Potensi Karbon Tersimpan dan Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp

(1)

POTENSI KARBON TERSIMPAN

DAN PENYERAPAN KARBON DIOKSIDA

HUTAN TANAMAN Eucalyptus sp.

TESIS

Oleh

KURNIAWANSYAH EFFENDI

107004006/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

POTENSI KARBON TERSIMPAN

DAN PENYERAPAN KARBON DIOKSIDA

HUTAN TANAMAN Eucalyptus sp.

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

KURNIAWANSYAH EFFENDI

107004006/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 27 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Erman Munir, MSc

2. Drs. Chairuddin, MSc

3. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 4. Dr. Budi Utomo, SP, MP


(5)

PERNYATAAN

“POTENSI KARBON TERSIMPAN

DAN PENYERAPAN KARBON DIOKSIDA

HUTAN TANAMAN

Eucalyptus sp.

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(6)

POTENSI KARBON TERSIMPAN DAN PENYERAPAN KARBON DIOKSIDA HUTAN TANAMAN Eucalyptus sp.

ABSTRAK

Penelitian tentang potensi karbon tersimpan dan penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. telah dilakukan pada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun dan Sektor Tele Kabupaten Samosir dari Bulan Maret 2012 sampai dengan Mei 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, ketinggian tempat tumbuh serta interaksi antara umur dan ketinggian berpengaruh sangat nyata terhadap potensi karbon tersimpan hutan tanaman

Eucalyptus sp. Nilai penyerapan karbon dioksida pada hutan tanaman Eucalyptus sp. meningkat dengan bertambahnya umur tetapi menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh dengan nilai berkisar antara 39,30 ton/ha – 351,15 ton/ha. Nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. berkisar antara US$179,61/ha – US$1.604,74/ha. Penerapan mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) pada hutan tanaman Eucalyptus sp. di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk belum memenuhi semua persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.30/Menhut-II/2009.

Kata Kunci : Karbon Tersimpan, Penyerapan Karbon Dioksida, Kelas Umur, Ketinggian Tempat Tumbuh, Hutan Tanaman Eucalyptus sp., REDD


(7)

POTENTIAL OF CARBON SINK AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION OF Eucalyptus sp. PLANTATION

ABSTRACT

A study on potential of carbon sink and carbon dioxide absorption of Eucalyptus sp. plantation was conducted at PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Aek Nauli Sector, Simalungun District and Tele Sector, Samosir District from March to May 2012. The result of this study showed that age, altitude grow and the interaction between age and altitude had a very significant influence on the potential of carbon sink of Eucalyptus sp. plantation. The value of carbon dioxide absorption in Eucalyptus sp. plantation increased with age but decreased with increasing altitude to grow with the value ranging from 39.30 tons/ha to 351.15 tons/ha. The value of environmental service obtained from the absorption of carbon dioxide of Eucalyptus sp. plantation ranging from US$179.61/ha to US$1,604.74/ha. Implementation of Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) mechanism in Eucalyptus sp. plantation in PT. Toba Pulp Lestari, Tbk has not met all of the requirements set based on the Regulation of Minister of Forestry No: P.30/Menhut-II/2009.

Keywords: Carbon Sink, Carbon Dioxide Absorption, Age Group, Altitude Grow, Eucalyptus sp. Plantation, REDD


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Potensi Karbon Tersimpan dan Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp.” ini dengan baik. Shalawat teriring salam kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, junjungan utama seluruh umat manusia di muka bumi. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian tesis, penulis banyak mendapatkan arahan, bimbingan, saran, petunjuk, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi Magister PSL sekaligus ketua Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk kepada penulis.

2. Bapak Drs. Chairuddin, MSc selaku Sekretaris Program Studi Magister PSL sekaligus anggota Dosen Pembimbing yang terus memberikan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku anggota Dosen Pembimbing yang waktunya banyak tersita untuk memberikan perbaikan-perbaikan tidak hanya bagi tesis ini tetapi juga untuk pribadi penulis sendiri.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc dan Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pegawai Program Studi Magister PSL yang telah banyak berjasa bagi penulis.

6. Kepala BP2HP Wilayah II Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan sekolah dan seluruh staf BP2HP Wilayah II Medan.


(9)

7. Direktur dan staf PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

8. Teman-teman PSL Angkatan 2010, khususnya kepada M. Jandi Pinem, Eko Bahariwanto, Mangatas Tambun dan Pirman Hutasoit sebagai teman seperjuangan dari BP2HP Wilayah II Medan atas kebersamaan dan dorongan semangat untuk selesainya sekolah ini.

9. Pihak-pihak yang secara sengaja dan tidak sengaja telah membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

10.Yang terakhir tetapi yang teristimewa buat istri penulis, Nur Idul Adha Isa, dan ananda, Nadhifa Qarira Raisya, karena untuk kalian berdualah penulis harus tetap selalu dan terus berkarya, serta kepada keluarga besar R. Syahrial Effendi dan D. Syahrial Isa.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 15 April 1983 dari Bapak Raja Syahrial Effendi dan Ibu Rita Haslinda. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Pada tanggal 14 Juni 2009, penulis menikah dengan Nur Idul Adha Isa dan telah dianugerahi seorang putri pada tanggal 25 April 2010 yang bernama Nadhifa Qarira Raisya.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Medan dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan S1 pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera . Penulis berhasil menyelesaikan S1 pada tahun 2005 dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,90 predikat Cumm Laude. Pada tahun 2010 penulis mengikuti Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan berhasil menamatkan studi pada tanggal 27 Juli 2012.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departemen Kehutanan pada Balai Sertifikasi Pengujian Hasil Hutan Wilayah II Medan dengan jabatan Calon Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Tahun 2007 penulis diangkat sebagai PNS dan sekarang menjabat sebagai PEH Muda pada Balai Pemantauan Pemanfataan Hutan Produksi Wilayah II Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pemanasan Global ... 7

2.2. Gas Rumah Kaca ... 8

2.3. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation ... 9

2.4. Karbon Tersimpan ... 11

2.5. Peran Hutan dalam Penyimpanan Karbon ... 14

2.6. Eucalyptus ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Tempat dan Waktu ... 20

3.2. Bahan dan Alat ... 21

3.3. Metode Penelitian ... 21

3.3.1. Pendugaan potensi karbon tersimpan ... 21

3.3.2. Penyerapan karbon dioksida ... 21

3.3.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida ... 22

3.3.4. Mekanisme penerapan reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD) hutan tanaman Eucalyptus sp. ... 22

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.1. Pendugaan potensi karbon tersimpan ... 22

3.4.1.1. Pengukuran biomassa tegakan Eucalyptus sp. ... 23


(12)

3.4.2. Penyerapan karbon dioksida ... 26

3.4.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida ... 26

3.4.4. Mekanisme penerapan reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD) hutan tanaman Eucalyptus sp. ... 26

3.5. Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Pendugaan Potensi Karbon Tersimpan ... 29

4.1.1. Biomassa tegakan Eucalyptus sp. ... 29

4.1.2. Biomassa tumbuhan bawah ... 31

4.1.3. Nekromassa ... 34

4.1.4. Potensi karbon tersimpan ... 37

4.2. Penyerapan Karbon Dioksida ... 42

4.3. Nilai Jasa Lingkungan dari Penyerapan Karbon Dioksida ... 45

4.4. Mekanisme Penerapan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 47

4.4.1. Areal/lahan, lokasi dan jenis tegakan yang tumbuh di atasnya ... 53

4.4.2. Data stok karbon dan penyerapan karbon dioksida ... 54

4.4.3. Estimasi pendapatan dari REDD ... 55

4.4.4. Pelaku REDD ... 56

4.4.5. Kelengkapan persyaratan REDD ... 57

4.4.6. Verifikasi dan sertifikasi ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Kombinasi Perlakuan Pendugaan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman Eucalyptussp. ... 27 4.1. Konstribusi Nilai Potensi Karbon Tersimpan ... 41 4.2. Nilai Jasa Lingkungan dari Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman

Eucalyptus sp. ... 46 4.3. Standar Mekanisme Penerapan REDD dan Kondisi pada IUPHHK-HT


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

4.1. Grafik Biomassa Tegakan Eucalyptus sp. ... 29

4.2. Hubungan Linear antara Biomassa Tegakan dan Diamater Tegakan ... 31

4.3. Grafik Biomassa Tumbuhan Bawah Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 32

4.4. Grafik Nekromassa Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 34

4.5. Nekromassa Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 36

4.6. Grafik Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 37


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1. Biomassa Tegakan Eucalyptus sp. ... 65

2. Hubungan antara Diamater Tegakan dan Biomassa Tegakan ... 66

3. Biomassa Tumbuhan Bawah Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 67

4. Nekromassa Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 68

5. Penyerapan Karbon Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 69

6. Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp. ... 70

7. Analisis Regresi Hubungan Diamater Tegakan dan Biomassa Tegakan ... 71

8. Analisis Keragaman Nilai Penyerapan Karbon ... 72

9. Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) ... 73

10.Peta Lokasi Penelitian IUPHHK-HT PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun ... 74

11.Peta Lokasi Penelitian IUPHHK-HT PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele Kabupaten Samosir ... 75


(16)

POTENSI KARBON TERSIMPAN DAN PENYERAPAN KARBON DIOKSIDA HUTAN TANAMAN Eucalyptus sp.

ABSTRAK

Penelitian tentang potensi karbon tersimpan dan penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. telah dilakukan pada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun dan Sektor Tele Kabupaten Samosir dari Bulan Maret 2012 sampai dengan Mei 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, ketinggian tempat tumbuh serta interaksi antara umur dan ketinggian berpengaruh sangat nyata terhadap potensi karbon tersimpan hutan tanaman

Eucalyptus sp. Nilai penyerapan karbon dioksida pada hutan tanaman Eucalyptus sp. meningkat dengan bertambahnya umur tetapi menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh dengan nilai berkisar antara 39,30 ton/ha – 351,15 ton/ha. Nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. berkisar antara US$179,61/ha – US$1.604,74/ha. Penerapan mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) pada hutan tanaman Eucalyptus sp. di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk belum memenuhi semua persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.30/Menhut-II/2009.

Kata Kunci : Karbon Tersimpan, Penyerapan Karbon Dioksida, Kelas Umur, Ketinggian Tempat Tumbuh, Hutan Tanaman Eucalyptus sp., REDD


(17)

POTENTIAL OF CARBON SINK AND CARBON DIOXIDE ABSORPTION OF Eucalyptus sp. PLANTATION

ABSTRACT

A study on potential of carbon sink and carbon dioxide absorption of Eucalyptus sp. plantation was conducted at PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Aek Nauli Sector, Simalungun District and Tele Sector, Samosir District from March to May 2012. The result of this study showed that age, altitude grow and the interaction between age and altitude had a very significant influence on the potential of carbon sink of Eucalyptus sp. plantation. The value of carbon dioxide absorption in Eucalyptus sp. plantation increased with age but decreased with increasing altitude to grow with the value ranging from 39.30 tons/ha to 351.15 tons/ha. The value of environmental service obtained from the absorption of carbon dioxide of Eucalyptus sp. plantation ranging from US$179.61/ha to US$1,604.74/ha. Implementation of Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) mechanism in Eucalyptus sp. plantation in PT. Toba Pulp Lestari, Tbk has not met all of the requirements set based on the Regulation of Minister of Forestry No: P.30/Menhut-II/2009.

Keywords: Carbon Sink, Carbon Dioxide Absorption, Age Group, Altitude Grow, Eucalyptus sp. Plantation, REDD


(18)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

change) yang terjadi sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan akibat

peningkatan suhu, pemakaian bahan bakar fosil secara berlebihan atau penipisan lapisan ozon. Terjadinya ketidakseimbangan ekosistem akibat aktivitas manusia merupakan penyebab utama yang mendorong terjadinya pemanasan global (global

warming). Krisnawati (2010) mengemukakan aktivitas manusia yang

mengakibatkan deforestasi dan degradasi hutan yang berkembang saat ini dinilai telah memberikan kontribusi dalam peningkatan emisi karbon dioksida (CO2

Untuk mengatasi hal ini diperlukan upaya migitasi pengaruh dan adaptasi terhadap lingkungan. Salah satu upaya migitasi adalah dengan melaksanakan penanaman pohon serta pengelolaan hutan yang lestari. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan produksi dengan memberikan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sebenarnya adalah langkah untuk meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan terutama pada kawasan hutan di Indonesia. Pengembangan hutan tanaman selain akan merehabilitasi lahan secara terus menerus karena adanya kegiatan penanaman pada areal yang kosong maupun pada areal bekas pemanenan, juga akan menghasilkan nilai jasa lingkungan melalui penyerapan karbon dioksida.

) di atmosfer yang memicu pada pemanasan global dan perubahan iklim bumi.


(19)

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.8/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan Tahun 2010 – 2014, salah satu kebijakan prioritas pembangunan sektor kehutanan adalah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan. Program yang dijalankan di antaranya adalah program peningkatan pemanfaatan hutan produksi dengan kegiatan peningkatan pengelolaan hutan tanaman. Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun 2011, salah satu rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca adalah peningkatan usaha hutan tanaman dengan sasaran terlaksananya pencadangan areal hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat seluas 3 juta hektar dengan indikasi penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 110,10 juta ton CO2

Peran hutan sebagai penyerap CO e.

2 dan menyimpannya dalam bentuk biomassa harus terus dipertahankan dan ditingkatkan dengan cara pembuatan hutan tanaman dan melakukan penanaman kembali hutan-hutan yang gundul dalam bentuk kegiatan reforestasi atau afforestasi. Dengan adanya peningkatan emisi karbon dioksida (gas rumah kaca) akibat deforestasi dan degradasi hutan serta adanya upaya mitigasi melalui upaya konservasi dan pembangunan hutan, maka kuantifikasi atau perhitungan persediaan karbon hutan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah target pengurangan emisi CO2

Sektor kehutanan dapat berfungsi sebagai sumber emisi dan penyerap karbon jika dilihat dari konteks perubahan iklim di mana hutan berperan dalam mencegah dan mengurangi emisi dari gas rumah kaca. Untuk ikut berpartisipasi di dunia dan terutama di Indonesia dapat berhasil atau tidak (Krisnawati 2010).


(20)

pengelolaan hutan yang baik, kegiatan konservasi dan peningkatan kapasitas stok karbon dengan jumlah karbon yang dihasilkan dan diserap (Butarbutar 2009b). Sutaryo (2009) menyatakan biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer.

Salah satu fungsi hutan termasuk hutan tanaman adalah mengendalikan iklim melalui penyerapan emisi CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk materi organik dalam biomassa tanaman. Kemampuan hutan tanaman dalam menyerap emisi CO2 bervariasi menurut jenis, umur dan kerapatan tanaman (Heriansyah 2005a). Penyimpanan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk adalah salah satu pemegang IUPHHK-HT yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang tersebar pada 9 wilayah administrasi kabupaten. Jenis tanaman utama yang menjadi tanaman unggulan untuk hutan tanaman adalah jenis Eucalyptus sp. Jenis Eucalyptus sp. yang

dari atmosfer dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi menjadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon. Apabila dilihat dari produktivitasnya menyimpan karbon (per satuan luas dan per satuan waktu) maka ada kemungkinan hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada tegakannya dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena daurnya lebih pendek (TPIBLK 2010a).


(21)

ditanam untuk dijadikan bahan baku pulp oleh industri pulp yang terintegrasi dengan IUPHHK-HT adalah jenis-jenis Eucalyptus hasil klon yang telah berhasil dikembangkan oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Grattapaglia dan Kirst (2008) mengemukakan Eucalyptus merupakan tanaman kayu yang banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis karena pertumbuhannya yang cepat dan kemampuan beradaptasi yang luas. Hutan tanaman Eucalyptus dapat menyediakan biomassa kayu berkualitas tinggi.

Pengurangan emisi melalui penyerapan karbon dioksida pada hutan tanaman Eucalyptus sp. belum sepenuhnya dikaji. Masih sebatas pada pendugaan potensi karbon tersimpan. Salah satu penelitian pendugaan potensi karbon tersimpan pada tegakan Eucalyptus sp. dilakukan oleh Butarbutar (2009a) dengan hasil potensi karbon tersimpan rata-rata tegakan Eucalyptus grandis umur 1 tahun sebesar 3,38 ton/ha dan umur 2 tahun sebesar 4,28 ton/ha. Data-data potensi karbon tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya tidak menunjukkan perkembangan penyimpanan karbon pada pertumbuhan jenis Eucalyptus sp. Data ketinggian tempat tumbuh juga tidak dijadikan sebagai variabel dalam penentuan pendugaan potensi karbon tersimpan. Umur tanaman dan ketinggian tempat tumbuh tentu saja diduga sangat berpengaruh pada hasil potensi karbon tersimpan yang dihasilkan. Belum diketahui umur maksimal dan ketinggian tempat tumbuh yang akan menghasilkan potensi karbon tersimpan yang optimal pada tegakan

Eucalyptus sp.

Kajian terhadap nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. juga belum didapatkan. Data


(22)

besaran penyerapan karbon dioksida. Dengan harga jual karbon dioksida yang ada, jasa lingkungan penyerapan karbon dioksida dapat dinilai. Kajian terakhir adalah bagaimana data-data penyerapan karbon dioksida hutan tanaman

Eucalyptus sp. ini dapat diarahkan dan dimanfaatkan pada penerapan pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan atau yang dikenal dengan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di Kementerian Kehutanan.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Berapa umur tegakan dan ketinggian tempat tumbuh tegakan Eucalyptus sp.

yang akan menghasilkan karbon tersimpan yang optimal.

b. Berapa penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp.

c. Berapa nilai jasa lingkungan yang dihasilkan melalui penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp.

d. Bagaimana mekanisme penerapan hasil pendugaan potensi karbon tersimpan, penyerapan karbon dioksida dan nilai jasa lingkungan yang telah diperoleh dari hutan tanaman Eucalyptus sp. dalam program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di Kementerian Kehutanan.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian adalah untuk :

a. Menganalisis pengaruh kelas umur dan ketinggian tempat tumbuh terhadap potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.


(23)

b. Menghitung penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp.

c. Menghitung nilai jasa lingkungan yang dihasilkan melalui penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp.

d. Mengetahui kelayakan mekanisme penerapan hasil pendugaan potensi karbon tersimpan, penyerapan karbon dioksida dan nilai jasa lingkungan yang telah diperoleh dari hutan tanaman Eucalyptus sp. dalam Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di Kementerian Kehutanan.

1.4. Hipotesis

Potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.dipengaruhi oleh kelas umur dan ketinggian tempat tumbuh serta interaksi antara keduanya.

1.5. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam rangka mendukung penerapan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di Kementerian Kehutanan.


(24)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanasan Global

Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O) dan uap air

Peristiwa perubahan iklim akan berakibat fatal bagi kehidupan di permukaan bumi, seperti pada bidang pertanian, perubahan ekosistem alam, meluasnya padang rumput dan gurun, areal hutan menyusut dan bergeraknya suhu panas ke arah kutub. Sedangkan daerah kutub sendiri karena naiknya suhu air laut mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief 2001). Pemanasan global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer, hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran maupun yang tidak melakukannya (Wardhana 2010).

membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat pemantulan sinar infra merah dan menyebabkan efek rumah kaca. Dengan naiknya konsentrasi gas-gas tersebut maka akan lebih banyak panas tertekan di dalam atmosfer dan menyebabkan suhu bumi naik (Mulyanto 2007).

Pemanasan global akan menimpa bumi dan segenap isinya yang diuraikan oleh Wardhana (2010) sebagai berikut :

1. Panas matahari sebagian diserap bumi sebesar 160 watt/m2

2. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh atmosfer.

dan memanasi bumi.


(25)

3. Panas matahari sebagian dipantulkan oleh bumi dan diteruskan oleh atmosfer. 4. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh Gas Rumah Kaca sebesar

30 watt/m2

ke bumi dan menjadikan bumi, atmosfer dan lingkungan menjadi panas.

2.2. Gas Rumah Kaca

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O). Gas-gas rumah kaca yang kurang umum, tetapi sangat kuat, adalah hydrofluorocarbons (HFCs), perfluorocarbons (PFCts) dan sulphur hexafluoride (SF6

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO

) (TPIBLK 2010b).

2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007).


(26)

Emisi rumah kaca sebagai penyebab terjadinya pemanasan global. Industrialisasi dan pembangunan memberikan andil terciptanya pemanasan global. Sudah banyak upaya untuk menekan atau mencegah peningkatan pemanasan global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi juga di level internasional dan nasional (Rudy 2008).

Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan. Mengingat hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di bumi sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola dengan baik (Manuri et al. 2011).

2.3. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.30/Menhut-II/2009 Pasal 1 dinyatakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang selanjutnya disebut REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mencegah dan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka memantapkan tata kelola kehutanan. Tujuan dari kegiatan REDD adalah untuk menekan terjadinya


(27)

deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan sebuah mekanisme yang dirancang untuk memberikan kompensasi bagi negara miskin yang mampu memberikan perlindungan bagi hutan mereka dan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO2

Strategi REDD dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) menurut Nugroho et al. (2012) meliputi :

. Negara-negara kaya dapat membeli kredit karbon, atau melakukan “offsets,” (memberikan kompensasi) bagi negara-negara berkembang yang dapat menjaga hutannya dengan baik, sehingga emisi bersih pada skala global dapat dikurangi. Sebagai alternatif, REDD dapat dipisahkan dari pasar kredit karbon, sehingga negara kaya atau negara maju harus dapat memenuhi komitmen REDD serta mengurangi emisi mereka sendiri (RECOFTC 2010).

1. Mengurangi laju deforestasi dari hutan ke non hutan secara permanen. 2. Mengurangi degradasi hutan.

3. Menjaga stok karbon melalui konservasi hutan.

4. Meningkatkan stok karbon melalui penanaman/reboisasi dan rehabilitasi lahan dan hutan.

Menurut CIFOR (2009), ada empat tantangan dalam implementasi skema REDD di Indonesia, yaitu :

1. Teknologi penghitungan karbon, apakah pemerintah lokal dan masyarakat mempunyai kapabilitas untuk melakukan hal tersebut.


(28)

2. Pembayaran, bagaimana cara suatu negara dapat memperoleh pembayaran dan dalam bentuk apa pembayaran itu diberikan? Siapa yang nantinya akan menerima pembayaran untuk upaya melindungi kawasan hutan tertentu: pemerintah nasional, masyarakat lokal sekitar hutan atau perusahaan kayu? 3. Akuntabilitas, jika pembayaran REDD dilakukan, namun hutan tetap saja

dirusak, apa yang akan terjadi? Akuntabilitas terkait dengan jaminan bahwa pembayaran karbon dapat mewujudkan perlindungan hutan berkelanjutan. 4. Pendanaan, apakah sebaiknya negara maju menyediakan dana untuk

memberikan penghargaan bagi negara-negara yang dapat mengurangi emisinya dari deforestasi? Atau apakah sebaiknya pengurangan emisi ini dikaitkan dengan sistem perdagangan karbon yang berbasis pasar? Kita perlu mencari sistem pasar yang paling sesuai.

Transaksi pembayaran REDD merupakan aliran pembayaran dari pembeli manfaat REDD kepada penghasil manfaat REDD yaitu pihak yang terlibat dalam rangkaian pengurangan emisi dari deforestasi. Dalam hal ini penghasil manfaat dapat merupakan pengusul kegiatan REDD. Pengusul REDD dapat berasal dari pemerintah daerah. Hal ini akan mempengaruhi usulan mekanisme distribusi pembayaran REDD dan proporsi insentif untuk masing-masing pihak (Indartik et al. 2010).

2.4. Karbon Tersimpan

Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh


(29)

karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2

Penghitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan cadangan karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method). Perbedaan cadangan karbon tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan atau penambahan stok (emisi atau sink). Untuk pengukuran karbon di tingkat sub-nasional atau skala proyek REDD, dilakukan melalui kombinasi pengukuran karbon di lapangan (ground survey) dan remote sensing (TPIBLK 2010b).

yang berlebihan di udara (Hairiah dan Rahayu 2007).

Karbon hutan tersimpan dalam bentuk biomassa sehingga untuk mengetahui kandungan karbon yang tersimpan dalam hutan dapat diperoleh dengan memperkirakan kandungan biomassa hutan. Biomassa hutan didefinisikan


(30)

seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering oven per satuan area (ton/unit area) (Krisnawati 2010).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan: (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Hairiah dan Rahayu 2007).

Sutaryo (2009) mengemukakan dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah :

1. Biomassa atas permukaan

Semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

2. Biomassa bawah permukaan

Semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.


(31)

3. Bahan organik mati

Meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. 4. Karbon organik tanah

Mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

2.5. Peran Hutan dalam Penyimpanan Karbon

Peranan hutan dalam mencegah dan mengurangi emisi karbon atau mitigasi perubahan iklim dapat dilihat dari berbagai kemungkinan menurut Thomson (2008) sebagai berikut:

1. Mengurangi kebakaran hutan dan emisi gas rumah kaca.

2. Mempertahankan penutupan hutan dan potensinya untuk mencegah perubahan iklim.

3. Pengaturan kegiatan manajemen hutan untuk menangkap atau menyerap tambahan CO di atmosfer.

4. Penangkapan dan penyimpanan karbon dalam pool karbon hutan dan penggunaan kayu dalam jangka panjang.

5. Mengembangkan pasar perdagangan karbon dan menciptakan insentif untuk kegiatan kehutanan yang mengurangi emisi industri dan penghasil polutan


(32)

Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, dengan jumlah total vegetasi hutan di Indonesia yang terus meningkat, dapat menghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 milliar ton karbon (FWI 2003).

Tekanan manusia terhadap sumber daya hutan, menyebabkan deforestasi dan degradasi terhadap hutan yang ada. Penurunan jumlah dan kualitas hutan tidak hanya menyebabkan berkurangnya jumlah karbon yang tersimpan, tetapi juga menyebabkan pelepasan emisi karbon ke atmosfer serta mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon. Karenanya hutan berperan penting di dalam upaya mitigasi perubahan iklim, melalui penyerapan CO2

Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha. Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan menjadi pertumbuhan riap pohon (Manuri et al. 2011).


(33)

yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon (TPIBLK 2010a).

Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang sangat penting pada ekosistem hutan, karena sebagian besar karbon hutan berasal dari biomasa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar penyimpanan C di daratan. Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung hasil penebangan (destruktif sampling) dan cara tidak langsung dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang. Beberapa persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk hutan tropis telah disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan secara global maupun lokal (TPIBLK 2010b).

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan penerapan sistem silvikultur yang intensif. Rehabilitasi kawasan hutan produksi yang telah rusak dan tidak produktif merupakan sasaran utama pembangunan HTI disamping menghasilkan devisa dari hasil proses produksi pabrik pengolahan kayu HTI (Ulya 2006). Penyerapan CO2

Karbondioksida dianggap sebagai gas rumah kaca utama karena memiliki laju pertambahan emisi yang tinggi, waktu tinggal di atmosfer yang lama dan tingginya emisi yang berasal dari sektor industri. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan pada beberapa jenis hutan tanaman, hutan

dapat dijadikan penambah pendapatan selain kayu dan hasil hutan bukan kayu bagi kehutanan Indonesia dan mendorong terciptanya pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan (Heriansyah 2005a).


(34)

diserap oleh hutan tanaman dari jenis Eucalyptus grandis, Acacia mangium, meranti dan jati berturut-turut adalah 31,948 ton/CO2/ha; 30,100 ton/ CO2/ha; 18,640 ton/CO2/ha; dan 5,800 ton/CO2/ha. Dengan peran tersebut, adanya kondisi hutan yang terjaga akan mampu menjaga konsentrasi CO2

Residu biomassa dari hutan tanaman berpotensi besar sebagai sumber energi, dimana program pemanfaatannya bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain berbasis sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dalam implementasinya, program pengembangan bioenergi di daerah sekitar hutan ini selain berkontribusi dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk tujuan pengelolaan hutan berkelanjutan. Dengan limpahan residu dari biomassa hutan yang sangat besar, maka implementasi energi biomassa memiliki prospek yang besar. Di samping itu pemanfaatan biomassa menjadi energi pun dapat mengurangi emisi CO

di atmosfer tetap stabil. Hal ini berarti pula beberapa bencana alam yang sering dihubungkan dengan fenomena gas rumah kaca dan perubahan iklim global akan dapat dicegah (Junaedi 2008).

2 baik dari respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran, serta berkontribusi besar pada penurunan penggunaan bahan bakar fosil yang semakin langka dan mahal (Heriansyah 2005b).

2.6. Eucalyptus

Eucalyptus spp. termasuk famili Myrtaceae, terdiri dari kurang lebih 700 jenis. Jenis Eucalyptus dapat berupa semak atau perdu. Umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk


(35)

sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon yang masih muda letak daunnya berhadapan bentuk dan ukurannya sering berbeda dan lebih besar daripada pohon tua. Pada umur tua, letak daun berselang seling (Irwanto 2007).

Jenis-jenis Eucalyptus terutama hidup pada iklim bermusim dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0 - 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20°-32o

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sejak pesatnya perkembangan pembangunan hutan tanaman telah memproduksi bibit secara generatif dan vegetatif. Namun sejak awal Tahun 2002 penggunaan bibit secara generatif tidak dikembangkan lagi karena dengan sistem vegetatif yang dihasilkan dalam bentuk klon-klon yang C (Irwanto 2007). Eucalyptus umumnya mempunyai arsitektur tajuk ringan mengakibatkan intensitas penutupan tajuk relatif ringan. Kondisi tersebut memberikan peluang besar bagi air hujan untuk lolos dari cegatan tajuk (intersepsi tajuk), sehingga air hujan yang lolos dan mencapai lantai hutan relatif besar (Pudjiharta 2001).


(36)

mempunyai potensi yang lebih seragam dalam hal pemenuhan volume pohon untuk memenuhi kebutuhan perusahaan (jumlah dan kualitas) dan perawatannya juga lebih mudah. Jenis-jenis bibit Eucalyptus yang diproduksi oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk adalah Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, dan

Eucalyptus hybrid. Sedangkan benih Eucalyptus yang diproduksi di Nursery PT Toba Pulp lestari, Tbk berasal dari beberapa daerah di Indonesia (PT. TPL 2005).

Kemampuan Eukaliptus dalam menyerap karbon terbesar berdasarkan perbandingan umur pada setiap jenis yaitu pada umur 1 tahun terbesar terdapat pada E.Ind 33, pada umur 2 tahun terdapat pada E.Ind 32, pada umur 3 tahun terdapat pada E.Ind 47 dan pada umur 4 tahun didapat besar penyimpanan karbon tertinggi pada E.Ind 33. Dibandingkan dengan Eucalyptus grandis bahwa E.Ind 33 memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbon di udara (Hutabarat 2011).


(37)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 2012 sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilaksanakan pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun dan Sektor Tele Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara serta di Laboratorium Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun memiliki formasi geologi Tuf Toba Masam, Perbukitan dan Pegunungan dengan jenis tanah secara umum berdasarkan klasifikasi USDA adalah Dystropepts dan

Hydrandepts dan berdasarkan klasifikasi FAO adalah Latosol Coklat dan Andosol. Tipe iklim masuk dalam tipe A (sangat basah) dengan curah hujan rata-rata 238 mm/bulan. Ketinggian tempat berkisar 250 – 1.500 mdpl.

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele Kabupaten Samosir memiliki formasi geologi secara umum Tuf Toba Masam dengan jenis tanah secara umum berdasarkan klasifikasi USDA adalah Dystropepts, Andaquepts, Troporthents dan

Hydrandepts dan berdasarkan klasifikasi FAO adalah Latosol Coklat dan Andosol Coklat. Tipe iklim masuk dalam tipe A (sangat basah) dengan curah hujan rata-rata 220 mm/bulan. Ketinggian tempat berkisar 900 – 1.850 mdpl.


(38)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah tegakan

Eucalyptus sp., tumbuhan bawah dan nekromassa. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah Global Positioning System (GPS), spidol, parang, pita ukur (meteran), tali rafia, phiband, timbangan, neraca analitik, oven, blangko pengamatan, kamera digital, gunting, kantong plastik, kantong kertas semen, kuadran, sekop, ayakan dan ember.

3.3. Metode Penelitian

Variabel yang diambil dalam penelitian ini adalah kelas umur dan ketinggian tempat tumbuh tegakan Eucalyptus sp. Variabel kelas umur dibagi atas kelas umur 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Variabel ketinggian

tempat tumbuh dibagi atas ketinggian < 1.000 mdpl, 1.000 – 1.500 mdpl dan > 1.500 mdpl. Masing-masing variabel dilakukan 3 (tiga) ulangan/petak

pengukuran.

3.3.1. Pendugaan potensi karbon tersimpan

Penelitian untuk pendugaan potensi karbon tersimpan dilaksanakan di lapangan dan di laboratorium. Pengumpulan data dan pengambilan sampel dilaksanakan di lapangan dan pengujian sampel dilaksanakan di laboratorium. Penelitian di lapangan dilaksanakan dengan membuat petak pengukuran dengan metode jalur. Pengukuran tegakan Eucalyptus sp. menggunakan metode non

destructive, pengukuran tumbuhan bawah dan nekromassa dengan metode

destructive. Sampel yang didapatkan di lapangan akan diuji di laboratorium. Hasil pengolahan data yang telah diperoleh akan diuji secara statistik untuk mengetahui


(39)

pengaruh variabel yang diambil dalam penelitian ini terhadap pendugaan potensi karbon tersimpan yang dihasilkan.

3.3.2. Penyerapan karbon dioksida

Hasil pendugaan potensi karbon tersimpan yang paling kecil dan paling optimal menjadi data untuk perhitungan penyerapan karbon dioksida. Penyerapan karbon dioksida didapat dengan mengkonversi data potensi karbon tersimpan. 3.3.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida

Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida diperoleh dengan mengalikan nilai penyerapan karbon dioksida dengan harga karbon yang berlaku.

3.3.4. Mekanisme penerapan reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD) hutan tanaman Eucalyptus sp.

Kajian penerapan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) dari Hutan Tanaman Eucalyptus sp. didasarkan pada hasil pendugaan potensi karbon tersimpan, penyerapan karbon dioksida dan nilai jasa lingkungan yang telah diperoleh. Kajian dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil-hasil yang diperoleh tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pendugaan potensi karbon tersimpan

Penelitian untuk mencari pendugaan potensi karbon tersimpan dilaksanakan berdasarkan petunjuk praktis yang telah dikembangkan oleh Hairiah


(40)

persamaan allometrik yang telah ada sebelumnya serta perhitungan biomassa tumbuhan bawah dan nekromassa berdasarkan berat kering dari hasil uji laboratorium.

3.4.1.1. Pengukuran biomassa tegakan Eucalyptus sp.

Biomassa tegakan pada hutan tanaman diukur pada petak pengukuran. Penentuan petak pengukuran ditentukan secara simple random sampling. Menurut Hanafiah (2006), metode pengambilan sampel ini digunakan apabila kita memilih sampel dari populasi yang berkarakteristik homogen seperti seareal lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang ditumbuhi oleh sejenis tanaman hutan yang pertumbuhannya seragam.

Petak pengukuran dibuat dengan ukuran 6 m x 40 m. Pengukuran dilakukan dengan cara non destructive. Data biomassa tegakan diperoleh dengan mengukur diameter setinggi dada (dbh) semua tegakan yang terdapat di dalam petak pengukuran. Perhitungan biomassa tegakan menggunakan persamaan allometrik yang telah didapatkan oleh Eamus et al. (2000) sebagai berikut :

B = 0,162 x D

dimana, B = Biomassa Tegakan dan D = Diameter setinggi dada (dbh)

2,383

3.4.1.2. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah

Biomassa tumbuhan bawah diukur pada petak pengukuran (kuadran) dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m yang terletak di dalam petak pengukuran biomassa tegakan Eucalyptus sp. Pengambilan sampel biomassa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode destructive. Tumbuhan bawah yang diambil sebagai sampel adalah herba dan rumput-rumputan yang terdapat dalam kuadran. Semua sampel dimasukkan ke dalam kantong kertas dan beri label sesuai variabel.


(41)

Pada uji laboratorium, sampel tumbuhan bawah yang diambil ditimbang berat basah daun atau batang. Selanjutnya ambil subsampel tanaman dari masing-masing biomassa daun dan batang sekitar 100 gr. Bila biomassa sampel yang didapatkan hanya sedikit (< 100 gr), maka semua sampel ditimbang dan jadikan sebagai subsampel. Subsampel dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o

Total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) :

C selama 2 x 24 jam. Setelah pengovenan selesai, ditimbang berat keringnya.

������� (��) =BK subsampel (gr)

BB subsampel (gr) x Total BB (gr) dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

3.4.1.3. Pengukuran nekromassa

Pengukuran nekromassa dilakukan terhadap nekromassa berkayu dan nekromassa tidak berkayu. Nekromassa berkayu berupa pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman, cabang dan ranting. Nekromassa tidak berkayu berupa serasah daun yang masih utuh (serasah kasar) dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian serta berukuran > 2 mm (serasah halus).

Pengukuran nekromassa berkayu dengan mengukur diameter semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting. Selanjutnya nekromassa tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan perhitungan biomassa tegakan. Pengukuran ini dilakukan pada petak pengukuran yang sama dengan petak pengukuran tegakan.


(42)

ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran dimasukkan ke dalam kantong kertas dan diberi label sesuai variabel pengukuran. Pengambilan sampel ini dilakukan pada petak pengukuran yang sama dengan petak pengukuran tumbuhan bawah.

Pada uji laboratorium, semua serasah dikeringkan di bawah sinar matahari. Bila sudah kering goyang-goyangkan dan ditimbang sampel serasah kering matahari (gr). Selanjutnya ambil subsampel serasah dari sekitar 100 gr. Bila biomassa sampel yang didapatkan hanya sedikit (< 100 gr), maka semua sampel ditimbang dan jadikan sebagai subsampel. Subsampel dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o

Total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) :

C selama 2 x 24 jam. Setelah pengovenan selesai, ditimbang berat keringnya.

������� (��) =BK subsampel (gr)

BB subsampel (gr) x Total BB (gr) dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

3.4.1.4. Pengukuran potensi karbon tersimpan

Semua data biomassa dan nekromasa yang telah diperoleh di jumlahkan per variabel pengukuran yang merupakan estimasi akhir jumlah C tersimpan. Konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi

potensi karbon tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat massanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut (Hairiah dan

Rahayu 2007) :


(43)

3.4.2. Penyerapan karbon dioksida

Data penyerapan karbon dioksida dapat dihitung melalui persamaan kimiawi (C + 02 → CO2), dimana 1 gram karbon (C) equivalen dengan 3,67 gram CO2 sehingga jumlah CO2

CO

yang dapat diserap oleh tegakan hutan adalah jumlah karbon tersimpan dikali dengan 3,67 atau dengan rumus (Mirbach 2000) :

2

dimana, CO

= C x 3,67

2

3.4.3. Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida

= penyerapan karbon dioksida dan C = potensi karbon tersimpan

Nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon dioksida diperoleh dengan mengalikan nilai penyerapan karbon dioksida dengan harga karbon yang berlaku dikurangi dengan biaya transaksi. Harga karbon yang digunakan mengacu pada The World Bank (2011) sebesar US$5,8 per ton CO2

3.4.4. Mekanisme penerapan reducing emissions from deforestation and

e. Antinori dan Sathaye (2007) menyatakan biaya transaksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk proses administrasi, monitoring dan verifikasi jasa pengurangan emisi dan penyerapan karbon dioksida. Besarnya biaya transaksi pada sektor kehutanan adalah US$1,23.

forest degradation (REDD) hutan tanaman Eucalyptus sp.

Kajian penerapan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) dari Hutan Tanaman Eucalyptus sp. didasarkan pada hasil pendugaan potensi karbon tersimpan, penyerapan karbon dioksida dan nilai jasa lingkungan yang telah diperoleh. Kajian dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil-hasil yang diperoleh tersebut berdasarkan peraturan dan kebijakan yang berlaku, terutama yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan. Parameter yang


(44)

a. Areal/lahan, lokasi dan jenis tegakan yang tumbuh di atasnya. b. Data stok karbon dan penyerapan karbon dioksida.

c. Estimasi pendapatan dari REDD. d. Pelaku REDD.

e. Kelengkapan persyaratan REDD. f. Verifikasi dan sertifikasi.

3.5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk pendugaan potensi karbon tersimpan adalah analisis ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 (dua) variabel penelitian yaitu kelas umur dan ketinggian tempat tumbuh. Kombinasi perlakuan variabel seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kombinasi Perlakuan Pendugaan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman Eucalyptus sp.

Kelas Umur (A) Ketinggian Tempat Tumbuh (B)

B1 B2 B3

A1 A1 B1 A1 B2 A1 B3

A2 A2 B1 A2 B2 A2 B3

A3 A3 B1 A3 B2 A3 B3

A4 A4 B1 A4 B2 A4 B3

A5 A5 B1 A5 B2 A5 B3

Keterangan :

A = Kelas Umur (1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun)

B = Ketinggian Tempat Tumbuh (< 1.000 mdpl, 1.000 – 1.500 mdpl dan > 1.500 mdpl)


(45)

Hipotesis yang digunakan adalah : Ho

H

: Variabel penelitian tidak berpengaruh terhadap pendugaan potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.

1

Untuk mengetahui pengaruh variabel penelitian terhadap pendugaan potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp. dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung < F tabel maka H

: Variabel penelitian berpengaruh terhadap pendugaan potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.

0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak. Untuk mengetahui variabel penelitian mana yang berpengaruh maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).


(46)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pendugaan Potensi Karbon Tersimpan 4.1.1. Biomassa tegakan Eucalyptus sp.

Data hasil pengukuran biomassa tegakan Eucalyptus sp. disajikan pada Lampiran 1 dan grafik biomassa tegakan Eucalyptus sp. rata-rata disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Biomassa Tegakan Eucalyptus sp.

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai biomassa tegakan Eucalyptus sp. meningkat dengan bertambahnya umur tetapi menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh. Nilai biomassa tegakan Eucalyptus sp. yang dihasilkan berkisar antara 11,25 – 188,189 ton/ha dengan rata-rata 99,84 ton/ha. Nilai biomassa tegakan Eucalyptus sp. terendah didapat pada tegakan Eucalyptus sp.


(47)

umur 1 tahun pada ketinggian > 1.500 mdpl, sedangkan yang tertinggi didapat pada tegakan Eucalyptus sp. umur 5 tahun pada ketinggian < 1.000 mdpl.

Nilai biomassa tegakan Eucalyptus sp. hasil penelitian dipengaruhi oleh diameter tegakan, dimana semakin besar diameter tegakan maka semakin besar pula biomassa tegakan. Hal ini berkaitan juga dengan umur tegakan, dimana semakin besar umur tegakan maka diameter tegakan pun semakin besar. Siahaan (2009) menyatakan bahwa diameter batang tanaman Eucalyptus sp. semakin besar dengan semakin bertambahnya umur. Rata-rata diameter setinggi dada tanaman

Eucalyptus sp. pada plot ukur setiap umur adalah 3,2 cm, 8,9 cm, 12,1 cm, 12,7 cm, 14,7 cm. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Elias et al

(2010) pada pohon Acacia mangium yang mengemukakan kadar karbon dalam biomassa komponen-komponen pohon A. mangium terlihat semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya diameter pohon. Data hubungan antara diameter tegakan dengan biomassa tegakan disajikan pada Lampiran 2.

Berdasarkan analisis regresi linier sederhana yang disajikan pada Lampiran 7, didapatkan bahwa koefisien bebas (a2) sebesar 16,379 dan koefisien terikat (a1

Ŷ = -74,716 + 16,379 X

) sebesar -74,716 sehingga persamaan regresinya sebagai berikut :

dimana Ŷ adalah Biomassa Tegakan (ton/ha) dan X adalah diameter tegakan (cm) Berdasarkan pengujian parameter untuk koefisien α2, didapatkan bahwa nilai koefisien α2 untuk α = 5% sangat mempengaruhi nilai taksiran dari biomassa tegakan, sehingga nilai biomassa tegakan memiliki hubungan linear terhadap diameter tegakan. Dari nilai koefisien determinasi (R square) yang


(48)

tegakan telah dapat dijelaskan oleh data diameter. Gambar 4.2 berikut menampilkan hubungan linear antara biomassa tegakan dan diameter tegakan.

Gambar 4.2. Hubungan Linear antara Biomassa Tegakan dan Diameter Tegakan

Nilai biomassa tegakan Eucalyptus sp. berdasarkan ketinggian tempat tumbuh berturut-turut semakin menurun dari ketinggian < 1.000 mdpl, 1.000 – 1.500 mdpl dan > 1.500 mdpl. Ketinggian tempat tumbuh berkaitan dengan temperatur udara, dimana semakin naik elevasi suatu daerah maka temperatur udara akan semakin rendah, sehingga akan mempengaruhi kemampuan tegakan untuk tumbuh dan berkembang.

4.1.2. Biomassa tumbuhan bawah

Data hasil pengukuran biomassa tumbuhan bawah hutan tanaman

Eucalyptus sp. disajikan pada Lampiran 3 dan grafik biomassa tumbuhan bawah hutan tanaman Eucalyptus sp. rata-rata disajikan pada Gambar 4.3.

Ŷ = -74,716 + 16,379 X

Bio

m

a

ssa T

eg

a

kan

(

to

n

/h

a

)


(49)

Gambar 4.3. Grafik Biomassa Tumbuhan Bawah Hutan Tanaman Eucalyptus sp.

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai biomassa tumbuhan bawah pada hutan tanaman Eucalyptus sp. secara umum menurun dengan bertambahnya umur dari umur 1 tahun ke umur 3 tahun, tetapi pada umur 4 tahun dan 5 tahun nilainya meningkat kembali. Nilai biomassa tumbuhan bawah pada hutan tanaman

Eucalyptus sp. juga menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh kecuali pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl. Nilai biomassa tumbuhan bawah yang dihasilkan berkisar antara 0,41 – 5,13 ton/ha dengan rata-rata 1,95 ton/ha. Nilai biomassa tumbuhan bawah terendah didapat pada tumbuhan bawah umur 3 tahun pada ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl, sedangkan yang tertinggi didapat pada tumbuhan bawah umur 5 tahun pada ketinggian < 1.000 mdpl.


(50)

Rendahnya nilai biomassa tumbuhan bawah pada umur 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun pada hutan tanaman Eucalyptus sp. karena pada umumnya di hutan tanaman masih terdapat kegiatan pemeliharaan terhadap tapak tegakan, seperti penyemprotan dan pembersihan hama serta pemupukan. Hal ini menyebabkan hanya sedikit tumbuhan bawah yang hidup. Sedangkan pada umur 4 tahun dan 5 tahun, kegiatan pemeliharaan terhadap tapak tegakan tidak dilakukan lagi, sehingga banyak tumbuhan bawah yang hidup. Siahaan (2009) menambahkan tumbuhan bawah merupakan salah satu tempat penyimpanan karbon pada tegakan

Eucalyptus sp. Pertumbuhan tumbuhan bawah dikontrol untuk mendukung

pertumbuhan tanaman menggunakan bahan kimia yang disempotkan secara berkala.

Kegiatan penjarangan yang dilakukan terhadap tegakan, baik pada batang, cabang maupun ranting juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan bawah. Hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang dapat diterima oleh tumbuhan bawah. Semakin banyak cahaya matahari yang diterima tumbuhan, berarti semakin baik proses fotosintesis pada tumbuhan tersebut. Pada lokasi penelitian, penjarangan mulai dilaksanakan pada tegakan yang berumur 3 tahun. Kegiatan penjarangan ini menyebabkan kerapatan tegakan menjadi berkurang dan intensitas cahaya matahari yang masuk menjadi semakin besar, sehingga tumbuhan bawah pada umur 4 tahun dan 5 tahun semakin banyak. Dibandingkan dengan tegakan umur 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun, tegakan masih sangat rapat, intensitas cahaya matahari sedikit dan tumbuhan bawah yang tumbuh pun sedikit.

Nilai biomassa tumbuhan bawah pada hutan tanaman Eucalyptus sp.


(51)

bawah lebih dapat bertahan hidup pada ketinggian yang tidak terlalu tinggi, dimana temperatur tidak terlalu rendah dan tanahnya tidak lembab. Kondisi lapangan pada Sektor Tele dengan ketinggian < 1.500 mdpl menunjukkan temperatur udara berkisar 25 – 28oC dan kondisi tanah lembab dan hanya sedikit tumbuhan bawah yang tumbuh. Sedangkan kondisi lapangan pada Sektor Aek Nauli sebagai lokasi penelitian dengan ketinggian > 1.000 mdpl dan 1.000 – 1.500 mdpl memiliki temperatur yang lebih tinggi dan tanahnya lebih kering dibandingkan pada Sektor Tele. Kondisi ini menyebabkan tumbuhan bawah lebih banyak tumbuh.

4.1.3. Nekromassa

Data hasil pengukuran nekromassa hutan tanaman Eucalyptus sp. disajikan pada Lampiran 4 dan grafik nekromassa hutan tanaman Eucalyptus sp. rata-rata disajikan pada Gambar 4.4.

12,03 11,55 11,52 13,43 14,69 12,51 11,36 11,45 14,39 15,50 11,44 10,73 11,62 13,53 14,90 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun

B e ra t K e ri n g ( to n /h a ) Umur Tegakan


(52)

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai nekromassa pada hutan tanaman

Eucalyptus sp. secara umum menurun dengan bertambahnya umur dari umur 1 tahun ke umur 3 tahun, tetapi pada umur 4 tahun dan 5 tahun nilainya meningkat kembali. Nilai nekromassa pada hutan tanaman Eucalyptus sp. juga menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh, kecuali pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl. Nilai nekromassa yang dihasilkan berkisar antara 10,73 – 15,50 ton/ha dengan rata-rata 12,71 ton/ha. Nilai nekromassa terendah didapat pada nekromassa umur 2 tahun pada ketinggian > 1.500 mdpl, sedangkan yang tertinggi didapat pada nekromassa umur 5 tahun pada ketinggian 1.000 – 1.500 mdpl.

Nilai nekromassa hutan tanaman Eucalyptus sp. yang rendah pada umur 2 tahun dan 3 tahun disebabkan karena belum banyaknya bahan organik yang mati yang berasal dari ranting, cabang dan daun tegakan Eucalyptus sp. Nilai nekromassa pada umur 1 tahun lebih tinggi daripada umur 2 tahun dan 3 tahun disebabkan karena masih terdapatnya sisa-sisa pemanenan yang belum terangkut, terutama cabang dan ranting tegakan. Sedangkan nilai nekromassa yang semakin meningkat pada umur 4 tahun dan 5 tahun karena sudah banyaknya ranting, cabang dan daun tegakan Eucalyptus sp. yang gugur. Gambar 4.5. menampilkan perbandingan nekromassa hutan tanaman Eucalyptus sp. pada umur 1 tahun sampai dengan 5 tahun.


(53)

Gambar 4.5. Nekromassa Hutan Tanaman Eucalyptus sp.

(a = sisa penebangan pada umur 1 tahun; b = umur 2 tahun; c = umur 3 tahun; d = umur 4 tahun; e = umur 5 tahun)

Karbon tersimpan dipengaruhi juga oleh produktivitas serasah. Tanaman

Eucalyptus sp. yang mempunyai daun dengan ciri morfologi kecil dan tipis menyebabkan mudahnya daun tersebut untuk gugur, sehingga pada umur 4 tahun dan 5 tahun terdapat lebih banyak serasah di bandingkan pada umur pertumbuhan sebelumnya. Kecepatan pelapukan yang lambat di atas permukaan tanah menyebabkan banyaknya serasah yang ada sehingga nilai karbon tersimpannya juga tinggi. Hairiah et al (2004) menyatakan makin tebal daun makin sulit lapuk, demikian pula bila daun makin mengkilat dan berminyak dipermukaannya makin lambat lapuk. Bentuk dan ukuran tidak berpengaruh terhadap kecepatan pelapukan daun. Kecepatan pelapukan serasah di permukan tanah hutan berjalan paling lambat, dimana sekitar 50% dari serasah yang ada di permukaan tanah hilang terlapuk pada saat 101 minggu. Mindawati (2011) menambahkan sifat

a b


(54)

serasah lebih besar dari laju dekomposisi. Produktivitas serasah tegakan hibrid E. urograndis berkisar antara 3,5-5,3 ton/ha/tahun pada rotasi 1 dan sekitar 3,7-6,2 ton/ha/tahun pada rotasi 2. Produktivitas serasah dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama curah hujan, suhu dan faktor kesuburan tanah di samping faktor genetik tanaman.

4.1.4. Potensi karbon tersimpan

Data hasil potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.

disajikan pada Lampiran 5 dan grafik potensi karbon tersimpan hutan tanaman

Eucalyptus sp. rata-rata disajikan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik Potensi Karbon Tersimpan Hutan Tanaman

Eucalyptus sp.

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa potensi karbon tersimpan pada hutan tanaman Eucalyptus sp. meningkat dengan bertambahnya umur tetapi menurun

14,13 30,69 70,08 83,93 95,68 13,53 27,90 69,90 73,12 89,03 10,71 15,77 55,71 59,22 80,63 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun

P e n y e rap an K ar bo n ( to n /h a) Umur Tegakan


(55)

dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh. Nilai karbon tersimpan yang dihasilkan berkisar antara 10,71 – 95,68 ton/ha dengan rata-rata 52,67 ton/ha. Nilai karbon tersimpan terendah didapat pada hutan tanaman Eucalyptus sp. umur 1 tahun pada ketinggian > 1.500 mdpl, sedangkan yang tertinggi didapat pada hutan tanaman Eucalyptus sp. umur 5 tahun pada ketinggian < 1.000 mdpl.

Berdasarkan analisis keragaman yang disajikan pada Lampiran 8 diperoleh bahwa umur, ketinggian tempat serta interaksi antara umur dan ketinggian tempat berpengaruh sangat nyata terhadap potensi karbon tersimpan hutan tanaman

Eucalyptus sp. Dengan kata lain, variabel dalam penelitian ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dalam nilai karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp.

yang dihasilkan.

Hasil Uji Wilayah Berganda Duncan yang disajikan pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95 %, umur tegakan dan ketinggian tempat tumbuh hutan tanaman Eucalyptus sp. berbeda nyata satu sama lain dalam menghasilkan nilai karbon tersimpan. Semakin besar umur tegakan maka nilai karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp. meningkat. Semakin besar ketinggian tempat maka maka nilai karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp. menurun.

Nilai karbon tersimpan yang didapatkan dari hasil penelitian pada hutan tanaman Eucalyptus sp. berbeda dibandingkan dengan karbon tersimpan pada hutan tanaman jenis lainnya pada umur yang relatif sama. Data hasil penelitian yang dirangkum oleh TPIBLK (2010a) menyatakan cadangan karbon hutan tanaman Acacia mangium umur 6 tahun di hutan tanaman Benakat Sumatera


(56)

Jawa umur 1 tahun sebesar 5,4 ton/ha, hutan tanaman Acacia mangium di PT. Perhutani Bogor umur 3 tahun sebesar 110,97 ton/ha dan umur 5 tahun sebesar 176,84 ton/ha. Perbedaan nilai karbon tersimpan pada tiap jenis tanaman disebabkan oleh kemampuan tanaman menyerap karbon dioksida pada saat aktivitas fotosintesis dan menyimpannya. Persamaan allometrik yang dipakai dalam menghitung nilai karbon tersimpan juga berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan. Menurut Manuri et al (2011), terdapat 7 (tujuh) jenis kesalahan dalam pendugaan karbon, yaitu kesalahan pengukuran, kesalahan model ekspansi biomassa atau persamaan allometrik, kesalahan sampling, kesalahan koreksi citra, kesalahan klasifikasi, data entry dan kalkulasi dan scale up.

Cadangan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya umur tanaman. Hutan tanaman cepat tumbuh yang cadangan karbonnya paling tinggi adalah Acacia dan hutan tanaman lambat tumbuh yang cadangan karbon paling besar adalah Shorea. Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon tersebut akan dipengaruhi oleh jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas pemeliharannya. Hutan tanaman untuk jenis-jenis pohon berdaur panjang seperti kemiri, agathis, shorea rasamala dan pinus memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah relatif sama dengan tegakan yang hidup di hutan alam. Jenis pohon daur pendek di hutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar diantaranya adalah sengon dan Acacia crassicarpa, pohon tersebut ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat tumbuh (TPIBLK 2010a).

Potensi karbon tersimpan hutan tanaman Eucalyptus sp. yang berbeda berdasarkan ketinggian tempat tumbuh disebabkan karena proses aktivitas fisilogi


(57)

dalam tegakan Eucalyptus sp., dimana semakin meningkat ketinggian tempat tumbuh maka kemampuan tanaman untuk berfotosintesis akan semakin rendah sehingga kemampuan menyerap CO2

Besarnya penyimpanan C berkisar antara 20 hingga 400 Mg C ha-1 tergantung pada jenis dan komposisi ekosistem hutan, letak geografis, tanah dan iklimnya. Pengelolaan hutan juga menentukan penyimpanan C dan perubahannya dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh pertumbuhan dan gangguan termasuk hama penyakit dan kebakaran (Hairiah dan Rahayu 2007).

dan menyimpannya dalam biomassa semakin kecil. Mindawati (2011) mengemukakan lebih kecilnya produktivitas hibrid E. urograndis di Indonesia diduga disebabkan oleh perbedaan ketinggian tempat dimana jenis tersebut tumbuh pada dataran tinggi sehingga mengakibatkan laju fotosintesis lebih rendah dan pertumbuhan lebih lambat.

Potensi karbon tersimpan pada hutan tanaman Eucalyptus sp. dari hasil penelitian ini didapatkan dari biomassa total yang diukur dari biomassa tegakan, tumbuhan bawah dan nekromassa. Biomassa tegakan memberikan nilai yang terbesar, diikuti oleh nekromassa dan terakhir tumbuhan bawah terhadap nilai karbon tersimpan pada hutan tanaman Eucalyptus sp. Hairiah dan Rahayu (2007) mengemukakan semua data biomassa dan nekromasa yang telah diperoleh dijumlahkan yang merupakan estimasi akhir jumlah C tersimpan. Konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi karbon tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat massanya dengan konsentrasi C. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang didapatkan oleh Siahaan (2009) dimana simpanan karbon pada tanaman memiliki persentase


(58)

yang terlihat adalah peningkatan simpanan karbon pada tegakan Eucalyptus sp.

dari umur 3 – 4 tahun merupakan peningkatan yang terkecil dan peningkatan yang besar ada pada tegakan Eucalyptus sp. pada umur 1 ke 2 tahun dan umur 4 ke 5 tahun. Tabel 4.1 di bawah ini menggambarkan konstribusi tiap bagian yang diukur dalam potensi karbon tersimpan yang datanya merujuk pada Lampiran 5.

Tabel 4.1. Kontribusi Nilai Potensi Karbon Tersimpan Ketinggian

(mdpl)

Umur (tahun)

Kontribusi terhadap Biomassa (%) Tegakan Tumbahan

Bawah Nekromassa

< 1.000

1 58,38 2,45 39,17

2 81,75 0,93 17,31

3 91,98 0,46 7,56

4 90,91 1,73 7,36

5 90,47 2,47 7,06

1.000 - 1.500

1 55,07 2,42 42,51

2 80,29 0,97 18,73

3 92,20 0,27 7,54

4 87,96 2,99 9,05

5 89,76 2,23 8,01

> 1.500

1 48,32 2,55 49,13

2 67,44 1,25 31,31

3 89,88 0,52 9,60

4 87,60 1,90 10,51

5 89,19 2,30 8,50

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa berdasarkan ketinggian tempat tumbuh, biomassa tegakan memberikan nilai yang terbesar, diikuti oleh nekromassa dan terakhir tumbuhan bawah terhadap nilai karbon tersimpan pada hutan tanaman


(59)

tegakan pada umur 1 dan 2 tahun lebih kecil dibandingkan pada umur 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Konstribusi nekromassa pada umur 1 dan 2 tahun lebih besar dibandingkan pada umur 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Hal ini berkaitan dengan diameter tegakan yang belum besar pada umur 1 tahun dan 2 tahun dan masih banyaknya sisa-sisa hasil pemanenan yang tertinggal pada kedua umur tersebut.

Daur hutan tanaman Eucalyptus sp. yang diterapkan pada lokasi penelitian adalah 5 tahun. Dengan hasil penelitian yang didapatkan, maka umur tegakan 5 tahun merupakan umur yang optimal bagi penyimpanan karbon. Setelah umur 5 tahun, tanaman Eucalyptus sp. dapat ditebang. Sedangkan berdasarkan ketingggian tempat, ketinggian < 1.000 mdpl menghasilkan penyimpanan karbon yang optimal pada hutan tanaman Eucalyptus sp. Mindawati et al. (2010) menyatakan daur optimal pada rotasi 1 terjadi pada umur 5,5 tahun dengan riap volume maksimal tegakan E. urograndis sekitar 35,45 m3/ha/tahun dan pada rotasi 2 terjadi pada umur 5 tahun dengan riap volume maksimal sebesar 35,95 m3/ha/tahun.

4.2. Penyerapan Karbon Dioksida

Data hasil penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp.

disajikan pada Lampiran 6 dan grafik penyerapan karbon hutan tanaman


(60)

Gambar 4.7. Grafik Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp.

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai penyerapan karbon dioksida pada hutan tanaman Eucalyptus sp. meningkat dengan bertambahnya umur tetapi menurun dengan naiknya ketinggian tempat tumbuh. Nilai penyerapan karbon dioksida yang dihasilkan berkisar antara 39,30 – 351,15 ton/ha dengan rata-rata 193,29 ton/ha. Nilai penyerapan karbon dioksida terendah didapat pada hutan tanaman Eucalyptus sp. umur 1 tahun pada ketinggian > 1.500 mdpl, sedangkan yang tertinggi didapat pada hutan tanaman Eucalyptus sp. umur 5 tahun pada ketinggian < 1.000 mdpl.

Penyerapan karbon dioksida oleh hutan tanaman Eucalyptus sp. berkaitan dengan banyaknya karbon yang dapat diserap oleh hutan tersebut. Semakin banyak karbon yang terserap semakin besar pula karbon dioksida yang dapat di serap dalam hutan tanaman Eucalyptus sp. Dalam penelitian ini, nilai penyerapan karbon dioksida juga berbeda berdasarkan tingkat umur dan ketinggian tempat

51,87 112,61 257,19 308,02 351,15 49,67 102,38 256,53 268,36 326,73 39,30 57,86 204,44 217,35 295,93 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun

P e n y e rap an K ar bo n Di o k si d a (t o n /h a) Umur Tegakan


(61)

tumbuh. Hasil penelitian yang didapatkan oleh Heriansyah (2005a), absorpsi CO2 untuk hutan tanaman Akasia pada umur 3 tahun dan 5 tahun berturut-turut sebesar 18,04 ton/ha/tahun dan 19,16 ton/ha/tahun. Absorpsi CO2 pada hutan tanaman Pinus umur 5 tahun sebesar 10,53 ton/ha/tahun. Potensi hutan tanaman dalam menyerap CO2

Perbedaan besaran penyerapan karbon dioksida oleh hutan tanaman

Eucalyptus sp. berdasarkan ketinggian tempat tumbuh karena kemampuan tegakan

Eucalyptus sp. untuk berfotosintesis pada ketinggian tempat tumbuh yang rendah lebih baik dibandingkan pada ketinggian yang lebih tinggi. Semakin baik kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis maka semakin banyak pula karbon dioksida yang dapat diserap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mindawati (2011) pada jenis Eucalyptus urograndis pada dataran tinggi menghasilkan produktivitas yang lebih kecil dibandingkan pada dataran yang lebih rendah yang diakibatkan karena laju fotosintesis lebih rendah dan pertumbuhan lebih lambat. Junaedi (2008) menyatakan secara alami melalui proses fotosintesis, tumbuhan diberi kemampuan untuk mengkonsumsi CO

dari atmosfer bervariasi menurut jenis, tingkat umur dan kerapatan tanaman.

2 di atmosfer dan merubahnya menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan dalam tumbuhan dalam bentuk biomassa. Sehingga semakin besar CO2

Hutan mengabsorpsi CO

yang dapat diserap maka semakin besar pula biomassa dalam tumbuhan tersebut.

2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang


(62)

pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfer melalui aktivitas fisiologinya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Heriansyah 2005a). Nugroho et al. (2012) menambahkan bahwa peningkatan produktivitas hutan tanaman merupakan tindakan meningkatkan penyerapan karbon dalam periode tertentu. Disebut dalam periode tertentu karena menunggu pertumbuhan pohon hingga siap ditebang.

4.3. Nilai Jasa Lingkungan dari Penyerapan Karbon Dioksida

Data nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari penyerapan karbon dioksida hutan tanaman Eucalyptus sp. disajikan pada Tabel 4.2. Nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari penyerapan karbon dioksida hutan tanaman

Eucalyptus sp. sebesar 39,30 – 351,15 ton/ha adalah berkisar antara US$179,61/ha – US$1.604,74/ha. Nilai ini didapatkan berdasarkan harga karbon dioksida sebesar US$5,8 per ton CO2e yang dikeluarkan oleh The World Bank (2011) yang dikurangi dengan biaya transaksi menurut Antinori dan Sathaye (2007) pada sektor kehutanan sebesar US$1,23. Biaya transaksi yang dihitung adalah biaya administrasi, monitoring dan verifikasi jasa penyerapan karbon dioksida.


(63)

Tabel 4.2. Nilai Jasa Lingkungan dari Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp.

Ketinggian (mdpl)

Umur (tahun)

Jumlah Penyerapan CO2

Nilai Jasa Lingkungan

(US$/ha) (ton/ha)

< 1.000

1 51,87 237,03

2 112,61 514,65

3 257,19 1.175,37

4 308,02 1.407,64

5 351,15 1.604,74

1.000 - 1.500

1 49,67 227,00

2 102,38 467,87

3 256,53 1.172,36

4 268,36 1.226,41

5 326,73 1.493,18

> 1.500

1 39,30 179,61

2 57,86 264,42

3 204,44 934,30

4 217,35 993,29

5 295,93 1.352,40

Harga karbon dioksida yang dikeluarkan oleh The World Bank (2011) sebesar US$5,8 per ton CO2e lebih besar dibandingkan dengan harga karbon dioksida jenis akasia dengan pemanenan pada hutan tanaman menurut Asmani et al. (2010) sebesar US$3,228 per ton. Harga CO2

Pengusahaan hutan tanaman industri sebagai penghasil kayu maupun berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida dari atmosfir jika dilakukan secara

diperoleh dari besarnya manfaat dibagi dengan perolehan tambahan karbon pada akasia yang dipanen dan tidak panen.


(1)

Lampiran 6. Penyerapan Karbon Dioksida Hutan Tanaman Eucalyptus sp. Ketinggian (mdpl) Umur (tahun) Potensi Karbon Tersimpan (Ton/ha) Penyerapan CO2 (Ton/ha) < 1.000

1 14,13 51,87

2 30,69 112,61

3 70,08 257,19

4 83,93 308,02

5 95,68 351,15

1.000 - 1.500

1 13,53 49,67

2 27,90 102,38

3 69,90 256,53

4 73,12 268,36

5 89,03 326,73

> 1.500

1 10,71 39,30

2 15,77 57,86

3 55,71 204,44

4 59,22 217,35

5 80,63 295,93


(2)

Lampiran 7. Analisis Regresi Hubungan Diameter Batang dan Biomassa Tegakan

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Diametera . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Biomassa

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .987a .975 .973 10.66626

a. Predictors: (Constant), Diameter

ANOVAb

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 56535.986 1 56535.986 496.936 .000a

Residual 1478.999 13 113.769

Total 58014.986 14

a. Predictors: (Constant), Diameter b. Dependent Variable: Biomassa

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -74.716 8.300 -9.002 .000

Diameter 16.379 .735 .987 22.292 .000

a. Dependent Variable: Biomassa


(3)

Lampiran 8. Analisis Keragaman Nilai Potensi Karbon Tersimpan Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable : Potensi Karbon Tersimpan (ton/ha) Source Type I Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 39714.954a 14 2836.782 588.986 .000

Intercept 124829.480 1 124829.480 2.592E4 .000

Umur 37647.614 4 9411.904 1.954E3 .000

Ketinggian 1668.253 2 834.126 173.185 .000

Umur * Ketinggian 399.088 8 49.886 10.358 .000

Error 144.491 30 4.816

Total 164688.926 45

Corrected Total 39859.446 44 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,995)


(4)

Lampiran 9. Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) Umur (tahun)

Homogeneous Subsets

Umur

(tahun) N

Subset

Nilai

1 2 3 4 5

1 9 12.7922 E

2 9 24.7811 D

3 9 65.2289 C

4 9 72.0933 B

5 9 88.4478 A

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 14,305.

Ketinggian Tempat (mdpl) Homogeneous Subsets

Ketinggian Tempat

(mdpl) N

Subset

Nilai

1 2 3

> 1500 15 44.4073 C

1000 - 1500 15 54.6967 B

< 1000 15 58.9020 A

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 14,305.


(5)

Lampiran 10. Peta Lokasi Penelitian IUPHHK-HT PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun


(6)

Lampiran 11. Peta Lokasi Penelitian IUPHHK-HT PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele Kabupaten Samosir