staphylococcus aureus and streptococcus mutans colonization in patients wearing dental prostheis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2005; 10:27-39. 8. Webb BC, Thomas CJ, Willcox MDP, Harty DWS, Knox KW. Candida associated
denture stomatitis. Aetiology and management: A review Part 3. Treatment of oral candidosis. Australia Dental Journal 1998; 43-4.
9. Agarry O O, Olaleye MT, Bello- Michael. Comparative antimicrobial activities of aloe vera gel and leaf. African journal of Biotechnology 2005; 4(12): 1413-4.
(61)
10.Rostita. Sehat, cantik dan penuh vitalitas berkat lidah buaya. Edisi 1. Bandung: Qanita PT Mizan pustaka, 2008: 17-37.
11.Ensymm. Technology transfer and project management network for aloe vera as semi finish products like gel, powder, and finish products like aloe vera drink or fizzy tablet. <http://www.ensymm.com/pdf/ensymmProjectstudyAloeVeraproduction.pdf>. (27 oktober 2008).
12.Bajwa R, Shafique S, Shafique S. Appraisal of antifungal activity of aloe vera. Mycopath 2007; 5(1): 5-9.
13.Hamman J H. Composition and application of aloe vera leaf gel. Molecules 2008; 13: 1599-616.
14.Boel T. Daya anti bakteri pada beberapa konsentrasi dan kadar hambat tumbuh minimal dari aloe vera. Dentika Dent J 2002; 7(1): 58-66.
15.Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K.The biological action of saponins in animal system. British Journal of Nutrition 2002; 88: 587-605.
16.Choi S, Chung MH.A Review on the relationship between Aloe vera components and their biologic effects. Seminar in Integrative Medicine 2003; 1(1): 53-62.
17.Moore TE. Aloe vera: Its potential use in wound healing and disease control in oral condition.
18.Hayes SM. Lichen planus-report of succesful treatment with aloe vera. General dentistry, 1999: 268-72.
(62)
19.Sciubba JJ. Dentures stomatitis. 2005.
20.Jawet Z, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Alih bahasa. Nugroho E, Maulany RF. Edisi 20. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1996: 211-7.
21.Anonimous. Aloclair mouthwash
22.Anonimous. About aloclair how does aloclair work?. 23.Hanafiah KA. Rancangan percobaan: Teori dan Aplikasi. Edisi 6. Jakarta: PT.
(63)
Lampiran 1. Alur penelitian 1. Alur pengambilan sampel
Dikultur pada media Blood Agar
Staphylococcus sp
Dikultur ke media MSA
Makroskopik
Koloni berwarna kuning keemasan Media berubah dari
warna merah jambu menjadi kuning keemasan
Pewarnaan Gram
Mikroskopis
Staphylococcus Gram positif Bentuk kokus Susunan seperti buah
anggur
Makroskopis di Blood
Agar
Opak
Koloni besar
Pigmen
kuning
Staphylococcus aureus
Spesimen diambil dari mukosa bagian palatal yang berkontak
(64)
MHA 3,8 Ditambah 100 ml aquades
Dipanaskan hingga mendidih
Disterilkan dengan autoklaf selama 15menit
Disimpan dalam kulkas
Jika akan digunakan, dipanaskan lagi hingga mendidih
Dituangkan kedalam petri
Ditambah 100 mlaquades NA 2 gram
Ekstrak 75%:3 gr ekstrak lidah buaya dilarutkan dalam 4 ml DMSO
1. Pembuatan media pertumbuhan
2. Pembuatan ekstrak lidah buaya 2 kg lidah buaya diiris tipis
Blender lidah buaya dengan 500 mL etanol
Maserasi selama 72 jam dengan etanol sampai 2 L
Keringkan dengan Rotavapor 500C
Diperoleh Ekstrak Lidah Buaya 15 gram
Ekstrak 25%:1 gr ekstrak lidah buaya dilarutkan dalam 4 ml DMSO
Keringkan dengan freeze dryer
Ekstrak 50%:2 gr ekstrak lidah buaya dilarutkan dalam 4 ml DMSO
(65)
3. Alur uji efektivitas antibakteri a. Penetesan cakram kosong
b. Penyiapan bakteri
c. Peletakan cakram pada media MHA
Biarkan selama 30 menit
Usapkan dengan OSE pada media MHA secara zig-zag dan rapat
Staphylococcus aureus diambil 1-2 ose steril
Ambil bahan coba 10 µL dengan pipet mikro
Teteskan pada cakram kosong
Biarkan selama 60 menit
Suspensikan pada larutan NaCl 0,85 % hingga kekeruhannya sama dengan standard Mac Farland 0,5
Disk yang telah ditetesi bahan coba ditanamkan pada media MHA
Media dimasukkan kedalam
inkubator dengan suhu 37 0C
Setelah 24 jam, diukur zona hambat yang terjadi disekeliling disk menggunakan kaliper geser
(66)
Lampiran 2
Diameter zona hambat ekstrak lidah buaya 25%, 50%, 75% dan lidah buaya komersial terhadap Staphylococcus aureus setelah 24 jam (dalam mm)
Ulangan
25% 50% 75% K
H V L H V L H V L H V L
1 10,3 10,3 10,3 12,2 12,5 12,35 20,1 19,3 19,7 18,05 18,05 18,05
2 11,3 12,15 11,725 14,25 14,45 14,35 19,1 19,1 19,1 16,2 16,2 16,2
3 11,35 10,1 10,725 15,2 15,2 15,2 17,5 16,15 16,825 15,5 14,15 14,825
4 10,5 10,5 10,5 13,1 12,45 12,775 17,3 17,35 17,325 15,35 17,5 16,425
5 10,05 10,05 10,05 12,1 12,45 12,275 16,05 16,05 16,05 14,1 13,35 13,725
6 9,2 9,2 9,2 15,05 15,05 15,05 17,25 18,25 17,75 17,05 15,5 16,275
(67)
Lampiran 3. Hasil Uji statistik Ekstrak Lidah Buaya 25%, 50%, 75% dan Lidah Buaya Komersial Oneway ANOVA ZONAHAMB Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 216.959 3 72.320 44.424 .000
Within Groups 39.071 24 1.628
Total 256.029 27
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: ZONAHAMB
LSD (I) KELOMPOK (J) KELOMPOK Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -3.3429(*) .68200 .000 -4.7504 -1.9353
3.00 -7.3214(*) .68200 .000 -8.7290 -5.9138
4.00 -5.9000(*) .68200 .000 -7.3076 -4.4924
2.00 1.00 3.3429(*) .68200 .000 1.9353 4.7504
3.00 -3.9786(*) .68200 .000 -5.3862 -2.5710
4.00 -2.5571(*) .68200 .001 -3.9647 -1.1496
3.00 1.00 7.3214(*) .68200 .000 5.9138 8.7290
2.00 3.9786(*) .68200 .000 2.5710 5.3862
4.00 1.4214(*) .68200 .048 .0138 2.8290
4.00 1.00 5.9000(*) .68200 .000 4.4924 7.3076
2.00 2.5571(*) .68200 .001 1.1496 3.9647
3.00 -1.4214(*) .68200 .048 -2.8290 -.0138
(68)
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
ZONAHAMB * KELOMPOK
28 96.6% 1 3.4% 29 100.0%
Report ZONAHAMB
KELOMPOK Mean N Std. Deviation
1.00 10.3714 7 .76682
2.00 13.7143 7 1.24448
3.00 17.6929 7 1.28782
4.00 16.2714 7 1.64820
(1)
Lampiran 1. Alur penelitian
1. Alur pengambilan sampel
Dikultur pada media Blood Agar
Staphylococcus sp
Dikultur ke media MSA
Makroskopik
Koloni berwarna
kuning keemasan
Media berubah dari
warna merah jambu
menjadi kuning
keemasan
Pewarnaan Gram
Mikroskopis
Staphylococcus
Gram positif
Bentuk kokus
Susunan seperti buah
anggur
Makroskopis di Blood
Agar
Opak
Koloni besar
Pigmen
kuning
Staphylococcus aureus
Spesimen diambil dari mukosa
bagian palatal yang berkontak
dengan gigtiruan
(2)
MHA 3,8
Ditambah 100 ml aquades
Dipanaskan hingga mendidih
Disterilkan dengan autoklaf selama 15
menit
Disimpan dalam kulkas
Jika akan digunakan, dipanaskan lagi hingga
mendidih
Dituangkan kedalam petri
Ditambah 100 ml
aquades
NA 2 gram
Ekstrak 75%:3 gr ekstrak lidah
1.
Pembuatan media pertumbuhan
2.
Pembuatan ekstrak lidah buaya
2 kg lidah buaya diiris tipis
Blender lidah buaya dengan
500 mL etanol
Maserasi selama 72 jam dengan
etanol sampai 2 L
Keringkan dengan Rotavapor
50
0C
Diperoleh Ekstrak Lidah Buaya
15 gram
Ekstrak 25%:1 gr ekstrak lidah
buaya dilarutkan dalam 4 ml
DMSO
Keringkan dengan freeze dryer
Ekstrak 50%:2 gr ekstrak lidah
buaya dilarutkan dalam 4 ml
DMSO
(3)
3. Alur uji efektivitas antibakteri
a. Penetesan cakram kosong
b. Penyiapan bakteri
c.
Peletakan cakram pada media MHA
Biarkan selama 30 menit
Usapkan dengan OSE pada media MHA
secara zig-zag dan rapat
Staphylococcus aureus diambil 1-2 ose steril
Ambil bahan coba 10 µL
dengan pipet mikro
Teteskan pada cakram
kosong
Biarkan selama 60 menit
Suspensikan pada larutan NaCl 0,85 % hingga kekeruhannya sama
dengan standard Mac Farland 0,5
Disk yang telah ditetesi bahan coba
ditanamkan pada media MHA
Media dimasukkan kedalam
inkubator dengan suhu 37
0C
Setelah 24 jam, diukur zona hambat yang
terjadi disekeliling disk menggunakan
kaliper geser
(4)
Lampiran 2
Diameter zona hambat ekstrak lidah buaya 25%, 50%, 75% dan lidah buaya komersial
terhadap Staphylococcus aureus setelah 24 jam (dalam mm)
Ulangan
25%
50%
75%
K
H
V
L
H
V
L
H
V
L
H
V
L
1
10,3 10,3 10,3 12,2 12,5 12,35 20,1 19,3 19,7 18,05 18,05 18,052
11,3 12,15 11,725 14,25 14,45 14,35 19,1 19,1 19,1 16,2 16,2 16,23
11,35 10,1 10,725 15,2 15,2 15,2 17,5 16,15 16,825 15,5 14,15 14,8254
10,5 10,5 10,5 13,1 12,45 12,775 17,3 17,35 17,325 15,35 17,5 16,4255
10,05 10,05 10,05 12,1 12,45 12,275 16,05 16,05 16,05 14,1 13,35 13,7256
9,2 9,2 9,2 15,05 15,05 15,05 17,25 18,25 17,75 17,05 15,5 16,275(5)
Lampiran 3. Hasil Uji statistik Ekstrak Lidah Buaya 25%, 50%, 75% dan Lidah Buaya
Komersial
Oneway
ANOVA
ZONAHAMB
Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 216.959 3 72.320 44.424 .000
Within Groups 39.071 24 1.628
Total 256.029 27
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ZONAHAMB LSD
(I)
KELOMPOK (J)
KELOMPOK
Mean
Difference (I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -3.3429(*) .68200 .000 -4.7504 -1.9353
3.00 -7.3214(*) .68200 .000 -8.7290 -5.9138
4.00 -5.9000(*) .68200 .000 -7.3076 -4.4924
2.00 1.00 3.3429(*) .68200 .000 1.9353 4.7504
3.00 -3.9786(*) .68200 .000 -5.3862 -2.5710
4.00 -2.5571(*) .68200 .001 -3.9647 -1.1496
3.00 1.00 7.3214(*) .68200 .000 5.9138 8.7290
2.00 3.9786(*) .68200 .000 2.5710 5.3862
4.00 1.4214(*) .68200 .048 .0138 2.8290
4.00 1.00 5.9000(*) .68200 .000 4.4924 7.3076
2.00 2.5571(*) .68200 .001 1.1496 3.9647
3.00 -1.4214(*) .68200 .048 -2.8290 -.0138
(6)
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
ZONAHAMB * KELOMPOK
28 96.6% 1 3.4% 29 100.0%
Report
ZONAHAMB
KELOMPOK Mean N Std. Deviation
1.00 10.3714 7 .76682
2.00 13.7143 7 1.24448
3.00 17.6929 7 1.28782
4.00 16.2714 7 1.64820