Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia:

PENENTUAN RUJUKAN DAN SKENARTO PENGURANGAN
EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI
HUTAN DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Rujukan dan Skenario
Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan Di Indonesia
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2009

Budiharto
NIM: E05 106041 1


ABSTRACT
BUDIHARTO. Establishing Reference Level and Scenario for Reducing Carbon
Emission from Deforestation and Forest Degradation in Indonesia. Under
direction of HERRY PURNOMO and SAMBAS BASUNI
Increasing emissions of Greenhouse Gases (GHGs) since the mid-19th
century has resulted in significant changes in the global climate. Eighteen percent
of GHGs are caused by deforestation. New carbon credit regime post-2012 period
can compensate tropical countries for their nation-wide reduction in emissions
from deforestation and forest degradation (REDD). Countries will need to show
credible reductions in emissions from deforestation and degradation measured
against the reference emission level (REL) at specific intervals in time.
The objectives of this research are : (1) to construct REL at national and
sub-national level. (2) to estimate target of emission reduction based on certain
scenarios. Analysis was conducted by Geographical Infomation System. REL
constructed based on a linear projection of the average of past emissions
(historical). Method for estimating of carbon stock was used tier 1 of '2006 IPCC
Guidelines for National GHG Inventories Volume 4'. Carbon stock was calculate
from land cover maps interpreted &om landsat imagery recorded 1990, 2000,
2003, and 2006.

Result of this study showed that REL at national level is 100 Mega tonnes of
carbon
(367 Mega tonnes of carbon dioxide
At sub-national level,
the high emission occured in East Kalimantan, Central Kalimantan, Riau, West
Kalimantan and Papua provinces. Based on scenario of unchanged carbon stock
(the same as 2006 condition), potency of carbon dioxide for REDD market is
367 Mega tonnes equivalent to US$ 1.8 - 9.2 billion (assumption carbon price :
US%5 - 25 per ton of carbon dioxide). Whereas based on scenario of combating
illegal logging, potency carbon dioxide for REDD market is 183,5 Mega tonnes
equivalent with US$ 0.92 - 4.6 billion.
Keywords :

scenario, deforestation, forest degradation, reference level, carbon
emission.

BUDIHARTO. Penentuan Rujukan dan Skenario Pen,aangan Emisi Karbon dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. Dibimbing oleh HERRY
PURNOMO dan SAMBAS BASUNI
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sejak tahun 1990an mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Peningkatan emisi GRK mengakibatkan pembahan iklim
global yang cukup mengkhawatirkan. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa kecenderungan suhu perrnukaan
global pada 50 tahun terakhir (1956 - 2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali
lipat. Peningkatan suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah
pemanasan global (global warming). Salah satu GRK paling utama adalah gas
COz. Sekitar 67% peningkatan gas COz berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
dan 33% dari kegiatan penggunaan lahan, alii guna lahan dan hutan (Land Use,
Land Use Change and forestq, LULUCF). Emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, seperti Indonesia, Kongo
dan Brazil:
Upaya p e n w a n konsentrasi GRK di atmosfer melalui kegiatan penyerapan
karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan telah
dimasukkan dalam Kyoto Protocol (KP). Pada Conference of Parties ke 11 (COP
- 11) di Montreal tahun 2005 mulai dibahas untuk memasukkan upaya
pencegahan deforestasi (avoided deforestation) masuk dalam skema penurunan
ernisi karbon. Selanjutnya dalam COP 13 bulan Desember 2007 disepakati untuk
dimasukkannya degradasi hutan yang selanjutnya dikenal dengan REDD
(Reduction Emission from Deforestation and forest Degradation). Disepakati
bahwa REDD akan diimplementatikan secara penuh mulai tahun 2012.

Indonesia sebagai negara yang masih memilii hntan yang cukup luas
dengan laju deforestasi dan degradasi hutan yang tinggi berpotensi untuk
memperoleh dana kompensasi melalui mekanisme REDD. Hal utama yang hams
dipersiapkan untuk mengikuti program REDD adalah penentuan REL secara
nasional. Hal ini mengingat perjanjian REDD akan dibuat diantara negara.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menyusun ernisi mjukan (reference emission
level - REL) secara nasional, kelompok pulau besar dan provinsi. (2)
Memperkirakan target penurunan emisi karbon berdasarkan beberapa skenario.
Metode penyusunan emisi mjukan yang digunakan adalah proyeksi linier
dari rata-rata emisi masa lampau. Data utama yang digunakan adalah: peta
kawasan hutan, peta penutupan lahan hasil penafsiran citra landsat liputan tahun
1990-an 199912000, 200212003 dan 200512006. Data estimasi stok karbon pada
berbagai kategori penggunaan lahan diambil dari panduan IPCC tahun 2006
volume 4 tentang AFOLU (Agriculture, Foreshy and Other Land Use). Metode
estimasi yang digunakan adalah tier 1.
Untuk menghtung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006
digunakan pendekatan yang didasarkan atas stok (stock dzfference method).
Sedangkan untuk estimasi stok C untuk penentuan skenario digunakan pendekatan
atas dasar proses (Gain-Loss Method). Angka stok karbon pada kategori lahan
hutan Cforest land) adalah 138 ton C ha-' dan untuk lahan pertanianJperkebunan


(cropZand) adalah 10 ton C ha-'. Sedangkan stok karbon pada padang rumput
(grassland), permukiman (settlement), lahan basah (wetland), dan lahan lainnya
(other land) diasumsikan tidak mengalami perubahan.
Berdasarkan REL yang terbentuk kemudian dibuat beberapa skenario
pengurangan emisi karbon yang mungkin bisa dicapai dari upaya menekan laju
deforestasi dan degradasi hutan. Skenario dibuat atas dasar beberapa kelompok
pengelolaan hutan, yaitu: (1)Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan
lindung; (2)Pengelolaan hutan sebagai hutan produksi; (3)Areal berhutan di luar
kawasan hutan.
Bedasarkan hasil perhitungan pada peta penutupan lahan Indonesia
diperoleh: luas lahan berhutan dari tahun 1990 hingga tahun 2006 mengalami
kecenderungan yang menurun. Pada tahun 1990 lahan berhutan seluas 121,l juta
hektar atau masih 64,43% dari luas total daratan, pada tahun 2000 mengalami
penurunan cukup tajam sehingga luas lahan berhutan mencapai angka 94,9 juta
hektar atau 50,5% luas daratan dan tahun 2003 menurun lagi menjadi 93,6 juta
hektar atau 49,8% luas daratan. Sedangkan data tahun 2006 menunjukkan
kenaikan luas lahan berhutan menjadi 98,5 juta hektar atau 52,4 % luas daratan.
Berdasarkan data historis (1990 - 2006) terlihat bahwa telah terjadi
penurunan stok karbon pada periode 1990 - 2000 sebesar 235,41 Mega ton per

tahun, periode tahun 2000 - 2003 penurunan melambat menjadi 80 Mega ton per
tahun, kemudian sedikit naik pada periode 2003 - 2006 sebesar 15,9 Mega ton per
tahun. Dari REL Nasional dapat dilihat bahwa proyeksi stok karbon pada tahun
2020 diperoleh angka 12.691 Mega ton. Angka tersebut merupakan selisih angka
stok karbon tahun 2006 sebesar 14.091 Mega ton dengan laju pengurangan stok
rata-rata tahunan 100 Mega ton selama 14 tahun (2006 - 2020). Pulau yang masih
memiliki stok karbon cukup tinggi dengan laju emisi karbon relatif rendah adalah
P. Papua Sedangkan P. Kalimantan dan P. Sumatera memiliki REL yang mirip, di
mana laju emisi karbon membentuk pola yang hampir sama dengan
kecenderungan menurun cukup besar. Provinsi yang masih memliki stok karbon
lebih dari 1.000 Mega ton hingga tahun 2020 adalah provinsi Papua, Kalimantan
T i u r , Kalimantan Tengah, dan lrian Jaya Barat. Berdasarkan besar pengurangan
karbon rata-rata per tahun, provinsi yang memiliki tingkat pengurangan tinggi
adalah provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Barat
dan Papua.
Skenario pengurangan emisi karbon didasarkan atas upaya pencegahan
deforestasi dan degradasi hutan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, bahwa
konversi lahan terjadi di semua kategori fungsi-hutan. Konversi lahan berhutan
menjadi lahan lainnya menyebabkan penurunan stok karbon (emisi karbon). Pada
hutan konservasi (KSA-KPA) terjadi emisi karbon rata-rata per tahun sebesar 3,83

Mega ton, hutan lindung (HL) sebesar 4,36 Mega ton, hutan produksi (HPT, HP,
HPK) sebesar 56,43 mega ton dan pada areal di luar kawasan hutan (APL) sebesar
35,38 Mega ton.
Pada kawasan konservasi dan hutan lindung luas arela yang masih berhutan
adalah sekitar 38,2 juta hektar. Total penurunan karbon pada hutan konservasi
dan hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton. Jika laju penurunan karbon
tersebut bisa ditekan hingga mencapai 0, maka potensi karbon yang bisa diajukan

untuk mendapat kompensasi REDD untuk hutan konservasi dan hutan lindung
adalah sebesar 8,19 Mega ton karbon atau setara dengan emisi C02 sebesar 30,03
Mega ton.
Pada hutan produksi masih terdapat hutan seluas 51,9 juta hektar. Stok
karbon yang dikandung sekitar 7.298 Mega ton. Fluktuasi karbon pada hutan
produksi sangat dipengaruhi oleh pemanenan kayu, pengambilan kayu untuk kayu
bakar dan gangguan hutan (kebakaran hutan) dan konversi ke lahan pertanian.
Berdasakan data statistik kehutanan produksi kayu bulat (tahun 1994-2006) ratarata per tahun adalah 17,78 juta m3. Produksi kayu bulat tersebut berpotensi
menurunkan stok karbon hutan sekitar 26 Mega ton karbon. Surnber penurunan
stok karbon hutan yang lain adalah berasal dari pengambilan kayu untuk
ke erluan kayu bakar. Pengambilan kayu bakar dari hutan adalah sekitar 369.289
mPatau setara dengan karbon 0.542 Mega ton. Gangguan hutan berupa kebakaran

hutan juga menjadi penyebab terjadinya penurunan karbon hutan. Angka
kebakaran rata-rata per tahun yang terjadi dari tahun 1997-2006 pada hutan
produksi seluas 63.974,44 hektar atau setara dengan 8,83 Mega ton karbon.
Dengan demikian total kehilangan karbon akibat pemanenan kayu secara
legal, pengambilan kayu bakax dan kebakaran hutan adalah sebesar 35,372 Mega
ton karbon. Jika dibandingkan dengan laju penurunan karbon pada hutan produksi
56,43 Mega ton per tahun, maka terdapat selisih angka penurunan yang cukup
besar yaitu sebesar 21,058 Mega ton karbon. Selisih sebesar 21,058 Mega ton atau
setara dengan emisi C02 sebesar 77,3 Mega ton ini berpotensi untuk diaiokasikan
untuk REDD.
Pada areal di luar kawasan hutan yang berpotensi sebagai penyimpan karbon
adalah lahan berhutan dan lahan pertanianlperkebunan. Areal berhutan di luar
kawasan hutan adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang biasa
disebut sebagai hutan rakyat. Menurut data tahun 2006 keberadaan hutan rakyat
ini cukup luas yaitu sekitar 8,3 juta hektar dengan stok karbon sekitar 1.480 Mega
ton. Laju penurunan karbon berdasarkan data historis adalah sebesar 35 Mega ton
per tahun.
Jika diterapkan skenario dengan mempertahankan luasan hutan yang ada,
maka stok karbon tidak mengalami penurunan. Berdasarkan REL nasional,
diperkirakan stok karbon yang akan hilang dari deforestasi dan degradasi hutan

adalah sebesar 100 Mega ton per tahun atau setara dengan emisi sebesar 367
Mega ton CO2. Dengan dernikian emisi yang bisa dipertahankan adalah sekitar
367 Mega ton C02.
Kemanipuan pasokan kayu bulat secara legal dari hutan alam rata-rata per
tahun hanya sebesar 17,78 juta m3 dan produksi kayu dari hutan rakyat sebesar
12,04 juta m3, sedangkan konsumsi kayu nasional 63,9 juta m3 sehingga ada
selisih yang cukup besar (sekitar 34,08 Juta m3) antara kebutuhan industri dan
kemampuan pasokan kayu legal. Selisih tersebut dicurigai berasal dari kayu
illegal. Jika penggunaan kayu dari sumber yang illegal ini bisa ditekan sampai 0
maka potensi karbon yang bisa dihemat sekitar 50 Mega ton karbon atau setara
dengan emisi 183,5 Mega ton C02.
Kata kunci : skenario, deforestasi, degradasi hutan, rujukan, emisi karbon

O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
I . Dilarang niengutip sebagian atau seluruh k a v a ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Penguti@anhanya untuk kepentinganpendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

rnasalah
b. Pengutipan tidak merugigan kepentinganyang wajar IPB
2. Dilarang hengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk npapun fanpa izin IPB

PENENTUAN RUJUKAN DAN SKENARIO PENGURANGAN
EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI
HUTAN DI INDONESIA

BUDIHARTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


Judul Tesis

: Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon

Nama
NIM

: Budiharto
: E051060411

dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I-Ie-m

M. C O ~ P .

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi

Tanggal Ujian : 12 Maret 2009

Tanggal Lulus :

2 0 AFR 2009

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga tesis berjudul "Penentuan Rujukan dan Skenario
Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia"
dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo, M.
Comp. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Di sarnping itu, ungkapan
terirna kasih penulis sampaikan kepada teman-teman yang memberikan saran
perbaikan serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi
kelancaran penyusunan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat,

Bogor, April 2009

Penulis

Penulis dilahirkan di Blora pada tanggai 22 Oktober 1967 dari ayah
Soebandi dan ibu Sri Sukemi. Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara.
Jenjang p e n d i d i i yang ditempuh dimulai dari SD 1 Negeri Sukorejo
Tunjungan Blora, lulus tahun 1980, SMP 1 Negeri Blora, lulus tahun 1983, SMA
1 Negeri Blora, lulus tahun 1956 dan pada tahun 1996 penulis menyelesaikan
studi pada Jurusan Kartograf~ dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.
Tahun 2006 penulis melanjutkan studi pada Program Studi I h u Pengetahuan
Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Pengalaman kerja di Badan Planologi Kehutanan dimulai tahun 1998 sampai
dengan sekarang sebagai tenaga fungsional Surveyor Pernetam.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ..............................................................................................

1

Perurnusan Masalah.............................................................................................4
Tujuan.............................................................................................................

6

Manfaat................................................................................................................
6
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................7
Pemanasan Global ...............................................................................................7

9
Pendugaan Karbon .............................................................................................
Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa ..................................... 14
Perhitungan Perubahan Stok Karbon DOM (Dead Organic Matter) ............ 17
Perhitungan Pembahan Stok Karbon pada Tanah......................................... 18
REDD (Reduction Emissionfvom Deforestation and forest Degradation) ...... 19
Hutan. Deforestasi dan Degradasi Hutan ................................................... 21
Faktor Pendorong Deforestasi dan Degradasi Hutan ........................................24
Emisi Rujukan (Reference Emission Level .REL) ...........................................25
BAB 111 METODE PENELITIAN .................................................................

27

..
Waktu dan Lokasi Penelit~an.............................................................................27

27
Metode ...............................................................................................................
Data dan Surnber Data ................................................................................ 27
Estimasi Perubahan Stok Karbon ............................................................. 27
Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa ..................................... 30
Konversi Perubahan Stok C ke Ernisi C02 ................................................ 31
Penyusunan Emisi Rujukan (Reference Emission Level .
REL) .................. 32
32
Skenario Pengurangan Emisi Karbon........................................................
Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional ............................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 38
Kondisi Umum Daerah Penelitian...............................................................
Lokasi. dan
. Luas Daerah Penelitian ..........................................................
Kond~siGeologis dan Iklim ..........................................................................
..
Kondlsi Demografi ........................................................................................

38
38
38
39

Kawasan Hutan Indonesia ................................................................................

39

Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ................................................................. 40
Perubahan Pentutupan Lahan ............................................................................

44

Perubahan Stok Karbon Hutan Indonesia ......................................................47
Reference Emission Level (REL) ......................................................................
50
REL Nasional ................................................................................................
51
REL Kelompok Pulau Besar .........................................................................53
. .
REL Provmsl .................................................................................................
53
Skenario Penmangan Emisi Karbon.......................................................... 54
Skenario ~ i n g u r k ~ Emisi
a n pada Hutan Konservasi dan Hutan Lindung .. 56
Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada Hutan Produksi .........................57
Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada areal di Luar Kawasan Hutan ...58
.

Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional .................................................59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 61
Simpulan.............................................................................................................

61

Saran.........................................................................................................
6 1
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................62
GLOSSARY............................................................................................................67

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan.........................

II

2 Ringkasan pendekatan untuk menduga ernisi sektor AFOLU...................

12

3 Estimasi deforestasi setiap tahun di Indonesia.................................

23

4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data ...............................................

28

5 Penyesuaian kelas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke kelas
IPCC............................................................................................................

29

6 Kawasan Hutan Indonesia........................................................ 40
7 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006..............................................

43

8 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006 di dalam clan luar Kawasan
Hutan...........................................................................................................

43

9 Matrik pembahan penutupan lahan tahun 1990-2000................................ 45
10 Matrik pembahan pentutupan lahan tahun 2000-2003...............................

46

11 Matrik perubahan pentutupan lahan tahun 2003-2006............................... 47

12 Stok karbon per Kelompok Pulau tahun 1990.2000.2003. dan 2006....... 48
13 P e n m a n Stok Karbon yang disebabkan oleh pembahan penutupan
lahan............................................................................................................ 49
14 Peningkatan Stok Karbon yang disebabkan oleh perubahan penutupan
lahan............................................................................................................ 50
15 Perubahan Netto Stok Karbon Tahunan.....................................................

52

16 Stok karbon dan emisi karbon tahunan menurut h g s i hutan ....................

55

Halaman
1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang
menggunakan beragam tahun referensi.........................................

5

2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelmuti atrnosfer burni akan
menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi ................

7

3 Gambaran sederhana program REDD....................................................... 20

4 Diagram alir penentuan target p e n m a n emisi.............................. 33
5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses pengurangan stok
karbon.........................................................................................................

34

6 Luas kelas penutupan lahan Indonesia tahun 1990-2006........................... 42
7 Kelas penutupan lahan Indonesia berdasarkan kawasan hutan.................. 43

8 Lahan berhutan pada 7 kelompok pulau besar...........................................

44

9 Reference Emission Level (REL) Nasional .................................... 51
10 REL Tujuh Kelompok Pulau Besar ............................................. 53
11 REL Tiap Provinsi di Indonesia.................................................................

54

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Kawasan Hutan dan Perairan Indonesia.................................

72

2 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 1990-an....................................

73

3 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2000.........................................

74

4 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2003.....................................

75

5 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2006..........................................

76

6 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 1990 sampai 2000..........

77

7 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 2000 sampai 2003..........

84

8 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 2003 sampai 2006..........

93

. .

9 Stok karbon per provmsi...........................................................................

102

10 P e n m a n stok karbon per provinsi ............................................ 103
11 Peningkatan stok karbon per provinsi.....................................................

104

12 Proyeksi stok karbon hingga 2020..................................................... 105

13 Reference Emission Level (REL) Provinsi ....................................

106

14 Tabel konversi satuan berat ...................................................
109
15 Variasi harga karbon intemasional.............................................

110

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gases (GHGs) sejak
tahun 1990an mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan emisi
GRK mengakibatkan pembahan iklim global yang cukup mengkhawatirkan.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan
bahwa kecendemngan suhu perrnukaan global pada 50 tahun terakhir (1956 2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat yaitu sebesar 0,013" C per tahun
jika dibandingkan kecenderungan peningkatan suhu 100 tahun (1906

-

2006)

sebesar 0,0074 O C per tahun. Permukaan air laut rata-rata juga meningkat dari 1,s

mm pertahun (1961-2003) menjadi 3,l mm per tahun (1993-2003). Peningkatan
suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah pemanasan global (global

warming) (IPCC 2007a).
Pemanasan global pada dasarnya mempakan fenomena peningkatan
temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca

(greenhouse efect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti
Carbon

Dioxide

(COz),

Methane

(C&),

Nitrous

Oxide

NO),

Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexafluoride
(SF6), Nitrogen Trzjluoride (NF3), Trzjluoromethyl Sulphur Pentafluoride
(SF5CF3) dan lain-lain (IPCC 2006), sehingga energi matahari terperangkap
dalam atmosfer bumi dan menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat.
Pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun yang akan datang walaupun tingkat emisi gas rumah kaca
telah stabil. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-pembahan,

seperti meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang

ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola curah hujan. Akibat-akibat pemanasan
global yang lain adalah menurunkan hasil pertanian, mempertinggi ketidakstabilan
tata air, meningkatnya banjir dan cuaca ektrim, rusaknya ekosistem, dan
meningkatkan resiko kesehatan (UNDP 2007). Dampak lain pada aktivitas sosialekonomi masyarakat meliputi: (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan

2
kota pantai, @) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan
jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk
sekitar pantai, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, dsb).
Apabila tidak ada upaya-upaya p e n m a n emisi GRK diiawatirkan
kejadian iklirn ekstrim seperti kemarau panjang, banjir, angin kencang akan
semakin tinggi intensitas dan frekuensinya. Demikian juga tinggi muka air laut
akan semakin meningkat sehingga dampak yang ditimbulkannya akan semakin
parah di masa depan khususnya di negara-negara kepulauan seperti Indonesia.
Salah satu gas rumah kaca paling utama adalah gas C02 yang kosentrasinya
sekitar 35%.

Sekitar 67% dari peningkatan gas C02 berasal dari pembakaran

bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan l a b , alih guna lahan dan
hutan (Land Use, Land Use Change and foresiry, LULUCF). Sekitar 350 milyar
ton karbon berada pada hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosf~melalui
deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008). Emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, khususnya yang
memiliki hutan tropis terbesar seperti Indonesia, Kongo dan Brazil (IFCA,
2007a).
Upaya p e n m a n konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui kegiatan
penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan
hutan telah dimasukkan dalam Protokol Kyoto (PK). Kegiatan penyerapan karbon
melalui penanaman pohon pada PK disebut dengan kegiatan aforestasi dan
reforestasi mekanisme pembangunan bersih (Affbrestation/Reforestation Clean

Development Mechanism - AIR CDM). Dalam pejalanannya, pelaksanaan
kegiatan A/R CDM kurang begitu berhasil dimana kontribusinya terhadap
perdangangan karbon global CDM hanya 0.1 juta US? (* 0,0013%) dari total
potensi perdagangan karbon CDM yang mencapai 8 miliar USD (IFCA, 2007a).
Mengingat upaya penyerapan karbon melalui mekanisme AIR CDM terlalu
kecil, maka beberapa Negara berkembang mengusulkan p e n m a n emisi GRK
dari upaya p e n m a n laju deforestasi. Usulan ini dikenal dengan Reduction

Emission from Deforestation (RED) yang mulai dibahas pada Conference of
Parties ke 11 (COP - 11) di Montreal tahun 2005. Disadari bahwa kontribusi

3

kegiatan konversi hutan di negara berhutan tfopis terhadap tingkat emisi GRK
sangat besar, maka mekanisme yang dapat mendorong upaya p e n m a n emisi
dari kegiatan ini sangat diperlukan. Akibat deforestasi sejak tahun 1990an hutan
tropis diperkirakan melepaskan karbon antara 0,5

-

2,4 milyar ton karbon per

tahun (Nepstad et al. 2008; Schimel et al. 2001; Houghton er al. 2000; Houghton
2005). FA0 (2006), memperkirakan laju kehilangan hutan secara global dari
tahun 1990-2005 sekitar 13 juta hdtahun. Sedangkan laju kehilangan hutan netto

mencapai 7,3 juta hdtahun selama periode 2000-2005, atau sekitar 200 ~m'lhari.
Karbon yang secara potensial bisa diemisikan berkisar antara 204 - 396 Giga ton
(Huettner 2008).

Oleh karena itu, upaya p e n m a n emisi dari kegiatan

pencegahan deforestasi (avoid deforestation) akan memberikan dampak yang
besar dalam menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak
membahayakan sistem W i global.
Dalam COP 13 bulan Desember 2007 di Bali, Indonesia mengusulkan untuk
memperluas cakupan kegiatan yaitu p e n m a n emisi, tidak hanya melalui
pencegahan deforestasi tetapi juga melalui upaya penurunan laju degradasi hutan,
yang kemudian dikenal dengan REDD (Reduction Emission from Deforestation

and forest Degradation). Dalam kaitan ini p e m e ~ t a hIndonesia telah membentuk
Aliansi Hutan dan lklim Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance

- IFCA)

dengan dukungan dari Bank Dunia, Pemerintah Inggris, Australia dan Jerman.

Hal yang menarik dari pelaksanaan kegiatan REDD ialah besarnya potensi
aliran dana ke negara-negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia, Kongo
clan Brazil.

Secara global, diperkirakan besar pasar karbon untuk REDD

mencapai 15-50 miliar USD apabila diasumsikan besar potensi penurunan emisi
dari REDD sekitar 50% dari tingkat emisi saat ini. Pasar karbon untuk REDD
jauh lebih besar dari pada Ah? CDM. Walaupun demikian, pelaksanaannya masih
menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan aspek teknis, administrasi dan
sosial karena model pelaksanaannya tidak berbasis proyek seperti halnya A/R
CDM (IFCA 2007b).
Salah satu permasalahan mendasar yang masih perlu disepakati antar Negara
pihak adalah penentuan emisi rujukan (reference emission level-REL). Hiigga

4

saat ini belum ada pedoman yang jelas dari mekanisme REDD mengenai
bagaimana REL diiembangkan dan hal ini perlu untuk diiegosiasikan di antara
Negara pihak. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
membuat REL di antaranya adalah: proyeksi linier dari masa lampau, rata-rata
dari kondisi masa lampau, dan pendekatan pemodelan Vuettner 2008; IFCA,
2007b).
Indonesia sebagai negara yang masih memiliki hutan cukup luas dengan laju
deforestasi yang tinggi, berpotensi untuk memperoleh dana dari program REDD.
Hasil rekallculasi penutupan lahan Indonesia tahun 2005, areal berhutan masih
cukup luas yaitu 93,9 juta hektar (BAPLAN 2005). Namun dernikian laju
deforestasi yang terjadi cukup tinggi. Periode 2000-2005 berdasarkan analisis data
Spot Vegetasi, laju deforestasi sebesar 1,09 juta hektar per tahun (DEPHUT
2007). Laju deforestasi periode sebelumnya (1997-2000) bahkan mencapai angka
2,83 juta hektar per tahun, hal ini terutama disebabkan oleh kebakaran hutan pada
tahun 199711998,

Perurnusan Masalah
Terdapat kesepakatan bahwa pengendalian emisi karbon untuk negaranegara tropis setelah tahun 2012 harus meliputi insentif untuk pengurangan emisi
dari deforestasi dan degradasi hutan dan semua pengurangan harus bersifat nyata
dan dapat diverifiasi. Kesepakatan pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan tersebut diienal dengan REDD. Agar pengurangan emisi karbon
bisa diverifikasi secara nyata maka diperlukan sebaran potensi karbon dan emisi
rujukanfREL.
Perjanjian REDD akan dibuat diantara negara dan karenanya dibutuhkan
REL nasional. Indonesia masih dapat menegosiasikan untuk membuat REL
nasional berdasarkan berbagai REL regional (provinsi) karena pada saat ini
terdapat perbedaan besar antara emisi dari wilayah yang berbeda-beda (IFCA
2007b). Di samping itu perbedaan tahun awal referensi dan panjang waktu juga
mempengaruhi bentuk REL yang dihasilkan. Gambar 1 menunjukkan bahwa
perbedaan tahun awal referensi sangat mempengaruhi REL yang terbentuk.

1990

1995

2000

2005

2010

2015

2020

time
Gambar 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang
menggunakan beragam tahun referensi (Sumber : Huettner 2008).

REL yang terbentuk akan menentukan besarnya target p e n m a n emisi
karbon. Indonesia memiliki beberapa data penutupan lahan (land cover) yang bisa
digunakan untuk menentukan REL karbon. Data yang tersedia pada Badan
Planologi Kehutanan hingga tahun 2008 adalah peta penutupan lahan basil
penafsiran citra landsat liputan tahun 1990-an,

199912000, 200212003,

200512006. Selain itu juga ada data MODIS liputan tahun 2000-2005 dan data
SPOT Vegetasi tahun 1999-2005.
Atas dasar permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka masalah

penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah :

-

Berapa stok karbon secara nasional dan stok karbon per provinsi untuk
kondisi tahun 2005?

-

Bagaimana reference emission level @EL) secara nasional dan
distribusinya ke masing-masing provinsi?

-

Berapa target emisi karbon yang bisa ditekan untuk memperoleh dana
REDD?

Tujuan

Penelitian ini secara urnum bertujuan :
(1) Menyusun reference emission level (REL) secara nasional dan provinsi.

(2) Memperkirakan target penurunan emisi karbon yang bisa

diajukan

Indonesia untuk mendapatkan kredit karbon melalui program REDD.
Manfaat

Hasil penelitian diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan masukan
untuk pelaksanaan REDD di Indonesia. Baik untuk memilih wilayah/provinsi
yang akan dijadikan sebagai piIot/demonstration activities maupun untuk
pelaksanaan REDD pasca tahun 2012.

BAB I1
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanasan Global
Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang
panjang matahari yang dipancarkan oleh bumi oleh lapisan GRK, sehingga tidak
dapat lepas ke angkasa dan akibatnya suhu di atmospher bumi memanas (Gambar
2). Dengan demikian akibat yang ditimbulkannya adalah peningkatan suhu ratarata atmosfer, laut, d m daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi
telah meningkat 0.74 OC (0.56OC

- 0.92'C)

selama seratus tahun terakhir (IPCC

2007b).

Gambar 2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelimuti atmosfer bumi akan
menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi (Hairiah
2008).
Sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gasgas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Beberapa model skenario iklim yang
dijadikan acuan oleh proyek IPCC memperkirakan suhu permukaan global ratarata akan meningkat 1.8 hingga 4 OC antara tahun 2090 dan 2099 (IPCC 2007b).

8
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanpembahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang eksmrn, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan (UNDP 2007).
Intensitas pemanasan diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan
bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan
bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hiigga tanggal 16 Oktober 2008
sudah 84 pemerintahan negara-negara di dunia menandatangani dan meratifkasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca
yang bertujuan untuk mengurangi laju pemanasan global yang akan terjadi
OJFCCC 2008).
Faktor utarna yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi
gas rumah kaca (GRK) di atmosfu adalah karbon dioksida (CO,), metan (CH,)
and N20. Selama dekade terakhir ini emisi CO, meningkat dua kaii iipat dari 1400
-1

-1

juta ton tahun menjadi 2900 ton tahun . Sementara itu, konsentrasi CO, di
atmosfu pada tahun 1998 adalah 360 ppmv dengan laju peningkatan per tahun 1.5
ppmv (Houghton et al., 2001).
Peningkatan konsentrasi C0, disebabkan oleh aktivitas manusia temtarna
pembahan lahan dan peng,gmaan

bahan bakar fosil untuk transportasi,

pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industxi. Secara akumuiatif, penggunaan
bahan bakar fosil dan pembahan penggunaan lahan dari hutan ke sistern lainnya
memberikan sumbangan sekitar setengah dari ernisi CO, ke atmosfu yang
disebabkan oleh manusia, tetapi darnpak yang terjadi saat ini rnempunyai rasio
3: 1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat
oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Cadangan
karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu,
hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada
penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1980 - 1989 dan
1989 - 1998, pembahan penggunaan lahan khususnya di daerah tropis

memberikan sumbangan berturut-turut 1.7

* 0.8 Gt C tahun" dan 1.6 * 0.8 Gt C

tahun-' dari total emisi C02 (Watson et al., 2000).
Pendugaan Karbon

Hutan primer merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandmgkan
dengan penggunaan lahan pertanian, karena keragaman pohonnya yang tinggi
dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak.
Tumbuhan memerlukan s i n a ~matahari, gas asam arang (COz ) yang diserap dari
udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk proses fotosintesis.
Melalui proses fotosintesis, C02 di udara diserap oleh tanaman dan diubah
menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan
akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa dam, batang, ranting, bunga dan
buah (Hairiah & Rahayu 2007).
Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses
sekuestrasi (C - sequestration). Dengan demikian ukuran jurnlah C yang disimpan
dalam tubuh tanaman hidup (biomass) pada suatu lahan dapat menggambarkan
banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan ukuran C yang
masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara
tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat
pembakaran.
Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan
tempat penimbunan atau penyimpanan C (C sink) yang jauh lebih besar dari pada
tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis
pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang
penyimpan C tertinggi. Hutan juga melepaskan C02 ke udara lewat respirasi dan
dekomposisi (pelapukan) seresah yang pelepasannya terjadi secara bertahap.
Namun bila terjadi kebakaran hutan, pelepasan CO2 akan sekaligus dalarn jurnlah
yang besar. Begitu juga bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan
pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan dengan pembabatan total
(land clearing) maka jurnlah C tersimpan akan merosot.

10
Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan hersih, maka jumlah
C02 di udara hams dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan C02

oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) C02 ke udara
serendah mungkin.

Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam

pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat
penting untuk mengurangi jumlah C02 yang berlebihan di udara. Jumlah 'C
tersimpan' dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya
disebut juga sebagai 'cadangan C' (C stock) (Hairiah & Rahayu 2007).
Jumlah C tersimpan berbeda-beda antar jenis lahan, tergantung pada
keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara
pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi
kesuhuran tanahnya haik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah
(biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah
(bahan organik tanah, BOT).
Untuk menduga C pada lahan dapat digunakan metode yang didasarkan atas
kombinasi antara data inventarisasi lapangan dengan data penginderaan jauh
(Widayati et al. 2007; Laporte et al. 2007; Huettner 2008). Hairiah dan Rahayu
(2007) menyatakan bahwa konsentrasi C dalam bahan organik sekitar 46%,
dengan demikian estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung
dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:
Berat k e r i n ~biomasa atau nekromasa (k,q ha-') x 0.46

Hutan alami memiliki jumlah C tersimpan tertinggi (sekitar 497 Mg C ha-')
dihandingkan sistem penggunaan lahan lainnya. Gangguan hutan alami menjadi
hutan sekunder menyebahkan kehilangan sekitar 250 Mg C ha-' (Rahayu et al.
2005; Hairiah & Rahayu 2007). Kehilangan penyimpanan C terbesar di atas
permukaan tanah terjadi karena hilangnya vegetasi. Sedangkan kehilangan C di
dalam tanah terjadi dalam jumlah yang relatif kecil (Hairiah & Rahayu 2007).
Hasil penelitian lain menyebutkan, hutan di Indonesia diperkirakan
mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg C ha" (Murdiyarso &
Wasrin 1995). Lasco (2002) mereview berbagai studi mengenai cadangan karbon
di Asia Tenggara. Ditemukan hahwa cadangan karbon di hutan tropik Asia

11
berkisar antara 40-250 Mg C ha-' untuk vegetasi dan 50-120 Mg C ha-' untuk
tanah. Pada studi inventarisasi gas rumah kaca, IPCC (2006) merekomendasikan
suatu nilai cadangan karbon 161 Mg C ha-' untuk hutan hujan tropis di Asia.
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam
untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS) di Kahupaten Nunukan Kalimantan
Timur mendapatkan hasil rata-rata kandungan karbon per hektar pada berbagai
tipe penggunaan lahan mendapatkan hasil seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan
No.

10

Karbon
(Mg ha-')

Jenis penggunaan lahan
Hutan primer
Hutan bekas tebangan 0-1 0 tahun
Hutan bekas tebangan 11-30 tah~m
Hutan bekas tebangan 3 1-50 tahun
Jakaw 0-10 tahun
Jakaw >10 tahun
Agroforestri 0-1 0 tahun
Agroforestri 11-30 tahun
Imperata
padi

4,8

Sumber: Widayati. et.al. (2005)

Dalam kaitan inventarisasi gas rumah kaca pada sektor pertanian, kehutanan

dan penggunaan lahan lainnya Intergovemmental Panel on Climate Change

(PCC) telah mengeluarkan pedoman (guideline). Pedoman yang dikeluarkan
tahun 2006 untuk sek3or pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan laimya
(Agriculture, Forestry and Land Use

-

AFOLU) tertuang pada volume 4.

Pedoman yang dikeluarkan tahun 2006 tersebut merupakan integrasi dari
pedoman yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu : IPCC 1996 @ab 4 dan bab 5),
Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National Greenhouse
Gas Inventories (GPG2000) dan Good Practice Guidance for Land-Use,LandUse Change and Forestry (GPG-LULUCF).
Pedoman P C C 2006 menguraikan dengan rinci metode inventarisasi GRK
mulai dari yang sederhana sarnpai kompleks. Tingkatan kedetailankompleksitas

12
metode dalam IPCC dikenal dengan narna tier. Ringkasan pendekatan untuk
pendugaan emisi karbon sektor AFOLU disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Ringkasan pendekatan untuk menduga emisi sektor AFOLU
Pendekatan untuk
Pembahan Area

data

aktivitas: Tier untuk faktor emisi: Pembahan
stok karbon

1. Data statistik bukan spasial (mis. 1. Nilai default IPCC
FAO)
biasanya
memberikan
gambaran umum p e ~ b a h a n luas
tutupan hutan
2. Data statistic lain yang berbasis 2.Data lokallspesifik untuk kategori
hutan utama
peta, hasil survei, dan lainnya
3. Data spasial
satelit)

(interpretasi data 3.Inventori nasional untuk stok
karbon untuk ketegori hutan utama,
pengukuran
bemlang
atau
modeling

Gas rumah kaca yang utama pada AFOLU adalah COz, C&, N2O. Fluktuasi
COz ditentukan oteh proses fotosintesis tanaman dan respisasi, pelapukan seresah
dan pembakaran bahan organik. C& diemisikan melalui proses methanogenesis
pada kondisi unaerob dalam tanah dan penyirnpanan pupuk organik, sedangkan
N2Oterutama diemisikan melalui proses nitrifikasi dan denitrifkasi.
Proses emisi dan removal dalam sektor AFOLU dikelompokkan ke dalam
empat jenis, yaitu : 1) biomasa; 2) hahan organik yang telah rnati; 3) tanah, dan 4)
petemakan. Perhitungan emisi dan removal CO2 dan non-COz diestimasi secara
terpisah ke dalam enam kategori penggunaan lahan, yaitu : hutan (forest land),
lahan yang dibudidayakan (cropland), padang m p u t (grassland), lahan basah
(wetland), permukiman (settlement) clan lahan lainnya (other land).
Perhitungan emisi dan removal COz untuk AFOLU, didasarkan atas
pembahan stok C pada suatu ekosistem, yang diestimasi dari tiap kategori
penggunaan lahan (Land-Use). Jurnlah total perubahan stok C dihitung dengan
persamaan 2.1 (IPCC 2006) :
AC,

= AC,

+ AC,

+ A C , + AC, + ACoL

-I-ACGL

Dimana :
AC

= pembahan

Stok C

(Persamaan 2.1)

AFOLU =Agriculture, Foresw and Other Land Use
= Forest Land
FL
CL
= Cropland
= Grassland
GL
= Wetland
WL
SL
= Settlement
= Other Land
OL
Perubahan Stok C tahunan untuk tiap kategori land-use adalah jumlah dari
perubahan stok C dari tiap strata yang ada dalam tiap kategori, diitung dengan
persamaan 2.2 (IPCC 2006):

(Persamaan 2.2)
D i a:
AC,,

=

I

=

pembahan stok C untuk sebuah kategori Land-Use (LU),
seperti pada persamaan 2.1
strata spesifik atau pembagian yang terdapat dalam kategori
land-use (dengan beberapa kombinasi seperti dari spesies, zona
iklim, tipe ekologi, rejim pengelolaan dsb)

Stok C tahunan untuk tiap strata dari kategori Land-Use adalah jumlah dari
pembahan dalam semua tempat penyimpanan karbon (carbon pool), dIhitung
dengan persamaan 2.3 (IPCC 2006):

AC,u~=AC,,+AC,+ACD,+AC,,+ACso+AC~p

(Persamaan 2.3)

Dimana
ACLUi = Perubahan Stok C pada tiap strata dari kategori Land-Use

AB

= Above-ground

BB

biomass (biomass di atas permukaan tanah)
= Below-ground biomass (biomasa di bawah permukaan tanah)

DW

= Deadwood

LI

=Liner (seresah)

SO

= Soils (tanah)

HWP

= Harvested

(kayu yang telah mati)

Wood Products (Produk-produk dari Kayu)

Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk estimasi stok C, yaitu: 1)
pendekatan yang didasarkan atas proses (Gain-Loss Method); dan 2) pendekatan
yang didasarkan atas stok (Stock- D~fferenceMethod). Estimasi perubahan stok C
tahunan metode Gain-Loss, menggunakan persamaan 2.4 (IPCC 2006): seperti
berikut :

14

AC =AC,-AC,
(Persamaan 2.4)
Dimana :
AC
= Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton C th-'
-I
=
gainlpenambahan
C
tahunan,
ton
C
th
AC,
-1

ACL = loss/kehilangan C tahunan, ton C th
Estimasi pembahan stok C tahunan yang didasarkan atas stok (Stock- Dzfference
Method), menggunakan persamaan 2.5 (IPCC 2006), sebagai berikut :
(Persamaan 2.5)
Dimana :
AC

-I

= Pembahan Stok C

C,,

tersimpan tahunan, ton C th
-1
= Stok C tersimpan pada t, ,ton C th

C,,

= Stok C tersimpan pada

-1

t , , ton C th

1. Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa
Biomasa tanaman mempakan stok C yang utama dalam beberrapa tipe
ekosistem. Pembahan stok C pada biomasa lahan hutan merupakan hal yang
sangat berpengaruh karena fluktuasi yang besar bisa terjadi akibat pengelolaan
hutan dan pemanenan; gangguan alam; kematian dan pertnmbuhan alarni pohon.
Konversi hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang
besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa
terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara urnum stok
biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan. Untuk tujuan inventarisasi GRK,
pembahan stok C pada biomasa dilakukan pada : (i) Lahan yang tidak berubah
pada kategori yang sarna; dan (ii) lahan yang telah dikonversi ke penggunaan
lahan baru.
A. Lahan Tetap dalam Kategori Penggunaan Lahan yang Sama

Berikut ini adalah metode untuk estimasi karbon yang tersimpan dalam
tanamanlbiomasa (biomass) yang meliputi peningkatan (gain), kehilangan (loss),
dan perubahanan netto (net change). Peningkatan karbon pada biomasa meliputi
pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah dan pertumbuhan yang berada di
bawah permukaan tanah. Kehilangan karbon meliputi penebangan atau

15
pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan dam (kebakaran,
serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll). Perhitungan perubahan C
menggunakann persamaan 2.6 (IPCC 2006):
AC, = AC, - ACL
Dimana:

(Persamaan 2.6)

AC,

= Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton

AC,

= peningkatdgain

AC,

= kehilangdIoss stok karbon tahunan, ton

C th

-1

stok karbon tahunan, ton C th-'

C th-I

A.l Estimasi peningkatan stok C biomasa tahunan (Metode Gain-Loss)
Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat
digunakan data laju pertumbuhan biomasa dikalikan dengan luas dan rata-rata laju
pertumbuhan. Perhitungannya menggunakan persamaan 2.7 (IPCC 2006), sebagai
berikut :
(Persamaan 2.7)

Dimana:
AC,

= peningkatan

A

= luas lahan

stok karbon tahunan, ton C th-'

GmTa
= rata-rata pertumbuhan biomasa tahunan, ton d.m.ha-1 th-I

I

= zone ekologi (i = 1 - n)

J

= tipe

CF

= Fraksi Karbon (Carbon

iklim 6 = 1 - m)
Fraction)

Pada tier 1, GTOTamempakan total pertumbuhan biornasa dari pertumbuhan
biomasa di atas perrnukaan tanah dan biomasa di bawah permukaan tanah.
Perhitungan GToTA,menggunakan persamaan 2.8 (IPCC 2006):
Gm~a

Grv*(l+R)

}

(Persamaan 2.8)

Dimana :
GTo,

= rata-rata pertumbuhan biomasa tahunan, ton d.m.ha-' th-'

GW

16
=rata-rata pertumbuhan biomasa di atas permukaan tanah tahunan,
ton d.m.ha" th"
=rasio biomasa diba~vahpermukaan tanah dengan biomasa di atas

R

pemukaan tanah

A.2 Estimasi Kehilangan Stok Karboo pada Biomasa ( AC,)
Kehilangan