100
BAB V PENUTUP
A. Simpulan.
1. Pelaksanaan kebijakan penyuluhan kehutanan di Balai Taman Nasional
Ujung Kulon telah sesuai dengan Permenhut RI No: P.35MENHUT- II2012, namun terdapat beberapa catatan permasalahan terkait kesesuaian
tersebut. Hal ini karena sedikitnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan, bahkan hampir tidak ada dalam kurun waktu dua tahun terakhir, padahal
Permenhut tersebut baru ada pada tahun 2012, selain itu Permenhut ini juga secara limitatif membatasi pemanfaatan sarana dan prasarana
penyuluhan yang hanya bisa dilakukan oleh penyuluh saja, padahal kegiatan-kegiatan penyuluhan kehutanan di Balai Taman Nasional Ujung
Kulon banyak yang diserahkan kepada pejabat fungsional selain penyuluh kehutanan. Hanya ada satu kegiatan yang bisa dibahas kesesuaiannya,
yaitu kegiatan pendidikan konservasi kepada siswa-siswi SMKN 3 Pandeglang. Kegiatan tersebut menurut penulis telah sesuai dengan
Permenhut RI No: P.35MENHUT-II2012, meski pun hanya beberapa sarana dan prasarana yang digunakan namun tetap memenuhi tujuan
pemanfaatan sarana dan prasarana sebagaimana yang disebutkan dalam Permenhut tersebut.
2. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan penyuluhan di
Balai Taman Nasional Ujung Kulon terkait Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.35MENHUT-II2012 tentang Pedoman
Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penyuluhan Kehutanan secara garis besar dibagi dalam dua kategori berdasarkan penyebabnya, yaitu internal
dan eksternal, di dalamnya dibagi lagi berdasarkan penyebab secara substansi, struktur, dan kultur. Hambatan internal dalam hal substansi
adalah adanya aturan di Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang tidak memberdayakan dan mengoptimalkan peran penyuluh kehutanan. Terkait
struktur, hambatan yang ditemui
pertama,
tidak adanya pendampingan,
101
back up,
monitoring, bimbingan dan arahan dalam pemberdayaan masyarakat, dan
Kedua,
Pemasaranmarketing hasil dari pemberdayaan masyarakat yang tidak berjalan baik. Sedangkan untuk hambatan kultur
adalah Masyarakat kurang memanfaatkan bantuan Pemberdayaan Masyarakat yang diberikan, serta belum tergalinya secara menyeluruh
tentang potensi usaha ekonomi masyarakat lokal. Untuk hambatan eksternal, dari sisi substansi hambatan yang ditemui adalah tugas dan
kewenangan antar penyuluh kehutanan yang saling tumpang tindih. Dari sisi struktur, hambatannya adalah anggaran yang kecil untuk penyuluhan
kehutanan, dan kurangnya kemitraan dan jaringan kerja sama. Sedangkan dari sisi kultur, hambatan yang ditemui adalah rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. 3.
Alternatif solusi yang penulis tawarkan, dibagi dalam kategori berikut. Secara internal dalam hal substansi adalah Optimalisasi peran penyuluh
kehutanan di Balai Taman Nasional Ujung Kulon dengan kebijakan- kebijakan yang memberdayakan tenaga penyuluh. Untuk struktur,
alternatif yang bisa penulis tawarkan adalah perlu adanya pendampingan untuk setiap kegiatan penyuluhan kehutanan. Sedangkan untuk kultur,
alternatif solusi berupa pemberian informasi, pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan konservasi di Taman Nasional Ujung Kulon, adalah hal yang bisa ditawarkan. Sedangkan secara eksternal dalam hal substansi,
solusi yang bisa diberikan adalah harmonisasi tugas dan wewenang antar penyuluh kehutanan agar tidak terjadi tumpang tindih. Peningkatan
anggaran untuk penyuluhan kehutanan serta membangun jaringan kerja guna pemasaran yang lebih baik merupakan alternatif solusi terkait
struktur yang bisa ditawarkan. Sedangkan untuk kultur, hal yang perlu dipertimbangkan adalah melakukan identifikasi potensi-potensi usaha
ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dengan melibatkan pihak-pihak lain.
102
B. Implikasi.