Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Perubahan Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder dan Permukiman Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan

  Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim, dan tundra. Hutan alam menyimpan karbon terbesar, yaitu berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha (Sugirahayu dan Rusdiana, 2011).

  Hutan merupakan penyerap gas rumah kaca terutama CO hingga

  2

  mencapai tingkat keseimbangan. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang utama dari sektor kehutanan terjadi selama proses perubahan penggunaan lahan. Dua proses sebagai akibat dari deforestasi ialah pembakaran biomassa dan pembusukan. Sebagai tambahan, kebakaran hutan juga memberikan kontribusi yang relatif tinggi dalam menghasilkan emisi rumah kaca. Dari analisis penyerap tertinggi dari karbon dioksida adalah reforestasi diikuti dengan pengusahaan kayu, hutan milik dan hutan rakyat (TSOMERI, 1999).

  Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO

  2 ) di udara akan

  menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto 2006). Ekosistem hutan memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon berbeda-beda baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat. Hal ini dipengaruhi oleh jenis pohon, tipe tanah, dan topografi (Masripatin et al. 2010).

  Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO

  2 ) melalui proses

  fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).

  Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan.

  Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan di atas dan di bawah permukaan pada suatu area.

  Pendugaan Simpanan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan

  Cadangan karbon (simpanan karbon) adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat 2 2 dengan O (oksigen) dan menjadi CO (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon- pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO

  2 dapat dikurangi, karena kandungan CO

  2

  di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanaman-tanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012).

  Pada ekosistem daratan, simpanan karbon terbagi dalam 3 komponen pokok, yaitu:

  1. Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.

  2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.

  3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

  Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

   Biomassa pohon, proporsi terbesar simpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).

   Biomassa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).

   Nekromassa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi simpanan karbon yang akurat.

   Serasah, Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah. b. Karbon di dalam tanah, meliputi:  Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang.

   Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah ( Hairiah et al., 2011).

  Tingginya peningkatan konsentrasi CO

  2 disebabkan oleh aktivitas manusia

  terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO

  2

  ke atmosfir yang disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio 3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang telah disimpan dalam bentuk biomasa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfir melalui pembakaran (tebas dan bakar) atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut.

  Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO

  2 (Yuliasmara et al., 2009).

  Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO

  2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam

  biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO dari udara melalui fotosintesis hutan

  

2

  berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

  Ekologi Hutan Mangrove

  Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohonan yang khas atau semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh di lingkungan laut (Nybakken, 1992). Sesuai pernyataan Anwar et al. (1984) mendefinisikan hutan mangrove sebagai formasi tumbuhan litoral yang tumbuh di daerah pantai yang terlindung dari ombak besar dan umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis, sedangkan pengertian dari kata mangrove menurut Darsidi (1986) adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang-surut tetapi mereka juga terdapat pada pantai karang dan daratan koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis pasir (lumpur) atau pada pantai berlumpur. Dengan demikian hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang- surut air laut.

  Tipe hutan mangrove selain mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil berupa kayu dan hasil hutan turunannya juga mempunyai fungsi ekologis yang penting sebagai jembatan (interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur ekosistem yang terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia (penduduk lokal) yang hidup bergantung kepada ekosistem mangrove. Berdasarkan jenis-jenis pohon yang dominan, komunitas mangrove di Indonesia dapat berupa asosiasi (tegakan campuran). Ada sekitar lima jenis yang ditemukan di hutan mangrove di Indonesia, yaitu jenis Avicennia, Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera, dan Nypha. Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia, asosiasi antara Bruguiera spp. dengan Rhizophora spp. sering ditemukan terutama di zona terdalam. Dari segi keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dengan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas jenis- jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove (Kusmana, 1995).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan mangrove terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut, dan keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba dapat tumbuh di zona berpasir, jenis Rhizophora spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur dan kaya humus, sedangkan jenis Bruguiera spp. lebih menyukai tumbuh di tanah lempung dengan sedikit bahan organik (Murdiyanto, 2003).

  Pengukuran Biomasa

  Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian- bagian tertentu saja seperti kayu yang sudah diekstraksi. Biomassa vegetasi suatu pohon dalam pengukurannya tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara destruktif dan non-destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur (Cheryl et al., 1994 dalam Mudiyarso et al., 1994).

  Biomasa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomasa di atas tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) dan biomasa di dalam tanah (akar). Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa, besarnya biomasa ditentukan oleh diameter, tinggi tanaman, kerapatan kayu dan kesuburan tanah.

  Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman tersebut dapat mengikat CO

  2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk

  proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada batang, akar, ranting dan daun.

  Secara umum terdapat dua metode untuk memperkirakan biomassa. Metode destruktif sampling yaitu metode yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memberikan hasil yang lebih akurat. Dan metode nondestruktif dengan menggunakan allometrik. Metode ini tergantung persamaan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode destruktif sampling. Berikut kedua metode tersebut yaitu: 1.

  Metode destruktif (pemanenan) a.

  Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat homogenitas vegetasi dan distribusi penyebaran. Area contoh biasanya terbagi-bagi sesuai dengan tipe vegetasi untuk memperoleh perkiraan yang lebih akurat. Plot berbentuk lingkaran lebih mudah untuk vegetasi yang rendah dan plot berbentuk persegi atau empat persegi panjang jika terdapat tingkat pohon.

  b.

  Dalam metode destruktif, vegetasi dalam area yang ditebang lalu ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap bagian vegetasi (tumbuhan bawah, batang pohon, cabang, daun dan buah) dan dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat kering.

Metode hubungan allometrik

  Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. Biomassa pohon dalam plot satu hektar dihitung dengan mengalikan kandungan karbon serta biomassa dikalikan dengan faktor 0,5. (Prasetyo et al. 2000).

Dokumen yang terkait

Musyawarah Mufakat Dalam Upacara Ritual Syukuran Laut Masyarakat Melayu di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

3 91 93

Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Perubahan Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder dan Permukiman Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

2 94 136

Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

2 55 49

Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang

3 60 69

Keanekaragaman Jenis dan Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

4 50 60

Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Agroforestri Di Kabupaten Langkat

0 61 77

Perkembangan Suku Banjar Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat (1989-2000)

0 31 69

Keanekaragaman Jenis dan Pendugaan Cadangan Karbon yang Tersimpan pada Hutan Sekunder dan Tambak di Desa Pulau Sembilan, kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

2 39 114

Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

0 0 8

Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Perubahan Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder dan Permukiman Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat

1 0 82