PENGARUH PERTANIAN LIDAH BUAYA TERHADAP

2016

Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg.
Belinda Ula Aulia, ST, MSc.

Disusun oleh
Titisari Haruming Tyas (3615100084)

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
SURABAYA
2016/2017

10/14/2016

PENGARUH PERTANIAN LIDAH BUAYA TERHADAP
PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI KOTA PONTIANAK
I.


PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara agraris yang dapat dibuktikan dengan banyaknya

penduduk yang bekerja dibidang pertanian. Pertanian adalah salah satu
Pengembangan Ekonomi Lokal yang dapat memberikan keuntungan bagi
masyarakat. Pengembangan Ekonomi Lokal muncul sebagai strategi baru dalam
pengembangan suatu wilayah. Dalam hal ini masyarakat dituntut untuk dapat
mandiri dalam mengembangkan daerahnya sebagai upaya untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat lokal.
Salah satu kota yang penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani
adalah kota Pontianak. Salah satu kecamatan di kota Pontianak adalah kecamatan
Pontianak Utara yang memiliki sentra budidaya lidah buaya (Aloe vera sp).
Budidaya lidah buaya adalah salah satu Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL)
yang dijalankan di kota Pontianak khususnya di kecamatan Pontianak Utara.
Pembahasan mengenai budidaya lidah buaya ini termuat dalam jurnal yang ditulis
oleh Dicky Kurniawan dengan judul “Alternatif Pengembangan Ekonomi Lokal di
Kota Pontianak Studi Kasus Pertanian Lidah Buaya”.
Pembahasan yang diuraikan dalam artikel terbagi menjadi lima bagian
utama. Pertama adalah pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang
pembangunan ekonomi lokal di kota Pontianak dan fokusan yang diambil yaitu

pengaruh budidaya lidah buaya. Kedua adalah pertanian pengembangan ekonomi
lokal yang ditinjau dengan teori-teori oleh para ahli. Ketiga adalah penjelasan
mengenai pendekatan komoditas unggulan. Keempat adalah analisis mengenai
peran pertanian lidah buaya bagi pengembangan ekonomi lokal. Bagian kelima
adalah kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Dengan demikian,
diketahui bahwa jurnal yang ditulis bertujuan untuk menganalisis peran pertanian
lidah buaya bagi pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Pontianak Utara.
Selain itu kajian mengenai teori, prinsip, praktek pengembangan ekonomi lokal,
tahap pengembangan ekonomi lokal, identifikasi pengembangan ekonomi lokal
dan strategi pengembangan ekonomi lokal menjadi hal wajib untuk dianalisis.
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

II.

SUMMARY
Kota Pontianak merupakan salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

PKN adalah simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju
kawasan internasional. Hingga saat ini kota Pontianak memiliki produksi

budidaya lidah buaya yang menjadi icon pertanian di daerah tersebut.
Produktifitas yang dihasilkan oleh budidaya lidah buaya cukup tinggi. Pada tahun
2001 produksi lidah budaya sebesar 7.726 ton dan meningkat menjadi 14.346 ton
di tahun 2005. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa selama kurun waktu
empat tahun produksi lidah buaya meningkat sebesar dua kali lipat. Sesuai dengan
peran kota Pontianak sebagai PKN, lidah buaya hasil budidaya di kecamatan
Pontianak Utara menjadi komoditas ekspor. Beberapa Negara tujuannya adalah
Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
PEL menekankan adanya perubahan mendasar pada stakeholder yang
terlibat dalam pembangunan. Stakeholder yang terlibat adalah pemerintah,
masyarakat, dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) / NonGovernment Organization (NGO), dan lain sebagainya. Menurut Helmsing
(2001), PEL adalah multi sektor, mengacu pada sektor publik, sektor privat, dan
masyarakat. Dengan kata lain, keberhasilan PEL sangat ditentukan oleh
kemampuan

memobilisasi

berbagai

komponen


lokal

tersebut.

Kedua,

pembangunan yang dilakukan didasarkan atas potensi (sumber daya) lokal yang
dimiliki. Pembangunan tidak akan seragam, karena tiap daerah berbeda potensi
dan kondisinya.
Pertanian menjadi salah satu sektor yang memiliki daya tahan tinggi dan
tidak terlalu sensitive terhadap perubahan ekonomi internasioanl. Selain itu,
pertanian juga memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Hal
ini terbukti dari peristiwa krisis ekonomi nasional pada tahun 1997-1998. Kotakota besar mengalami pertambahan penduduk miskin sebesar 80%, namun di
perdesaan hanya 20% (Argo,2005). Selain itu saat terjadi krisis sektor pertanian
menjadi penyelamat meskipun dengan laju pertumbuhan 0,26%.
Sektor pertanian terkait pengembangan ekonomi lokal di suatu wilayah
memiliki beberapa strategi menurut Menurut Todaro (2000) dan Sumodiningrat
(1999). Pertama, pertanian menyerap tenaga kerja wilayah jika kegiatan pertanian


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

berkembang secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Kedua, pertanian memenuhi
kebutuhan pangan lokal yang berpotensi sebagai komoditas ekspor, produk
pertanian juga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik. Ketiga, pertanian
memacu pertumbuhan investasi wilayah dengan cara perkembangan pertanian
yang pesat. Keempat, pertanian sebagai pemerata kesenjangan wilayah(regional
disparity). Pertanian bisa dijadikan sebagai alat pembangunan desa-desa tertinggal
mengingat hanya pertanian yang sesuai dengan kondisi (karakteristik) perdesaan.
Penulis menggunakan teknik sampling untuk mengetahui permasalah
kesejahteraan petani, belanja petani dan keterkaitan pertanian lidah buaya
terhadap industri pengolahannya. Teknik sampling yang digunakan adalah simple
random sampling yang artinya setiap unit populasi memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih menjadi responden. Dengan jumlah petani sebanyak 105
petani, jumlah sampel sebanyak 52 petani. Hasil ini didapat dengan menggunakan
perhitungan Slovin dengan derajat kepercayaan 10%. Pendekatan yang dilakukan
dalam menganalisis peran pertanian yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif.
Dari hasil analisis didapatkan hasil bahwa peran lidah buaya terhadap

pendapatan Kecamatan Pontianak Utara masih rendah. Data menunjukkan bahwa
kontribusi tertinggi lidah buaya terhadap pendapatan wilayah hanya 1,7 % pada
tahun 2004 (sepanjang tahun 2002 – 2006). Sedangkan pada tahun 2005-2007
hanya sebesar 0,2 % sepanjang tahun 2005 – 2007.
Analisis kesejahteraan menunjukkan bahwa pertanian lidah buaya
memberikan pendapatan sedikit lebih tinggi dari pendapatan per kapita Kota
Pontianak. Sebagian besar petani menilai pendapatan tersebut cukup untuk
memenuhi beberapa kebutuhan dasar, seperti: pangan, pendidikan, kesehatan,
transportasi, komunikasi, dan kredit motor setiap bulannya. Selain itu, sebagian
besar petani mengalami peningkatan pendapatan dibandingkan sebelum menjadi
petani lidah buaya. Dengan demikian, pertanian lidah buaya telah berperan untuk
memperbaiki kesjahteraan petani meskipun dalam nominal yang relatif kecil.
Pertanian lidah buaya mendorong berkembangnya industri pengolahan
lidah buaya yang saat ini setidaknya terdapat 15 unit di Kota Pontianak. Industri
ini telah menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan wilayah. Industri

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

pengolahan lidah buaya menyerap tenaga kerja dari lingkungan nya. Jika terdapat

banyak industri yang berlokasi di luar kecamatan, kebocoran wilayah akan
semakin besar (konsep PEL). Jumlah tenaga kerja industri lokal lebih besar
daripada tenaga kerja industri non lokal. Hal ini berarti keberadaan industri
pengolahan lidah buaya memberikan keuntungan bagi pengembangan ekonomi
lokal Kecamatan Pontianak Utara.
Namun, industri pengolahan lidah buaya masih berupa industri rumah
tangga (home industry) dan masih terbatas pada produk olahan bernilai tambah
rendah (minuman kemasan atau diekspor berupa lidah buaya mentah). Selain itu,
keterkaitan pertanian lidah buaya terhadap kegiatan penunjang (jasa keuangan dan
transportasi) masih sangat rendah. Terlepas dari kondisi diatas, pertanian lidah
buaya telah berperan dalam pengembangan ekonomi lokal Kecamatan Pontianak
Utara melalui efek pengganda yang diciptakannya.

III.

ANALISIS DAN RESPON
Jurnal yang ditulis oleh Dicky Kurniawan lebih mengkaji mengenai peran

pertanian lidah buaya bagi pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Pontianak
Utara, yang ditelusuri melalui kajian: peran makro (peran pertanian terhadap

pendapatan dan tenaga kerja wilayah) dan peran mikro (kesejahteraan dan pola
belanja petani). Dalam jurnal telah dijelaskan mengenai fakta-fakta yang
mendukung budidaya lidah buaya menjadi salah satu pengembangan ekonomi
lokal di kota Pontianak. Salah satu fakta yang diberikan yaitu mengenai peran
kota Pontianak sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan produksi lidah buaya
dari tahun 2001 hingga tahun 2005 yang meningkat dua kali lipat menjadi 14.346
ton.
Kesesuaian kajian jurnal dengan teori para ahli sudah cukup terlihat.
Terbukti dengan diberikannya kutipan teori para ahli seperti Blakeley, World
Bank Urban Development Unit, Coffey, dan lainnya yang disesuaikan dengan
hasil analisis dari pertanian lidah buaya. Salah satu contoh teori yang
dikemukakan oleh Blakeley (1989) yang berbunyi, “Local economic development
is not merely new rhetoric, but represents a fundamental shift in the actors as well
as activities associated with economic development. It is essentially a process by

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

which local government and/or community-based group manage their existing
resources and enter new partnership arrangements with the private sector, or

with each other, to create a new jobs and stimulate economic activity in a welldefined economic zone” (Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses di
mana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong,
merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan).
kutipan tersebut sesuai dengan adanya lowongan pekerjaan bagi masyarakat lokal.
Pertanian lidah buaya mendorong berkembangnya industri pengolahan lidah
buaya yang saat ini setidaknya terdapat 15 unit di Kota Pontianak. Industri ini
telah menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan wilayah.
Namun jika dilihat dari stakeholder yang ada, pengkajian pada jurnal tidak
menunjukkan peran pemerintah kota Pontianak dalam pengembangan ekonomi
lokal pada pertanian lidah buaya. Stakeholder yang terlihat dalam kajian jurnah
hanya pihak swasta yaitu 15 unit industri dan masyarakat. Tidak adanya
keterangan mengenai peran pemerintah Pontianak menjadikan kebingungan
apakah terdapat bantuan dari pemerintah atau tidak. Selain itu, jika suatu
pengembangan ekonomi lokal tidak memiliki stakeholder dari pemerintah maka
PEL yang dilakukan akan sulit untuk berkembang.
Prinsip yang biasa digunakan untuk menentukan komoditas unggulan
terkait PEL adalah aspek sosial ekonomi, teknis dan kelembagaan. Dilihat dari
tujuan pengkajian studi kasus pada jurnal tersebut sudah memenuhi beberapa
prinsip pengembangan ekonomi lokal. Dari prinsip ekonomi terbukti dengan hasil
analisis belanja petani menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas belanja

berlangsung di dalam lokal kecamatan, meskipun untuk belanja pakaian,
elektronik, dan kendaraan bermotor memiliki proporsi pembelian yang cukup
tinggi di luar kecamatan. Dengan demikian, belanja petani telah memberikan efek
positif bagi pengembangan ekonomi lokal Kecamatan Pontianak Utara.
Berbeda dengan aspek kemitraan yang membahas mengenai stakeholder
dalam PEL budidaya lidah buaya. Aspek ini memiliki kekurangan yaitu tidak
dibahasnya salah satu stakeholder penting yaitu pemerintah kota Pontianak dalam
jurnal. Hal ini dapat mengurangi makna dari PEL itu sendiri karena stakeholder
yang tidak terpenuhi.

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

Namun berbeda dengan prinsip kelembagaan dari analisis budidaya lidah
buaya. Prinsip ini sama sekali tidak dibahas di dalam jurnal. Penulis jurnal tidak
menjelaskan mengenai ada tidaknya keberadaan fasilitas dialog diantara
stakeholder untuk menghasilkan suatu ide dan inisiatif. Jika terdapat pembahasan
mengenai prinsip kelembagaan maka akan diketahui apa saja kebutuhan dari
kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung.
Praktek pengembangan eknomi lokal dalam jurnal tidak dijelaskan melalui

tahapan-tahapan. Tahapannya sendiri terdiri dari identifikasi prioritas dalam
menciptakan iklim usaha yang kondusif, memilih klaster, membentuk kemitraan
stakeholder, pengutan kemitraan, mempromosikan klaster dan replikasi klaster.
Padahal tahapan-tahapan ini penting untuk mengetahui perkembangan PEL di
suatu wilayah. Dengan adanya tahapan maka dapat mengetahui seberapa jauh PEL
tersebut berjalan.
Identifikasi pengembangan ekonomi pada jurnal ditekankan pada peran
pertanian lidah buaya bagi pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Pontianak
Utara. Peran pertanian lidah buaya terhadap pendapatan kecamatan Pontianak
Utara dapat dilihat dari tingkat produktivitas petani. Hal ini menjadi indicator
utama dalam menilai performa suatu sektor ekonomi di suatu wilayah. Hasil
analisis dalam jurnal terlihat bahwa perkembangan produksi lidah buaya sempat
mengalami penurunan pada tahun 2004. Hal tersebut terjadi karena turunnya
harga jual lidah buaya yang semula dapat dijual dengan harga 1.200/kg sekarang
hanya dapat dijuga dengan harga 800/kg. selain itu harga pupuk yang mahal
menjadi salah satu faktor penurunan produksi.

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

Ada empat kemungkinan bagi petani lidah buaya dalam menjual hasil
produksi, yakni: ke Perseroan Terbatas (PT.), PT. Niramas (cabang PT. Inaco), ke
pasar lokal, ke industri rumah tangga (home industry), dan ekspor ke luar negeri.
PT. Niramas merupakan industri besar yang mengolah lidah buaya mentah
menjadi minuman kemasan, 99 % produknya diekspor ke Jepang. Berdasarkan
survei diketahui bahwa hampir seluruh petani (dari 52 responden) menjual hasil
produksi mereka ke PT. Niramas dan kios pasar minggu yang ada di Kelurahan
Siantan Hulu (Kecamatan Pontianak Utara). Hanya sedikit petani yang menjual
hasil produksi ke home industry atau ekspor ke luar negeri. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa pertanian lidah buaya di Kecamatan Pontianak Utara hanya
melibatkan beberapa pelaku usaha dan pembeli (pasar) saja yang dikenal dengan
pasar oligopsoni.
Selain itu ada juga identifikasi terhadap tenaga kerja kecamatan Pontianak
Utara. Memiliki kesamaan dengan indentifikasi terhadap pendapatan kecamatan
Pontianak Utara, tenaga kerja di budidaya lidah buaya juga mengalami penurunan
sebesar 4,8% pada tahun 2005, 4,4% ditahun 2004 dan 4,1% ditahun 2007.
Sementara itu, rasio tenaga kerja pertanian lidah buaya terhadap tenaga kerja
wilayah jauh lebih kecil yakni 0,2 % sepanjang tahun 2005 – 2007. Hal ini dapat
diartikan bahwa peran pertanian lidah buaya terhadap ekonomi lokal masih terlalu
kecil dari sisi penyerapan tenaga kerja.

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

Identifikasi yang terakhir adalah mengenai kesejahteraan petani lidah
buaya. Indikator kesejahteraan yang digunakan mengacu pada versi Badan Pusat
Statistik (BPS). Indikator yang digunakan adalah pendapatan petani, kualitas jenis
lantai rumah, dan kepemilikan kendaraan bermotor. Tiap indikator dilihat
perubahannya dari sebelum menjadi petani lidah buaya sampai saat ini (sebagai
petani lidah buaya), sehingga dapat disimpulkan peran pertanian lidah buaya
dalam kesejahteraan petani. Diketahui beberapa data yang pertama mengenai
pendapatan per kapita kota Pontianak pada tahun 2007 sebesar Rp.1.074.000.
Sedangkan jika dibandingkan dengan pendapatan petani jauh lebih baik.
Besar belanja petani lidah buaya dihitung berdasarkan kebutuhan pangan,
pendidikan, kesehatan, kredit kendaraan bermotor, dan biaya transportasi dan
komunikasi setiap bulannya. Menurut jenis lantai dihasilkan data yaitu sebagian
besar petani memiliki kualitas jenis lantai papan. Kemudian menurut kepemilikan
kendaraan bermotor dihasilkan data peningkatan jumlah kendaraan motor selain
pendapatan adalah adanya fasilitas kredit. Belanja kebutuhan pangan petani
sebagian besar sebanyak Rp. 500.000,00 – Rp. 999.999,00. Untuk kebutuhan
sandang sebagian besar sebanyak Rp. 1.000.000,00 – Rp. 1.400.000,00.
Sedangkan untuk kebutuhan pendidikan sebagian besar Rp. 0,00. Dan untuk
kebutuhan komunikasi sebesar Rp. 50.000,00 – Rp. 99.000,00. Terakhir adalah
kebutuhan transportasi yang dilakukan dengan wawancara dan diketahui bahwa
69,23 % petani tidak memiliki keterkaitan terhadap adanya transportasi umum di
lokal kecamatan.

IV.

KESIMPULAN
Secara garis besar kajian yang dilakukan dalam jurnal untuk mengetahui

peran pertanian budidaya lidah buaya terhadap pembangunan ekonomi lokal di
kecamatan Pontianak Utara. Dengan adanya budidaya lidah buaya dapat
meningkatkan pendapatan petani, namun pada tahun 2005 terjadi penurunan
pendapatan karena harga pupuk yang mahal dan daya beli konsumen berkurang.
Hal ini menjadikan harga lidah buaya yang tadinya 1.200/kg menjadi 800/kg.

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal

Analisis kesejahteraan menunjukkan bahwa pertanian lidah buaya
memberikan pendapatan sedikit lebih tinggi dari pendapatan per kapita Kota
Pontianak. Serta belanja petani menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas
belanja berlangsung di dalam lokal kecamatan, meskipun untuk belanja pakaian,
elektronik, dan kendaraan bermotor memiliki proporsi pembelian yang cukup
tinggi di luar kecamatan. Dengan demikian, belanja petani telah memberikan
dampak baik bagi pertumbuhan ekonomi lokal di kecamatan Pontianak Utara.
Selain itu, keberadaan industri pengolahan lidah buaya memberikan keuntungan
bagi pengembangan ekonomi lokal Kecamatan Pontianak Utara.
Terdapat dua poin penting yang harus digarisbawahi dari pemahaman di
atas. Pertama, PEL menekankan adanya perubahan mendasar pada aktor-aktor
yang terlibat dalam pembangunan. Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal
yang menentukan pembangunan, tetapi juga harus melibatkan aktor lain seperti
masyarakat, dunia usaha, Lembaga Swadaya.

V.

DAFTAR PUSTAKA

digilib.unila.ac.id/11624/17/BAB%20II.pdf diunduh pada tanggal 13 Oktober
2016 pukul 07.00 WIB
Kurniawan, Dicky. 2010. Alternatif Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota
Pontianak Studi Kasus Pertanian Lidah Buaya. Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Vol. 21, No. 1, hlm. 19-36. Pontianak
Polnaya, Ghalib Agfa. 2015. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal untuk
Meningkatkan Daya Saing pada UKM Ekonomi Kreatif Batik Bakaran di
Pati, Jawa Tengah. Skripsi pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ITS
Pengembangan Ekonomi Lokal