Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP ) Di Kabupaten Maluku Tenggara

(1)

STRATEGI PENINGKATAN MUTU

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

SITTI BULKIS BANDJAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Mei 2009

Sitti Bulkis Bandjar NRP H251064105


(3)

ABSTRACT

SITTI BULKIS BANDJAR. The Quality Improvement Strategy of Coastal Community Economy Empowerment Program (PEMP) in Sub-province South East Moluccas. Under direction of LALA M. KOLOPAKING and LUKMAN M. BAGA.

PEMP Program in Sub-province South East Moluccas is executed since 2001-2007 expected can give positive result to coastal community and small islands especially to fisherman community. As for success indication of PEMP program will be seen from the increasing of prosperity of coastal community, functioning of formed PEMP institutes, and current of Productive Economy Fund (DEP). Nevertheless, so far the impact from PEMP program execution seen have not yet can improve local prosperity of coastal community as the same manner as expected, for that it is required Local Government interference in this case is Marine Affairs and Fisheries Service Office (Dinas Kelautan dan Perikanan) Sub-province South East Moluccas as the lengthening of government hand and local government to help with various of other policy strategies until what expected from PEMP program execution can be reached.

To answer those problems conducted study with the main problem is quality improvement strategy of PEMP program in Sub-province South East Moluccas. This study has been executed in Sub-district Kei Kecil Sub-province South East Moluccas was as Sub-district that in routine and at most got the backing through PEMP program since 2001-2007. The objective of this research is evaluate the sustainable status of PEMP program and identify the performance elements that have an effect on to PEMP program execution so it can be formulated the policy strategy of marine and fisheries development of Sub-province South East Moluccas to support PEMP execution program in the coming years.

The data collecting consist of primary data and secondary data executed by interview to all target evaluation stakeholders, and field observation. The result of this research indicates that program performance in totally pertained “enough” based on RAPFISH analysis result that show value 59.08. This means that its program sustainable status is at “enough” category that also mean the performance of PEMP program has walked in line with objective and specified target, nevertheless, PEMP program execution still must be completed and intensified. Based on Analytical Hierarchy Process (AHP) result there are fourth criterions that must be paid attention that are (1) PEMP program planning base on society aspect, (2) PEMP program socialization aspect, (3) PEMP program companion execution aspect, and (4) PEMP program execution evaluation aspect.

From those fourth criterions, there are five alternatives of policy strategies that ought to conducted by local government of Sub-province South East Moluccas in exploiting PEMP program that is a government program (in this case Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia), that are (1) Strategy of institute reinforcement policy PEMP and human resources, (2). Strategy fund


(4)

sharing policy from Government of Sub-province South East Moluccas, (3). Strategy of community participation quality improvement policy, (4) Strategy of system structuring current fund returns policy, and (5) Strategy of partnership development policy.

Keywords: strategy, quality improvement, coastal community economy empowerment program.


(5)

RINGKASAN

SITTI BULKIS BANDJAR, Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAGA.

Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan.

Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara yang dilaksanakan sejak Tahun 2001–2007 diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya Dana Ekonomi Produktif (DEP). Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan kajian dengan masalah utama adalah strategi peningkatan mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Kajian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kecamatan yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui program PEMP yaitu sejak tahun 2001 – 2007.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi status keberlanjutan program PEMP, mengidentifikasi elemen kinerja yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program PEMP sehingga dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Maluku Tenggara untuk menunjang pelaksanaan program PEMP diwaktu mendatang. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder dilaksanakan dengan wawancara terhadap seluruh stakeholder yang menjadi sasaran evaluasi serta observasi lapangan. Dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara adalah dengan metoda Multi Dimensional Scalling (MDS) dalam Rapid Appraisal for Fisheries Status (RAPFISH). Metoda RAPFISH digunakan untuk menentukan posisi relatif dari setiap atribut pada elemen kinerja Program PEMP terhadap keberhasilan (good) dan kegagalan (bad). Metoda ini didasarkan pada hasil MDS dari kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil - Kabupaten Maluku Tenggara dimana mencakup lima elemen kinerja yang berpengaruh terhadap keberhasilan Program PEMP, yaitu (1) Kelembagaan Program PEMP, (2) Pengelolaan LEPP-M3, (3) Kapasitas Pemanfaat Program, (4) Kemitraan, dan (5)


(6)

Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Data untuk analisis ini diperoleh dari kuesioner yang diedarkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program PEMP.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja program secara menyuluruh tergolong “cukup” berdasarkan hasil analisis RAPFISH yang menunjukan nilai 59,08. Ini berarti status keberlanjutan programnya berada pada kategori “cukup“ yang juga berarti kinerja Program PEMP telah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan meskipun demikan pelaksanaan program PEMP masih perlu disempurnakan dan diintensifkan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara, dilakukan analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH. Dengan analisis Leverage ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing atribut terhadap keberhasilan elemen kinerja yang dievaluasi.

Untuk merumuskan strategi kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan Analitik Hirarki Proses (AHP) dimana terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan yaitu (1) aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, (2) aspek sosialisasi program PEMP, (3) aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, dan (4) aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP. Hasil analisis pendapat gabungan rensponden yang diolah dengan Expert Choice versi 9.5 menunjukan besarnya kontribusi yang diberikan oleh masing-masing kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai secara hirarki. Kriteria yang merupakan prioritas pertama adalah perencanaan program PEMP berbasis masyarakat dengan jumlah nilai 154 (28,7%). Kriteria yang merupakan prioritas kedua adalah pelaksanaan pendampingan program PEMP dengan jumlah nilai 142 (26,5%). Kriteria yang merupakan prioritas ketiga adalah sosialisasi program PEMP dengan jumlah nilai 136 (25,4%). Kriteria yang merupakan urutan terakhir adalah evaluasi pelaksanaan program PEMP dengan jumlah nilai 104 (19,4%)

Dari keempat kriteria tersebut ada lima alternatif strategi kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam memanfaatkan program PEMP yang merupakan program Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia), yaitu (1) Strategi kebijakan penguatan kelembagaan PEMP dan SDM, (2). Strategi kebijakan sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (3) Strategi kebijakan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat, (4) Strategi kebijakan penataan sistem pengembalian dana bergulir, dan (5) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan.

Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden, diketahui bahwa prioritas alternatif kebijakan yang harus diperhatikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, yang merupakan sintesis dari pendapat seluruh responden adalah penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 614 dan bobot 0,214 (21,4%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 588 dan bobot 0,206 (20,6%), pengembangan kemitraan dengan nilai 566 dan bobot 0,20 (20,0%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 544 dan bobot 0,192 (19,2%), dan urutan terakhir adalah peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 530 dan bobot 0,188 (18,8%). Dengan demikian total persentase seluruh kriteria


(7)

terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 100%.

Perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Approach (LFA). Rancangan program strategi dalam rangka Peningkatan Mutu Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah (1) Melaksanakan rapat koordinasi dan lokakarya antar elemen untuk membahas permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program PEMP, (2) Peningkatan kemampuan manajerial pengelola program PEMP maupun elemen PEMP lainnya, (3) Melakukan seleksi yang ketat dalam mengangkat TPD berdasarkan kualifikasi standar sesuai Pedoman umum PEMP, (4) Melakukan monitoring dan supervisi secara berkala, (5) Melaksanakan sosialisasi program PEMP melalui media dan berbagai sarana dan prasarana yang ada, dan (6) Peningkatan akses modal, pasar dan teknologi serta mengembangkan kelembagaan ekonomi dan jenjang kerjasama kemitraan.

Kata kunci: strategi, peningkatan mutu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.


(8)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(9)

STRATEGI PENINGKATAN MUTU

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

SITTI BULKIS BANDJAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(10)

(11)

STRATEGI PENINGKATAN MUTU

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

SITTI BULKIS BANDJAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Mei 2009

Sitti Bulkis Bandjar NRP H251064105


(13)

ABSTRACT

SITTI BULKIS BANDJAR. The Quality Improvement Strategy of Coastal Community Economy Empowerment Program (PEMP) in Sub-province South East Moluccas. Under direction of LALA M. KOLOPAKING and LUKMAN M. BAGA.

PEMP Program in Sub-province South East Moluccas is executed since 2001-2007 expected can give positive result to coastal community and small islands especially to fisherman community. As for success indication of PEMP program will be seen from the increasing of prosperity of coastal community, functioning of formed PEMP institutes, and current of Productive Economy Fund (DEP). Nevertheless, so far the impact from PEMP program execution seen have not yet can improve local prosperity of coastal community as the same manner as expected, for that it is required Local Government interference in this case is Marine Affairs and Fisheries Service Office (Dinas Kelautan dan Perikanan) Sub-province South East Moluccas as the lengthening of government hand and local government to help with various of other policy strategies until what expected from PEMP program execution can be reached.

To answer those problems conducted study with the main problem is quality improvement strategy of PEMP program in Sub-province South East Moluccas. This study has been executed in Sub-district Kei Kecil Sub-province South East Moluccas was as Sub-district that in routine and at most got the backing through PEMP program since 2001-2007. The objective of this research is evaluate the sustainable status of PEMP program and identify the performance elements that have an effect on to PEMP program execution so it can be formulated the policy strategy of marine and fisheries development of Sub-province South East Moluccas to support PEMP execution program in the coming years.

The data collecting consist of primary data and secondary data executed by interview to all target evaluation stakeholders, and field observation. The result of this research indicates that program performance in totally pertained “enough” based on RAPFISH analysis result that show value 59.08. This means that its program sustainable status is at “enough” category that also mean the performance of PEMP program has walked in line with objective and specified target, nevertheless, PEMP program execution still must be completed and intensified. Based on Analytical Hierarchy Process (AHP) result there are fourth criterions that must be paid attention that are (1) PEMP program planning base on society aspect, (2) PEMP program socialization aspect, (3) PEMP program companion execution aspect, and (4) PEMP program execution evaluation aspect.

From those fourth criterions, there are five alternatives of policy strategies that ought to conducted by local government of Sub-province South East Moluccas in exploiting PEMP program that is a government program (in this case Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia), that are (1) Strategy of institute reinforcement policy PEMP and human resources, (2). Strategy fund


(14)

sharing policy from Government of Sub-province South East Moluccas, (3). Strategy of community participation quality improvement policy, (4) Strategy of system structuring current fund returns policy, and (5) Strategy of partnership development policy.

Keywords: strategy, quality improvement, coastal community economy empowerment program.


(15)

RINGKASAN

SITTI BULKIS BANDJAR, Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAGA.

Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan.

Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara yang dilaksanakan sejak Tahun 2001–2007 diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya Dana Ekonomi Produktif (DEP). Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan kajian dengan masalah utama adalah strategi peningkatan mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Kajian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kecamatan yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui program PEMP yaitu sejak tahun 2001 – 2007.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi status keberlanjutan program PEMP, mengidentifikasi elemen kinerja yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program PEMP sehingga dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Maluku Tenggara untuk menunjang pelaksanaan program PEMP diwaktu mendatang. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder dilaksanakan dengan wawancara terhadap seluruh stakeholder yang menjadi sasaran evaluasi serta observasi lapangan. Dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara adalah dengan metoda Multi Dimensional Scalling (MDS) dalam Rapid Appraisal for Fisheries Status (RAPFISH). Metoda RAPFISH digunakan untuk menentukan posisi relatif dari setiap atribut pada elemen kinerja Program PEMP terhadap keberhasilan (good) dan kegagalan (bad). Metoda ini didasarkan pada hasil MDS dari kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil - Kabupaten Maluku Tenggara dimana mencakup lima elemen kinerja yang berpengaruh terhadap keberhasilan Program PEMP, yaitu (1) Kelembagaan Program PEMP, (2) Pengelolaan LEPP-M3, (3) Kapasitas Pemanfaat Program, (4) Kemitraan, dan (5)


(16)

Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Data untuk analisis ini diperoleh dari kuesioner yang diedarkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program PEMP.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja program secara menyuluruh tergolong “cukup” berdasarkan hasil analisis RAPFISH yang menunjukan nilai 59,08. Ini berarti status keberlanjutan programnya berada pada kategori “cukup“ yang juga berarti kinerja Program PEMP telah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan meskipun demikan pelaksanaan program PEMP masih perlu disempurnakan dan diintensifkan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara, dilakukan analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH. Dengan analisis Leverage ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing atribut terhadap keberhasilan elemen kinerja yang dievaluasi.

Untuk merumuskan strategi kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan Analitik Hirarki Proses (AHP) dimana terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan yaitu (1) aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, (2) aspek sosialisasi program PEMP, (3) aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, dan (4) aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP. Hasil analisis pendapat gabungan rensponden yang diolah dengan Expert Choice versi 9.5 menunjukan besarnya kontribusi yang diberikan oleh masing-masing kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai secara hirarki. Kriteria yang merupakan prioritas pertama adalah perencanaan program PEMP berbasis masyarakat dengan jumlah nilai 154 (28,7%). Kriteria yang merupakan prioritas kedua adalah pelaksanaan pendampingan program PEMP dengan jumlah nilai 142 (26,5%). Kriteria yang merupakan prioritas ketiga adalah sosialisasi program PEMP dengan jumlah nilai 136 (25,4%). Kriteria yang merupakan urutan terakhir adalah evaluasi pelaksanaan program PEMP dengan jumlah nilai 104 (19,4%)

Dari keempat kriteria tersebut ada lima alternatif strategi kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam memanfaatkan program PEMP yang merupakan program Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia), yaitu (1) Strategi kebijakan penguatan kelembagaan PEMP dan SDM, (2). Strategi kebijakan sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (3) Strategi kebijakan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat, (4) Strategi kebijakan penataan sistem pengembalian dana bergulir, dan (5) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan.

Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden, diketahui bahwa prioritas alternatif kebijakan yang harus diperhatikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, yang merupakan sintesis dari pendapat seluruh responden adalah penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 614 dan bobot 0,214 (21,4%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 588 dan bobot 0,206 (20,6%), pengembangan kemitraan dengan nilai 566 dan bobot 0,20 (20,0%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 544 dan bobot 0,192 (19,2%), dan urutan terakhir adalah peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 530 dan bobot 0,188 (18,8%). Dengan demikian total persentase seluruh kriteria


(17)

terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 100%.

Perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Approach (LFA). Rancangan program strategi dalam rangka Peningkatan Mutu Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah (1) Melaksanakan rapat koordinasi dan lokakarya antar elemen untuk membahas permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program PEMP, (2) Peningkatan kemampuan manajerial pengelola program PEMP maupun elemen PEMP lainnya, (3) Melakukan seleksi yang ketat dalam mengangkat TPD berdasarkan kualifikasi standar sesuai Pedoman umum PEMP, (4) Melakukan monitoring dan supervisi secara berkala, (5) Melaksanakan sosialisasi program PEMP melalui media dan berbagai sarana dan prasarana yang ada, dan (6) Peningkatan akses modal, pasar dan teknologi serta mengembangkan kelembagaan ekonomi dan jenjang kerjasama kemitraan.

Kata kunci: strategi, peningkatan mutu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.


(18)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(19)

STRATEGI PENINGKATAN MUTU

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

SITTI BULKIS BANDJAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(20)

(21)

Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP )

Di Kabupaten Maluku Tenggara Nama : Sitti Bulkis Bandjar

NRP : H251064105

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. Ir. Lukman M. Baga, MAEc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Elat Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara pada tanggal 28 Desember 1964 dari pasangan yang berbahagia Ayahanda Hi. Salim Arifin Bandjar dan Ibunda Hj. Nur’aini Bandjar. Penulis adalah anak ketiga dari sebelas bersaudara. Pada Tahun 1998, penulis menikah dengan Suami tercinta Abdul Haris Anwar, S.Pi, M.Si dan dikaruniai tiga orang putera yang menjadi penyejuk hati penyenang mata, Rasyid Farhan Fajrin, Muhammad Fachrurrozi dan Dzaki Buhairil Ma’arif.

Pernulis menamatkan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Elat Kecamatan Kei Besar dan Melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tual Kecamatan Kei Kecil pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Tual. Menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pattimura Ambon tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 2007 mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, beasiswa dari Pemerintah Provinsi Maluku.

Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departemen Dalam Negeri, tahun 1996 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNSP) diperbantukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dan ditempatkan pada Bagian Pemerintahan Sekertariat Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Tahun 1997 penulis ditempatkan sebagai Kepala Sub. Bagian Pengembangan Karier pada Bagian Kepegawaian. Sekertariat Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Tahun 1998, penulis pindah tugas dalam rangka mengikuti suami di Ambon dan penulis di tempatkan di Biro Organisasi Sekertariat Daerah Provinsi Maluku dan pada tahun 2002 penulis ditempatkan sebagai Kepala Sub. Bagian Analisis Jabatan pada Bagian Analisis Jabatan Biro Organisasi Sekertariat Daerah Provinsi Maluku.


(23)

PRAKATA

Segala puja dan puji serta syukur hanya untuk Allah SWT Yang Maha Agung atas limpahan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini. Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pokok kajian yang dipilih berjudul “Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Maluku Tenggara”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. dan Bapak Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas bimbingannya selama penyusunan kajian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu dosen serta staf administrasi Institut Pertanian Bogor atas dukungannya. Terima kasih dan penghargaan yang mendalam penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana bagi penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, juga kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian ini.

Ungkapan terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada Ayahanda (almarhum), Ibunda, suami tercinta, anak–anakku serta seluruh keluarga atas ketulusan kasih sayang, do’a, pengertian, pengorbanan dan motivasinya. Terima kasih tak lupa juga disampaikan kepada teman–teman PS-MPD Angkatan VIII atas kebersamaan selama ini.

Semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2009


(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 6 1.4. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ………... 6 1.5. Manfaat Penelitian ………... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peningkatan Mutu ... 8 2.2. Gambaran Umum Tentang Program PEMP ……… 9 2.3. Kinerja PEMP ... 10 2.4. Masyarakat Pesisir ………... 12 2.5. Sumberdaya Perikanan ……… 13

2.6. Kesejahteraan ……….. 16

III. METODE KAJIAN

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ………. 18 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 21 3.3. Metode Pengumpulan Data ………. 21 3.4. Teknik Pengambilan Contoh/Responden ……… 22 3.5. Teknik Pengumpulan Data ……….. 23 3.6. Metode Analisis Data ……….. 24 3.7. Metode Perumusan StrategiPerancangan Program dan

Kebijakan ……….. ……….


(25)

3.7.1. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 3.7.2. Metode Logical Framework Approach (LFA) ...

27 28

IV. PROGRAM PEMP DALAM KONTEKS LOKASI

PENELITIAN

4.1. Kondisi Umum ...………. 30 4.1.1. Kondisi Geografis dan Demografis ...……… 30 4.1.2. Sarana dan Prasarana Perekonomian Masyarakat

Pesisir ...………...

32

4.2. Pemanfaatan Program PEMP ...………. 34 4.2.1. Tujuan dan Sasaran Program PEMP ...……….. 34 4.2.2. Kebijakan Pemerintah Daerah yang Mendukung Program PEMP ....……….

35

4.3. Dampak Pelaksanaan Program PEMP Terhadap Pendapatan Nelayan ...………

36

4.3.1. Dampak Langsung ... 36 4.3.2. Dampak Tidak Langsung ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Kinerja dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan

Program PEMP ………..

39 5.1.1. Kinerja dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan

Program PEMP………

39 5.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Program PEMP ………

42 a. Kelembagaan Program PEMP ...………... 43 b. Pengelolaan Koperasi LEPP-M3 ...…………... 47 c. Kapasitas Pemanfaat Program PEMP …………... 49 d. Kemitraan ………... 52 e. Persepsi Pemangku Kepentingan ………... 54 5.2. Analisis Skala Prioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan

Mutu Program PEMP ………..

57 5.2.1. Penentuan Alternatif Kebijakan ………. 57 5.2.2. Penentuan Tujuan Kriteria Kebijakan .………. 58 5.2.3. Alternatif Kebijakan Pilihan ..……..………. 59


(26)

VI PERANCANGAN PROGRAM STARATEGI PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMP

6.1. Program penguatan kelembagaan PEMP dan SDM ...

66

6.2. Sharing Dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara .... 67 6.3. Program Peningkatan Kualitas Partisipasi Masyarakat ... 68 6.4. Program Penataan Sistem Pengembalian Dana Bergulir ………. 68 6.5. Program Pengembangan Kemitraan ...

68

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ……….. 71

7.2. Saran ……… 73

DAFTAR PUSTAKA ………. 74


(27)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jumlah DEP Yang Disalurkan ……… 3 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………... 22 3. Rentang Scoring Data Kualitatif ………... 24 4. Rentang Scoring MDS ... 27 5. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan, Dusun dan luas

daratan Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara ... 31 6. Perkembangan Armada Penangkapan Ikan

Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002-2006 ………... 32 7. Perkembangan RTP, Kelompok Nelayan, Nelayan

Dan Jumlah Unit API Kabupaten Maluku Tenggara

Tahun 2002-2006 ………... 32 8. Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten

Maluku Tenggara Tahun 2002-2006 ………. 33 9. Jumlah, Jenis, dan Penyerapan DEP Pada Pelaksanaan

Program PEMP Di Kabupaten Maluku Tenggara …………...

34 10. Rekapitulasi Nilai Elemen Kinerja Program PEMP ……….. 40 11. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja

Kelembagaan PEMP ………... 44 12. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja

Pengelolaan LEPP-M3 ……… 48

13. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja

Kapasitas Pemanfaat …..………... 50 14. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja

Kemitraan ………... 53 15. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja

Pemangku Kepentingan ...………...

55


(28)

16. Skala Prioritas Kriteria ……... 59 17. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek

Perencanaan Program PEMP Berbasis Masyarakat ………. 60 18. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek

Sosialisasi Program PEMP ………... 61 19. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek

Pelaksanaan Pendampingan Program PEMP …………... 62 20. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek

Evaluasi Pelaksanaan Program PEMP ………... 63 21. Skala Prioritas Alternatif Kebijakan

Berdasarkan Kriteria ………...

64 22. Rancangan Program Peningkatan Mutu Program PEMP…………... 70


(29)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Kerangka Pendekatan Studi ...………... 20 2. Struktur Hirarki Kebijakan Peningkatan Mutu

Pelaksanaan Program PEMP ………... 57 3. Diagram Batang Skala Prioritas Kriteria...………... 59 4. Diagram Batang Skala Prioritas Strategi Kebijakan Pilihan …... 64


(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Bagan Model Pengembangan PEM ...……… 77 2. Bagan Struktur Kelembagaan PEMP ……… 78 3. Peta Lokasi Penelitian ……… 79 4. Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kelembagaan Program

PEMP... 80 5. Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Pengelolaan LEPP-M3 ... 81 6. Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kapasitas Pemanfaat... 82 7. Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kemitraan... 83 8. Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Persepsi Pemangku

Kepentingan ... 84 9. Diagram Layang Nilai Rata-Rata 5 Elemen Kinerja ... 85 10. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kelembagaan PEMP……… 86 11. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Pengelolaan LEPP-M3 ... 87 12. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kapasitas Pemanfaat... 88 13. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kemitraan... 89 14. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Persepsi Pemangku

Kepentingan... 90 15. Daftar Responden ..………. 91


(31)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan 112 buah pulau dimana hampir seluruhnya merupakan pulau-pulau kecil, memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah. Luas wilayah administratif Kabupaten ini adalah 34.821,4 km2 dengan luas lautan 30.772,4 km2 (88,37%) dan luas daratan hanya 4.049 km2 (11,63%) atau dengan kata lain luas lautannya adalah 7,6 kali luas daratannya. Sebagian besar penduduk Kabupaten Maluku Tenggara bertempat tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga dengan demikian mata pencaharian utama masyarakatnya adalah sebagai nelayan.

Berbicara tentang masyarakat pesisir, tidak akan terlepas dari masalah masyarakat nelayan karena sebagian besar penduduk daerah pesisir umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (Satria dkk, 2002). Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir (Nikijuluw, 2001).

Sebagian besar penduduk yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini masih tergolong berada dibawah garis kemiskinan. bila dibandingkan dengan penduduk lainnya, padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan yang secara hayati sangat produktif. Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (Sulistyowati, 2003).

Kondisi ini terjadi karena keterbatasan kemampuan masyarakat baik secara finansial maupun pengetahuan; terbatasnya akses terhadap modal, teknologi, informasi dan pasar; belum terlibatnya masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; serta program peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dilakukan belum dapat


(32)

menjangkau semua lapisan masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Maluku Tenggara.

Disatu sisi, disadari bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, karena didukung oleh adanya ekosistem dan sumberdaya alam hayati serta nir-hayati yang bernilai tinggi seperti ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun, sumberdaya perikanan, dan lain sebagainya, dimana ekosistem dan sumberdaya alam tersebut dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat terutama dari sektor perikanan dan jasa lingkungan yang menunjang perekonomian daerah. Disisi lain, secara umum pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara sampai saat ini belum optimal, padahal kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut sebagian besar masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan.

Sampai dengan tahun 2005, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebanyak 2.325 RTP termasuk didalamnya 9 perusahan perikanan. Produksi perikanan pada tahun 2005 tercatat sebesar 131.353,9 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp 759.905.525 dimana hampir 90% dari produksi tersebut dihasilkan oleh perusahan-perusahan perikanan dengan armada penangkapan ikan dengan bobot kapal diatas 50 GT

(Gross Tonage), sehingga Dengan demikian, posisi nelayan tradisional dengan armada penangkapan yang sederhana, bahkan dengan menggunakan jaring tanpa perahu, hanya sebagai penyumbang sebagian kecil produksi perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan dari masyarakat nelayan itu sendiri.

Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara, maka penyusunan program pembangunan perlu melibatkan masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan sangatlah penting karena akan membentuk sikap positif terhadap program yang akan dilaksanakan (Nikijuluw, 2001). Salah satu program yang telah dikembangkan dengan berbasis pada masyarakat adalah program PEMP.


(33)

Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Pada awalnya, program PEMP digagas untuk mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran (revolving fund) Dana Ekonomi Produktif (DEP). Namun dalam kurun waktu 7 tahun, pelaksanaan program PEMP yang diimplementasikan secara nasional tersebut telah mengalami beberapa perubahan dan diversifikasi usaha. Pembentukan kelembagaan dan perubahan-perubahan sistem semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara holistik dan sistematik sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu : membantu yang lemah/miskin untuk membantu diri mereka sendiri (DKP, 2006).

Untuk Provinsi Maluku, program ini baru dilaksanakan pada tahun 2001 dan tersebar pada 8 Kabupaten/Kota. Khusus untuk Kabupaten Maluku Tenggara, jumlah DEP yang telah disalurkan sejak tahun 2001-2007 adalah sebesar Rp 3.821.975.000,- untuk 115 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) dengan jenis usahanya adalah Penangkapan ikan, Kios bahan bakar minyak (BBM), serta Pengumpul ikan dan Pedagang ikan. Secara jelas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah DEP yang Disalurkan

No

Tahun Menerima

DEP

Jenis DEP yang Diterima

Besarnya DEP yang Diterima

Jenis Usaha KMP

1 2001 Penjaminan Modal 792.300.000 Penangkapan

2 2002 Penjaminan Modal 800.000.000 Ikan,Kios,BBM 3 2003 Penjaminan Modal 658.500.000 Pengumpul

4 2004 Penjaminan Modal 556.370.000 Ikan dan 5 2006 Penjaminan Modal 562.380.000 Pedagang Ikan


(34)

Program PEMP yang dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara sejak Tahun 2001–2007 tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya DEP. Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai.

Untuk dapat merealisasikan hal tersebut diatas, maka dibutuhkan suatu kajian mengenai Bagaimana strategi kebijakan pembangunan Kelautan dan Perikanan khususnya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam upaya peningkatan mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara agar peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat dicapai.

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum sebagian besar penduduk Kabupaten Maluku Tenggara adalah masyarakat pesisir karena bermukim atau bertempat tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan mata pencaharian utama adalah sebagai nelayan, dan dalam kenyataannya masih merupakan masyarakat tertinggal. Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara telah berjalan sejak tahun 2001. Kenyataan menunjukan bahwa dalam perjalanan pelaksanaan program PEMP tersebut ternyata belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya kelompok nelayan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, sehingga untuk sementara dapat dikatakan bahwa program PEMP yang dilaksanakan tersebut belum dapat membawa masyarakat pesisir yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara menuju peningkatan taraf hidup mereka.


(35)

Permasalahan yang terlihat dari implementasi program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah : Apakah perencanaan program PEMP yang dibuat sudah sesuai dengan kondisi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara ?

Program PEMP merupakan progam yang dibuat secara nasional yang diimplementasikan dibeberapa daerah di Indonesia secara serentak. Padahal permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir antara satu daerah dengan daerah lain belum tentu sama. Masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang berbeda yang tidak bisa disamaratakan dengan daerah-daerah penerima Program PEMP lainnya di Indonesia, sehingga kondisi tersebut mengakibatkan tidak optimalnya pencapaian tujuan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Dengan demikian, untuk dapat mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang ada di masing-masing daerah secara optimal, maka setiap daerah tentunya membutuhkan pendekatan program yang berbeda pula. Permasalahannya kini adalah sejauh mana efektivitas pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tegggara dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri ? Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka perlu dikaji kinerja dari Kelembagaan PEMP yang mencakup Dinas Kelautan dan Perikanan, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3), Konsultan Manajemen (KM), Tenaga Pendamping Desa (TPD), Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) dan Kemitraan. Dimensi atau elemen kinerja ini penting karena merupakan hal yang dapat menjawab dinamika bekerjanya aspek-aspek dalam Program PEMP, seperti input, proses dan outputnya. Sedangkan khusus untuk Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu perangkat otonom Pemerintah Daerah, perlu dikaji lebih lanjut berbagai program internal antar bidang (Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pengawasan, dan lain-lain), sehingga dapat diketahui strategi peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini sangat penting karena dari hasil kajian tersebut, berbagai program antar bidang diharapkan dapat diintegrasikan dan disinergikan menjadi suatu kebijakan baru untuk mendukung pelaksanaan Program PEMP pada waktu mendatang .


(36)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitan ini adalah untuk merumuskan strategi peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1) Mengidentifikasi elemen kinerja yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tegggara.

2) Mengevaluasi status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara.

3) Merumuskan strategi kebijakan peningkatan mutu program PEMP di Maluku Tenggara.

1.4 Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

Melihat kondisi wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara yang cukup luas dan kondisi geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau-pulau kecil, maka ruang lingkup penelitian perlu dibatasi yaitu hanya di Kecamatan Kei Kecil, dengan pertimbangan bahwa dari beberapa Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Kecamatan ini yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui Program PEMP sejak tahun 2001 - 2007. Selain itu juga sebagian besar populasi penduduk Kabupaten Maluku Tenggara bermukim di Kecamatan Kei Kecil.

Perlu dijelaskan bahwa sebelum tahun 2007 Kecamatan Kei Kecil ini meliputi Pulau Kei Kecil dan Pulau Dullah, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku, maka sejak tanggal 10 Agustus 2007 sebagian wilayah administratif Kecamatan Kei Kecil khususnya yang berada di Pulau Dullah telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual dan dimekarkan menjadi 2 kecamatan dengan nama Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan, sementara Kecamatan Kei Kecil yang merupakan Kecamatan Induk tetap berada di wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara.


(37)

Walaupun telah beralih status wilayah administratif, namun pengambilan data primer tetap juga dilakukan di Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan yang sebelum pemekaran wilayah adalah merupakan bagian dari Kecamatan Kei Kecil – Kabupaten Maluku Tenggara, karena pelaksanaan Program PEMP tersebut berlangsung sebelum adanya pemekaran wilayah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dalam merumuskan kebijakan pembangunan khususnya dibidang pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus juga sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program PEMP bagi Departemen Kelautan dan Perikanan beserta seluruh jajarannya. Disamping itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan informasi bagi berbagai pemangku kepentingan

(stakeholders) terkait dengan masalah-masalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, dan juga untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peningkatan Mutu

Menurut Kristianty (2005) mutu adalah perasaan menghargai bahwa sesuatu lebih baik dari pada yang lain. Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari generasi ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia. Definisi lain, “mutu” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen berarti lebih dari rata-rata dengan harga yang wajar. Mutu juga berarti melakukan hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan. Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah:

1. Ciptakan tujuan yang mantap demi perbaikan produk dan jasa 2. Adopsikan cara berpikir (filosofi) yang baru

3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi masal untuk memperoleh kualitas 4. Akhiri praktek bisnis dengan hanya bergantung pada harga

5. Tingkatkan perbaikan secara terus-menerus 6. Lembagakan pelatihan kerja

7. Lembagakan kepemimpinan 8. Hilangkan rasa takut

9. Hilangkan hambatan–hambatan diantara area staf

10. Hilangkan slogan, nasihat, dan target untuk tenaga kerja.

11. Hilangkan kuota numerik, kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu.

12. Hilangkan hambatan terhadap kebanggaan diri atas keberhasilan kerja 13. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan yang kokoh.


(39)

2.2 Gambaran Umum Tentang Program PEMP

Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pemberdayaan masyarakat mendapatkan perhatian yang sangat besar yang dituangkan dalam bentuk kebijakan nasional. Melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), diluncurkan bantuan dana ekonomi produktif untuk beberapa bidang yang dikelola oleh departemen terkait. Pada Departemen Kelautan dan Perikanan, salah satu bentuk program kompensasi melalui peluncuran dana ekonomi produktif dikemas dalam bentuk program PEMP yang dimulai sejak tahun 2001.

Secara umum, PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan (DKP 2003), Secara khusus, PEMP bertujuan untuk :

1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang didampingi dengan pengembangan kegiatan sosial, pelestarian lingkungan dan pengembangan infrastruktur untuk mendorong kemandirian masyarakat pesisir. 2. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha utnuk meningkatkan

pendapatan masyarakat pesisir yang terkait dengan sumberdaya perikanan dan kelautan.

3. Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkaungan.

4. Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung perkembangan wilayahnya.

5. Mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yang partisipasif dan transparan dalam kegiatan masyarakat.

Sasaran PEMP adalah masyarakat pesisir yang memiliki mata pencaharian atau berusaha dengan memanfaatkan potensi pesisir seperti nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan dan kelautan, yang kurang berdaya dalam peningkatan/penguatan usahanya. PEMP bukan bersifat hadiah, melainkan pemberdayaan sehingga diharapkan dapat terus berkembang dan menyentuh sebagian besar masyarakat pesisir yang menjalankan jenis usaha yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan


(40)

laut serta usaha lain yang terkait. Program ini menggunakan model pengembangan usaha yang bersifat perguliran (revolving) yang dilakukan setelah ada keuntungan dan usaha kelompok telah kuat. Pinjaman modal melalui dana ekonomi produktif masyarakat yang diterima oleh sasaran wajib untuk dikembalikan agar terjadi perguliran kepada masyarakat pesisir lainnya yang membutuhkan serta terpilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Model Pengembangan PEMP dapat dilihat pada Lampiran 1, Sedangkan struktur kelembagaan PEMP adalah seperti terlihat pada Lampiran 2.

2.3 Kinerja PEMP

Penelitian tentang PEMP telah dilakukan oleh Khasanahturodhiyah (2002) di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan – Jawa Tengah. Pada penelitian ini, digunakan istilah KUB (Kelompok Usaha Bersama) untuk kelompok pemanfaat dana ekonomi produktif program PEMP, sedangkan pada struktur kelembagaan PEMP kelompok tersebut dikenal dengan istilah KMP (kelompok masyarakat pemanfaat), maka dalam penulisan hasil penelitian ini digunakan istilah KMP. Beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan (Khasanaturodhiyah 2002), yaitu : 1. Mundurnya pelaksanaan sosialisasi di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. 2. Data dari desa-desa yang tersedia kurang lengkap maka perlu

adanya pengumpulan dari berbagai sumber.

3. Pandangan masyarakat yang terbentuk sekarang ini menganggap bahwa bantuan dari pemerintah merupakan sebuah bantuan cuma-cuma dan tidak perlu dikembalikan.

4. Terlambatnya terbentuknya KMP mengakibatkan pelaksanaan pelatihan untuk semua KMP mundur dari waktu yang ditentukan.

5. Kurangnya pengetahuan KMP tentang pemilihan kapal, modifikasi teknologi dan pentingnya cool box (kotak pendingin).

6. Pada saat penelitian, kemampuan KMP dalam menguasai materi relatif lambat dikarenakan tingkat pendidikan rata-rata rendah.


(41)

Pada penelitian ini juga diukur tingkat partisipasi peserta program PEMP dengan indikator yang digunakan adalah (1) kemauan masyarakat untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa waktu maupun tenaga dalam melaksanakan program PEMP, (2) hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan program yang dilaksanakan di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan, dan (3) kemauan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan hasil program (Khasanaturodhiyah, 2002). Tingkat partisipasi KMP Pedagang terhadap PEMP di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah yang tergolong partisipasi tinggi sebanyak 57,1%, partisipasi sedang sebanyak 28,5% dan partisipasi rendah sebanyak 14,2% (jumlah responden 28 orang). Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi tingkat partisipasi tersebut adalah jumlah tanggungan keluarga, status penduduk, pendidikan dan kondisi rumah. Sedangkan pada KMP Nelayan, 43,7% berpartisipasi tinggi, 37,5% berpartisipasi sedang dan 18,7% berpartisipasi rendah (jumlah responden 16 orang). Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi tingkat partisipasi ini adalah status penduduk, pendidikan, pendapatan dan kondisi rumah (Khasanaturodhiyah, 2002). Bantuan PEMP yang diberikan belum mampu memberikan surplus produksi yang dapat digunakan untuk akumulasi modal bagi produksi yang dapat digunakan untuk akumulasi modal bagi proses perdagangan dan pengolahan ikan dan hanya cukup memenuhi 12 kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 70,3% responden menyatakan bahwa omzet per hari mereka tetap. Pengembalian pinjaman juga tidak lancar (ada pinjaman yang macet) karena adanya pedagang yang mendapat musibah (anggota keluarga sakit).

Penelitian Cahyadinata (2005) menyebutkan bahwa DEP PEMP di Kota Bengkulu belum mampu meningkatkan skala usaha masyarakat dan masih ada anggota KMP yang tidak berusia produktif, tidak memiliki pengalaman dan tidak memiliki hari kerja sehingga pengembalian pinjaman hanya 21% dari DEP dan bunga serta perguliran DEP hanya 10% dari pengembalian. Akibat tingkat pengembalian yang rendah, LEPP-M3 dan Mitra Kelurahan tidak memiliki dana operasional yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Meskipun demikian, DEP PEMP yang diterima oleh anggota KMP dapat meningkatkan pendapatan yang diindikasikan oleh berpengaruh nyatanya jumlah pinjaman terhadap pendapatan.


(42)

Setiap peningkatan jumlah pinjaman sebesar Rp 1, akan meningkatkan pendapatan anggota KMP sebesar Rp 0,04 per bulan. Berdasarkan analisis SWOT dan MAHP, alternative pendekatan program PEMP adalah peningkatan skala usaha masyarakat, pembinaan masyarakat pesisir (program pendampingan), peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2.4 Masyarakat Pesisir

Dalam kenyataan, perbedaan masyarakat pesisir atau pemukiman sukar dibedakan karena sifat masyarakat yang memiliki mata pencaharian yang saling bertumpang tindih. Menurut Muluk (1996) klasifikasi masyarakat dapat dibedakan berdasarkan sifat mereka bermukim. Dengan kombinasi kiteria itu, masyarakat wilayah pesisir dapat dibagi kedalam : (a) Masyarakat nelayan, (b) masyarakat petani dan nelayan , (c) masyarakat petani (d) masyarakat pengumpul atau penjarah

(collector, foreger), (e) masyarakat perkotaan dan perindustrian dan (f) masyarakat tidak menetap /sementara.

Dalam konteks masyarakat menurut Satria (2002) yaitu masyarakat desa terisolisasi (masyarakat pulau kecil). Komunitas kecil tersebut memiliki beberapa ciri yaitu :

1. Mempunyai identitas yang khas;

2. Terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas sehingga saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian;

3. Bersifat beragam dengan diferensiasi terbatas;

4. Kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas sehingga semua dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar diluar.

Selanjutnya dikatakan bahwa masyarakat pesisir yang berjenis desa pantai dan desa terisolasi dicirikan oleh sikap mereka terhadap alam dan manusia.

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir baik sebagai nelayan, pengolah maupun bakul/pedagang ikan dalam kegiatan usaha perikanan. Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan/budidaya binatang/tanaman air. Nelayan dibedakan nelayan pemilik


(43)

dan nelayan pekerja (buruh). Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapunberkuasa atas kapal/perahu yang diperlukan dalam usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan pekerja (buruh) yaiu semua orang yang sebagai satu kesatuan menyediakan tenaga kerjanya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut baik sebagai nakoda/pendega maupun sebagai pengoperasian alat tangkap.

2.5 Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya perikanan bukan satu-satunya manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan laut nasional. Laut juga memiliki fungsi penyedia produksi dan jasa bagi sektor-sektor transportasi, pertambangan mineral, pariwisata, pertahanan dan keamanan, serta produksi energi. Namun demikian, sebagai sebuah sistem, sumberdaya perikanan dapat dijadikan indikator yang baik bagi pengelolaan laut (Dahuri 2004). Hal ini terkait dengan premis bahwa sumberdaya perikanan merupakan sistem yang kompleks dan dinamik dimana dalam tataran empiris melakukan sharing dengan sumberdaya lain dalam konteks ruang (space). Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan secara langsung maupun tidak akan mencakup keterkaitan dengan sumberdaya lain. Persoalan yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya perikanan menjadi tanda (signals) bagi kesalahan kebijakan kelautan yang bisa berlaku baik di level lokal, regional maupun nasional.

Namun demikian, pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara komprehensif tetap diperlukan dalam konteks bahwa seluruh manfaat laut memiliki keterkaitan kedalam maupun keluar antar sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Ini berarti pendekatan kebijakan kelautan (marine policy) menjadi salah satu prasyarat didalam konteks platform ini, sumberdaya perikanan menjadi salah satu indikator utamanya.

Sementara itu, dalam hal struktur pengelolaan, Hanna (1999) mengindentifikasi bahwa tidak ada bentuk terbaik dari struktur pengelolaan sumberdaya perikanan. Selalu ada kesenjangan (trade-offs) antara stabilitas dan fleksibilitas, antara otoritas dan keterwakilan, antara sosial dan individu, dan lain sebagainya. Dalam teori kebijakan, fungsi utama dari struktur pengelolaan sumberdaya perikanan adalah adanya stabilitas dan konsistensi dari pengambilan


(44)

keputusan ketika sistem atau kondisi senatiasa harus adaptif terhadap perubahan (Nohria and Gulati, 1994). Dalam konteks ini maka struktur yang baik bagi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah struktur yang stabil dalam konteks representasi, distribusi otoritas pengambilan keputusan dan informasi serta mampu memberikan batas yang jelas antara advisory roles dan decision roles.

Seperti yang telah diidentifikasi oleh Charles (2001), paling tidak ada dua makna dalam hal ini, yaitu pertama, bahwa sumberdaya perikanan yang tidak tak terbatas ini diakses oleh hampir semua kapal yang tidak terbatas (laissez-faire) yang diyakini akan menghasilkan kerusakan sumberdaya dan masalah ekonomi. Makna

kedua adalah bahwa tidak ada kontrol terhadap akses kapal namun terdapat pengaturan terhadap hasil tangkapan. Hal ini diyakini menjadi salah satu kontributor dari over-kapitalisasi terhadap kapal yang didorong oleh pemahaman rush for the fish (siapa yang kuat dia yang menang).

Indonesia, melalui penataan hukum yang menyangkut kegiatan sumberdaya perikanan maupun pengelolaan laut pada umumnya, memang menyebut adanya pembatasan akses terhadap wilayah penangkapan ikan. Namun demikian, pengaturan ini tidak diikuti dengan pembatasan jumlah kapal sehingga yang terjadi adalah quasi open access atau open access dalam makna kedua menurut Charles (2001) seperti yang telah diuraikan di atas. Selain itu, lemahnya penegakan hukum di laut menjadi kontributor utama dari belum berhasilnya rejim tata kelola (governance) sumberdaya perikanan kita. Dalam konteks ini revitalisasi tata kelola (governance revitalization) menjadi salah satu prasyarat utama sebagai bagian dari sebuah konsepsi negara kelautan terbesar (ocean state) di dunia.

Charles (2001) memperingatkan bahwa rejim pengelolaan limited entry tidak dapat digunakan secara sendirian, namun harus dilakukan dalam skema manajemen portofolio dimana melibatkan tool lain seperti quantitative allocation of inputs atau

allowable catches yang dipayungi oleh sebuah kerangka peraturan (legal endorsment) yang sesuai. Konsepsi limited entry ini akan semakin bermanfaat dalam konteks sumberdaya perikanan budidaya. Tidak jarang kegiatan budidaya yang sudah established harus kolaps karena tidak adanya kepastian hukum, ekonomi dan politik terhadap unsur spasialnya. Konsepsi limited entry ini dapat pula menjadi titik awal bagi pemberian hak yang jelas kepada nelayan sumberdaya perikanan pantai


(45)

untuk melakukan aktifitasnya melalui mekanisme fishing right. Dalam konteks ini, pemberian hak penangkapan ikan (fishing right) harus mempertimbangkan "kepada siapa hak tersebut diberikan". Oleh karena itu, definisi nelayan perlu pula direvitalisasi sehingga menghasilkan nelayan yang profesional bukan sekedar free raiders yang menjadi ciri utama pelaku sumberdaya perikanan dalam rejim open access. Pengetahuan nelayan terhadap Sumberdaya tidak berorientasi hanya kepada pertimbangan ekonomi saja, namun yang lebih penting adalah pertimbangan komunitas sehingga menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan dari sisi komunitas seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system seperti yang disampaikan oleh Charles (2001), terdapat beberapa karakteristik umum dari nelayan (fishers) yaitu bahwa : Pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu grup) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua, dalam komunitas nelayan komersial, nelayan dapat bervariasi menurut occupational commitment-nya seperti nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut

occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan dapat bervariasi menurut motivasi dan perilaku di mana dalam hal ini terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan dengan karakteristik profit-maximizers yaitu nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti layaknya "perusahaan", dan kelompok nelayan

satisficers atau nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.

2.6 Kesejahteraan.

Menurut Dahuri (2000), bahwa tidak adanya akses ke sumber moral, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah alasan-alasan terjadinya kemiskinan. Alasan lain terkait dengan sifat sumberdaya pesisir. Selanjutnya dikatakan bahwa kemiskinan juga disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah


(46)

penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan dan berkembangnya kriminalitas. Alasan lain juga terkait dengan kurangnya prasarana umum di wilayah pesisir, lemahnya perencanaan yang berakhir pada tumpang tindih berbagai sektor di suatu kawasan, dampak polusi dan kerusakan lingkungan. Kemiskinan juga terjadi karena prasarana pembangunan yang kurang di wilayah pesisir. Prasarana di wilayah pesisir memang sangat dibutuhkan, mengingat masyarakat hanya mampu memanfaatkan dan tidak mampu membangun atau mengadakannya.

Batas garis kemiskinan yang dipergunakan oleh BPS dihitung berdasarkan nilai dari kebutuhan pokok minimum masyarakat. Angka tersebut secara reguler direvisi sesuai dengan laju kenaikan indeks harga barang kebutuhan pokok. Akan tetapi penggunaan indeks harga untuk menetapkan garis kemiskinan harus dilakukan pembobotan dengan adanya variasi indeks harga antara wilayah. Dengan demikian penggunaan nilai konsumsi riil setara dengan kebutuhan kalori untuk hidup normal kiranya dapat diaplikasikan sebagai dasar menentukan garis kemiskinan seperti yang diperkenalkan oleh Sajogyo (1996).

Klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan) menurut Sajogyo (1977), didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita per tahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu :

1. Miskin, apabila nilai perkapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota.

2. Miskin sekali, apabila pengeluaran pekapita per tahun lebih rendah dari setara 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota.

3. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg untuk daerah kota.

Aspek lain yang juga penting dalam menganalisis kesejahteraan rumah tangga, menurut BPS (2006) berdasarkan pada data kependudukan, kesehatan, pendidikan, fertilitas, pengeluaran rumah tangga, kriminalitas serta perumahan dan lingkungan. Karakteristik sosial ekonomi penduduk yang lebih spesifik dikumpulkan berdasarkan :

1. Konsumsi/Pengeluaran/Pendapatan

2. Kesehatan, pendidikan, Perumahan dan Pemukiman, dan 3. Sosial Budaya, Kesejahteraan Rumah Tangga, Kriminalitas.


(47)

III. METODE KAJIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Beberapa kajian tentang masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan, di berbagai wilayah Indonesia telah memberikan gambaran yang jelas bahwa persoalan kerawanan sosial-ekonomi, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan, kelembagaan sosial yang lemah, serta kesulitan akses modal usaha, teknologi dan pasar, merupakan masalah-masalah serius yang perlu diatasi. Masyarakat pesisir yang berjumlah 16.420.000 jiwa hidup dan tersebar pada 8.090 desa pesisir. Mereka terdiri atas kelompok nelayan 4.015.320 jiwa, pembudidaya perairan 2.671.400 jiwa, dan kelompok sosial lainnya 9.733.280 jiwa. Persentase yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 32% atau 5.254.400 jiwa, dari total masyarakat pesisir (DKP, 2006).

Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku yang terdiri dari Kecamatan Kei Kecil (termasuk Kei Kecil Barat, Kei Kecil Timur, Dullah Utara, dan Dullah Selatan) dengan luas 3.302 km2, Kecamatan Pulau-pulau Kur dengan luas 33 km2, Kecamatan Tayando-Tam dengan luas 133 km2, Kecamatan Kei Besar dengan luas 277 km2, Kecamatan Kei Besar Timur dengan luas 142 km2, dan Kei Besar Selatan dengan luas 162 km2, dengan demikian total luas daratan Kabupaten Maluku Tenggara adalah 4.049 km2. Sedangkan luas wilayah laut secara keseluruhan adalah 30.772,4 km2. Pada tahun 2006, produksi perikanan tangkap yang dihasilkan keenam kecamatan tersebut adalah sebesar 158.629,2 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp. 761.217.270,- (DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2007).

Besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan di Kabupaten Maluku Tenggara belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat pesisirnya. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan kelautan ini bukan semata-mata terkendala masalah pembiayaan/dana tetapi juga mencakup faktor sumberdaya manusia/nelayan yang tidak terampil menggunakan teknologi penangkapan ikan serta jumlah armada yang masih sedikit.


(48)

Sejak terpilih sebagai daerah penerima dana Program PEMP pada tahun 2001, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan menyalurkan dana program PEMP dengan penekanan pada penanggulangan masalah setempat, oleh karena itu kucuran dana difokuskan pada pembelian/pembuatan kapal penangkap ikan. Sebagian lain dimanfaatkan sebagai modal usaha dan pembelian alat penangkap ikan baru (LEPP-M3 Kabupaten Maluku Tenggara 2006).

Program PEMP yang dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2001 – 2006 diharapkan telah menunjukkan hasil yang positif sesuai dengan tujuannya. Adapun indikasi keberhasilan Program PEMP ini akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat Pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya DEP. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian terhadap kinerja program PEMP selama 5 tahun di Kabupaten Maluku Tenggara.

Penerapan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara yang mengacu Program PEMP secara nasional ini apakah sudah sesuai dengan kondisi sumberdaya alam dan kondisi faktual yang ada di lapangan ? Yang paling penting sebenarnya dalam menjalankan program PEMP adalah strategi yang tepat sesuai dengan kondisi riil Kabupaten Maluku Tenggara. Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 1.


(49)

MASYARAKAT PESISIR (NELAYAN) KABUPATEN MALUKU TENGGARARA

KENDALA DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA

¾ Kualitas SDM Nelayan ¾ Teknologi

¾ Pendanaan

¾ Lembaga Pembiayaan ¾ Kemitraan

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

( PEMP )

Penjaminan Modal Untuk Kegiatan : ¾ Usaha Penangkapan Ikan ¾ Usaha Pengumpulan Ikan ¾ Usaha Pedagang Ikan ¾ Usaha Kios BBM

EVALUASI DAN ANALISIS KINERJA PROGRAM PEMP RAPFISH

AHP DAN LFA

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM

PEMP

PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMP POTENSI SUMBERDAYA

PESISIR DAN LAUT

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR BELUM


(50)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara – Provinsi Maluku yang menerima program PEMP yaitu di Kecamatan Kei Kecil. Kecamatan ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena dari beberapa kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, kecamatan ini yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui Program PEMP sejak tahun 2001-2006. Waktu penelitian adalah selama 3 bulan mulai dari bulan Oktober hingga bulan Desember 2008.

Perlu dijelaskan bahwa sebelum tahun 2007, Kecamatan Kei Kecil ini meliputi Pulau Kei Kecil dan Pulau Dullah, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku, maka sejak tanggal 10 Agustus 2007 sebagian wilayah administratif Kecamatan Kei Kecil khususnya yang berada di Pulau Dullah telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual dan dimekarkan menjadi 2 Kecamatan dengan nama Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan, sementara Kecamatan Kei Kecil yang merupakan Kecamatan Induk tetap berada di wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara. Walaupun telah beralih status wilayah administratif, namun pengambilan data primer juga dilakukan di Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan yang sebelum pemekaran wilayah adalah merupakan bagian dari Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 3.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer dikumpulkan dari seluruh stakeholder yang menjadi sasaran evaluasi secara langsung. Proses untuk mendapatkan data primer ini melalui teknik wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung ke lapangan.

Data sekunder berupa dokumen atau referensi yang relevan dengan Program PEMP seperti Laporan Keuangan LEPP-M3, kelengkapan administrasi lembaga, data statistik perikanan Kabupaten Maluku Tenggara serta kondisi geografis,


(51)

demografis dan sosial ekonomi masyarakat yang didapat dari instansi pemerintah setempat. Jenis dan sumber data seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data

NO ASPEK JENIS DATA SUMBER

DATA A 1 2 3 4 5 B C Sosial Demografi Demografi Mata Pencaharian Pendidikan Kesehatan Ekonomi LEPP-M3 Perikanan

Jumlah Penduduk, Kepadatan, Umur, Pertumbuhan dan Penyebaran Penduduk. Pekerjaan Utama penduduk, Banyaknya Rumah Tangga (RTP) persektor.

Jumlah fasilitas sekolah TK, SD, SMTP dan SMTA per Kecamatan/desa

Jumlah dokter , tenaga medis, dukun beranak dan fasilitas kesehatan perkecamatan/desa Jumlah fasilitas perekonomian; Bank, pasar, toko/warung, koperasi Per kecamatan/desa. Laporan keuangan

Rekapitulasi administrasi

Jumlah produksi perikanan Jenis dan jumlah alat tangkap Sarana dan Prasarana perikanan

BPS, Hasil Wawancara BPS,Hasil Wawancara Diknas, BPS Dinkes, BPS, Hasil Wawancara BPS Laporan -Tahunan. LEPP-M3. Akta Pendirian -LEPP-M3. DKP Kab. Malra. DKP Kab. Malra.

3.4 Teknik Pengambilan Contoh

Teknik sampling dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) pada nelayan-nelayan yang menerima program PEMP. Jumlah masyarakat penerima


(52)

bantuan kredit dari Koperasi LEPP-M3 sebanyak 115 orang. Jumlah sampel yang diamati sebanyak 15 orang (digunakan data dari lima desa nelayan dimana tiap desa ditetapkan tiga orang).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara terarah dan pengamatan lapangan (observasi).

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar yang memuat himpunan pertanyaan yang dibuat secara terstruktur sebagai alat bantu dalam mengeksplorasi dan mengumpulkan data/informasi melalui wawancara. Penyusunan dan penggunaan kuesioner ini mengacu pada kebutuhan data/indikator untuk setiap elemen yang akan diukur, serta berdasarkan sasaran stakeholder yang diwawancarai. Pengumpulan data dengan Kuesioner akan dilakukan kepada anggota KMP dan stakeholder

lainnya.

2. Wawancara Terarah

Pola wawancara yang dilakukan merupakan wawancara dua arah (dialogis) dimana peneliti bertindak sebagai pewawancara dan stakeholder sebagai orang yang diwawancarai. Meskipun Topik wawancara dengan teknik seperti ini berpotensi memperluas cakupannya, namun pewawancara sudah dilengkapi dengan point-point (guide question) yang akan diwawancarakan dan didiskusikan. Wawancara dititik-beratkan pada sejumlah responden dari lembaga/stakeholder sasaran seperti : Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Kepala LEPP-M3, Ketua KMP, dan sejumlah key person lainnya.

3. Pengamatan Lapangan (observasi)

Kegiatan ini untuk melihat secara langsung kondisi faktual yang terbangun dilapangan serta memperluas lingkup pengamatan terhadap subyek yang dinilai (faktor atau dinamika yang mempengaruhi kinerja). Observasi merupakan teknik dalam melakukan verifikasi (cross check) terhadap data dan informasi yang dihimpun dari wawancara yang dilakukan. Kegiatan observasi dapat dikembangkan untuk melihat secara langsung hal-hal yang terkait dengan


(53)

kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi sehari-hari masyarakat yang menjadi sasaran Program PEMP.

3.6. Metode Analisis Data

Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir dilakukan analisis deskriptif terhadap data primer yang diperoleh melalui pengamatan lapangan dan wawancara maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Demikian pula kondisi dan potensi sumber daya alam dianalisis secara deskriptif.

Kuantifikasi data kualitatif dilakukan dengan Tabulasi dan Pelevelan Data. Pentabulasian data kualitatif dilakukan dengan memberikan nilai skor (scoring) terhadap indikator-indikator kinerja yang dievaluasi. Teknik scoring ini dilakukan terhadap seluruh indikator keberhasilan. Dalam pemberian scoring ini digunakan rentang nilai sebagaimana terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rentang Scoring Data Kualitatif

Rentang Scoring Status

0 – 33 34 – 66 67 – 100

Baik Cukup Baik

Buruk

Proses analisis statistik dilakukan terhadap hasil scoring dari seluruh indikator. Data-data hasil olahan akan dirangkum dan di analisis secara statistik untuk mendapatkan gambaran kinerja Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara.

Metode yang digunakan untuk mengevaluasi status keberlanjutan adalah metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan kegiatan evaluasi kinerja komprehensif Program PEMP. RAPFISH adalah teknik untuk mengevaluasi sumberdaya (Perikanan) secara kompeherensif berdasarkan atribut/indikator yang mudah untuk di scoring (Fauzi, 2005).

Multi-dimensional Scalling (MDS) sebagai uji statistik dalam RAPFISH adalah untuk mengetahui gambaran kinerja pelaksanaan Program PEMP berdasarkan


(54)

elemen kinerja yang di evaluasi. Dimensi atau elemen kinerja yang menjadi penekanan untuk dinilai adalah sebagai berikut :

1. Kelembagaan Program PEMP (DKP, LEPP-M3, KM, TPD, Bank Pelaksana, KMP).

Indikator :

a. Kemantapan organisasi pelaksana program.

b. Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam program PEMP.

c. Terlaksananya tupoksi dalam program PEMP. d. Kesesuaian kualifikasi TPD.

e. Kapasitas TPD dalam operasional tupoksi. f. Proporsi daya serap anggaran DEP.

g. Kesesuaian penetapan KMP/ individu penerima DEP. h. Keterwakilan gender dalam pengurus LEPP-M3. i. Pelaporan periodik perkembangan LEPP-M3. j. Status LEPP-M3.

k. Berjalannya pembianaan terhadap LEPP-M3.

2. Pengelolaan LEPP-M3/ Koperasi LEPP-M3/ Koperasi Perikanan. Indikator :

a. Pemahaman pengurus LEPP-M3 terhadap program dan gambaran tugasnya. b. Pengurus tetap/permanen LEPP-M3 dengan kualifikasi serta kompetensi

yang relevan dengan bidang tugasnya.

c. Berjalannya sistem dan mekanisme organisasi LEPP-M3.

d. Berfungsinya sistem pengelolaan DEP yang disalurkan pada anggota KMP/individu.

e. Berjalannya sistem administrasi keuangan DEP. f. Kualitas Portofolio LEPP-M3.

g. Produktivitas dan efisiensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM). h. Pengembangan usaha LEPP-M3.


(55)

3. Kapasitas Pemanfaat (KMP/Individu). Indikator :

a. Adanya manajemen dan administrasi keuangan DEP yang dilaksanakan. b. Penguasaan teknis DEP.

c. Ekstensifikasi dan diversifikasi jenis DEP.

d. Perubahan pendapatan dan bertambahnya nilai manfaat.

e. Transformasi dan replikasi DEP bagi kelompok/individu nonpemanfaat.

4. Kemitraan Indikator :

a. Sinergisitas peran pemangku kepentingan mendukung pelaksanaan program. b. Pengembangan dan diversifikasi DEP yang diprakarsai atau diinisiasi dan

difasilitasi pihak lain.

c. Penguatan modal LEPP-M3 dari perbankan. d. Pembinaan DEP oleh lembaga mitra.

5. Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Indikator :

a. Pemahaman terhadap substansi dan manajemen program. b. Kesesuaian peran dalam program.

c. Relevansi perencanaan program dan anggaran dari para pemangku kepentingan yang mendukung program.

d. Bentuk partisispasi dalam implementasi program.

Metode MDS dilakukan untuk memudahkan penggambaran status keberlanjutan Program PEMP dalam bentuk skala presentase dari 0% (sangat baik) hingga 100% (sangat buruk). Nilai 0% atau sangat baik mengindikasikan kinerja Program PEMP berjalan sebagaimana tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sedangkan nilai 100% atau buruk mengindikasikan kinerja Program PEMP tidak sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Selang 0% - 100% tersebut dibagi kedalam lima level status keberlanjutan Program PEMP seperti terlihat pada Tabel 4.


(56)

Tabel 4. Rentang Scoring MDS

RENTANG SCORING STATUS

0 – 20 >20 – 40 >40 – 60 >60 – 80 >80 – 100

Sangat Baik Baik Cukup

Buruk Sangat Buruk

Leverage analisis dilakukan untuk mengetahui pengaruh indikator kinerja terhadap status keberhasilan Program PEMP untuk setiap dimensi/elemen yang digunakan. Dengan menggunakan metode analisis ini akan dapat dinilai indikator-indikator kinerja yang mana dari setiap elemen yang paling berpengaruh terhadap status keberlanjutan pelaksanaan Program PEMP.

3.7 Metode Perumusan Strategi Perancangan Program dan Kebijakan 3.7.1 Metode Analytical Hierarch Process (AHP)

Perancangan strategik dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK). AHP adalah suatu pendekatan yang biasanya digunakan untuk menganalisis kebijakan pembangunan dan/atau untuk memecahkan konflik kepentingan diantara para pemangku kepentingan (stakeholder). AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang di desain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif.

Langkah paling awal dalam AHP adalah merinci permasalahan kedalam komponen-komponennya, kemudian mengatur bagian dari komponen-komponen tersebut kedalam bentuk hirarki. Hirarki yang paling atas diturunkan kedalam


(57)

beberapa elemen set lainnya, sehingga pada akhirnya terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen-elemen yang dapat dikendalikan dalam situasi konflik.

Saaty (1991) mengemukakan bahwa tahapan dalam analisis data sebagai berikut (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat matriks perbandingan/komparasi berpasangan (pairwise comparison), (4) menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6) pengolahan horisontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat.

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan posisi sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan posisi atribut yang penting absolut dibandingkan yang lainnya.

Pengumpulan pendapat responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Expert Choice Version 9.5.

3.7.2 Metode Logical Framework Approach (LFA)

Perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Approach (LFA). Pemilihan metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa metode ini dapat digunakan untuk menganalisis masalah yang terlebih dahulu dianalisis dan ditetapkan masalah pokok dan masalah prioritas. Dalam hal ini metode LFA lebih aplikatif untuk dilaksanakan dalam upaya mengatasi dampak yang timbul dan mampu mengakomodir sebagian keinginan masyarakat.

Syaukat (2007) mengemukakan bahwa metode ini memiliki spesifik yaitu : 1. Menggunakan teknik visualisasi yang mampu membantu meningkatkan efisiensi

dan efektivitas proses perencanaan dan pengelolaan program.

2. Merumuskan tujuan–tujuan secara jelas sehingga ikut mendorong tercapainya pengambilan keputusan saat ada pendapat dan harapan berbeda dari

stakeholders.

3. Menyusun informasi secara sistematik.

4. Menghasilkan sebuah rancangan program yang konsisten dan realitis. 5. Menyajikan ringkasan rencana program pada satu halaman.


(1)

106 Lampiran 10. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Kelembagaan PEMP.


(2)

(3)

108 Lampiran 12. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat.


(4)

(5)

110 Lampiran 14. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Persepsi Pemangku Kepentingan


(6)

Lampiran 15. Daftar Nama Responden

NAMA-NAMA RESPONDEN

NO NAMA KELOMPOK ALAMAT

1 Zamrud Wusurwud Pengelola Program Tual 2 M. Nasrun Amin Renuat Pengelola Program Tual

3 M. Taher Jamko LEPP-M3 Tual

4 Awaludin Banapon LEPP-M3 Tual

5 P. Masbaitubun BAPPEDA Tual

6 Djazuli Taher TPD Tual

7 Saleh Jamlean K M P Tual

8 Jalaudin K M P Tual

9 Alimudin Banda K M P Tual

10 Sanen Jamlean K M P Tual

11 Marjan K M P Tual

12 S. Warawarin K M P Tual

13 Tanasus Jamlean K M P Tual

14 Selvana Ubro K M P Tual

15 Mina Kerubun K M P Tual

16 Syarifuddin K M P Tual

17 B. Rahayaan K M P Tual

18 Yosep Karaten K M P Tual

19 Ketty Ohora K M P Tual

20 Ny. Rumaf K M P Tual