INFLUENCE THE EFFECTIVENESS AND EFFICIENCY OF REGIONAL FINANCIAL MANAGEMENT AND INTERNAL CONTROL SYSTEM AGAINST THE RELIABILITY OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL REPORT

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang selama ini menganut sistem sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik yang lebih dikenal dengan sistem otonomi daerah. Perubahan ini ditandai dengan adanya Undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.

Dalam sistem otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Kewenangan yang dilimpahkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah diikuti juga dengan pengalokasian dana kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan konsep uang mengikuti fungsi-fungsi (money follow function) (UU No. 33/2004).

Selain kewenangan yang dimiliki, pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya dalam bentuk laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, Peraturan


(2)

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan Permendagri 21 tahun 2011 sebagai perubahan dari Permendagri nomor 13 Tahun 2006.

Laporan keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial yang dapat digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja. Laporan keuangan pokok yang harus disusun oleh pemerintah daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (Lamp II PP 71/2010).

Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Dalam penelitian Afrianti, 2011 disebutkan keandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Informasi yang memiliki kualitas andal adalah apabila informasi tersebut bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

Menurut Paragraf 38 PP 71 Tahun 2010 disebutkan informasi yang andal memenuhi karakteristik penyajian yang jujur, dapat diverifikasi (verifiability), dan netralitas. Penyajian yang jujur adalah informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan untuk disajikan. Dapat diverifikasi dimaksudkan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji dan apabila pengujian


(3)

dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. Netralitas dimaksudkan bahwa informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

Laporan keuangan pemerintah daerah yang andal tercermin dari opini. Semakin andal laporan keuangannya maka semakin baik opininya. Berdasarkan Peraturan BPKRI Nomor 1 Tahun 2007 terdapat empat tingkatan opini LKPD yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tanpa Menyatakan Pendapat (TMP).

Data Ikhtisar hasil pemeriksaan BPKRI Semester I Tahun 2012 menunjukkan perkembangan rata-rata opini BPKRI atas LKPD dari tahun 2006 – 2011 dengan rincian opini WTP sebesar 5%. Tabel berikut ini yang menggambarkan

perkembangan opini LKPD tahun 2006 – 2011.

Tabel 1.1. Perkembangan Opini LKPD Kabupaten/kota Se- Indonesia Tahun 2006 – 2011

LKPD OPINI JUMLAH

WTP % WDP % TW % TMP %

2006 3 1% 327 70% 28 6% 105 23% 463

2007 4 1% 283 60% 59 13% 123 26% 469 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 34 6% 341 66% 26 5% 119 23% 520 2011 67 16% 316 74% 5 1% 38 9% 426**)

Rata-rata 5% 67% 6.83% 21.17%

**) Jumlah opini yang diberikan sampai dengan Semester I Tahun 2012

Berdasarkan data tabel 1.1. diatas menunjukkan kondisi yang memprihatinkan karena selama kurun waktu 6 tahun perolehan opini WTP rata-rata hanya 5% saja


(4)

dari jumlah pemerintah kabupaten / kota se-Indonesia, sebaliknya yang

memperoleh Opini TW sebesar 6,83% dan opini TMP sebesar 21,17% jauh lebih banyak apabila dibandingkan opini WTP. Kondisi ini menunjukkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah belum memenuhi karakteristik kualitatif yaitu relevan dan andal. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat diantara berbagai tujuan

normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik (relevan dan keandalan) merupakan masalah pertimbangan profesional (Paragraf 59 PP 71 Tahun 2010).

Laporan keuangan keuangan yang andal sangat ditentukan oleh pengelolaan keuangan daerah yang baik. Pengelolaan keuangan daerah yang baik memiliki kriteria dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat (PP 58 Tahun 2005).

Menurut Mardiasmo (2004) pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pengelolaan penerimaan daerah dan pengelolaan pengeluaran daerah. Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.


(5)

Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 menyebabkan adanya perubahan manajemen keuangan daerah antara lain adalah perlunya dilakukan reformasi anggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran meliputi proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban anggaran. Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran ersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat (publik money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal. (Mardiasmo, 2004).

Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk keluaran tertentu (PP 58/2005).

Dalam penelitian Wahyuni, 2008 disebutkan bahwa efektifitas pemerintah daerah dirasakan masih terlalu lemah. Pengalaman masa lalu menunjukan bahwa pada umumnya unit kerja pemerintah daerah belum menjalankan fungsi dan perannya secara efisien. Pemborosan adalah fenomena umum yang terjadi di berbagai unit kerja Pemerintah Daerah. Kondisi seperti ini muncul karena pendekatan umum yang digunakan dalam penentuan besar alokasi dana untuk tiap kegiatan adalah pendekatan incrementalism, yang didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Bila


(6)

tingkat inflasi dan jumlah penduduk meningkat maka besar alokasi dana untuk tiap kegiatan yang sudah tertentu akan meningkat lebih besar dari alokasi semula.

Dilihat dari efektifitasnya, metode penentuan prioritas untuk tiap kegiatan pemerintahan di daerah masih belum baik. Pemerintah daerah umumnya belum melakukan identifikasi kegiatan untuk penyusunan prioritas tetapi lebih banyak menyesuaikan dengan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat, sehingga tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat akan cenderung terabaikan. Kondisi ini mengakibatkan layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara itu dana yang tersedia dalam APBD yang merupakan dana publik, habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, cenderung akan memperlemah peran

pemerintah daerah sebagai stimulator, dan fasilitator dalam proses pembangunan.

Penelitian yang terkait dengan efektifitas dan efisiensi dilakukan oleh Supratman (2001), yang meneliti tentang efisiensi dan efektivitas sistem pengelolaan

keuangan Di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan di Pemda DKI Jakarta tergolong efisien, sedangkan tingkat efektivitas dari pengelolaan keuangan pemerintah daerah berkisar antara 92 persen sampai dengan 135 persen.

Menurut Alie (2012) kendala dalam mencapai pengelolaan keuangan daerah yang efektif antara lain ; Pertama, kurangnya efektivitas dalam penyusunan APBD. Terdapat kesulitan penyusunan APBD secara tepat waktu yang disebabkan sulitnya mencapai kesepakatan pembahasan dengan DPRD. Selain itu, sering


(7)

terjadi hambatan teknis dalam proses penyusunan APBD, karena kompleksitas proses penganggaran berbasis kinerja. Kedua, kurangnya efektivitas pengeluaran APBD. APBD mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah. Efektivitas pengeluaran APBD akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas pelayanan publik, yang pada gilirannya akan menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Menjaga kesinambungan antara program dan kegiatan melalui pola APBD akan menjadi tantangan tersendiri bagi pencapaian efektivitas pengeluaran APBD. Ketiga, kurangnya akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan

keuangan 524 Pemda di seluruh Indonesia tahun 2010, hanya 6% yang

mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan pada tahun 2011 sebesar 16%.

Sistem pengendalian intern sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan laporan keuangan. Oleh sebab itu diperlukan penataan sistem pengendalian, pengawasan, monitoring dan pemeriksaan yang efektif dan efisien (UU No.1/2004).

Dalam penelitian Martani dan Zaelani (2011) disebutkan bahwa kecurangan dalam organisasi baik di sektor pemerintahan maupun di sektor swasta biasanya disebabkan oleh lemahnya pengendalian intern. Data KPMG Fraud Survey 2006 menemukan lemahnya pengendalian intern menjadi faktor utama penyebab terjadinya kecurangan sebesar 33% dari total kasus

kecurangan yang terjadi dan faktor kedua disebabkan oleh diabaikannya sistem pengendalian intern yang telah ada sebesar 24%. Hasil penelitian Coe dan Curtis


(8)

(1991) menemukan dari total 127 kasus kelemahan pengendalian intern di Carolina Utara AS sebagian besar (42%) terjadi di lembaga pemerintah. Kecurangan atau penyimpangan juga terjadi pada instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. BPKRI berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, melakukan pemeriksaan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Pemeriksaan laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan opini atas kewajaran informasi laporan keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern (Pasal 16 ayat 1 UU 15/2004). Sesuai dengan Peraturan BPKRI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) tim pemeriksa harus mengungkapkan kelemahan sistem pengendalian intern atas laporan keuangan ke dalam laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan.

Berdasarkan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan (IHP) BPKRI Semester I 2012 disebutkan bahwa LKPD yang memperoleh opini WTP dan WDP pada umumnya memiliki sistem pengendalian intern yang memadai akan tetapi masih perlu perbaikan. Namun LKPD yang memperoleh opini TMP dan TW sistem


(9)

pengendalian internnya belum memadai dan sangat perlu melakukan perbaikan dalam hal penilaian risiko, kegiatan pengendalian, dan pemantauan LKPD. Selain itu juga, laporan IHP BPKRI Semester I tahun 2012 menunjukkan hasil evaluasi atas 426 LKPD tahun anggaran 2011 terjadi 4.369 kasus kelemahan SPI yang meliputi kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebanyak 1,791 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja sebanyak 1.739 kasus, dan kelemahan struktur pengendalian intern sebanyak 839 kasus.

Tabel 1.2. Perkembangan Temuan Sistem Pengendalian Intern atas Pemeriksaan LKPD Tahun 2010- 2011

NO KELOMPOK KELEMAHAN

SPI

JUMLAH KASUS Kenaikan/ penurunan

(%) 2010 2011

1 Kelemahan Sistem Pengendalian

Akuntansi dan Pelaporan 805 1,791 122.48 2

Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

683 1,739 154.61

3 Kelemahan Struktur Pengendalian

Intern 308 839 172.40

JUMLAH 1,796 4,369 143.26

Sumber : IHP BPKRI, 2011 - 2012

Tabel 1.2. menunjukkan terjadinya kenaikan yang signifikan pada jumlah kasus kelemahan sistem pengendalian intern dalam LKPD tahun anggaran 2011 yaitu sebanyak 2.573 kasus atau 143,26% dari tahun 2010. Secara rinci kelemahan SPI pada tahun 2010-2011 yang dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :


(10)

1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan tahun anggaran 2011 sebanyak 1.791 kasus atau mengalami kenaikan 122,48% dari tahun 2010, dengan rincian antara lain : 1.005 kasus pencatatan tidak / belum dilakukan atau tidak akurat, 603 kasus proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, 13 kasus entitas terlambat menyampaikan laporan, 147 kasus sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, dan 23 kasus sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai.

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan APBD tahun anggaran 2011 sebanyak 1.739 kasus atau mengalami kenaikan sebesar 154.61% dari tahun 2010 yang terdiri dari 577 kasus perencanaan kegiatan tidak memadai ; 249 kasus mekanisme pemungutan, penyetoran pelaporan dan penggunaan penerimaan daerah dan hibah tidak sesuai ketentuan;494 kasus penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja; 97 kasus pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBD; 237 kasus penetapan / pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan; 80 kasus penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja; dan 5 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja lainnya, di antaranya pengelolaan dan pengamanan fisik aset yang tidak memadai.


(11)

3. Kelemahan struktur pengendalian intern pada tahun 2011 sebanyak 839 kasus atau mengalami kenaikan sebesar 172.40% dari tahun 2010, dengan rincian; 509 kasus entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur, 247 kasus SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati, 1 kasus entitas tidak memiliki satuan pengawas intern, 55 kasus satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal, 25 kasus tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai, dan 2 kasus kelemahan struktur pengendalian intern lainnya, di antaranya pembatasan ruang lingkup pemeriksaan pengelolaan kas daerah.

Berdasarkan uraian diatas, sistem pengendalian intern memiliki fungsi untuk memberikan keyakinan yang memadai agar tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam tujuan penyelenggaraan pemerintahan, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan. Untuk memperoleh predikat opini WTP sangat dipengaruhi oleh bagaimana sistem pengendalian intern dilaksanakan secara efektif dan efisien (Agindawati, 2012).

Fenomena penelitian ini adalah masih sedikitnya pemerintah kabupaten/kota yang memperoleh opini WTP. Dari tahun ke tahun memang terjadi kenaikan LKPD yang memperoleh opini WTP namun tidak signifikan sehingga pertumbuhan perolehan opini yang baik relatif sangat kecil. Kinerja keuangan yang diukur melalui efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah masih belum menjadi perhatian dan adanya peningkatan kelemahan sistem pengendalian intern dari tahun ke tahun.


(12)

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah serta sistem pengendalian intern pemerintah daerah terhadap keandalan laporan keuangan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Wahyuni (2008) dengan mengambil variabel independen yaitu efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah, serta variabel independen sistem pengendalian intern yang diproksikan dengan internal control weakness mengacu pada penelitian Martani dan Zaelani (2011) dengan perbedaan pada penelitian Martani dan Zaelani (2011) sistem

pengendalian intern sebagai variabel dependen, namun dalam penelitian ini dijadikan variabel independen. Sedangkan variabel dependennya adalah

keandalan laporan keuangan yang diproksikan dengan opini LKPD mengacu pada beberapa penelitian seperti penelitian Rosalin 2011, Sipatuhar dan Khairani, 2012. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pemerintah kabupaten / kota se-Indonesia. Pemerintah propinsi walaupun memiliki kesamaan struktur APBD dengan kabupaten/kota, namun tidak menjadi bagian dalam penelitian ini.

1.2 Perumasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah efektivitas pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah?

b. Apakah efisiensi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah?


(13)

c. Apakah sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris bahwa :

a. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah.

b. Efisiensi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah

c. Sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah

1.4 Manfaat Penelitian a. Implikasi Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya karena masih terbatasnya penelitian di sektor publik di Indonesia. b. Implikasi Praktis

1) Pihak Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan dan bahan pertimbangan dalam menyempurnakan pengelolaan keuangan daerah dalam meningkatkan akuntabilitas keuangan melalui


(14)

penyusunan laporan keuangan yang andal. 2) Pihak Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat (stake holders) untuk mengetahui akuntabilitas pemerintah daerah yang dapat dipergunakan sebagai alat pengawasan.


(15)

II. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Grand Theory

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (Jensen and Mackling, 1976). Pada model keagenan dirancang sebuah sistem yang melibatkan kedua belah pihak yaitu manajemen dan pemilik. Selanjutnya, manajemen dan pemilik melakukan kesepakatan (contract) kerja untuk mencapai manfaat (utility) yang diharapkan. Lambert (2001) menyatakan bahwa dalam kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas pemilik (principal), dan dapat memuaskan serta menjamin manajemen (agent) untuk menerima reward. Manfaat yang diterima oleh kedua pihak didasarkan pada kinerja perusahaan. Pada umumnya, kinerja perusahaan diukur dari profitabilitas (Penman, 2003). Besarnya profitabilitas, selanjutnya diinformasikan oleh manajemen kepada pihak pemilik melalui penyajian laporan keuangan.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agent, sehingga agent tidak selamanya mengikuti keinginan prinsipal. Hubungan keagenan tersebut juga terjadi di pemerintahan antara rakyat sebagai agen dan pemerintah sebagai prinsipal. Pemerintah dapat melakukan


(16)

kebijakan yang hanya mementingkan pemerintah dan penguasa dan mengorban kan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangi konflik maka diperlukan monitoring oleh prinsipal atas apa yang dilakukan oleh agen. Laporan keuangan adalah salah satu bentuk alat monitoring untuk mengurangi agency cost.

Menurut Lane (2000) teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal - agen. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Moe (1984) yang menjelaskan konsep ekonomika organisasi sektor publik dengan

menggunakan teori keagenan. Bergman & Lane (1990) menyatakan bahwa kerangka hubungan prinsipal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik. Pembuatan dan penerapan kebijakan publik berkaitan dengan masalah-masalah kontraktual, yakni informasi yang tidak simetris (asymmetric information), moral hazard, dan adverse selection.

Menurut Moe (1984), di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan dalam kesepakatan - kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri melalui proses anggaran: pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan. Hal yang sama dikemukakan juga oleh Gilardi (2001) dan Strom (2000), yang meneliti hubungan keagenan sebagai hubungan pendelegasian (chains of delegation), yakni pendelegasian dari masyarakat kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen kepada pemerintah, dari pemerintah sebagai satu kesatuan kepada seorang


(17)

menteri, dan dari pemerintah kepada birokrasi. Hubungan tersebut tidaklah selalu mencerminkan hirarki, tetapi dapat saja berupa hubungan pendelegasian, seperti yang dinyatakan oleh Andvig et al. (2001)

“Principal-agent models are sometimes constructed for situations where the P-A relationship is not established within a given hierarchy, but where A may be a head of one and P represents another that in some sense has a superior role. For example, a parliament is often considered as the principal of the public bureaucracy, and the voters the principal of the parliament, and so on.”

Menurut Abdullah (2004) pada pemerintahan peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik. Dalam peraturan tersebut dinyatakan semua kewajiban dan hak pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit merupakan manifestasi dari teori keagenan adalah:

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang di antaranya mengatur bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif. Eksekutif yang dipilih langsung oleh masyarakat dan diusulkan untuk diberhentikan oleh DPRD (UU 32/2004) merupakan bentuk pengimplementasian prinsip-prinsip hubungan keagenan di pemerintahan. Eksekutif akan membuat pertanggungjawaban kepada legislatif pada setiap tahun atas anggaran yang dilaksanakannya dan setiap lima tahun ketika masa jabatan kepala daerah berakhir.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 menjelaskan tentang penghasilan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahunn 2004, selanjutnya diubah dengan Peraturan


(18)

Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 mengatur mengenai kedudukan keuangan anggota legislatif.

4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 merupakan yang secara tegas mengatur bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan pemeriksaan keuangan publik (negara dan daerah) dilaksanakan oleh pemerintah.

2.1.2. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori Sinyal (Signalling Theory) dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan

Teori Sinyal (Signalling Theory) menjelaskan bahwa pemerintah sebagai pihak yang diberikan amanah dari rakyat berkeinginan menunjukkan signal kepada masyarakat. Pemerintah akan memberikan signal ke masyarakat dengan cara memberikan laporan keuangan yang berkualitas, peningkatan sistem pengendalian intern, pengungkapan yang lebih lengkap. Pemerintah daerah dapat juga

mengemas informasi prestasi dan kinerja keuangan dengan lebih lengkap untuk menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat (Puspita dan Martani, 2010).


(19)

Untuk mengurangi asimetri informasi antara politisi dan rakyat, laporan keuangan pemerintah daerah perlu diaudit oleh pihak yang independen. Menurut Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. BPKRI adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Laporan hasil pemeriksaan BPKRI dapat memuat opini, temuan, kesimpulan dan rekomendasi tergantung pada lingkup pemeriksaannya. Aspek yang menjadi perhatian dalam pemeriksaan antara lain kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, aspek kelemahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan, yang selanjutnya hasil pemeriksaan ini setelah disampaikan kepada lembaga perwakilan (Setyaningrum, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas, baik buruknya opini yang diberikan oleh auditor sangat dipengaruhi oleh implementasi sistem pengendalian intern pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan. Upaya pemerintah daerah untuk memperoleh opini yang baik melalui upaya menekan seminimal mungkin tingkat kelemahan sistem pengendalian intern sebagai bentuk manifestasi agency cost antara pemerintah dengan stake holders. (Abdullah, 2011).

Selain itu, dengan semakin andal laporan keuangan maka semakin baik opini yang diperoleh dan implementasi sistem pengendalian intern dalam pengelolaan

keuangan semakin baik merupakan bentuk sinyal (Teori Signaling) pemerintah daerah kepada stake holders bahwa pemerintah daerah telah melaksanakan


(20)

kewajiban sebagai pengemban amanat rakyat (Puspita dan Martani, 2010).

2.2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Pelaporan keuangan meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan penyampaian informasi keuangan. Laporan keuangan hanyalah salah satu media dalam penyampaian informasi keuangan tersebut. Laporan keuangan pada dasarnya adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang menyajikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Paragraf 9 Lampiran II PP 71 Tahun 2010 disebutkan laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana;

b) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana;


(21)

c) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

d) Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

e) Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

f) Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

g) Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:

a) Indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan

b) Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPRD.

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas dalam hal aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, pembiayaan; dan arus kas. Adapun laporan keuangan yang harus disusun oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah meliputi : Laporan Realisasi


(22)

2.3. Pemeriksaan Laporan Keuangan

Sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan

Pemeriksa Keuangan antara lain melakukan pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta badan lainnya termasuk BUMN.

Tujuan pemeriksaan atas LK dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Adapun kriteria pemberian opini menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 16 ayat (1), opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (a) kesesuaian dengan standar akuntansi

pemerintahan, (b) kecukupan pengungkapan ( adequate disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI). Pemeriksaan LK yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007. Berdasarkan SPKN,


(23)

disebutkan bahwa laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LK harus

mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian LK. Selanjutnya mengenai pelaporan tentang pengendalian intern, SPKN mengatur bahwa laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”.

Sasaran pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah meliputi pengujian atas:

a. Efektivitas desain dan implementasi sistem pengendalian intern termasuk pertimbangan hasil pemeriksaan sebelumnya;

b. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Penyajian saldo akun-akun dan transaksi-transaksi pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Arus Kas sesuai dengan SAP;

d. Penyajian saldo akun-akun dalam neraca

e. Pengungkapan informasi keuangan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Pengujian atas Laporan Keuangan bertujuan untuk menguji semua pernyataan manajemen (asersi manajemen) Pemerintah daerah dalam informasi keuangan, efektivitas pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi:


(24)

a. Keberadaan dan keterjadian

Bahwa seluruh aset dan kewajiban yang disajikan dalam Neraca dan seluruh transaksi penerimaan, belanja dan pembiayaan anggaran yang disajikan dalam LRA benar-benar ada dan terjadi selama periode tersebut serta telah didukung dengan bukti-bukti yang memadai.

b. Kelengkapan

Bahwa semua aset, kewajiban dan ekuitas dana yang dimiliki telah dicatat dalam Neraca dan seluruh transaksi penerimaan negara, belanja daerah dan pembiayaan telah dicatat dalam LRA.

c. Hak dan Kewajiban

Bahwa seluruh aset yang tercatat dalam Neraca benar-benar dimiliki atau hak dari pemerintah daerah dan utang yang tercatat merupakan kewajiban pemerintah daerah pada tanggal pelaporan.

d. Penilaian dan Alokasi

Bahwa seluruh aset, utang, penerimaan dan belanja daerah, serta pembiayaan telah disajikan dengan jumlah dan nilai semestinya, diklasifikasikan sesuai dengan standar/ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Penyajian dan Pengungkapan

Bahwa seluruh komponen laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan ketentuan dan telah diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.


(25)

Opini pemeriksaan keuangan berdasarkan pada Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni.

1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diberlakukan dalam SPKN, BPK dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas (WTP-DPP) karena keadaan tertentu sehingga mengharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam LHP sebagai modifikasi dari opini WTP.

2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

3. Opini Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP.

4. Opini Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan keuangan.


(26)

2.4. Keandalan Laporan Keuangan

Pada paragraf 32 Lampiran II PP 71 Tahun 2010 menjelaskan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu

diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah daerah dapat memenuhi kualitas yang

dikehendaki. Adapun karakteristik laporan keuangan meliputi relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.

Keandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa

informasi tersebut benar atau valid. Informasi yang memiliki kualitas andal adalah apabila informasi tersebut bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan (Afrianti, 2011).

Informasi dalam laporan keuangan harus bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap kenyataan secara jujur, serta dapat diverifikasi (paragraf 35 Lampiran II PP 71 Tahun 2010). Informasi akuntansi yang relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal harus memenuhi karakteristik:

a. Penyajiannya jujur, artinya bahwa laporan keuangan harus memuat informasi yang menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang


(27)

seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan;

b. Dapat diverifikasi (verifiability), artinya bahwa laporan keuangan harus memuat informasi yang dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya harus tetap menunjukkan simpulan yang tidak jauh berbeda;

c. Netralitas, artinya bahwa laporan keuangan harus memuat informasi yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan umum dan bias pada kebutuhan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang

menguntungkan pihak tertentu, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain.

penyusunan dan penyajian keuangan agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian

menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunaannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) (PP 71 tahun 2010)

Laporan keuangan pemerintah daerah yang andal tercermin dari perolehan opini yang baik dari auditor BPKRI. Empat kriteria opini dalam audit LKPD yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualiaan (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP).(Peraturan BPKRI Nomor 1 tahun 2007).


(28)

2.5. Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pengelolaan keuangan daerah meliputi; asas umum pengelolaan keuangan daerah, pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah, struktur APBD, penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD, penyusunan dan penetapan APBD, pelaksanaan dan perubahan APBD, penatausahaan keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD, pengelolaan kas umum daerah, pengelolaan piutang daerah, pengelolaan investasi daerah, pengelolaan barang milik daerah, pengelolaan dana cadangan, pengelolaan utang daerah, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah,

penyelesaian kerugian daerah, pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah, pengaturan pengelolaan keuangan daerah.

Prinsip pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan pasal 4 ayat 1 PP 58 Tahun 2005 dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan, asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

Menurut Jaya (1999) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Menurut Mamesah (1995) keuangan daerah adalah semua hak dan


(29)

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimilikiatau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Tujuan utama dari pengelolaan keuangan daerah dan organisasi Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat di daerah yang merupakan klient dari pemerintah daerah. Dalam hal ini, semua unit pemerintah yang ada secara pokok difungsikan untuk melayani dengan sebaik-baiknya masyarakat yang bersangkutan. Untuk dapat berfungsi sebagai public service maka persepsi aparatur pemerintah daerah tentang pelayanan terhadap masyarakat merupakan suatu kunci dalam memberikan kejelasan arah, semakin baik persepsi aparatur pemerintah akan semakin baik pula penyelenggaraan pemerintahan begitu juga sebaliknya.

Menurut Mardiasmo (2004) kinerja pengelolaan keuangan daerah dapat diukur melalui efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah, dengan penjelasan sebagai berikut :

2.5.1. Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.


(30)

Pengertian efektif dalam PP 58 Tahun 2005 merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Sama halnya dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 jo Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

Salah satu fungsi dari APBD berdasarkan Penjelasan Pasal 3 PP 58 Tahun 2005 sebagai fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

2.5.2. Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah.

Efisiensi dalam pengeluaran belanja pemerintah daerah didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika tidak mungkin lagi realokasi sumber daya yang dilakukan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, efisiensi pengeluaraan belanja pemerintah daerah diartikan ketika setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang paling optimal (Kurnia, 2006)

Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 jo Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 disebutkan efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi perangkat


(31)

pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu.

Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :

1. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan- keluaran (input-output)

2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.

3. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan

memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.

2.6. Sistem Pengendalian Intern (SPI)

Setiap kegiatan dalam organisasi bekerja dalam dua sistem. pertama adalah sistem operasi yang didesain untuk mencapai tujuan organisasi; dan kedua adalah sistem pengendalian yang melapisi bekerjanya sistem operasi. Pengendalian dapat berbentuk prosedur, peraturan dan instruksi yang didesain untuk memastikan bahwa tujuan sistem operasi akan dapat dicapai secara efektif dan efisien (Rahman, 2011). Alat bagi manajemen untuk pengendalian operasi adalah organisasi, kebijakan, prosedur, personalia, akuntansi, penganggaran, pelaporan, dan pemerikasaan intern yang oleh auditor digunakan sebagai alat untuk menilai kecukupan dan efektivitas pengendalian (Hiro 2007).


(32)

Pengertian pengendalian intern menurut The Committee of Sponsoring Organization (COSO) yang dikutip oleh Bodnar dan Hopwood (2001) dalam Gondodiyoto (2008) adalah sebagai berikut:

“Internal control is process by entity`s board of director, management and other personal designed to providereasonable assurance regarding achievement of objectives in the following categories: a. Realibility of financial reporting, b. Effectiveness and efficiency of operation, and c. Compliance with applicable laws and regulations”.

Pengendalian intern adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dimana pegawai dalam menyediakan secara layak sesuatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan operasional organisasi dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak (Rahman, 2011).

Adapun tujuan tujuan pengendalian intern adalah: 1. terciptanya keandalan laporan keuangan.

2. meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi organisasi.

3. mendorong dipatuhi undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.

The Committee of Sponsoring Organization juga memperkenalkan 5 (lima) komponen kebijakan dan prosedur yang dirancang dan diimplementasikan untuk memberikan jaminan bahwa tujuan pengendalian manajemen akan dapat dicapai. Kelima komponen pengendalian intern tersebut adalah:

1) lingkungan pengendalian (control environment)

2) penilaian risiko manajemen (management risk assessment)


(33)

4) aktivitas pengendalian (control activities) 5) pemantauan (monitoring)

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang merupakan adopsi dari COSO Internal Control

Frameworkdengan dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan dan karakteristik pemerintahan di Indonesia. SPIP ini bersifat integrated dan merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan oleh instansi pemerintah serta bersifat dinamis dan mengikuti seiring dengan perkembangan zaman.

Pada pasal 59 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa :

“Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern tersebut ditetapkan dengan peraturan pemerintah”.

Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah pasal 33 ayat (1) dikatakan bahwa :

“Untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan dan kinerja sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah ini, setiap entitas pelaporan dan akuntansi wajib menyelenggarakan sistem pengendalian intern sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan terkait”.

Definisi Sistem Pengendalian Intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah:

"Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan."


(34)

Pengendalian intern didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi, serta berperan penting dalam pencegahan dan pendeteksian penggelapan (fraud).

Dalam penelitian Agindawati (2012) sistem pengendalian intern diartikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui empat pilar yaitu: 1. efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan;

2. keandalan pelaporan keuangan; 3. pengamanan aset negara; dan

4. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan BPKRI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, kelemahan pengendalian intern tersebut diperoleh dengan melihat tingkat kesesuaian pengendalian intern terhadap standar audit yang telah ditetapkan. Kelemahan pengendalian intern antara lain :

1. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan a. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan b. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai c. Entitas terlambat menyampaikan laporan


(35)

d. Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat

e. Sistem informasi akuntasi dan pelaporan belum didukung sumber daya manusia yang memadai

2. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD Kelemahan Struktur Pengendalian Intern

a. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan daerah dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan

b. Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja

c. Perencanaan kegiatan tidak memadai

d. Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBN/APBD

e. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan

f. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja

3. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern

a. Entitas tidak memiliki Standar Operating Procedur formal

b. Standar Operating Procedur yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati

c. Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern

d. Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal


(36)

2.7. Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya

2.7.1. Keandalan Laporan Keuangan

Penelitian yang terkait dengan keandalan laporan keuangan antara lain Rosalin (2011) yang menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan dan timeliness pelaporan keuangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang andal dan tepat waktu dalam menilai akuntabilitas dan pengambilan keputusan berbagai pihak. Variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi, dan komitmen organisasi (sebagai variabel independen) terhadap keandalan pelaporan keuangan (sebagai variabel dependen) dan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi dan komitmen organisasi (sebagai variabel

independen) terhadap timeliness pelaporan keuangan (sebagai variabel dependen). Data dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan langsung kepada responden. Data yang berhasil dikumpulkan berasal dari 102 responden yang merupakan staf pelaporan keuangan BLU di Kota Semarang. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini adalah pada pengujian pertama didapatkan hasil bahwa pemanfaatan teknologi, pengendalian intern akuntansi, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan. Sedangkan kualitas sumber daya manusia tidak berpengaruh signifikan terhadap keandalan


(37)

pelaporan keuangan. Pada pengujian kedua didapatkan hasil bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap timeliness pelaporan keuangan. Sedangkan kualitas sumber daya manusia dan pengendalian intern akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap timeliness pelaporan keuangan.

Penelitian Ekasari (2012) bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah, khususnya pada Pemerintah daerah Kabupaten Kampar. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang andal dalam menilai akuntabilitas dan pengambilan keputusan berbagai pihak. Variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah antara lain kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan sistem pengendalian intern akuntansi (sebagai variabel independen) terhadap keandalan pelaporan keuangan (sebagai variable dependen).

Data dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan langsung kepada responden. Data yang berhasil dikumpulkan berasal dari 108 responden yang bekerja pada bagian keuangan/tata usaha pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kampar. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan regresi linier berganda yang menggunakan uji hipotesis parsial (ujit-t). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas sumber daya

manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah kabupaten kampar.


(38)

2.7.2. Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah

Penelitian yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah diteliti oleh Wahyuni (2008) hasil analisis menunjukkan bahwa, variabel efektivitas menurut kriteria kinerja keuangan di Kabupaten Karanganyar relatif sudah efektif, dan variabel efisiensi menurut kriteria kinerja keuangan di Kabupaten Karanganyar masih kurang efisien. Hasil pengolahan data menggunakan analisis eview menunjukkan bahwa (i) Variabel efektivitas

manajemen keuangan daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (ii) Variabel efisiensi manajemen keuangan daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (iii) Dummy berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari bukti – bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel efektivitas dan efisiensi manajemen keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karanganyar pada tahun penelitian ber pengaruh tidak signifikan secara statistik, peran masa krisis ekonomi dalam pengaruh variabel efektivitas dan efisiensi manajemen keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan secara statistik.

2.7.3. Sistem Pengendalian Intern

Penelitian yang terkait dengan sistem pengendalian intern pemerintah daerah dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011) yang membahas bagaimana pengaruh ukuran pemerintah daerah, tingkat pertumbuhan, porsi pendapatan asli daerah (PAD), jumlah kecamatan, dan jumlah penduduk terhadap kelemahan

pengendalian intern dalam pelaporan keuangan pemerintah daerah. Kelemahan pengendalian intern terdiri dari tiga kelompok besar yaitu kelemahan sistem


(39)

akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan APBD, dan kelemahan struktur pengendalian. Hasil dari uji regresi berganda terhadap 229 pemerintah daerah menunjukan bahwa ukuran pemerintah daerah dan jumlah penduduk memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kelemahan pengendalian intern. Tingkat pertumbuhan dan pendapatan asli daerah memiliki pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kelemahan pengendalian intern. Sedangkan jumlah kecamatan dari pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan

Penelitian Rahman (2011) bertujuan untuk mengetahui (1) sistem pengendalian intern pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya (2) kinerja pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya (3) pengaruh sistem pengendalian intern terhadap kinerja pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan sensus. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis koefisien korelasi dan analisis koefisien determinasi dengan bantuan software spss 16.0 for windows untuk mengolah data kuesioner. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) sistem pengendalian intern pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya baik; (2) kinerja pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya baik; (3) sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap kinerja

Penelitian Sipatuhar dan Khairani (2012) yang bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab terjadinya perubahan opini Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang dan menganalisis penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dari Kabupaten Empat Lawang dalam pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang


(40)

menyebabkan perubahan Opini Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang Tahun Anggaran 2008 dan 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas

Laporan Keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang yang disebabkan karena terdapat kelemahan/kesalahan material efektivitas sistem pengendalian intern, kepatuhan Pemerintah Kabupaten Empat Lawang terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan kesesuaian penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Penelitian Akbar (2013) bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal pemerintah pada Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta. Pentingnya sistem pengendalian internal pemerintah yang ideal sesuai PP 60 tahun 2008, harus bisa menyamakan, antara standar dengan penerapannya di instansi

pemerintah melalui lima tahapan, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan, bahwa penerapan sistem

pengendalian internal pemerintah yang diterapkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta telah efektif meskipun secara desain pada unsur penilaian risiko masih kurang memadai, namun mampu menjadi salah satu satgas pada MA-RI untuk meningkatkan opini BPK-MA-RI. Berikut ini tabel hasil penelitian


(41)

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variable Alat Uji Hasil

1 2 3 4 5

1 Rosalin (2011)

Independen :

kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi, dan komitmen organisasi Dependen : keandalan pelaporan keuangan Regresi Berganda

Pertama, Pemanfaatan teknologi, pengendalian intern akuntansi, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan, kualitas sumber daya manusia tidak berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan. Kedua,

pemanfaatan teknologi informasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap timeliness

pelaporan keuangan, kualitas sumber daya manusia dan pengendalian intern akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap timeliness pelaporan keuangan.

2 Ekasari (2012)

Independen :

kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan sistem pengendalian intern akuntansi Dependen : keandalan pelaporan keuangan Regresi Berganda

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap keandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah kabupaten kampar

3 Wahyuni (2008) Independen : efektivitas manajemen keuangan daerah, efisiensi manajemen keuangan daerah berpengaruh Dependen : pertumbuhan ekononomi Regresi Berganda Variabel efektivitas

manajemen keuangan daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Variabel efisiensi manajemen keuangan daerah berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi


(42)

No Peneliti Variable Alat Uji Hasil

1 2 3 4 5

4 Martani dan Zaelani (2011) Independen : ukuran pemerintah daerah, tingkat pertumbuhan, porsi pendapatan asli daerah (PAD), jumlah

kecamatan, dan jumlah penduduk

Dependen :

kelemahan pengendalian intern dalam pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Regresi Berganda

ukuran pemerintah daerah dan jumlah penduduk memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kelemahan pengendalian intern. Tingkat pertumbuhan dan pendapatan asli daerah memiliki pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kelemahan pengendalian intern.

Sedangkan jumlah kecamatan dari pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan. 5 Rahman

(2011)

Independen :

sistem pengendalian intern pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya.

Dependen :

kinerja pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya

Regresi Berganda

Sistem pengendalian intern pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya baik, kinerja pada Dinas Daerah Kota

Tasikmalaya baik, sistem pengendalian intern

berpengaruh terhadap kinerja

6 Sipatuhar dan Khairani (2012) Independen : faktor penyebab terjadinya perubahan opini Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas LKPD Empat Lawang dan SPI Kabupaten Empat Lawang.

Dependen :

Opini LKPD Empat Lawang

Regresi Berganda

Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan opini yang diberikan oleh BPKRI atas LKPD pada Kabupaten Empat Lawang yang disebabkan karena terdapat

kelemahan/kesalahan material efektivitas sistem

pengendalian intern, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan kesesuaian penyajian LKPD Kabupaten Empat Lawang dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. 7 Akbar

(2013)

Independen :

SPI pemerintah pada Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta : (lingkungan

pengendalian, penilaian risiko, kegiatan

pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan)

Dependen :

Efektifitas SPI

Analisis Kualitatif

Hasilnya menunjukkan, penerapan sistem pengendalian internal pemerintah yang diterapkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta telah efektif meskipun secara desain pada unsur penilaian risiko masih kurang memadai, namun mampu menjadi salah satu satgas pada MA-RI untuk meningkatkan opini BPK-RI.


(43)

2.8. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan menggunakan variabel keandalan laporan keuangan pemerintah daerah sebagai variabel dependen. Laporan keuangan yang andal adalah laporan keuangan yang memiliki kemampuan informasi untuk memberikan keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Konstruk nilai informasi yang andal dapat diukur dengan indikator kewajaran, kelengkapan unsur dan generalisasi laporan keuangan (Ekasari, 2012).

Untuk mencapai laporan keuangan yang andal, pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggung jawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benarbenar dapat dilaporkan dan

dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan keuangan daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga laporan keuangan yang disusun dapat memenuhi kriteria keandalan.


(44)

Kriteria laporan keuangan yang andal selain mencerminkan nilai-nilai efektivitas dan efisiensi juga diperlukan sekali implementasi sistem pengendalian intern. Penelitian dengan menggunakan variabel sistem pengendalian intern dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011), Rahman (2011), Sipatuhar dan Khairani (2012), Akbar (2013), yang menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern bagian yang sangat penting dalam organisasi.

Berdasarkan SPKN terdapat kelemahan sistem pengendalian intern Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada pemerintah kabupaten /kota di seluruh Indonesia menunjukkan ketidaksesuaian terhadap standar audit yang telah ditetapkan yang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan APBD dan kelemahan struktur pengendalian intern.

Hasil dari beberapa penelitian di atas menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan laporan keuangan . Keandalan laporan keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah, dan implementasi sistem pengendalian intern. Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan dengan dibatasi pada

efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah serta sistem pengendalian intern. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah diproksikan dengan rasio antara realisasi pendapatan daerah dengan target pendapatan daerah, efisiensi


(45)

Efektivitas

Pengelolaan

Keuangan

Efektivitas

Pengelolaan

Keuangan

dengan realisasi pendapa adalah total anggaran da realisasi anggaran pemer diaudit oleh BPKRI. Bel tertuang dalam laporan r dan 2011 yang telah diau dengan internal control w intern pemerintah daerah Sedangkan keandalan la sebagai variabel depend daerah serta sistem peng terhadap keandalan lapo diatas, maka model pene

as

an

Efisiensi

Pengelolaan

Keuangan

Keandalan Lap Keuangan

Keandalan

LKPD

tas

laan

an

Efisiensi

Pengelolaan

Keuangan

Sistem Penge Intern (IC patan daerah. Pendapatan daerah dalam penelitia dan raelisasi pendapatan yang tertuang dalam lapo erintah kabupaten/kota tahun 2010 dan 2011 yang elanja daerah adalah total realisasi belanja daerah n realisasi anggaran pemerintah kabupaten/kota ta

iaudit oleh BPKRI. Sistem pengendalian intern di l weaknes / kelemahan-kelemahan sistem pengen rah hasil audit laporan keuangan pemerintah daera laporan keuangan yang diproksikan dengan opini dennya. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan ke ngendalian intern pemerintah daerah diduga berpe poran keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan p

nelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian

Laporan gan ngendalian n (ICW) tian ini poran ng telah ah yang tahun 2010 diproksikan endalian rah. ini LKPD keuangan pengaruh penjelasan


(46)

2.9. Pengembangan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan telaah teoritis, hasil-hasil penelitian terdahulu serta kerangka pemikiran diatas, maka dikembangkan hipotesis sebagai berikut :

2.9.1. Pengaruh Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Keandalan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Efektivitas pengelolaan keuangan daerah yang diatur dengan peraturan

pemerintah nomor 58 tahun 2005 menjadi hal harus dilakukan diperhatikan oleh pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dalam dalam kerangka nation and state building. Adanya pengelolaan keuangan pemerintah yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan. Dalam upaya perwujudan pengelolaan keuangan pemerintah yang baik, terdapat pula tuntutan yang semakin aksentuatif untuk mengakomodasi, menginkorporasi, bahkan mengedepankan nilai-nilai good governance. Beberapa nilai yang relevan dan urgen untuk diperjuangkan adalah antara lain nilai-nilai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan dimaksud, disamping transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat

Efektifitas pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan apabila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Oleh karena itu efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Semakin baik efektivitas pengelolaan keuangan daerah maka semakin semakin andala


(47)

Laporan Keuangan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ha1 : Efektivitas pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah.

2.9.2. Pengaruh Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Keandalan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Pengelolaan keuangan yang dapat memenuhi kriteria efisiensi apabila efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan-keluaran (input-output), efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.

Efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu (Permendagri 21 tahun 2011).

Semakin baik efisiensi pengelolaan keuangan daerah maka semakin semakin baik pula laporan keuangan keuangan sehingga laporan keuangan tersebut andal dalam hal menyajikan data secara wajar. Sebaliknya jika efisiensi pengelolaan kurang


(48)

efisien akan berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan . Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ha2 : Efisiensi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah.

2.9.3. Pengaruh Sistem Pengendalian Laporan Keuangan Terhadap Keandalan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Laporan pertanggungjawaban menjadi salah satu kewajiban pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan yang diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan . Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 laporan keuangan daerah disusun untuk

menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusunan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LPKD) tersebut diatas harus berpedoman dan berdasarakan pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). (Chabib dan Heru, 2010)

Laporan keuangan pemerintah daerah harus mengikuti standar akuntansi

pemerintahan (PP Nomor 71 Tahun 2010). Tujuan diberlakukannya hal tersebut adalah agar lebih accountable dan semakin diperlukannya peningkatan kualitas laporan keuangan. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah harus bermanfaat dalam pengertian dapat mendukung


(49)

pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai (Huang et al, 1999 dalam Xu et al, 2003). Agar bermanfaat, informasi harus memenuhi beberapa karakteristik kualitatif yang sebagaimana disyaratkan dalam standar akuntansi pemerintahan yaitu relevan, Andal, Dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan standar akuntansi pemerintah, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

Keandalan laporan keuangan dicerminkan dengan perolehan opini dari auditor BPKRI. Semakin andal laporan keuangan maka semakin baik opini yang diperoleh, juga sebaliknya. Hasil evaluasi oleh BPKRI menunjukkan bahwa LKPD yang memperoleh opini WTP dan WDP pada umumnya memiliki

pengendalian intern telah memadai namun tetap perlu perbaikan dan peningkatan. Adapun LKPD yang memperoleh opini TW dan TMP memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Masih banyaknya opini TW dan TMP yang diberikan oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah daerah belum optimal. Dengan demikian untuk memimalisir kelemahan sistem pengendalian intern diperlukan keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Semakin baik sistem pengendalian intern maka berdampak semakin baiknya keandalan laporan keuangan. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ha3 : Sistem pengendalian Intern berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah


(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (

hypothesis testing

) yang

bertujuan untuk menguji pengaruh efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan

daerah, serta sistem pengendalian intern pemerintah daerah terhadap keandalan

laporan keuangan pemerintah daerah. Menurut Sekaran (2000), pengujian hipotesis

harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar

kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian data sekunder yang ditujukan

mengetahui pengaruh antar variable riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana

satu variabel, mempengaruhi variabel lain (umar, 2003).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengaruh efektivitas dan

efisiensi pengelolaan keuangan daerah, serta sistem pengendalian intern pemerintah

daerah terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah.


(51)

3.3 Populasi, Sampel, Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono 2003). Populasi dalam

penelitian ini adalah pemerintah kabupaten / kota seluruh Indonesia tahun 2010 -

2011.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan

karakteristik populasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara

judgement-sampling

, yang berarti sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

(Jogiyanto, 2005). Kriteria sampel kabupaten/kota yang laporan keuangannya yang

telah diaudit oleh BPKRI tahun anggaran 2010 - 2011.

3.3.3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak

lain (Sekaran, 2006). Alasan penggunaan data sekunder dengan pertimbangan bahwa

data ini mempunyai validitas data yang dijamin oleh pihak lain sehingga handal untuk

digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan diambil dari Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2010 - 2011.


(52)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh untuk penelitian ini diperoleh dari hasil studi pustaka dan teknik

dokumentasi. Studi pustaka merupakan teknik analisa untuk mendapatkan informasi

melalui catatan, literatur, dan lain-lain yang masih relevan, dan teknik dokumentasi

dilakukan dengan menelusuri dan mendokumentasikan data-data dan informasi yang

berkaitan dengan obyek studi.

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan

informasi yang dibutuhkan yang kemudian dikumpulkan sebagai bahan penelitian.

Data LKPD yang diperoleh selain dari Buku Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP)

Semester I Tahun 2012 juga meminta data hasil pemeriksaan atas laporan keuangan

pemerintah daerah tahun 2010 - 2011 kepada Kantor Pusat Informasi dan

Komunikasi BPKRI Pusat di Jakarta.

3.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Sekaran (2006) menyatakan bahwa variabel merupakan sesuatu yang mempunyai

nilai yang dapat berbeda/berubah. Nilai ini dapat berbeda dalam waktu yang lain

untuk objek/orang yang sama atau dapat juga berbeda pada waktu yang sama untuk

orang/objek yang berbeda. Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu

variabel independen dan dependen, Adapun definisi dan pengukuran masing-masing

variabel akan dijelaskan sebagai berikut :


(1)

Ashkarany, Davood. 2006. Characteristics of Adopters and Organizational Changes. Thunderbird International Business Review, Vol. 48 No. 5: 705-725.

Baber, William R, Gore, Angela K, Rich, Kevin T, and Zhang, Jean X. 2010. An Empirical Investigation of Accounting Restatements and Governance in the Municipal Context. Working Paper Series. SSRN Augus

Bodnar and Hopwood, 2006, Sistem Informasi Akuntansi, edisi 9, Yogyakarta: ANDI Coe, Charles K. dan Ellis, Curtis. (1991). Internal Controls in State, Local, and

Nonprofit Agencies. Public Budgeting & Finance. Malden: Vol. 11, Iss. 3; pg. 43

Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of The Treadway Commission. http://www.sox-online.com. Diakses pada 13 Desember 2010

Damanpour, F. 1991. Organizational innovation: A meta-analysis of effects of determinants and moderators. Academy of Management Journal, Vol. 34: 555-590

Darsil Munir (2004). Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: YPAPI.

Depdagri, 1996, Kepmendagri No.690.900.327.1996, “ Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan”.

Devas dkk, 1998, Keuangan Daerah Dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab “Litbang Depdagri, Jakarta.

Doyle, J., Ge, Weili, McVay, S. (2007). Determinants of weaknesses in internal control over financial reporting. Journal of Accounting and Economics, 44, 193-223 .

Ekasari, Winda. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar (Survei Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab. Kampar). Jurnal

Ge, W., McVay, S. (2005). The Disclosure of Material Weaknesses in Internal Control After the Sarbanes-Oxley Act. Accounting Horizon, 19(3), 137-158. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan


(2)

Gilardi, Fabrizio. 2001. Principal-agent models go to Europe: Independent regulatory agencies as ultimate step of delegation. Paper presented at the ECPR General Conference, Canterbury (UK), 6-8 September 2001.

Gondodiyoto S & Hendarti. 2008. Audit Sistem Informasi Lanjutan. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Gujarati dan Porter. 1992. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Salemba Empat Hamzah, Ardi 2007, Pengaruh Belanja dan Pendapatan terhadap

pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran, Konferensi Penelitian, Jatim

Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan BPKRI Semester I Tahun 2012.

Indriasari Desi, 2008.Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.SNA XI. Pontianak Jaya Kirana, Wihana,1999, Analisis Potensi Keuangan daerah, Pendekatan Makro,

PPPEB UGM Yogyakarta.

Jensen, M. C. and W. H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3, hlm. 305-60

Jogiyanto. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE. KPMG. (2006). Forensic: Fraud Survey 2006

KPMG. (2010). Forensic: Fraud Survey 2010

Kurnia, Ahmad Syakir. 2006. Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free

Lambert, R.A. 2001. “Contracting Theory and Accounting.” Journal of Accounting & Economics, (32): 3 – 87.

Lane, Jan-Erik. 2000. The Public Sector – Concepts, Models and Approaches. London: SAGE Publications.


(3)

Lane, Jan-Erik. 2003a. Management and public organization: The principal-agent framework. University of Geneva and National University of Singapore. Working paper.

Ledvina, V.C. 1991. Accountability, Corruption and Democracy: A Clarification of Concept. Asian Review of Public Administration Vol.III

Liestiani, Annisa. (2008). Pengungkapan LKPD Kab/Kota di Indonesia untuk Tahun Anggaran 2006. Skripsi Sarjana. FEUI. Depok.

Mamesah.D.J. 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mardiasmo. 2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi. Martani, Dwi dan Zaelani, Fazri (2011). Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, Dan

Kompleksitas Terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Indonesia. Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Moe, T. M. 1984. The new economics of organization. American Journal of Political

Science 28(5): 739-777.

Nachrowi, D.N. dan Usman, Hardius. (2006). Penggunaan Teknik Ekonometri. Pendekatan Populer & Praktis Dilengkapi Teknik Analisis & Pengolahan Data Dengan

Menggunakan Paket Program Eviews. PT Raja Grafindo Persada.

Penman, S.H. 2003. Financial Statement Analysis and Security Valuation. Second Editon: McGraw Hill.

Peraturan BPKRI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 jo Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang tunjangan operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang


(4)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 jo Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Puspita, Rora. (2010). Pengaruh Kinerja, Ketergantungan, dan Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela Pada Situs Pemda Tahun 2010. Skripsi Sarjana. FEUI. Depok.

Puspita, Rora. Martani, Dwi (2010). Analisis Pengaruh Kinerja Dan Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan Dan Kualitas Informasi Dalam Website Pemda. Universitas Indonesia.

Rahman, Aditya (2011) Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Organisasi Perangkat Daerah terhadap Kinerja Organisasi Perangkat Daerah (Sensus pada Dinas Daerah Kota Tasikmalaya), Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi.

Rosalin, Faristina. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keandalan Dan Timeliness Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum (Studi Pada Blu Di Kota Semarang), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Saptaria, Sagita. (2010). Pengaruh Kualitas Komite Audit dan Independensi Auditor Eksternal terhadap Kelemahan Pengendalian Internal. Skripsi Sarjana. FEUI. Depok. Sekaran, Uma. (2003). Research Methods For Business. United States: Willey.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business : “Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat.

Setyaningrum, Dyah. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK-RI Universitas Indonesia

Shochrul R, Ajija, dkk. 2011. Cara cerdas menguasai EVIEWS. Jakarta : salemba empat


(5)

Sipahutar, Hottua, Khairani, Siti (2012) Analisis Perubahan Opini LHP BPKRI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang, jurnal Strom, K. 2000. Delegation and accountability in parliamentary democracies.

European Journal of Political Research 37: 261-289.

Sugiama, Gima. 2008. Metode Penelitian Bisnis Dan Manajemen. Bandung: Guardaya Intimarta.

Sugiyono.2008. Metode Peneliatian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Suhardjanto, D, Hartoko, Sri, Retnoningsih, Hilda, Rusmin, Mandasari, Putriesti and Brown, Alistair. 2010. Influence of Parliament Characteristics toward

Mandatory Accounting Disclosure Compliance in Indonesia. Hibah Penelitian Publikasi Internasional LP2M UNS

Suhardjanto, D, Rusmin, Mandasari, Putriesti and Brown, Alistair. 2010. Mandatory Disclosure Compliance and Local Government Charactheristics: Evidence From Indonesian Municipalities. Journal Public Policy January 2010

Sumarjo, Hendro. (2010). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia.. Skripsi Sarjana. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Supratman (2001). “Efisiensi dan Efektivitas Sistem Pengelolaan KeuanganDi Propinsi DKI Jakarta ”,Tesis, Yogyakarta: UGM.

The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company. 1999.

Tim Penyusun. Abstraksi PP 60 Tahun 2008. Jakarta: BPKP.

Tugiman, Hiro. 2007. Makalah Tuntutan Perubahan Paradigma Auditor Internal dan Persepsi Pimpinan Organisasi.

Undang – undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara


(6)

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Wahyuni, Sri (2008). Pengaruh Efektivitas Dan Efisiensi Manajemen Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Suatu Telaah Empirik Di Kabupaten Karanganyar Tahun 1990 – 2005 ), Tesis, Universitas Sebelas Maret, 2007 Widarjono. Agus . 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.

Ekonisia. Yogyakarta

Wilkinson, W. Joseph, Michael J. Cerullo, Vasant Raval, & Bernard Wong-On-Wing. 2000. Accounting Information Systems: Essential Concepts and Applications. Fourth Edition. John Wiley and Sons. Inc.

Wilopo. (2006). Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada perrusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang. Xu, Hongjiang, Jeretta H.N., G. Daryl Nord, Binshan Lin. 2003. “Key issue of

accounting information quality management : Australian case studies”. Industrial Mangaement & Data System 103/7, 461- 470


Dokumen yang terkait

The Influence Of Liquidity, Profitability, And Working Capital To Capital Structure Of Manufacturing Corporations Listing On Indonesian Stock Exchange

0 42 90

Penerapan The Five C’s Of Credit (5C) Dalam Pemberian Kredit Sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi Kemungkinan Terjadinya Kredit Bermasalah (Studi PT. Bank BNI Persero Tbk Cabang Medan)

7 81 122

Pengaruh Emotional Spiritual Quotient (ESQ), Locus of Control (LOC), Time Budget Pressure, Moralitas Auditor dan Komitmen Profesional Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus pada Inspektorat Kabupaten Dairi)

16 78 172

Pengaruh Pemahaman Standar Akuntansi Pemerintah, Pemanfataan Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Pengendalian Internal Terhdap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

3 22 209

THE INFLUENCE OF FINANCIAL PERFORMANCE TO THE LEVEL OF ACCOUNTABILITY DISCLOSURE OF INDONESIA’S LOCAL GOVERNMENT

0 3 130

FINANCIAL POSITION OF REGIONAL IN THE MANAGEMENT OF GRANT AND SOCIAL ASSISTANCE UNDER THE FINANCIAL PERSPECTIVE

0 0 20

The Role of the Goverment’s Internal Control System as An Intervening Variable on the Influence of Non-Compliance with The Quality of Local Government Financial Statements In Indonesia

0 0 8

Analysis of Internal Control System on Financial Statements Government Opinion

0 0 5

Does Financial Performance Of Local Government Influence On The Audit Agency Opinion?

0 0 22

THE INFLUENCE OF HUMAN RESOURCES COMPETENCY AND THE USE OF INFORMATION TECHNOLOGY ON THE QUALITY OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL REPORT WITH REGIONAL ACCOUNTING SYSTEM AS AN INTERVENING

1 5 10