Economic assessment and management policy of reservoir environment in development

BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Keadaan Umum Kabupaten Purwakarta

Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa
Barat dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.4 tabun 1968 tentang
Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Subang. Wilayah kabupaten ini terletak
diantara 107°30'-107°40' Bujur Tirnur dan 6°25'-6°45' Lintang Selatan. Secara
administratif Kabupaten Purwakarta mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
a. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Karawang.
b. Bagian Utara dan sebagian Tirnur berbatasan dengan Kabupaten Subang
c. Bagian SeJatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung
d. Bagian Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971.72 Km2 (97 172 Ha) atau sekitar
2.81 persen dari luas keseluruban Propinsi Jawa Barat. Dari luasan diatas 15 437
Ha adalah laban sawah, 11 973 Ha tegalan dan sisanya adalah rawa, laban
perkebunan hutan dan lainnya seperti yang tertera pada Tabel 6 berikut. Secara
geografis wilayah ini terletak pada ketinggian antara 25-500 meter diatas
perrnukaan laut. Topografi wilayah relatif datar hingga berbukit-bukit.
Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Purwakarta dan Berbagai Pemanfaatannya
No


Pemanfaatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

lrigasi Teknis
lrigasi setengah teknis
lrigasi sederhana
lrigasi Non PU
Tadahhujan
Pekaranganlbangunan
Tegalan/ladang

Padang rurnput
Rawa dan kolam
Hutan dan perkebunan
Lain-lain

11

Luas Total
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004

Luas(Ha)

Persentase (%)

1932
2964
3184
1432
5925
13077

18192
1 185
9190
35653
4438

1.99
3.05
3.28
1.47
6.09
13.46
18.72
1.22
9.46
36.69
4.57

97172


100

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Nilai Guna Langsung
5.1.1. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Perikanan
5.1.1.1. Nilai Ekonomi KJA

Umurnnya petani KJA tergabung dalam kelompok-kelompok. Kelompok
yang dimaksud berdasarkan tempat pembelian sumber pakan ikan yang
digunakan. Ada lima kelompok besar berdasarkan sumber pakan yang diperoleh
petani ikan yakni kelompok Bapak H. Darwis, Bapak H. Wicaksono, Bapak
Anton, Bapak Yanto dan Bapak Yana. Jumlah petani ikan yang ada saat ini
tercatat sebanyak 271 orang dengan jumlah pemilikan keramba sebanyak 8501
petak keramba jaring apung.
Untuk menghitung nilai ekonomi perikanan jaring apung ini telah
dilakukan survei terhadap petani KJA. Jumlah responden diambil secara acak
berstrata (stratified random sampling) yakni sebanyak 70 orang seperti yang
terlihat pada Tabel 13 di bawah ini dan Lampiran 2.
Tabel \3. Jumlah Sampel Petani Keramba Jaring Apung
No

1
2
3
4

Skala Kepemilikan Petak KJA

Jumlah (orang)

Persentase (%)

2-29
30- 59
60-89
セ@ 90

49
15
3
3


70.00
21.42
4.29
4.29

Jumlah

70

100

Dari hasil penelitian diperoleh informasi mengenai lama pemeliharaan
ikan mas berkisar antara 75-90 hari dengan produksi rata-rata saat ini dari hasil
penelitian di lapangan adalah 1083 kg/petak/musim tanam (untuk luasan petak
7x7 meter dengan asumsi tingkat kematian ikan dan lainnya 15 %) atau rata-rata
sekitar 4333 kg/petak/tahun (dengan asumsi panen 4 kali dan tingkat keberhasilan
85%). Sedangkan untuk ikan lainnya yang dipelihara adalah ikan nila. Lama
pemeliharaan ikan nila berkisar antara 4-5 bulan. Umurnnya panen ikan nila


BAB VI. OTONOMI DAERAH DAN STRA TEGI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN

Otonomi Daerah pada hakekatnya adalah kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ciri suatu pemerintahan yang otonom adalah : Pertama Penyelenggaraan
pemerintahan dijalankan oleh pejabat-pejabat yang

merupakan pegawai

pemerintahan daerah; Kedua Penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan
dijalankan atas inisiatif dan prakarsa sendiri; Ketiga Hubungan antara pemerintah
pusat atau daerah tingkat atasnya dengan pemerintah daerah adalah hubungan
yang sifatnya pengendalian dan pengawasan saja dan Keempat Penyelenggaraan
urusan-urusan pemerintahan sedapat mungkin dibiayai dari sumber-sumber
keuangannya sendiri (Handoyo dan Thresianti, 2000). Menurut Undang-Undang
No.32 tahun 2004 kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota,
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Sejalan dengan

penyelenggaraan pemerintahan dengan sumber keuangan sendiri menurut
Undang-undang No. 33 tahun 2004 bahwa sumber-sumber penerimaan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD); dana
perimbangan; pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Selanjutnya
pada pasal 4 disebutkan bahwa PAD terdiri dari hasil pajak daerah; hasil retribusi
daerah; hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah.
Perusahaan Umum Jasa Tirta II adalah perusahaan BUMN yang
pengaturan dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Dengan
demikian perusahaan ini juga memiliki otoritas sendiri dalam kewenangan untuk
mengatur dan menge101a pemanfaatan sumberdaya Waduk Ir. H. Juanda dan
aliran sungai di hilimya sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 1999
yang ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 1999. Berdasarkan kewenangan ini perIu
kedua belah pihak (PJT II dan Pemda) menjalin keIjasama yang baik agar tidak
teIjadi friksi yang menyangkut kelestarian sumberdaya alamo

171

1-,


BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dalam penelitian ini maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sesuai tujuan penelitian yakni sebagai berikut :
1. Ada tujuh jenis pemanfaatan yang merupakan Nilai Guna Langsung (NGL)

Waduk

Ir. H. Juanda yang ada saat ini yakni pemanfaatan untuk listrik,

irigasi, perikanan, industri, air minum, rekreasi dan transportasi air. Selain itu
dihitung Nilai Guna Tidak Langsung (NGTL), Nilai Pilihan (NP) dan Nilai
Bukan Guna (NBG). Nilai Ekonomi Total (NET) dari sumberdaya Waduk
Ir. H. Juanda adalah sebesar Rp 160.197.824.439,- per tahun, terdiri dari NGL
sebesar Rp 149 266 389 756 (93,18 %), NGTL sebesar Rp 3.328.810.030
(2,08 %), NP sebesar Rp 3.520.766.028 (2,19 %) dan NBG sebesar Rp
4.081.858.625 (2,55 %). Nilai NGL tertinggi yakni dari pemanfaatan untuk
listrik sebesar Rp 72.131.819.815 sesuai dengan fungsi utama waduk.
2. Dalam pemanfaatan sumberdaya waduk untuk irigasi, perikanan dan


transportasi air saat ini telah teJjadi beberapa konflik kepentingan (interest
conflict) dan konflik hubungan (relation conflict) bahkan dalam pemanfaatan
untuk perikanan telah teJjadi konflik data (data conflict). Konflik yang timbul
pada pemanfaatan irigasi karena saluran irigasi terutama saluran tersier
sebagian besar sudah tidak ada (Kabupaten Bekasi) sehingga air tidak
terdistribusi dengan baik.
3. Penurunan kualitas air akibat tingginya konsentrasi H2S telah menyebabkan
karatan (korosif) komponen peralatan PLTA sehingga menyebabkan umur
ekonornisnya pendek dan meningkatkan biaya operasional. Berdasarkan
catatan pengelola akibat penurunan kualitas air ini telah meningkatkan biaya
operasional sebesar 20-25 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini
yakni dari Rp II 364895 857,5 pada tahun 2000 menjadi Rp 13 637 875 029
tahun 2004, selain juga kenaikan harga komponen pembangkit listrik.
4. Meningkatnya alih fungsi lahan di bagian hulu DAS Citarum dari lahan
usahaibervegetasi ke pemukiman telah meningkatkan laju aliran permukaan
(run off) dan laju erosi lahan di saat hujan ke aliran sungai. Akibatnya telah