Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Perubahan Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder dan Permukiman Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat
PENDUGAAN CADANGAN KARBON DAN EMISI GAS CO
2PADA PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN
MANGROVE SEKUNDER DAN PERMUKIMAN DI DESA
JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Oleh :
Mahdi Saragih
101201173
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO
2Pada
Perubahan Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder dan
Permukiman Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat
Nama : Mahdi Saragih
Nim : 101201173
Program Studi
: Kehutanan
Minat
: Budidaya Hutan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si
Ketua
Anggota
Mengetahui
Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D
Ketua Program Studi Kehutanan
(3)
ABSTRACT
MAHDI SARAGIH:
Assessment Of Carbon Stock And Co
2-eq Gas Emissions
from Land Cover Change In Jaring Halus Village Of Secanggang District
Langkat Regency. Supervised by
MOHAMMAD BASYUNI
and
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
In the context of climate change and global warming, carbon
sequestration receives a considerable attention now. In the latest assessment
report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), global mean
temperature has dramatically increased over the past decades. There is also
mounting evidence that this increase will remain as problems on land-use change
and industrial emissions continue to worsen. Among the GHGs, CO
2is the most
abundant. Forest ecosystems such as mangroves play a significant role in the
climate change problem because they serve as sinks of atmospheric. Great
attention is focused on tropical forests to offset carbon emissions. Thus, this study
was intended to assess the carbon storage potential and CO
2-eq emissions from
land cover change between 2006-2012 in Jaring Halus village. A plot method
developed by ICRAF-ASB Program and allometric equations were employed to
estimate the above-ground biomass, below-ground biomass and carbon density of
trees, understorey, necromass and litter. The average carbon stocks of secondary
mangrove forest in Jaring Halus village is around 586.401 t C/ha and the average
carbon stocks of settlement in Jaring Halus village is around 125.166 t C/ha.
Total net
emissions from land-use in Jaring Halus village during 2006-2012 is
-0.93
t CO
2-eq/year or equivalent to -0.0122 t CO
2-eq/ha.year. Both land-use
system exhibited good carbon storage potential, hence proper forest management
is essential to sustain and improve its capacity to help mitigate climate change.
Keywords : Carbon stock, CO
2emissions, Mangrove, Jaring Halus
(4)
ABSTRAK
MAHDI SARAGIH: Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO
2Pada
Perubahan Tutupan Lahan Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
Dalam konteks perubahan iklim dan pemanasan global, sekuestrasi karbon
menjadi perhatian khusus saat ini. Berdasarkan data hasil pendugaan terakhir dari
Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC), rata-rata temperatur global
mengalami peningkatan yang sangat dramatis dibandingkan dengan beberapa
dekade sebelumnya. Hal tersebut juga membuktikan bahwasannya kenaikan suhu
bumi tersebut akan tetap menjadi permasalahan pada perubahan penggunaan lahan
dan emisi industri yang terus memburuk. Diantara gas rumah kaca (
Green House
Gas
) lainnya, CO
2merupakan gas paling melimpah. Ekosistem hutan seperti
mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam permasalahan perubahan
iklim karena mangrove berperan dalam menyerap karbon dari atmosfer. Perhatian
khusus difokuskan pada hutan tropis dalam mengimbangi emisi karbon. Dengan
demikian, studi ini dimaksudkan untuk menduga potensi simpanan karbon dan
emisi CO
2pada perubahan tutupan lahan periode 2006-2012 di Desa Jaring Halus.
Metode plot yang dikembangkan oleh ICRAF-ASB Program dan persamaan
alometrik digunakan dalam menduga bioamasa diatas permukaan, biomasa
dibawah permukaan dan kerapatan karbon pada pohon, tumbuhan bawah,
nekromasa dan serasah. Rata-rata cadangan karbon pada hutan mangrove
sekunder di Desa Jaring Halus adalah sebesar 586.401 ton/ha dan rata-rata
cadangan karbon pada permukiman di Desa Jaring Halus adalah sebesar 125.166
ton/ha. Total net emisi dari sistem penggunaan lahan di Desa Jaring Halus selama
2006-2012 adalah -0.93 t CO
2-eq/tahun atau setara dengan -0.0122 t CO
2-eq/ha.tahun. Kedua sistem penggunaan tersebut memperlihatkan potensi simpanan
karbon yang baik, oleh sebab itu pengelolaan hutan yang baik sangat penting guna
mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya dalam mitigasi perubahan
iklim.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Mahdi Saragih dilahirkan di Desa Serapuh, Kecamatan Gunung Malela,
Kabupaten Simalungun pada tanggal 25 Agustus 1992 dari bapak Nurhadi Saragih
dan Ibu Sariani. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 097320 Serapuh, tahun 2007
lulus dari MTSs Al-Kautsar Panei Tongah, tahun 2010 penulis lulus dari SMA
Teladan Pematang Siantar. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa
di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan
organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, antar lain : Sebagai anggota
Informasi dan Komunikasi Badan Kenaziran Mushollah Kehutanan USU tahun
2012-2013, anggota bidang Pendidikan Rain Forest Commmunity tahun
2011-2013. Penulis juga pernah menjadi asisten Dendrologi tahun 2012-2014 dan
asisten Klimatologi Hutan tahun 2012-2013. Penulis mengikuti kegiatan
Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan
Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo pada tahun 2012.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT.ITCI Hutani
Manunggal, Kabupaten Penajam Pasar Utara, Kalimantan Timur pada tahun 2014.
Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pendugaan
Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO
2Pada Perubahan Tutupan Lahan Di Desa
Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat” di bawah bimbingan
Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
ridha yang dikarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
penelitian yang berjudul “Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO
2Pada
Perubahan Tutupan Lahan Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat”.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada
tutupan lahan yaknihutan mangrove sekunder dan permukiman di Desa Jaring
Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat serta menghitung tingkat
emisi gas CO
2pada perubahan tutupan lahan di Desa Jaring Halus, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Nurhadi
Saragih dan Sariani, kelima saudara penulis yaitu Nuryani Saragih, Julia Fitri
Saragih, Siti Rahmi Saragih, Masniah Saragih dan Nurfiah Saragih yang telah
memberikan doa, dukungan materi dan semangat yang tulus kepada penulis.
Penulis
juga
menyampaikan
ucapan
terima
kasih
kepada
komisi
pembimbing penulis yaitu Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan
Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan serta
masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti di Desa Jaring
Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat yaitu Adnin Musadri Asbi,
Rahman Abdel Rauf dan Wahyunal Yuriswan. Serta kepada seluruh warga Desa
(7)
Misnan, Bapak Jay dan Bapak Taufik atas perhatian dan panduannya selama di
lapangan.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan keluarga besar program studi kehutanan khususnya Budidaya Hutan
2010 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian
hingga akhir skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih terdapat kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bisa
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
(8)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRACT
... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN
Latar Belakang... ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian... ... 3
Manfaat Penelitian... ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Hutan ... 4
Pendugaan Simpanan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan ... 6
Ekologi Hutan Mangrove ... 9
Pengukuran Biomasa ... 11
METODE PENELITIAN
Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 13
Alat dan Bahan Penelitian ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 14
Penentuan Lokasi ... 14
Pembuatan Petak Contoh ... 14
Penaksiran Biomasa ... 15
Biomasa Pohon ... 15
Biomasa Tumbuhan Bawah (
Understorey
) ... 18
Biomasa Nekromasa Dipermukaan Tanah ... 18
Perhitungan Cadangan Karbon Total ... 20
Perhitungan Emisi Gas CO
2... 20
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karbon Tersimpan Pada Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder 24
Karbon Tersimpan Pada Permukiman ... 28
(9)
Emisi Gas CO2 Pada Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006-2012 .. 32
Hasil Ground Check ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN ... 41
(10)
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1. Persamaan Allometrik ... 16
2. Nisbah Akar Pucuk ... 18
3. Karbon Tersimpan Pada Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder Desa
Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat ... 24
4. Komposisi Cadangan Karbon Pada Above Ground Tree, Below Ground
Tree, Nekromasa dan Serasah di Hutan Mangrove Sekunder ... 27
5. Karbon Tersimpan Pada Permukiman Desa Jaring Halus, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat ... 29
6. Komposisi Cadangan Karbon Pada Above Ground Tree, Below Ground
Tree, Nekromasa dan Serasah di Permukiman ... 31
7. Nilai Emisi Gas Co
2pada Perubahan Tutupan Lahan di Desa Jaring Halus
Periode Tahun 2006-2012 ... 32
8. Matriks Perubahan Tutupan Lahan di Desa Jaring Halus Tahun
2006-2012 ... 33
(11)
DAFTAR GAMBAR
No.
Hal.
1.
Lokasi Penelitian ... 13
2.
Sketsa Pembuatan plot pengukuran seluruh komponen cadangan karbon
per lahan ... 15
3.
Tingkat Pelapukan Kayu Mati ... 19
4.
Simpanan Karbon
Above Ground, Below Ground
, Tumbuhan Bawah,
Nekromasa dan Serasah Pada Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder
Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat ... 26
5.
Simpanan Karbon
Above Ground, Below Ground
, Tumbuhan Bawah,
Nekromasa dan Serasah Pada Permukiman di Desa Jaring Halus,
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat ... 30
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal.
1.
Biomassa dan Karbon Pohon Diameter >30 cm di Hutan Mangrove
Sekunder ... 41
2.
Biomassa dan Karbon Pohon Diameter 5-30 cm di Hutan Mangrove
Sekunder ... 54
3.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Berkayu Diameter >30 cm di Hutan
Mangrove Sekunder ... 75
4.
Biomasa dan Karbon Tumbuhan Bawah di Hutan Mangrove
Sekunder ... 82
5.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Berkayu Diameter 5-30 cm di Hutan
Mangrove Sekunder ... 87
6.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Tidak Berkayu di Hutan Mangrove
Sekunder ... 97
7.
Biomassa dan Karbon Pohon Diameter >30 cm di Permukiman ... 101
8.
Biomassa dan Karbon Pohon Diameter 5-30 cm di Permukiman ... 100
9.
Biomasa dan Karbon Tumbuhan Bawah di Permukiman ... 108
10.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Berkayu Diameter >30 cm di
Permukiman... 111
11.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Berkayu Diameter 5-30 cm di
Permukiman... 113
12.
Biomasa dan Karbon Nekromasa Tidak Berkayu di Permukiman ... 117
13.
Profil Lokasi Penelitian Pada Hutan Mangrove Sekunder Jaring Halus ... 119
14.
Profil Lokasi Penelitian Pada Permukiman Desa Jaring Halus ... 121
(13)
ABSTRACT
MAHDI SARAGIH:
Assessment Of Carbon Stock And Co
2-eq Gas Emissions
from Land Cover Change In Jaring Halus Village Of Secanggang District
Langkat Regency. Supervised by
MOHAMMAD BASYUNI
and
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
In the context of climate change and global warming, carbon
sequestration receives a considerable attention now. In the latest assessment
report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), global mean
temperature has dramatically increased over the past decades. There is also
mounting evidence that this increase will remain as problems on land-use change
and industrial emissions continue to worsen. Among the GHGs, CO
2is the most
abundant. Forest ecosystems such as mangroves play a significant role in the
climate change problem because they serve as sinks of atmospheric. Great
attention is focused on tropical forests to offset carbon emissions. Thus, this study
was intended to assess the carbon storage potential and CO
2-eq emissions from
land cover change between 2006-2012 in Jaring Halus village. A plot method
developed by ICRAF-ASB Program and allometric equations were employed to
estimate the above-ground biomass, below-ground biomass and carbon density of
trees, understorey, necromass and litter. The average carbon stocks of secondary
mangrove forest in Jaring Halus village is around 586.401 t C/ha and the average
carbon stocks of settlement in Jaring Halus village is around 125.166 t C/ha.
Total net
emissions from land-use in Jaring Halus village during 2006-2012 is
-0.93
t CO
2-eq/year or equivalent to -0.0122 t CO
2-eq/ha.year. Both land-use
system exhibited good carbon storage potential, hence proper forest management
is essential to sustain and improve its capacity to help mitigate climate change.
Keywords : Carbon stock, CO
2emissions, Mangrove, Jaring Halus
(14)
ABSTRAK
MAHDI SARAGIH: Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas CO
2Pada
Perubahan Tutupan Lahan Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI
Dalam konteks perubahan iklim dan pemanasan global, sekuestrasi karbon
menjadi perhatian khusus saat ini. Berdasarkan data hasil pendugaan terakhir dari
Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC), rata-rata temperatur global
mengalami peningkatan yang sangat dramatis dibandingkan dengan beberapa
dekade sebelumnya. Hal tersebut juga membuktikan bahwasannya kenaikan suhu
bumi tersebut akan tetap menjadi permasalahan pada perubahan penggunaan lahan
dan emisi industri yang terus memburuk. Diantara gas rumah kaca (
Green House
Gas
) lainnya, CO
2merupakan gas paling melimpah. Ekosistem hutan seperti
mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam permasalahan perubahan
iklim karena mangrove berperan dalam menyerap karbon dari atmosfer. Perhatian
khusus difokuskan pada hutan tropis dalam mengimbangi emisi karbon. Dengan
demikian, studi ini dimaksudkan untuk menduga potensi simpanan karbon dan
emisi CO
2pada perubahan tutupan lahan periode 2006-2012 di Desa Jaring Halus.
Metode plot yang dikembangkan oleh ICRAF-ASB Program dan persamaan
alometrik digunakan dalam menduga bioamasa diatas permukaan, biomasa
dibawah permukaan dan kerapatan karbon pada pohon, tumbuhan bawah,
nekromasa dan serasah. Rata-rata cadangan karbon pada hutan mangrove
sekunder di Desa Jaring Halus adalah sebesar 586.401 ton/ha dan rata-rata
cadangan karbon pada permukiman di Desa Jaring Halus adalah sebesar 125.166
ton/ha. Total net emisi dari sistem penggunaan lahan di Desa Jaring Halus selama
2006-2012 adalah -0.93 t CO
2-eq/tahun atau setara dengan -0.0122 t CO
2-eq/ha.tahun. Kedua sistem penggunaan tersebut memperlihatkan potensi simpanan
karbon yang baik, oleh sebab itu pengelolaan hutan yang baik sangat penting guna
mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya dalam mitigasi perubahan
iklim.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dari waktu ke waktu terus
meningkat sejalan dengan kerusakan lingkungan. Boer (2004) memperkirakan
270 (± 30) giga ton karbon (Gt C) telah dilepas ke atmosfer dalam kurun waktu
1850 sampai 1998. Sumbangan emisi CO
2dari kerusakan hutan tropika secara
global berkisar 20% (World Bank, 2007) – 25% (Santili
et al
., 2005; Myers,
2007), yang merupakan angka yang krusial dalam memicu pemanasan global.
Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO
2) di udara akan
menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas
yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan
kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi.
Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas
karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida
dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan.
Mangrove merupakan salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis,
yang mengandung sekitar 1023 Mg (
Megagram
) karbon per hektar. Tanah dengan
kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara 0,5 m sampai dengan lebih
dari 3 m dan merupakan 49–98% simpanan karbon dalam ekosistem ini. Dengan
menggabungkan data penelitian yang telah dilakukan dengan informasi lain yang
telah dipublikasikan, diperkirakan bahwa deforestasi mangrove menyebabkan
emisi sebesar 0,02 - 0,12 Pg (
Petagram
) karbon per tahun, yang setara dengan
sekitar 10% emisi dari deforestasi secara global, walaupun luasnya hanya 0,7%
(16)
Penyerapan karbon dioksida berhubungan erat dengan biomassa tegakan.
Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu areal atau volume
tertentu. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama
dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya
tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan
hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di
atmosfer. Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang
ada di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah serta bahan organik
yang mati meliputi kayu mati dan serasah (Hapsari, 2011).
Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas
63,75 Ha (BPKH, 2012). Hutan tersebut menjadi satu daratan dan melingkupi
areal permukiman Desa Jaring Halus dari sisi utara, timur dan selatan. Menurut
Mulia dan Sumardjani (2001), berdasarkan status lingkungannya, suatu
lingkungan mangrove bersifat terbuka, terlindungi atau dapat berupa tepian
pantai. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hutan mangrove yang ada
di Desa Jaring Halus termasuk terlindungi. Formasi lingkungan yang terlindungi
ini menciptakan kondisi air tenang yang cocok untuk kehidupan hutan mangrove
dan kondisi seperti ini terdapat pada lingkungan hutan mangrove berupa delta
dataran lumpur dan dataran pulau.
Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana potensi karbon tersimpan pada tutupan lahan yakni hutan
mangrove sekunder dan permukiman di Desa Jaring Halus, Kecamatan
(17)
2.
Berapa tingkat emisi gas CO
2pada perubahan tutupan lahan tahun
2006-2012 di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menghitung jumlah karbon tersimpan pada tutupan lahan yakni hutan
mangrove sekunder dan permukiman di Desa Jaring Halus, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat.
2.
Menghitung tingkat emisi gas CO
2pada perubahan tutupan lahan tahun
2006-2012 di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru tentang
simpanan karbon dan tingkat emisi gas CO
2yang terdapat pada tutupan lahan
yakni hutan mangrove sekunder dan permukiman di Desa Jaring Halus,
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, sehingga dapat dijadikan acuan
(18)
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Hutan
Hutan merupakan penyerap karbon (
sink
) terbesar dan berperan penting
dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi
karbon (
source
). Hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali
lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput,
tanaman semusim, dan tundra. Hutan alam menyimpan karbon terbesar, yaitu
berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha (Sugirahayu dan Rusdiana, 2011).
Hutan merupakan penyerap gas rumah kaca terutama CO
2hingga
mencapai tingkat keseimbangan. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang utama dari
sektor kehutanan terjadi selama proses perubahan penggunaan lahan. Dua proses
sebagai akibat dari deforestasi ialah pembakaran biomassa dan pembusukan.
Sebagai tambahan, kebakaran hutan juga memberikan kontribusi yang relatif
tinggi dalam menghasilkan emisi rumah kaca. Dari analisis penyerap tertinggi dari
karbon dioksida adalah reforestasi diikuti dengan pengusahaan kayu, hutan milik
dan hutan rakyat (TSOMERI, 1999).
Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO
2) di udara akan
menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas
yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan
kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi.
Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas
karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida
dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto 2006).
(19)
berbeda-beda baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa
maupun di hutan rakyat. Hal ini dipengaruhi oleh jenis pohon, tipe tanah, dan
topografi (Masripatin
et al
. 2010).
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO
2) melalui proses
fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya
karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan
menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun
vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas
permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan
penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan
karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di
atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan
produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih
dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat
tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar.
Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili
jumlah karbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).
Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui
perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan.
Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan
lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan
(20)
Pendugaan Simpanan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan
Cadangan karbon (simpanan karbon) adalah kandungan karbon tersimpan
baik itu pada permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang
sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah.
Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi,
dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat
dengan O
2(oksigen) dan menjadi CO
2(karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika
satu hektar hutan menghilang (pohonnya mati), maka biomasa
pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke
udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka
akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa
tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi).
Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran
jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek
rumah kaca karena pengaruh unsur CO
2dapat dikurangi, karena kandungan CO
2di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan
bertambah jika tanaman-tanaman tersebut mati (Kauffman
and
Donato, 2012).
Pada ekosistem daratan, simpanan karbon terbagi dalam 3 komponen
pokok, yaitu:
1. Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu
batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan
bawah atau gulma dan tanaman semusim.
2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang
(21)
permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang
belum terlapuk.
3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan
manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya
dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari
2 mm.
Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:
Biomassa pohon,
proporsi terbesar simpanan karbon di daratan umumnya
terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan
perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran
diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).
Biomassa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar
yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan
atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan
mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).
Nekromassa
,
batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang
dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting
dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi simpanan karbon
yang akurat.
Serasah
,
Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun
dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
(22)
b. Karbon di dalam tanah, meliputi:
Biomasa akar
,
akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke
dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah
hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2
mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar
halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula
diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara
untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter
batang.
Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh
organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan
bahan organik tanah
( Hairiah
et al.
, 2011).
Tingginya peningkatan konsentrasi CO
2disebabkan oleh aktivitas manusia
terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi,
pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan
bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya
memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO
2ke atmosfir yang
disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio
3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat
oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam
kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang
(23)
atmosfir melalui pembakaran (tebas dan bakar) atau dekomposisi bahan organik di
atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang
lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya
dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut.
Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan
memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO
2(Yuliasmara
et al.,
2009).
Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan
penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon (
Spurce
) dan juga dapat
menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (
Sink
). Hutan melalui proses
fotosintesis mengabsorbsi CO
2dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa
yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau
serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan
konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat
karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan
kemampuan bumi untuk menyerap CO
2dari udara melalui fotosintesis hutan
berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika
telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).
Ekologi Hutan Mangrove
Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohonan yang khas atau semak yang
memiliki kemampuan untuk tumbuh di lingkungan laut (Nybakken, 1992). Sesuai
(24)
tumbuhan litoral yang tumbuh di daerah pantai yang terlindung dari ombak besar
dan umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis, sedangkan pengertian dari
kata mangrove menurut Darsidi (1986) adalah vegetasi hutan yang tumbuh
diantara garis pasang-surut tetapi mereka juga terdapat pada pantai karang dan
daratan koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis pasir (lumpur) atau pada
pantai berlumpur. Dengan demikian hutan mangrove adalah tipe hutan yang
terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh
pasang-surut air laut.
Tipe hutan mangrove selain mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil
berupa kayu dan hasil hutan turunannya juga mempunyai fungsi ekologis yang
penting sebagai jembatan (
interface
) antara ekosistem daratan dengan ekosistem
lautan. Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur ekosistem yang
terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia (penduduk lokal) yang
hidup bergantung kepada ekosistem mangrove. Berdasarkan jenis-jenis pohon
yang dominan, komunitas mangrove di Indonesia dapat berupa asosiasi (tegakan
campuran). Ada sekitar lima jenis yang ditemukan di hutan mangrove di
Indonesia, yaitu jenis
Avicennia
,
Rhizophora
,
Sonneratia
,
Bruguiera
, dan
Nypha
.
Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia, asosiasi antara
Bruguiera
spp.
dengan
Rhizophora
spp. sering ditemukan terutama di zona terdalam. Dari segi
keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dengan
hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas
jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove (Kusmana, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan mangrove
(25)
keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi besar dalam membentuk zonasi
penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi
tanah yang berbeda. Jenis
Avicennia alba
dan
Sonneratia alba
dapat tumbuh di
zona berpasir, jenis
Rhizophora
spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur dan kaya
humus, sedangkan jenis
Bruguiera
spp. lebih menyukai tumbuh di tanah lempung
dengan sedikit bahan organik (Murdiyanto, 2003).
Pengukuran Biomasa
Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi
dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah
bagian-bagian tertentu saja seperti kayu yang sudah diekstraksi. Biomassa vegetasi suatu
pohon dalam pengukurannya tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan
tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan
cara destruktif dan non-destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur
(Cheryl
et al
., 1994 dalam Mudiyarso
et al
., 1994).
Biomasa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomasa di atas
tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) dan biomasa di dalam
tanah (akar). Kusmana
et al
. (1992) menyatakan bahwa, besarnya biomasa
ditentukan oleh diameter, tinggi tanaman, kerapatan kayu dan kesuburan tanah.
Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman tersebut
dapat mengikat CO
2dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk
proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan
menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada batang,
(26)
Secara umum terdapat dua metode untuk memperkirakan biomassa.
Metode destruktif sampling yaitu metode yang membutuhkan tenaga kerja yang
cukup banyak untuk memberikan hasil yang lebih akurat. Dan metode
nondestruktif dengan menggunakan allometrik. Metode ini tergantung persamaan
yang dikembangkan dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode
destruktif sampling. Berikut kedua metode tersebut yaitu:
1.
Metode destruktif (pemanenan)
a.
Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat homogenitas vegetasi
dan distribusi penyebaran. Area contoh biasanya terbagi-bagi sesuai
dengan tipe vegetasi untuk memperoleh perkiraan yang lebih akurat. Plot
berbentuk lingkaran lebih mudah untuk vegetasi yang rendah dan plot
berbentuk persegi atau empat persegi panjang jika terdapat tingkat pohon.
b.
Dalam metode destruktif, vegetasi dalam area yang ditebang lalu
ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap bagian vegetasi (tumbuhan
bawah, batang pohon, cabang, daun dan buah) dan dikeringkan untuk
mendapatkan konversi berat kering.
2.
Metode non-destruktif (tidak langsung)
a.
Metode hubungan allometrik
Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik
antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut
dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan
ditimbang. Biomassa pohon dalam plot satu hektar dihitung dengan
mengalikan kandungan karbon serta biomassa dikalikan dengan faktor 0,5.
(27)
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tutupan lahan di Desa Jaring Halus,
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan lokasi
penelitian
yaitu
hutan
mangrove
sekunder
dan
permukiman
pada
Desember 2013 - Mei 2014.
Gamabar 1. Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data pengukuran lapangan digunakan sebagai data primer untuk
menghitung cadangan karbon dan emisi gas CO
2. Data sekunder yang digunakan
adalah peta tutupan lahan Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat. Alat-alat yang digunakan adalah GPS, kompas, galah ukur,
phi-band
,
meteran, tali plastik/tambang, timbangan, plastik, golok, oven, camera digital,
(28)
buku pengenalan jenis,
tally sheet
, peta tutupan lahan 2006-2012,
software
REDD Abacus SP Version 1.1.4 dan alat tulis.
Pelaksanaan Penelitian
1.
Penentuan Lokasi (Survei)
Sebelum dilakukan kegiatan inventarisasi cadangan karbon pada lokasi
penelitian, terlebih dahulu ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS.
2.
Pembuatan Petak Contoh
Penentuan lokasi plot yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
purposive.
Penentuan plot secara
purposive
biasanya dilakukan saat melakukan
penelitian khusus, dimana populasi yang menjadi target sangat spesifik. Selain
itu, untuk menghindari biaya yang besar, seringkali penentuan lokasi plot
disesuaikan dengan aksesibilitas yang ada, baik mengikuti jalan, sungai atau
kanal. Hal ini dapat menyebabkan bias sistematis. Karenanya disarankan untuk
menerapkan metode penyebaran plot secara acak (
random
) atau sistematis
(Pearson, 2005).
Pengukuran simpanan karbon dan emisi gas CO
2pada tutupan lahan di
Desa Jaring Halus yaitu dengan menggunakan dua buah garis berpetak sebanyak
10 plot di hutan mangrove sekunder dan 5 plot di permukiman dengan jarak antar
plot 100 m. Ukuran petak contoh (sub plot utama) 40 m x 5 m untuk pengukuran
tanaman dengan diameter 5 cm – 30 cm (keliling 15 cm – 95 cm) dan ukuran
petak contoh (plot) 20 m x 100 m, plot ini dibuat jika di dalam plot tersebut
(29)
Keterangan
: Pohon Besar DBH >30 cm di dalam atau di luar sub-plot utama
: Tanaman dengan DBH 5 – 30 cm di dalam atau di luar sub-plot utama
: Tanaman dengan DBH <5 cm di dalam atau di luar sub-plot utama
:
Sub-Plot pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah
Gambar 2. Sketsa Pembuatan plot pengukuran seluruh komponen cadangan karbon per
lahan.
3.
Penaksiran Biomasa
a.
Biomasa Pohon
Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan menaksir volume
pohon (tanpa melakukan perusakan atau
non destructive
). Volume pohon dapat
ditaksir dari ukuran diameter batangnya, yang diukur setinggi dada (
diameter at
breast height
- DBH atau 1.3 m dari permukaan tanah). Perhitungan biomasa
pohon dilakukan dengan menggunakan rumus alometrik yang dikemukakan oleh
A. Komiyama
et al.
(2008). Rumus alometrik tersebut dapat dilihat dibawah
berikut :
Above-ground tree weight (W
topin kg)
Avicennia germinans
W
top= 0.140DBH
2.40r
2= 0.97, n = 45, Dmax = 4 cm
(Fromard
et al
.,1998)
W
top= 0.0942DBH
2.54r
2= 0.99, n = 21, Dmax = unknown
(Imbert and Rollet, 1989)
Avicennia marina
W
top= 0.308DBH
2.11r
2= 0.97, n = 22, Dmax = 35 cm
(Comley and McGuinness, 2005)
Laguncularia racemosa
W
top= 0.102DBH
2.50r
2= 0.97, n = 70, Dmax = 10 cm
60 m
40 m
5 m
15 m
Sub-Plot Utama
0.5m X 0.5m Sub-Plot
Sub-Plot Utama
(30)
(Fromard
et al
.,1998)
W
top= 0.209DBH
2.24r
2= 0.99, n = 17, Dmax: unknown
(Imbert and Rollet, 1989)
Rhizophora apiculata
W
top= 0.235DBH
2.42r
2= 0.98, n = 57, Dmax = 28 cm
(Ong
et al
., 2004)
Rhizophora mangle
W
top= 0.178DBH
2.47r
2= 0.98, n = 17, Dmax: unknown
(Imbert and Rollet, 1989)
Rhizophora spp.
W
top= 0.128DBH
2.60r
2= 0.92, n = 9, Dmax = 32 cm
(Fromard
et al
.,1998)
W
top= 0.105DBH
2.68r
2= 0.99, n = 23, Dmax = 25 cm
(Clough and Scott, 1989)
Bruguiera gymnorrhiza
W
top= 0.186DBH
2.31r
2= 0.99, n = 17, Dmax = 25 cm
(Clough and Scott, 1989)
Bruguiera parviflora
W
top= 0.168DBH
2.42r
2= 0.99, Dmax = 25 cm, n = 16
(Clough and Scott, 1989)
Ceriops australis
W
top= 0.189DBH
2.34r
2= 0.99, n = 26, Dmax = 20 cm
(Clough and Scott, 1989)
Xylocarpus granatum
W
top= 0.0823DBH
2.59r
2= 0.99, n = 15, Dmax = 25 cm
(Clough and Scott, 1989)
Common equation
W
top= 0.251pD
2.46r
2= 0.98, n = 104, Dmax = 49 cm
(Komiyama
et al.,
2005)
W
top= 0.168pDBH
2.47r
2= 0.99, n = 84, Dmax = 50 cm
(Chave
et al
., 2005)
Perhitungan biomassa untuk tanaman non mangrove dilakukan dengan
menggunakan persamaan allometrik seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Persamaan Allometrik
Penutupan Lahan
Rumus Allometrik
Sumber
Hutan Sekunder
Y = 21.297 – 6.953D + 0.740 D
2Brown (1997) dalam Sutaryo
(2009)
Hutan Mangrove
Y = 0.2064 D
2.34Dharmawan dan Siregar (2009)
dalam Masripatin
et al
(2010)
Hutan Rawa
Y = 0.19 D
2.37Istomo 2002 dalam Hairiah
et al
(2004)
Agroforesri
Y = 0.2902 D
2.313Istomo 2002 dalam Hairiah
et al
(2004)
Kelapa Sawit
Y = 0.0976T + 0.0706
ICRAF (2009) dalam Hairiah
et
al
(2011)
(31)
Below-ground tree weight (W
Rin kg)
Avicennia marina
W
R= 1.28DBH
1.17r
2= 0.80, n = 14, Dmax = 35 cm
(Comley and McGuinness, 2005)
Bruguiera spp
.
W
R= 0.0188(D
2H)
0.909r
2= unknown, n = 11, Dmax = 33 cm
(Tamai
et al
., 1986)
c.f., H = D/(0.025D + 0.583)
Bruguiera exaristata
W
R= 0.302DBH
2.15r
2= 0.88, n = 9, Dmax = 10 cm
(Comley and McGuinness, 2005)
Ceriops australis
W
R= 0.159DBH
1.95r
2= 0.87, n = 9, Dmax = 8 cm
(Comley and McGuinness, 2005)
Rhizophora apiculata
W
R= 0.00698DBH
2.61r
2= 0.99, n = 11, Dmax = 28 cm
(Ong
et al
., 2004)
c.f., Wstilt = 0.0209DBH
2.55r
2= 0.84, n = 41
Rhizophora stylosa
W
R= 0.261DBH
1.86r
2= 0.92, n = 5, Dmax = 15 cm
(Comley and McGuinness, 2005)
Rhizophora spp.
W
R= 0.00974(D
2H)
1.05r
2= unknown, n = 16, Dmax = 40 cm
(Tamai
et al
., 1986)
c.f., H = D/(0.02D + 0.678)
Xylocarpus granatum
W
R= 0.145DBH
2.55r
2= 0.99, n = 6, Dmax = 8 cm
(Poungparn
et al
., 2002)
Common equation
W
R= 0.199p
0.899D
2.22r
2= 0.95, n = 26, Dmax = 45 cm
(Komiyama
et al
., 2005)
Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah untuk jenis tanaman non
mangrove dapat menggunakan rumus berikut ini :
Bbp = NAP X Bap
Keterangan :
-
Bbp adalah biomasa di bawah permukaan tanah
-
NAP adalah nilai nisbah akar pucuk
(32)
Data nisbah akar pucuk pada beberapa tipe hutan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nisbah akar pucuk
Tipe hutan
Nisbah akar pucuk
Contoh Lokasi
Hutan hujan tropis
0.37
Hutan campuran
Dipterocarpa di kalimantan
Hutan yang menggugurkan
daun
0.20 Hutan
Jati
0.24
Hutan daerah kering tropis
0.56
Hutan Savana di NTT
0.28
Semak tropis
0.40
Hutan Bekas Kebakaran
Hutan pegunungan tropis
0.27 (0.27-0.28)
Hutan dataran tinggi
Sumber : IPCC 2006
b.
Biomasa Tumbuhan Bawah (
Understorey
)
Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan
metode destruktif untuk ditimbang berat basahnya (BB). Tumbuhan bawah yang
diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa pohon yang
berdiameter <5 cm, herba dan rumput-rumputan yang terletak di dalam sub-plot
utama ukuran 5m x 40m. Kemudian diambil sub-contoh tanaman dari
masing-masing biomasa daun dan batang sekitar 100-300g, bila biomasa contoh yang
didapatkan hanya sedikit (<100g) maka ditimbang semuanya dan dijadikan
sebagai sub-contoh. Untuk mendapatkan data berat kering (BK), tumbuhan bawah
dioven pada suhu 80
˚
C selama 48 jam, kemudian dihitung total berat kering
tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus sebagai berikut :
c.
Biomasa Nekromasa di Permukaan Tanah
Pengambilan contoh nekromasa (bagian tanaman mati) dilakukan pada
permukaan tanah yang masuk dalam sub-plot utama (5 m x 40 m) dan/atau plot
(33)
hingga 30
dilakukan
a.
Ne
rob
ber
nek
per
tid
Dim
Tin
me
seb
1.
2.
0 cm dilaku
pada plot. N
ekromasa b
boh, tungg
rdiameter
kromasa be
rsamaan all
dak bercaban
mana :
ρ
= B
H = P
D = D
ngkat pelap
enjadi tiga k
bagai beriku
Bagus : k
masih cu
gergaji. P
Sedang :
50 %.
1
ukan pada s
Nekromasa
erkayu yait
gul-tunggul
≥
5 cm da
erkayu yang
lometrik se
ng dihitung
BJ Kayu (g/cm
Panjang/Ting
Diameter nek
pukan kay
kelas yaitu,
ut:
Gamb
kulit masih
ukup keras
Pelapukan ka
kulit sebagi
sub plot, se
a dibedakan
tu pohon m
l tanaman,
an panjang
g bercabang
eperti pohon
berdasarka
m
3)
ggi nekroma
kromasa (cm
yu menurut
, bagus, sed
bar 3. Tingkat
melekat se
dan sulit
ayu hanya t
ian lepas da
2
edangkan ba
menjadi 2 k
mati yang m
, cabang
≥
0.5 m.
dapat dilak
n hidup, sed
an volume s
sa (m)
m)
t Manuri
dang dan la
t Pelapukan K
empurna pa
untuk dipo
terjadi kuran
an lapuk. Pe
3
atang berdi
kelompok:
masih berdi
dan ranti
Perhitunga
kukan denga
dangkan un
ilinder seba
dkk
(2011
apuk yang m
ayu Mati
ada batang
otong deng
ng dari 10 %
elapukan te
3
iameter > 3
iri maupun
ing utuh
an berat k
an menggun
ntuk pohon
agai berikut
1) dikatego
memiliki cir
kayu, atau
gan parang
%.
erjadi antara
30 cm
yang
yang
kering
nakan
yang
:
orikan
ri-ciri
kayu
atau
(34)
3.
Lapuk : kulit sebagian besar atau seluruhnya telah lapuk. Kayu sangat
rapuh dan mudah dipotong dengan parang atau gergaji. Pelapukan
terjadi lebih dari 50%.
b.
Nekromasa tidak berkayu yaitu seresah daun yang masih utuh (seresah
kasar) dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang
berukuran > 2 mm (seresah halus). Semua sisa-sisa bagian tanaman mati,
daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat di dalam sub-plot
(0.5m x 0.5m) diambil dan dikeringkan, kemudian diambil sub-contoh
serasah sebanyak 100-300 g untuk diovenkan pada suhu 80
˚
C selama 48
jam. Kemudian dihitung Berat Kering (BK) nekromasa melalui
perhitungan berikut :
4.
Perhitungan Cadangan Karbon Total
Setelah diperoleh data biomasa dan nekromasa pada setiap lahan, maka
estimasi cadangan karbon per komponen dapat dihitung dengan mengalikan berat
masa masing-masing komponen dengan kadar C. Kadar C dalam bahan organik
digunakan nilai kadar terpasang (
Default value
) yaitu 46%. Sehingga perhitungan
cadangan karbon total dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut :
Kadar C Berat Kering Biomasa atau Nekromasa
ton
ha
0.46
5.
Perhitungan Emisi Gas CO
2Untuk menghitung emisi dari masing-masing sistem penggunaan lahan
digunakan aplikasi REDD Abacus SP version 1.1.4. REDD Abacus SP version
(35)
estimasi emisi dari penggunaan lahan dengan memperhatikan karakteristik
biofisiknya. Data yang digunakan dalam aplikasi REDD Abacus SP version 1.1.4
adalah data spasial dan cadangan karbon untuk menghitung perkiraan matriks
emisi. Matriks emisi merupakan keluaran dari perhitungan matriks perubahan
lahan yang memiliki tab menu total emisi setiap unit perencanaan, emisi bersih
(36)
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas
(dikelilingi oleh lautan). Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya
mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar. Untuk mencapai
desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang. Menurut
cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana
masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang disebabkan oleh
suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong
sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya
oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang
yang tinggal dan menetap di desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan
Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus. Secara geografis
terletak pada 3°51'30” – 3°59'45” LU dan98°30' – 98°42' BT dengan ketinggian
lebih kurang 1 m dpl. Desa ini merupakan desapesisir yang berbatasan dengan
Selat Malaka di sebelah utara dan timur, sebelah selatandengan Desa Selotong,
dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Tapal Kuda (BB KSDA, 2006).
Desa Jaring Halus merupakan desa dengan jumlah masyarakatsebesar
3.294 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.668 jiwa dan perempuan
sebanyak 1626 jiwadengan jumlah KK 769 (Kantor Balai Desa Jaring Halus,
2014). Berdasarkan letak astronomisnya, Desa Jaring Halus berada pada posisi
03
051’30’’
−
03
059’45’’ LU dan 98
030’ – 98
042’BT. Terletak pada daerah pantai
dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut dengan luas desa 12,5 Ha.
Adapun batas-batas Administrasi Desa Jaring Halus adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
(37)
Sebelah Timur berbatasan dengan desa Selotong
Sebelah Selatan berbatas dengan desa Secanggang
Sebalah Barat berbatasan dengan desa Tapak Kuda
Berdasarkan data komposisi penduduk mayoritas adalah suku Melayu 90%
sebagai suku asli Desa Jaring Halus dan selebihnya suku lain yang berstatus
sebagai pendatang dan menetap di Desa Jaring Halus dengan bahasa mayoritas
yang digunakan adalah bahasa melayu. Menurut mata pencaharian penduduknya,
yang berprofesi sebagai nelayan/buruh nelayanadalah yang paling tinggi yaitu
sebesar 90% dan selebihnyaadalah pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan lain-lain (Kantor Balai Desa Jaring Halus, 2014).
Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas
63.75 Ha. Hutan tersebut menjadi satu daratan dan melingkupi areal permukiman
Desa Jaring Halus dari sisi utara, timur dan selatan. Menurut Mulia dan
Sumardjani (2001), berdasarkan status lingkungannya, suatu lingkungan
mangrove bersifat terbuka, terlindungi atau dapat berupa tepian pantai.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hutan mangrove yang ada di Desa
Jaring Halus termasuk terlindungi. Formasi lingkungan yang terlindungi ini
menciptakan kondisi air tenang yang cocok untuk kehidupan hutan mangrove dan
kondisi seperti ini terdapat pada lingkungan hutan mangrove berupa delta dataran
(38)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karbon Tersimpan Pada Tutupan Lahan Hutan Mangrove Sekunder
Nilai karbon tersimpan merupakan akumulasi dari karbon tersimpan pada
pohon, tumbuhan bawah, nekromasa berkayu dan nekromasa tidak berkayu pada
masing-masing penutupan lahan. Nilai karbon tersimpan pada hutan mangrove
sekunder Desa Jaring Halus, kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karbon Tersimpan Pada Tutupan Lahan Hutan Mangrove
Sekunder Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata simpanan karbon di hutan
mangrove sekunder Desa Jaring Halus cukup tinggi yaitu sebesar 586.401 ton
C/ha. Jika dibandingkan dengan penelitian Basyuni (2000) tentang biomasa pohon
Rhizophora
spp. dan
Burguiera
spp. di PT. Bina Lestari, Riau yaitu sebesar
515.82 ton/ha dan kandungan karbon sebesar 257.91 ton C/ha. Sedangkan Dolly
(2013) mendapatkan biomassa hutan lindung mangrove Kuala Langsa, Aceh
sekitar 19.063 ton/ha dan kandungan karbon sebesar 9.53 ton C/ha. Ekosistem
hutan memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon berbeda-beda baik
Jalur ∑
Pohon
Pohon D >30 cm Pohon D 5-30 cm Tumbuhan
Bawah (ton/ha)
Nekromasa D >30 cm
(ton/ha)
Nekromasa D 5-30 cm (ton/ha)
Serasah (ton/ha)
Total (ton/ha)
Above Ground
(ton/ha)
Below Ground
(ton/ha)
Above Ground
(ton/ha)
Below Ground
(ton/ha)
1 135 110.553 58.9271 260.991 181.363 1.62139 8.53924 24.5687 2.4619 649.025
2 142 113.258 77.4955 307.401 139.402 1.51993 5.38913 7.82968 2.4631 654.758
3 120 104.569 61.6553 320.687 210.169 1.93548 8.28858 17.8419 1.9831 727.129
4 129 75.8673 9.44897 320.818 84.5609 1.76926 2.76989 13.4988 2.2605 510.993
5 100 67.7434 20.9131 236.971 82.6819 2.00784 7.63024 19.6130 1.7695 439.33
6 126 103.109 32.8981 300.262 168.479 1.79989 8.36819 23.2333 2.2072 640.356
7 114 96.5846 29.4956 305.372 158.066 1.96216 4.38086 21.9174 1.7832 619.561
8 124 84.0798 35.1915 210.792 102.469 1.83735 5.79249 29.4929 1.9985 471.653
9 116 103.620 44.3316 389.936 139.991 1.94966 7.52132 26.5824 1.8144 715.746
10 130 90.9743 46.5542 182.172 87.1199 1.71277 6.95865 17.6170 2.3401 435.448
Total 1236 950.361 416.911 2835.40 1354.30 18.1157 65.6386 202.195 21.081 5864.01
(39)
di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat.
Hal ini dipengaruhi oleh jenis pohon, tipe tanah, dan topografi
(Masripatin
et al.
, 2010). Selain itu menurut Aminudin (2008) menyatakan bahwa
tingkat penyerapan karbon di hutan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
adalah iklim, topografi, karakteristik lahan, umur, kerapatan vegetasi, komposisi,
serta kualitas tempat tumbuh.
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa simpanan karbon tertinggi terdapat
pada jalur 3 dengan jumlah pohon sebanyak 120 (44 berdiameter >30 cm dan 76
berdiameter 5-30 cm) dapat menyerap dan menyimpan karbon sebesar
726.708
ton
C/ha, sedangkan simpanan karbon terendah terdapat pada jalur 10 dengan jumlah
pohon yang lebih banyak yakni 130 (49 berdiameter >30 cm dan 81 berdiameter
5-30 cm) dapat menyerap dan menyimpan karbon sebesar
435.6196
ton C/ha.
Dimana kerapatan yang tinggi di lapangan tidak selalu memiliki stok karbon yang
lebih besar dibandingkan dengan kerapatan yang rendah. Jumlah stok karbon ini
ditentukan oleh biomassa yang dapat diamati dari ukuran pohon yang ada di
lapangan, sehingga apabila suatu plot pengamatan memiliki jumlah pohon yang
sedikit namun pohon yang ada dalam plot tersebut berukuran lebih besar maka
biomassa yang terdapat pada plot tersebut juga akan besar. Hal ini akan
mempengaruhi jumlah karbon yang dapat diserap juga ikut bertambah besar.
Secara umum, biomassa pohon terbesar diperoleh pada pohon yang berdiameter
paling besar pula. Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat dengan proses
fotosintesis, dimana biomassa akan bertambah apabila tumbuhan menyerap CO
2dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses fotosintesis,
(40)
melakukan
Kusmana
diameter,
Gambar 4
Be
yang ada
yang mem
permukaan
ranting, da
masing ja
mempuny
sebesar 0.
pendapat
diatas pe
disebabka
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Car b on Stoc k Ton/Han pertumb
et al
. (199
tinggi tanam
4. Simpanan
Nekromas
Desa Jarin
erdasarkan g
menunjukk
mpunyai k
n pohon m
aun, bunga
alur pengam
yai kandung
32% dari to
Hilmi (200
ermukaan
an karena
1
2
buhan ke
92) menyat
man, berat j
n Karbon
A
a dan Sera
ng Halus, Kec
gambar di a
kan hasil ya
kandungan
mangrove (
a
dan buah y
matan. Sed
gan karbon
otal karbon
03) yang m
tanah (
abo
unsur karb
3
4
e arah h
takan bahw
enis kayu, d
Above Groun
asah Pada Tu
camatan Sec
atas menunj
ang sama y
karbon te
above grou
yaitu sebesar
dangkan ba
n terkecil t
pada masin
menyatakan
ove groun
bon yang m
5
6
JalurKe-horizontal
wa besarnya
dan kesubur
nd, Below
utupan Laha
canggang, Ka
ukkan bahw
yaitu, bagian
erbesar terd
und
) yang
r 64.9% dar
agian dari
erdapat pad
ng-masing j
bahwa ting
d
) khususn
merupakan
7
8
9
dan vert
a biomassa
ran tanah.
Ground
, Tu
an Hutan Ma
abupaten Lan
wa dari 10 j
n dari ekos
dapat pada
g meliputi
ri total karb
ekosistem
da tumbuh
jalur. Hal in
gginya kada
nya pada
bahan org
9
10
rtikal. Me
ditentukan
umbuhan B
angrove Sek
ngkat.
alur pengam
sistem mang
a bagian d
batang, ca
bon pada ma
mangrove
han bawah
ni sesuai de
ar karbon p
bagian b
rganik peny
Serasah
Nekroma
Tumbuha
Below G
Above G
enurut
n oleh
awah,
kunder
matan
grove
diatas
abang,
asing-yang
yaitu
engan
pohon
batang
yusun
asa
an Bawah
Ground
Ground
(41)
dinding sel-sel batang dimana kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin,
dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Sehingga
kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon
tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan
karbon.
Pohon merupakan komponen terbesar dari karbon di atas permukaan
tanah. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa karbon pohon dari hutan mangrove
sekunder menyumbang 64.9% dari total karbon dan 29.6% disumbangkan oleh
karbon di bawah permukaan tanah. Sedangkan tumbuhan bawah, nekromassa dan
serasah hanya menyumbang sekitar 5.5% dari total karbon.
Tabel 4. Komposisi Cadangan Karbon Pada
Above Ground, Below Ground
,
Nekromasa dan Serasah di Hutan Mangrove Sekunder
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwasannya cadangan karbon
tumbuhan bawah tertinggi terdapat pada jalur 5 yaitu sebesar 2.00784 ton C/ha
dan cadangan karbon tumbuhan bawah terendah terdapat pada jalur 2 yaitu
sebesar 1.51993 ton C/ha. Hal ini dikarenakan jumlah pohon yang terdapat pada
jalur 5 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pohon yang terdapat pada jalur 2
Jalur
Jumlah
Pohon
Above
Ground
(ton/ha)
Below
Ground
(ton/ha)
Tumbuhan
Bawah
(ton/ha)Nekromasa
(ton/ha)
Serasah
(ton/ha)Total
(ton/ha)1 135
371.5451
240.291
1.6213933.10794
2.4619 649.0252 142
420.6596
216.8984
1.5199313.21881
2.4631 654.7583 120
425.2575
271.8244
1.9354826.13048
1.9831 727.1294 129
396.686
94.00989
1.7692616.26869
2.2605 510.9935 100
304.715
103.5951
2.0078427.24324
1.7695 439.336 126
403.3717
201.3776
1.7998931.60149
2.2072 640.3567 114
401.957
187.5623
1.9621626.29826
1.7832 619.5618 124
294.8725
137.6608
1.8373535.28539
1.9985 471.6539 116
493.5568
184.3235
1.9496634.10372
1.8144 715.74610 130
273.1469
133.6742
1.7127724.57565
2.3401 435.448Total 1236
3785.768
1771.217
18.1157 267.8337
21.0819
5864.01
Rerata
123.6 378.5768 177.1217 1.81157 26.78337 2.10819 586.401
Persentase 64.9%
29.6%
0.32%
4.71%
0.37%
(42)
yaitu 100 < 142. Sedangkan cadangan karbon serasah tertinggi terdapat pada jalur
2 yaitu 2.4631 ton C/ha dan cadangan karbon serasah terendah terdapat pada jalur
5 yaitu 1.7695 ton C/ha. Kerapatan tersebut merupakan salah satu faktor tingginya
potensi massa karbon. Dengan kerapatan tinggi maka massa karbon tumbuhan
bawah menjadi rendah karena sinar matahari tidak sampai menyentuh lantai hutan
akibatnya pertumbuhan tumbuhan bawah tidak dapat tumbuh dengan baik,
sehingga serasah dari tumbuhan bawah juga menjadi sedikit. Sedangkan serasah,
pada kerapatan tegakan yang tinggi memungkinkan lebih banyak daun atau
ranting yang gugur sehingga memiliki produksi serasah lebih tinggi. Pada
kerapatan tegakan rendah cahaya matahari dapat masuk ke lantai hutan akibatnya
suhu tanah lantai hutan meningkat. Akibatnya dapat mempercepat aktivitas
dekomposer dalam proses perombakan serasah.
Karbon Tersimpan Pada Permukiman
Perbedaan simpanan karbon di masing-masing penutupan lahan
dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan
yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang
mempengaruhi laju fotosintesis. Dari kegiatan inventarisasi tegakan yang
dilakukan pada petak penelitian masing-masing penutupan lahan yaitu hutan
mangrove sekunder dan permukiman, diketahui bahwa permukiman memiliki
jumlah pohon yang lebih sedikit dibandingkan penutupan lahan hutan mangrove
sekunder. Selain itu diameter pohonnya relatif lebih kecil dan tinggi pohonnya
relatif lebih rendah. Oleh sebab itu simpanan karbon pada tutupan lahan
permukiman juga lebih rendah jika dibandingkan dengan tutupan lahan hutan
(43)
lahan permukiman di Desa Jaring Halus, kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat :
Tabel 5. Karbon Tersimpan Pada Permukiman di Desa Jaring Halus, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat.
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa simpanan karbon tertinggi pada
tutupan lahan permukiman terdapat pada jalur 5 dengan jumlah pohon sebanyak
90 (14 berdiameter >30 cm dan 76 berdiameter 5-30 cm) buah dapat menyerap
dan menyimpan karbon sebesar 295.813 ton C/ha, sedangkan simpanan karbon
terendah terdapat pada jalur 4 dengan jumlah pohon sebanyak 2 (0 berdiameter
>30 cm dan 2 berdiameter 5-30 cm) dapat menyerap dan menyimpan karbon
sebesar 18.5934 ton C/ha. Rendahnya cadangan karbon pada jalur 4 dibandingkan
dengan jalur lainnya meskipun tidak jauh berbeda dengan cadangan karbon pada
jalur 3 dikarenakan sedikitnya jumlah pohon yang terdapat pada lokasi
pengamatan tersebut. Pada jalur 4 hanya ditemukan 2 pohon sedangkan pada jalur
3 hanya ditemukan 6 pohon. Dan pohon pada kedua jalur pengamatan tersebut
bukanlah pohon dari jenis mangrove melainkan pohon hutan hujan tropis yaitu
Ceiba petandra
dan
Eugenia aquea.
Sedikitnya jumlah pohon yang terdapat pada
jalur 4 dan 3 juga dikarenakan kondisi tanah pada kedua jalur pengamatan
tersebut. Jalur 4 dan 3 memiliki jenis tanah yang berpasir sehingga sangat sedikit
Jalur ∑
Pohon
Pohon D >30 cm Pohon D 5-30 cm Tumbuhan
Bawah (ton/ha)
Nekromasa D >30 cm
(ton/ha)
Nekromasa D 5-30 cm
(ton/ha)
Serasah (ton/ha)
Total (ton/ha)
Above Ground
(ton/ha)
Below Ground
(ton/ha)
Above Ground
(ton/ha)
Below Ground
(ton/ha)
1 48 9.4116 12.8140 33.5726 26.1027 1.46332 2.00483 5.08603 0.72434 91.1796
2 78 8.0405 10.8302 87.6461 73.8219 1.27771 1.43247 2.65628 0.74796 186.453
3 6 0 0 21.6499 8.01048 0.91908 1.09296 1.62074 0.50078 33.7940
4 2 0 0 10.3240 3.81991 0.36064 1.28937 1.96734 0.83210 18.5934
5 90 38.549 29.2994 109.914 103.793 1.32096 4.85307 7.06370 1.01749 295.813
Total 224 56.002 52.9438 263.107 215.548 5.34171 10.6727 18.3941 3.82269 625.833
(44)
ditemukan
sehingga l
Ha
menyataka
dipengaru
dari poho
biomassan
jenis deng
menjadi le
jumlah ka
besarnya j
Gambar 5
Be
yang ada
yang mem
0
50
100
150
200
250
300
Carbon Stock
ton/ha
n vegetasi s
lebih banyak
al ini sesu
an bahwa
uhi oleh jen
n dengan s
nya akan leb
gan nilai k
ebih besar b
arbon tersi
jumlah karb
. Simpanan
Nekromas
Kecamatan
erdasarkan g
menunjukk
mpunyai k
1
sedangkan j
k didomina
uai dengan
cadangan
nis vegetasin
spesies yan
bih tinggi b
kerapatan k
bila kondisi
mpan di a
bon tersimpa
n Karbon
A
a dan Se
n Secanggan
gambar di a
kan hasil ya
kandungan
2
Jalur
jalur 1, 2 d
asi oleh tana
pernyataan
karbon pa
nya. Suatu
ng mempun
bila dibandi
kayu rendah
i kesuburan
atas tanah
an di dalam
Above Groun
erasah Pada
ng, Kabupate
atas menunj
ang sama y
karbon ter
3
4
Ke-dan 5 memi
aman mangr
n Hairiah
ada suatu
sistem pen
nyai nilai k
ingkan deng
h. Penyim
n tanahnya
(biomassa
m tanah (Bah
nd, Below
a Permukim
en Langkat.
jukkan bahw
yaitu, bagian
rbesar terd
4
5
iliki jenis t
rove.
dan Rahay
sistem pen
nggunaan la
erapatan ka
gan lahan y
mpanan karb
baik, atau d
tanaman)
han organik
Ground
, Tu
man di Des
wa dari 5 ja
n dari ekos
apat pada
S
N
T
B
A
tanah berlum
yu (2007)
nggunaan
ahan yang t
ayu yang ti
yang memp
bon suatu
dengan kata
ditentukan
k tanah).
umbuhan B
sa Jaring H
alur pengam
sistem mang
bagian di
Serasah
Nekromasa
Tumbuhan Baw
Below Ground
Above Ground
mpur,
yang
lahan
terdiri
inggi,
unyai
lahan
a lain
oleh
awah,
Halus,
matan
grove
atas
wah
d
d
(45)
permukaan pohon mangrove (
above ground
) yang meliputi batang, cabang,
ranting, daun, bunga dan buah yaitu sebesar 51% dari total biomassa. Sedangkan
bagian dari ekosistem mangrove yang mempunyai kandungan karbon terkecil
terdapat pada serasah yaitu sebesar 0.6% dari total biomassa pada masing-masing
jalur.
Tabel 6. Komposisi Cadangan Karbon Pada
Above Ground, Below Ground
,
Nekromasa dan Serasah di Permukiman.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwasannya cadangan karbon
tumbuhan bawah, nekromassa dan serasah tertinggi terdapat pada jalur 1 yaitu
sebesar 1.46332 ton C/ha, 11.91677 ton C/ha dan 1.01749 ton C/ha sedangkan
cadangan karbon tumbuhan bawah terendah terdapat pada jalur 4 yaitu sebesar
0.36064 ton C/ha dan cadangan karbon nekromassa dan serasah terendah terdapat
pada jalur 3 yaitu sebesar 2.7137 ton C/ha dan 0.50078 ton C/ha. Pada tumbuhan
bawah, kandungan karbon dan biomassanya dipengaruhi oleh komposisi vegetasi
tumbuhan bawah penyusunnya. Demikian juga halnya dengan kandungan karbon
dan biomassa pada serasah yang dipengaruhi oleh komponen-komponen
penyusunnya, misalnya kayu busuk, daun, dan ranting (Asril, 2009).
Jalur
∑
Pohon
Above
Ground
(ton/ha)
Below
Ground
(ton/ha)
Tumbuhan
Bawah
(ton/ha)Nekromasa
(ton/ha)Serasah
(ton/ha)Total
(ton/ha)1 48
42.9842 38.9167 1.46332 7.09086 0.72434 91.1796
2 78
95.6866 84.6521 1.27771 4.08875 0.74796 186.453
3 6
21.6499 8.01048 0.91908
2.7137 0.50078 33.7940
4 2 10.324 3.81991 0.36064 3.25671 0.83210 18.5934
5 90
148.463 133.0924 1.32096 11.91677 1.01749 295.813
Total 224 319.1077 268.4916 5.34171 29.06679 3.82269 625.833
Rerata 44.8 63.82154 53.69832 1.068342 5.813358 0.76453 125.166
(1)
6 5 5.5 1 0.1 0.4 0.094985 0.0436931 20 21 20.5 2.5 0.6 0.4 19.793775 9.1051365
8 7 7.5 1 0.3 0.4 0.529875 0.2437425
22 19 20.5 2.5 0.5 0.4 16.4948125 7.58761375 10 11 10.5 1 0.2 0.4 0.69237 0.3184902 18 16 17 2.5 0.6 0.4 13.6119 6.261474 27 28 27.5 4.5 0.6 0.4 64.114875 29.4928425 9 8.5 8.75 1.5 0.1 0.4 0.360609375 0.165880313
21 19 20 2 0.6 0.4 15.072 6.93312
24 23 23.5 3 0.6 0.4 31.21317 14.3580582 10 9 9.5 2.5 0.1 0.4 0.7084625 0.32589275
Total 141.2741009 Kg/200m2 0.706370504 kg/m2
7.063705044 ton/ha
Lampiran 12. Biomassa dan Karbon Nekromasa Tidak Berkayu di
Permukiman
Jalur Ke-
Total
BB BBc BKc Biomasa (gr/0.25m2) Biomasa (g/m2) Biomasa kg/m2 Biomasa (Ton/Ha) Bimasa
Rata-Rata C (Ton/Ha) 1 132.6 132.6 51.3 51.3 205.2 0.2052 2.052 1.574666667 0.724346667
0 0 0 0 0 0 0
284.3 284.3 73.1 73.1 292.4 0.2924 2.924 172.4 172.4 58.6 58.6 234.4 0.2344 2.344 149.3 149.3 53.2 53.2 212.8 0.2128 2.128
0 0 0 0 0 0 0
Total 9.448
Jalur Ke-
Total
BB BBc BKc Biomasa (gr/0.25m2) Biomasa (g/m2) Biomasa kg/m2 Biomasa (Ton/Ha) Bimasa
Rata-Rata C (Ton/Ha)
2 0 0 0 0 0 0 0 1.626 0.74796
182.3 182.3 52.4 52.4 209.6 0.2096 2.096 213.5 213.5 73.7 73.7 294.8 0.2948 2.948
0 0 0 0 0 0 0
138.2 138.2 42.6 42.6 170.4 0.1704 1.704 257.9 257.9 75.2 75.2 300.8 0.3008 3.008
(2)
Jalur Ke-
Total
BB BBc BKc Biomasa (gr/0.25m2) Biomasa (g/m2) Biomasa kg/m2 Biomasa (Ton/Ha) Bimasa
Rata-Rata C (Ton/Ha)
3 0 0 0 0 0 0 0 1.088666667 0.500786667
0 0 0 0 0 0 0
157.3 157.3 40.6 40.6 162.4 0.1624 1.624
0 0 0 0 0 0 0
241.8 241.8 70.3 70.3 281.2 0.2812 2.812 182.5 182.5 52.4 52.4 209.6 0.2096 2.096
Total 6.532
Jalur Ke-
Total
BB BBc BKc Biomasa (gr/0.25m2) Biomasa (g/m2) Biomasa kg/m2 Biomasa (Ton/Ha) Bimasa
Rata-Rata C (Ton/Ha) 4 323.4 100 38.2 123.5388 494.1552 0.4941552 4.941552 1.808925333 0.832105653
174.6 174.6 43.1 43.1 172.4 0.1724 1.724 236.3 236.3 67.3 67.3 269.2 0.2692 2.692
0 0 0 0 0 0 0
126.3 126.3 37.4 37.4 149.6 0.1496 1.496
0 0 0 0 0 0 0
Total 10.853552
Jalur Ke-
Total
BB BBc BKc Biomasa (gr/0.25m2) Biomasa (g/m2) Biomasa kg/m2 Biomasa (Ton/Ha) Bimasa
Rata-Rata C (Ton/Ha)
5 163.6 163.6 41.5 41.5 166 0.166 1.66 2.211936 1.01749056 283.5 283.5 63.1 63.1 252.4 0.2524 2.524
247.2 247.2 58.7 58.7 234.8 0.2348 2.348 362.4 100 34.6 125.3904 501.5616 0.5015616 5.015616
0 0 0 0 0 0 0
189.3 189.3 43.1 43.1 172.4 0.1724 1.724 Total 13.271616
(3)
Lampiran 13. Profil Lokasi Penelitian Pada Hutan Mangrove Sekunder
Jaring Halus
a.Pengukuran DBH Pohon
b.Pohon
Avicennia marina
c. Pengukuran Panjang Nekromasa d. Pengukuran Diameter Nekromasa
(4)
i.
Pohon
Bruguiera gymnorrhiza
j. Pohon
Rhizophora apiculata
k. Pohon
Excoecaria agallocha
l. Pohon
Xylocarpus granatum
(5)
Lampiran 14. Profil Lokasi Penelitian Pada Permukiman di Desa Jaring
Halus
a.
Pengukuran DBH Pohon
b. Pohon
Avicennia marina
c.
Nekromasa Berkayu
d. Tumbuhan Bawah
e.
Pohon
Sonneratia alba
f. Serasah
(6)