Economic assessment and management policy of lake resources sustainability (Case study in Maninjau Lake of West Sumatera)

(1)

PEMANFAATAN SUMBERDAYA DANAU YANG

BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT)

A S N I L

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Danau yang Berkelanjutan (Studi Kasus Danau Maninjau Sumatera Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Asnil


(3)

ABSTRACT

ASNIL. Economic assessment and management policy of lake resources sustainability (Case study in Maninjau Lake of West Sumatera) Guided by Kooswardhono Mudikdjo, Soedodo Hardjoamidjojo, and Ahyar Ismail

Maninjau Lake that lays in the Tanjung Raya district, Agam Regency, West Sumatra Province, has potential in nature resources and environment that can be used for supporting the economic in this regency. The economic function i.e as water sources for irrigation, fisheries ( Catch and mariculture), Local or international tourism, domestic needs, and as an electrics generator that produce energy 205 MW annualy. The objectives of this research are : (1) Knowing total economics value of Maninjau Lake utility, (2) Knowing perception of society around the lake on Maninjau lake utility, (3) Formulating policy to preserve Nature resoure functions that be conected to Maninjau Lake utility. This research shown Total Economic Value of Maninjau Lake amount Rp 350,921,949,238, This value consist direct use value (DUV) Rp. 339,527,739,838,-, indirect use value (IUV) Rp 5,121,289,600,-, option value (OV) Rp 3,237,103,800 and non use value (NUV) Rp. 3,035,816,000,-. The result of Analysis public perception about the existence of the Maninjau lake varies greatly. This variation relate to the characteristics of the communities. Characteristics of the communities that have a significant relationship with the perception, namely: age, educational level, and type of the work. Bureau of Maninjau Lake Territory Management (BPKDM), Nagari Government and Central Government as the key variable that influenced another lower level institution in the hierarchy below. Sub elements that have high moving power to the successful management of natural resources and environment of Maninjau lake are understanding values about the lake to the public society, biodiversity maintenance, maintenance of hydrological and ecological functions, and maintaining Environmental Hygiene. Strong driving for the successful management program of Maninjau Lake are increasing knowledge and awarness public about the Lake, expanding alternative economic opportunity and increasing income of society around the Maninjau lake, increasing participation of society on the management of lake and making good management strategy for a fishery with society and empowerman organizational management of the lake. The ultimate obstacle are the low understanding about the values of the lake as the God creation that needs conservation sustainability, less coordinations among instantional on the management maninjau lake, The low active of public role in conserving the lake,yet of collective willingness on lake maintaining, unclear about responsibility of lake property, and not active monitoring of changes about lake water quality.

Key words: Economic assessment , total economic value, sustainability, Maninjau Lake


(4)

RINGKASAN

ASNIL. Analisis Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Danau yang Berkelanjutan (Studi Kasus Danau Maninjau Sumatera Barat). Di bawah bimbingan Kooswardhono Mudikdjo, Soedodo Hardjoamidjojo, and Ahyar Ismail

Danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat mempunyai peran yang penting bagi kehidupan. Danau Maninjau mempunyai fungsi ekonomi, yaitu sebagai sumber air untuk irigasi, perikanan, budidaya ikan dengan keramba apung maupun dengan menangkap di perairan danau, pariwisata lokal maupun pariwisata internasional, dan kebutuhan domestik. Fungsi ekonomi terbesar adalah sebagai pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan energi rata-rata tahunan sebesar 205 MW. Dengan adanya manfaat yang diberikan oleh danau, maka dapat dikuantifikasikan nilai manfaat tersebut dalam bentuk uang dan akan diperoleh nilai ekonomi total (total economic value). Nilai ekonomi total ini akan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam formulasi kebijakan pengelolaan danau Maninjau secara berkelanjutan.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menghitung nilai ekonomi total pemanfaatan Danau Maninjau, (2) Mengetahui persepsi masyarakat di sekitar Danau terhadap pemanfaatan Danau Maninjau, (3) Merumuskan kebijakan untuk melestarikan fungsi SDAL yang berkaitan dengan pemanfaatan Danau Maninjau.

Penelitian dilakukan selama 1 (satu) tahun di Danau Maninjau Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Responden penelitian dari kalangan pemerintah, swasta,LSM, dan masyarakat sekitar danau Maninjau.Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling yakni memilih pihak-pihak yang memahami masalah penelitian. Teknik pengumpulan data: wawancara, kuesioner, dokumentasi.Teknik pengolahan dan analisis data yaitu data diperoleh dilakukan analisis terhadap data tersebut melalui 3 jalur kegiatan secara bersamaan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan data diperoleh dilakukan analisis terhadap data tersebut melalui 3 jalur kegiatan secara bersamaan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa dari hasil pemanfaatan Danau Maninjau oleh masyarakat diperoleh Nilai Ekonomi Total (NET) sebesar Rp 354.675.887.453,09,- yang terdiri dari Nilai Guna Langsung Danau Maninjau (NGL) untuk pemanfaatan perikanan, pemanfaatan irigasi, pemanfaatan pembangkit listrik, pemanfaatan rekreasi, dan pemanfaatan kebutuhan domestik adalah sebesar Rp 339,527,739,838,- Nilai Guna Tidak Langsung (NGTL) sebesar Rp 5.272.883.139.59,- Nilai Pilihan (NP) adalah sebesar Rp 5.378.340.802.39,- dan Nilai Bukan Guna (NBG) adalah sebesar Rp 4.496.923.673,11,-

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap keberadaan Danau Maninjau sangat bervariasi. Variasi persepsi tersebut berhubungan dengan karakteristik masyarakatnya. Karakteristik masyarakat yang memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsinya adalah


(5)

BPKDM dan Pemerintahan Nagari serta Pemerintah Pusat merupakan peubah kunci yang mempengaruhi lembaga lain pada hirarki di bawahnya. Sub elemen yang memiliki daya penggerak terbesar terhadap keberhasilan pengelolaan SDAL Danau Maninjau adalah : pemahaman nilai-nilai yang dimiliki danau kepada masyarakat, terpeliharanya keanekaragaman hayati, terpeliharanya fungsi hidrologi dan ekologi, menjaga kebersihan lingkungan. Program yang diperlukan dalam keberhasilan pengelolaan Danau Maninjau yang memiliki daya penggerak yang kuat adalah peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap danau, pengembangan peluang ekonomi alternatif masyarakat di sekitar D a n a u M a n i n j a u da n peningkatan pendapatan masyarakat sekitar danau, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan danau serta membuat strategi pengelolaan perikanan yang baik bersama masyarakat dan pemberdayaan organisasi pengelola danau. Kendala utama yang memiliki daya penggerak yang kuat adalah rendahnya pemahaman nilai-nilai danau sebagai ciptaan tuhan yang maha esa yang perlu dilindungi kelestariannya dan kurangnya koordinasi a n t a r i n s t a n s i dalam pengelolaan D a n a u M a n i n j a u , masih rendahnya peranaktif masyarakat menjaga kelestarian danau, belum terwujudnya kemauan bersama dalam memelihara danau, tanggungjawab kepemilikan danau tidak jelas, dan belumadanya monitoring secara aktif terhadap perubahan kualitas air danau.

Kata Kunci: Penilaian Ekonomi, Nilai Ekonomi Total, Keberlanjutan, Danau Maninjau


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

ANALISIS PENILAIAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN

PEMANFAATAN SUMBERDAYA DANAU YANG

BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT)

A S N I L

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Judul Disertasi : Analisis Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Danau yang Berkelanjutan (Studi Kasus Danau Maninjau Sumatera Barat).

N a m a : Asnil

NRP : P 062050291

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir.

Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Soedodo Hardjoamidjojo, M.Sc. Dr. Ir. Ahyar Ismail,

M.Agr.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah,


(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Topik dalam penelitian ini adalah kebijakan pengelolaan danau dengan judul penelitian Analisis Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Danau yang Berkelanjutan (Studi Kasus Danau Maninjau Sumatera Barat).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Kooswardhono mudikdjo, M.Sc, selaku ketua komisi

pembimbing atas perhatian tulus yang telah dicurahkan kepada penulis selama pembimbingan, sejak penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan disertasi ini. Berkat bimbingan, kesabaran dan ketulusan beliau, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. 2. Prof. Dr. Ir. Soedodo Hardjoamidjojo, M.Sc, selaku anggota komisi

pembimbing atas segala arahan dan bimbingan selama penyusunan disertasi. Berkat dukungan semangat beliau, penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan disertasi ini.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail,M.agr, selaku anggota komisi pembimbing atas segala arahan dan bimbingan selama penyusunan disertasi ini. Berkat dorongan semangat beliau, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB yang telah memberikan arahan dalam proses penyusunan disertasi dan penyelesaian studi.

5. Kepala Bappeda Prov. Sumatera Barat, Kepala Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kab.Agam, Kepala Bappeda Kab.Agam, Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan Kab.Agam, Kepala Dinas Pariwisata

Kab.Agam,Limnologi Perwakilan di Danau Maninjau, Camat Tanjung Raya. 6. Isteri tercinta dan anak-anak serta, kakak-kakak dan famili tercinta atas do’a

dan segala dukungannya.

7. Seluruh teman mahasiswa Program Studi PSL-IPB atas segala saran dan masukannya selama penyusunan disertasi ini.


(11)

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

Bogor, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 10 Agustus 1966, sebagai anak kelima dari pasangan Jaliluddin (alm) dan Asnah (alm). Pada tahun 1993, penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Sumatera Barat, dan pada tahun 2001 menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana UGM. Tahun 2005 penulis menempuh pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Pada tahun 1994, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Pemda Kota Bukittinggi, dan pada tahun 2007 penulis pindah tugas ke Pemda Kota Padang. Penulis menikah dengan Yessy Priska Dona, SE, MM yang bekerja pada Pemda Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Penulis dikaruniai tiga orang anak yaitu Putri Ingá Lestari dan Alysa Faustina Pandita serta Obama Falencio Nilsy.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Tujuan Penelitian 6

1.4. 1.5

Kerangka Berpikir Hipotesis

. 6 11

1.6 Manfaat Penelitian . 11

1.7. Novelty 11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EkosistemDanau 15

2.2 Penelitian Sumberdaya Air 16

2.3 Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam 17

2.4 Analisis Kebijakan Publik 17

2.5 Analisis Biaya Manfaat Dalam Kebijakan Publik 20 2.6 Status Kepemilikan Sumberdaya Air 23 2.7

.

Pendekatan Dalam Penilaian Ekonomi Sumberdaya

Alam dan Lingkungan 28

2.8 .

Kebijakan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan 40

2.9 Teori Tentang Persepsi Masyarakat 44 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 51

3.2 Responden Penelitian 51

3.3 Teknik Pengumpulan Data 51


(14)

3.4.1. Perhitungan Nilai Ekonomi Total SDAL Danau Maninjau

52

3.4.1.1. Nilai Guna Langsung 52

3.4.1.1.1. Nilai Ekonomi Perikanan 53 3.4.1.1.2. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Irigasi 54 3.4.1.1.3. Nilai Ekonomi Rekreasi 55 3.4.1.1.4. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Domestik 58

3.4.1.1.5. Nilai Ekonomi Listrik 59

3.4.1.2. Nilai Guna Tidak Langsung 59

3.4.1.3. Nilai Pilihan 60

3.4.1.4. Nilai Bukan Guna 60

3.4.3. Analisis Persepsi Masyarakat 60 3.4.5. Perumusan Rancangan Kebijakan 61 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Sejarah terbentuknya Danau Maninjau 62

4.2 Letak Geografis 63

4.3 Fisiografi 64

4.4 Hidrologi 65

4.5 Biologi 71

4.6 .

Kondisi Umum Adminstrasi Administrasi Danau Maninjau

73 V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perhitungan Nilai Ekonomi Danau Maninjau 87

5.1.1. Nilai Ekonomi Perikanan 87

5.1.1.1. Nilai Ekonomi KJA 87

5.1.1.2. Nilai Ekonomi Perikanan Tangkap 90 5.1.2. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Irigasi 91

5.1.3. Nilai Ekonomi Listrik 93

5.1.4. Nilai Ekonomi Rekreasi 94

5.1.5. Nilai Ekonomi Domestik 99


(15)

5.3. Nilai Pilihan 101

5.4. Nilai Bukan Guna 101

5.5. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Danau Maninjau

101 5.5.1. Status Kepemilikan Danau Maninjau 102 5.5.2. Hak Pemanfaatan Danau untuk Perikanan 103 5.5.3. Hak Pemanfaatan Danau Untuk Pariwisata 105 5.5.4. Hak Pemanfaatan Danau untuk Irigasi 106 5.5.5. Hak Pemanfaatan Danau Untuk Kebutuhan

Domestik 108

5.5.6. Hak untuk Mengatur Pengelolaan Danau

Maninjau 110

5.5.7. Kondisi Pengelolaan Eksisting Danau Maninjau 111 5.5.8. Dampak Usaha Perikanan KJA terhadap

Masyarakat 113

5.5.9. Dampak Operasional PLTA terhadap

Masyarakat 114

5.6. Rancangan Kebijakan Untuk Melestarikan Fungsi

Berkaitan Dengan Pemanfaatan Danau Maninjau 117 5.6.1. Lembaga Yang Terlibat Untuk Melestarikan

Fungsi Danau Maninjau 119

5.6.2. Tujuan Yang Ingin Dicapai Untuk Melestarikan

Fungsi Danau Maninjau 122

5.6.3. Kebutuhan Program 125

5,6,4, Elemen Kendala Dalam Melestarikan Fungsi Danau Maninjau

127

V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 131

6.1.1. Nilai Ekonomi Total Pemanfaatan Danau Maninjau

131

6.1.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Danau Maninjau


(16)

6.2. Saran 134


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Taksonomi Penilaian Yang Relevan 33

2. Hubungan Kontekstual Antar Sub Elemen pada Teknik

ISM 49

3 Morfometri Danau Maninjau 65

4 Rata-rata Curah Hujan Danau Maninjau 66

5 Neraca Air Danau Maninjau 67

6 Jenis Ikan Danau Maninjau 71

7 Jumlah Penduduk Kec.Tanjung Raya 73

8 Luas Panen dan Produksi Pertanian dan Perkebunan

Menurut Jenis Tanaman 75

9 Jumlah KJA 76

10 Data Perikanan Tangkap Danau Maninjau 77

11 Kondisi Umum PLTA 78

12 Jumlah Kunjungan Wisata Ke Kab.Agam 1999 sd 2009 79

13 Jumlah Pembudidaya KJA tahun 2009 87

14 Distribusi Persentase Usia Responden Rumah Tangga petani

KJA di Sekitar Danau Maninjau 88

15 Distribusi Persentase Pendidikan Responden Rumah Tangga Petani KJA di Sekitar Danau Maninjau

89 16 Distribusi Persentase Usia Responden Rumah Tangga

Nelayan Tangkap di Sekitar Danau Maninjau

91 17 Jumlah sampel Dususn Rumah Tangga Petani Pemanfaat

Air Irigasi Aliran Sungai Antokan Danau Maninjau

92 18 Produksi Listrik dan Pemakaian Air Danau Maninjau dari

Tahun 2001 – 2010

93 19 Pengunjung yang Datang berwisata ke Danau Maninjau

Berdasarkan Usia

94

20 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


(18)

21 Jumlah Pengunjung Rata-rata, Lama Kunjungan dan Biaya Rata-rata Perjalanan dari Masing-masing Zona Kunjungan

96 22 Jumlah Kunjungan per 1000 orang penduduk per tahun 97 23 Hasil Penghitungan Nilai Ekonomi Wisata Danau Maninjau 98 24 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal

Dengan Danau 99

25 Persepsi Masyarakat terhadap Kepemilikan Danau Maninjau 102 26 Hubungan Persepsi Masyarakat Terhadap Status

Kepemilikan Danau Maninjau Dengan Karakteristik Responden

103 27 Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan SDAL

Danau Maninjau Untuk Perikanan

104 28 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan

SDAL Danau Maninjau Untuk Perikanan

104 29 Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan SDAL

Danau Maninjau Untuk Pariwisata

105 30 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan

SDAL Danau Maninjau Untuk Pariwisata

106 31 Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan SDAL

Danau Maninjau Untuk Irigasi

107 32 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan

SDAL Danau Maninjau Untuk Irigasi

107 33 Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan SDAL

Danau Maninjau Untuk Domestik

108 34 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pemanfaatan

SDAL Danau Maninjau Untuk Domestik

109 35 Persepsi Masyarakat terhadap Hak Untuk Mengatur

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Danau Maninjau

110

36 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Hak Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Danau Maninjau

111 37 Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Pengelolaan

Eksisting Danau Maninjau

112 38 Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan

Eksisting Danau Maninjau

112 39 Dampak Usaha Perikanan Keramba Jaring Apung Terhadap 113


(19)

Masyarakat

40 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Usaha Perikanan

Keramba Jaring Apung 114

41 Persepsi Masyarakat terhadap Damapak Operasional PLTA

Terhadap Masyarakat 115

42 Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Dampak Operasional PLTA oleh PLN Telah Dilakukan Dengan Baik

116 43 Lembaga Yang Terlibat untuk Melestarikan Fungsi SDAL

Dalam Pemanfaatan Danau Maninjau

120 44 Tujuan yang ingin dicapai untuk melestarikan fungsi SDAl

Danau Maninjau

123 45 Kebutuhan Program untuk melestarikan fungsi SDAl Danau

Maninjau

125 46 Sub elemen kendala dalam pengelolaan SDAL Danau

Maninjau


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran 10

2. Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah 20 3. Pengelompokan Atribut Nilai Ekonomi Untuk Penilaia

Lingkungan

30 4. Peningkatan Manfaat Dengan Perbaikan Kualitas Aset

Lingkungan 31

5. Alokasi Sumberdaya Milik Bersama 41

6. Kurva permintaan Wisata Danau Maninjau 99 7. Struktur sistem elemen lemabag yang terlibat 120 8. Matriks driver power-dependence sub-elemen pada

elemen sektor lembaga yang terpengaruhi

121

9 Strukuts system elemen tujuan 123

10 Matriks driver power-dependence sub-elemen pada elemen Tujuan

124 11 Struktur sistem elem program yan dibutuhkan 126 12 Matriks Driver Power (DP) dan Dependence (D)

sub elemen program yang dibutuhkan.

127

13 Diagram hierarki kendala utama dalam melestarikan SDAL 128 14 Matriks Driver Power (DP) dan Dependence (D) sub


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan laut dan daratan. Bagi manusia, kepentingan danau jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas

daerahnya. Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang

menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumahtangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi danau secara ekosistem adalah sebagai berikut: (1) sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik ikan; (2) sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting, (3) sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumahtangga, industri dan sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri,pertanian); (4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah; (5) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan curah hujan setempat; (6) sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari satu tempat ke tempat lainnya; (7) sebagai penghasil energi listrik melalui PLTA; (8) sebagai sarana rekreasi dan obyek pariwisata; (9) sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell & Miller 1995).

Dalam Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya air ialah sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan danau sebagai salah satu sumber air, tidak dapat berdiri sendiri, harus diintegrasikan ke dalam pengelolaan DAS sebagai kesatuan wilayah, begitu pula pemanfaatannya

Indonesia memiliki lebih dari 700 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 Km2 atau sekitar 0,25% luas daratan Indonesia (Davies et al., 1995), namun kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Danau terluas di Indonesia adalah Danau Toba (110.260 ha) di


(22)

Sumatera Utara, dan danau yang dalam adalah Danau Matano (600 m) di Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pemanfaatan sumberdaya danau yang tidak terkendali dan lemahnya koordinasi antar sektor dan antar wilayah .

Munculnya masalah lingkungan merupakan suatu akibat yang tidak diniatkan atau akibat yang tidak dapat dielakkan dan bahkan akibat yang tidak terduga sebelumnya dari hasil interaksi antara aktivitas ekonomi dengan eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL), baik produksi, distribusi. maupun konsumsi. Interaksi yang dapat menimbulkan munculnya masalah lingkungan tersebut adalah interaksi yang berlangsung secara tidak seimbang dan tidak harmonis. Makin tinggi tingkat interaksi tersebut, maka dampaknya terhadap degradasi SDAL juga akan makin tinggi. Masalah lingkungan bersifat sangat kompleks karena menyangkut dimensi ruang dan waktu. Dalam dimensi ruang, masalah lingkungan bisa berdampak lokal, setempat, wilayah tertentu, negara, internasional, dan bahkan global, sedangkan dalam dimensi waktu, masalah lingkungan dapat berdampak jangka pendek, jangka panjang, sesaat, dan ada yang berkelanjutan.

Danau merupakan salah satu SDAL yang penting bagi kehidupan manusia. Dilihat dari jenis barang dan kepemilikannya, danau merupakan barang publik (public goods) yang dimiliki bersama oleh masyarakat (common property), sehingga semua orang terbuka untuk memanfaatkannya (open access)

secara bebas sesuai dengan kebutuhannya. Keadaan ini akan mengakibatkan sumberdaya danau akan cenderung dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitarnya, tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain dan kelestariannya. Pada gilirannya akan muncul suatu kondisi yang tidak dapat dihindari yaitu konflik kepentingan, baik dalam pemanfaatan maupun kewenangan dalam pengelolaannya, sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya tersebut (Ginting, 1998).

Salah satu danau penting di Indonesia adalah Danau Maninjau terletak pada 0° 17' – 07.04" LS dan 100° - 09' .58.0" BT dengan ketinggian 461,5 meter di atas permukaan laut yang merupakan danau tipe vulkanis yaitu berasal dari letusan gunung berapi. Pada saat ini Danau Maninjau digunakan sebagai sumber


(23)

air untuk pembangkit tenaga listrik dengan energi Iistrik tahunan rata-rata sebesar 205 MW, sebagai sumber air irigasi, lahan budidaya ikan dalam keramba, dan merupakan salah satu tujuan wisata. Hasil pemetaan batimetri menunjukkan bahwa kedalaman maksimum danau 165 m, panjang garis pantai 52,68 km, luas permukaan air 9.737,50 ha, panjang maksimum 16.46 km, lebar maksimum 7,5 km dan volume air 10.226.001.629,2 m3. Berdasarkan data curah hujan dan Stasiun Maninjau tahun 1994 - 2004 menunjukkan bahwa pola hujan bulanan relatif merata sepanjang tahun, dengan curah hujan bulanan rata-rata sebesar 299 mm dan curah hujan tahunan rata-rata 3.588 mm.

Danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat mempunyai peran yang penting bagi kehidupan. Danau ini mempunyai tiga macam fungsi, yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi. Fungsi ekologi Danau Maninjau merupakan habitat bagi organisme, mengontrol keseimbangan air tanah, dan mengontrol iklim mikro. Fungsi sosial antara lain tempat masyarakat untuk mandi cuci kakus (MCK), dan memberikan pemandangan indah. Fungsi ekonomi, sebagai sumber air untuk irigasi, perikanan, budidaya ikan dengan keramba apung maupun dengan menangkap di perairan danau, pariwisata lokal maupun pariwisata internasional, dan fungsi ekonomi terbesar adalah sebagai pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan energi rata-rata tahunan sebesar 205 MW. Melihat fungsi-fungsi tersebut, maka Danau Maninjau perlu dilestarikan.

Di Danau Maninjau hidup berbagai jenis ikan antara lain; ikan rinuak/asang (Ostrochilus brochynopterus CV), turik (Cyclocheilichthys dezwain CV), sasau (Hampala sp.) dan berbagai jenis ikan air tawar lainnya. Ikan tersebut ditangkap oleh masyarakat dengan menggunakan alahan, jaring insang, bubu, jala, pancing, dan kadang-kadang ada juga yang rnenggunakan bahan peledak serta arus listrik. Hasil tangkapan ini selain dikonsumsi secara lokal, juga diekspor dalam bentuk olahan (Syandri, 1996). Selain ikan tangkap yang ada, masyarakat sekitar juga memanfaatkan Danau Maninjau untuk budidaya Keramba Jaring Apung yang telah dikembangkan sejak tahun 1992, dan setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah budidaya Keramba Jaring Apung. Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2006 berjumlah 8.955 petak


(24)

Keramba Jaring Apung. Danau Maninjau memiliki pemandangan yang indah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai objek rekreasi. Setiap hari orang yang berkunjung ke sana untuk tujuan rekreasi, yaitu untuk melihat pemandangan yang indah, menghirup udara yang segar, memancing, bermain-main, berolah raga, dan sebagainya. Pada umumnya pengunjung yang banyak adalah pada akhir pekan, yaitu hari Sabtu dan Minggu, sementara kunjungan yang paling banyak adalah pada masa liburan dan masa lebaran. Masyarakat yang tinggal disekitar danau tersebut masih banyak yang memanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan domestik seperti untuk sumber air minum, mandi, dan mencuci.

Ada sembilan sungai besar dan kecil yang mengalir masuk danau (inflow), dan hanya satu sungai sebagai tempat pembuangannya (outflow) yaitu sungai Antokan. Besar debit outflow di hulu Sungai Antokan rata-rata 59,6 m3/detik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat petani yang tinggal pada daerah Sub-DAS Antokan sejak dahulu kala untuk mengairi pertanian dan mengolah padi menjadi beras dengan menggunakan teknologi sederhana berupa “kincir air”. Namun sejak tahun 1970an pemanfaatan kincir hanya terbatas untuk irigasi saja, karena untuk mengolah padi menjadi beras telah berkembang teknologi baru berupa mesin penggiling padi (rice milling).

1.2. Perumusan Masalah

Dilihat dari topografinya, Danau Maninjau terletak pada posisi 461,5 meter di atas permukaan laut dan adanya outflow yang relatif besar dari danau tersebut, sehingga dipandang berpotensi untuk digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Kemungkinan pemanfaatan potensi tenaga air Danau Maninjau untuk pembangkit tenaga listrik telah dilakukan studi oleh berbagai konsultan sejak tahun 1965-1980, yang akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa air Danau Maninjau dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Berdasarkan hasil studi tersebut diambil suatu kebijakan pengembangan pemanfaatan Danau Maninjau melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dengan menggunakan pompa sebanyak 20 unit dengan kapasitas 0,5m3 per detik per unit untuk pemenuhan kebutuhan listrik Sumatera Barat dan


(25)

Riau. Pembangunan PLTA dimulai sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi sejak tahun 1992.

Setelah PLTA mulai beroperasi muncul berbagai tuntutan dari masyarakat baik yang tinggal di sekitar danau maupun masyarakat yang tinggal di Sub-DAS Antokan. Pada musim hujan masyarakat yang tinggal di sekitar danau lahannya di genangi air akibat pembendungan pada hulu sungai Antokan yang menyebabkan naiknya elevasi danau melebihi keadaan normal, dan masyarakat yang berada di Sub-DAS Antokan kelebihan debit air yang mengakibatkan banyaknya peralatan dan perlengkapan irigasi sederhana (kincir)

hanyut dibawa arus air yang besar akibat pintu bendungan dibuka. Pada musim kemarau, masyarakat yang tinggal di sekitar danau Maninjau mengeluh karena sumur-sumur mereka mengalami kekeringan akibat turunnya elevasi danau dan masyarakat yang tinggal di Sub-DAS Antokan juga mengeluh karena kekurangan debit air untuk menggerakkan kincirnya.

Pertumbuhan pemukiman di sekitar danau mengakibatkan pemanfaatan ruang tumpang tindih. Pemanfaatan lahan untuk pemukiman di DAS yang bermuara ke danau membawa limbah domestik masuk ke danau melalui sungai, serta endapan erosi akibat pembukaan lahan pemukiman. Pesatnya pemanfaatan ruang di sekitar danau berdampak masuknya limbah cair dan limbah padat ke danau yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air dan ekosistem danau terutama kelengkapan struktur rantai makanan dan energi alamiah danau. Besarnya kontribusi limbah padat yang masuk ke danau disebabkan belum adanya sarana dan prasarana pengolahan sampah di sekitar danau. Disamping itu kualitas sumberdaya manusia setempat masih rendah, sehingga masyarakat tidak mengetahui pentingnya kelestarian ekosistem danau di masa datang (PSLH, 2002). Berbagai aktivitas masyarakat disempadan danau, seperti pemukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan danau.

Danau maninjau pada saat ini dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yaitu: domestik, pertanian, industri, rekreasi, akuakultur, estetika dan sumber energi. Hal ini menimbulkan permasalahan pencemaran perairan, penurunan kualitas air, dan penurunan debit air. Pemanfaatan Danau Maninjau melalui


(26)

pembangunan PLTA untuk menghasilkan energi listrik telah menimbulkan masalah eksternal. Masalah eksternal yang muncul bersifat positif maupun negatif. Bila masalah eksternal ini tidak diambil kebijakan, maka kegiatan pembangunan yang diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru menurunkan tingkat kesejahteraannya.

Pemanfaatan danau sebagai daerah tujuan wisata telah menyebabkan masuknya limbah cair dan padat ke danau. Tumbuhnya pemukiman dan pengembangan fasilitas fisik di sekitar danau menyebabkan pemanfaatan tata ruang tumpang tindih. Penurunan kualitas air pada Danau Maninjau antara lain adalah akibat dari kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah melampaui daya dukung perairan danau (Bapedalda Sumatera Barat 2001).

Bila tidak diintervensi dengan reformasi kebijakan, maka kondisi di atas akan berlanjut terus sehingga kegiatan pengelolaan Danau Maninjau akan merusak danau dan berdampak kepada penurunan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji dampak dari pemanfaatan Danau Maninjau melalui kajian valuasi ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada disekitarnya dan kelestarian danau, sehingga dapat dirumuskan beberapa alternatif kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Secara rinci permasalahan yang akan dijawab dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemanfaatan Danau Maninjau dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat yang ada di sekitarnya ?

2. Bagaimana persepsi masyarakat di sekitar Danau Maninjau terhadap eksistensi Danau Maninjau?

3. Kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk melestarikan fungsi SDAL berkaitan dengan pemanfaatan Danau Maninjau ?.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :


(27)

2. Untuk membuktikan persepsi masyarakat di sekitar Danau terhadap pemanfaatan Danau Maninjau.

3. Merumuskan kebijakan untuk melestarikan fungsi SDAL yang berkaitan

dengan pemanfaatan Danau Maninjau.

1.4. Kerangka Berpikir

Setiap sumberdaya memiliki nilai, karena dapat digunakan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan baik secara langsung maupun tidak langsung, masa sekarang maupun masa yang akan datang. Besar nilai sumberdaya sangat ditentukan oleh sampai sejauh mana kemajuan teknologi dan peradaban manusia dalam mengambil manfaat yang disediakan oleh sumberdaya tersebut. Makin tinggi kemajuan teknologi dan peradaban manusia, maka akan makin tinggi pula nilai yang diberikan terhadap suatu sumberdaya.

Danau Maninjau sebagai suatu sumberdaya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Pertama, berupa produk yang dapat dikonsumsi secara langsung seperti ikan sebagai bahan makanan, air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (domestik), sumber energi listrik, irigasi, petanian, dan keindahan alamnya untuk rekreasi. Kedua, danau dapat bermanfaat secara tidak langsung, dalam bentuk manfaat fungsional berupa fungsi ekologi, hidrologi, pengendali banjir dan fungsi perlindungan lainnya. Ketiga, danau dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung untuk masa yang akan datang, berupa media penyimpanan keanekaragaman hayati dan habitat yang terkonservasi. Keempat, danau dapat memberikan manfaat dari eksistensinya yang dapat dipertahankan seperti habitat dan spesies langka.

Dengan adanya manfaat yang diberikan oleh danau tersebut, maka dapat dikuantifikasikan nilai manfaat tersebut dalam bentuk uang. Untuk mengkuantifikasikan nilai manfaat tersebut dapat digunakan beberapa pendekatan, yang pada hakekatnya didasarkan pada konsep kesediaan untuk membayar atau willingness to pay (WTP) dari individu. Dalam penggunaan konsep WTP ini dapat didasarkan pada perilaku individu yang aktual dan yang potensial. Jika pasar konvensional maupun pasar implisit tidak tersedia, maka


(28)

dapat diciptakan pasar yang dibangun. Penetapan teknik penilaian yang akan dipakai bergantung pada pertimbangan karakteristik dari sumberdaya yang akan dinilai.

Setelah melakukan penilaian terhadap seluruh manfaat suatu sumberdaya, maka akan diperoleh nilai ekonomi total (total economic value). Nilai ekonomi total ini akan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam formulasi kebijakan pengelolaan danau Maninjau secara berkelanjutan.

Kebijakan yang diambil akan berdampak positif (manfaat) dan dampak negatif (kerugian) bagi masyarakat. Kebijakan yang akan dipilih tentu saja kebijakan yang memberikan manfaat yang lebih besar dari pada kerugiannya. Bila dilihat dari sudut kepentingan kelompok masyarakat tertentu, suatu kebijakan akan memberikan manfaat yang lebih besar dari pada kerugiannya, sedangkan bila dilihat dari sudut kelompok masyarakat lainnya akan memberikan kerugian yang besar dari pada manfaatnya.

Pada tahap penentuan kebijakan baru, analisis kebijakan dilakukan dengan pendekatan prospektif yaitu dengan cara mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan dalam pengambilan keputusan kebijakan. Secara sederhana pendekatan prospektif digunakan untuk menentukan apa yang akan terjadi dan apa yang harus dilakukan berkaitan dengan suatu kebijakan yang akan diambil, sedangkan setelah suatu kebijakan diambil, analisis kebijakan harus dilakukan dengan pendekatan retrospektif untuk menciptakan dan mentransformasikan informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan.

Pada kasus pemanfaatan Danau Maninjau digunakan analisis kebijakan retrospektif untuk mendapatkan informasi tentang apakah manfaat yang diterima lebih besar dari kerugian yang diderita setelah aksi kebijakan dijalankan, dan aksi-aksi apa yang perlu dilakukan berkaitan dengan informasi tersebut. Manfaat tersebut adalah setiap kondisi yang dapat menambah kesejahteraan masyarakat baik dalam bentuk tambahan pendapatan maupun dalam bentuk pengurangan biaya, sedangkan biaya atau kerugian adalah setiap kondisi yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat baik dalam bentuk hilangnya


(29)

kesempatan untuk memperoleh pendapatan maupun munculnya tambahan biaya setelah kebijakan dilaksanakan.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka yang termasuk ke dalam manfaat dari kebijakan pemanfaatan Danau Maninjau adalah meningkatnya produksi pertanian pada daerah pembuangan air pemutar turbin, sedangkan yang termasuk biaya atau kerugian adalah peningkatan biaya irigasi pertanian dan pengurangan produksi pertanian pada daerah aliran sungai Antokan serta pengurangan jumlah tangkapan ikan pada perairan umum Danau Maninjau. Baik manfaat maupun biaya dapat dinyatakan dalam satuan ukuran yang sama yaitu moneter (rupiah).

Setelah manfaat dan biaya dinyatakan dalam satuan ukuran yang sama, kemudian diperbandingkan untuk menentukan apakah yang terjadi peningkatan atau penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan informasi ini akan dirumuskan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan atau menciptakan kondisi menjadi semakin lebih baik.

Namun sebelum alternatif-alternatif tindakan dirumuskan, perlu dilakukan analisis terhadap kondisi lingkungan danau terutama kualitas fisik, kimia dan biologi danau, dan persepsi masyarakat terhadap eksistensi Danau Maninjau serta respon yang diberikan oleh masyarakat berkaitan dengan kebijakan pemanfaatan Danau Maninjau yang telah dilakukan pada masa yang lalu. Semua informasi ini menentukan akar persoalan, sehingga keputusan diambil dapat memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.

Secara skematis berbagai permasalahan yang dijadikan objek penelitian dan bagaimana interaksi satu dengan yang lainnya diringkas pada Gambar 1.


(30)

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran

Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Danau Maninjau

Perikanan Irigasi Rekreasi Domestik PLTA

Nilai Ekonomi Total Danau Maninjau

Persepsi Masyarakat

Kebijakan Pengelolaan Danau Maninjau

Penilaian Ekonomi

Nilai Guna Nilai Bukan Guna

Nilai Guna Langsung

Nilai Guna Tidak

Langsung Nilai Pilihan Nilai Eksistensi

Ika n

Air Keindahan

Analisis Peraturan, Perundangaan


(31)

1.5. Hipotesis

1. Nilai Ekonomi Irigasi Danau Maninjau lebih besar dibandingkan dengan Nilai Ekonomi Sumberdaya danau lainnya.

2. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan Sumberdaya Danau Maninjau selama ini sudah berpihak kepada kepentingan masyarakat di sekitar Kawasan danau Maninjau.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah sebagai sumber informasi untuk pengambilan

keputusan yang tepat dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang sedang dihadapi dan untuk pengelolaan SDAL danau secara berkelanjutan.

2. Bagi masyarakat, sebagai sumber informasi untuk menentukan

besarnya kompensasi yang dapat diklaimnya atas kerugian yang ditimbulkan akibat pemanfaatan Danau Maninjau.

3. Sebagai sumber informasi untuk menentukan besarnya kewajiban atau kompensasi yang seharusnya dibayarkan kepada masyarakat yang menderita kerugian sebagai akibat operasionalnya.

4. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengelolaan

SDAL pada masa mendatang, khususnya dalam pengembangan pemanfaatan SDAL danau secara berkelanjutan.

1.7. Novelty

Secara garis besar, penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam upaya mengkaji lebih dalam tentang eksistensi sumberdaya air sebagai input produksi pertanian dan untuk kebutuhan domestik dapat diklasifikasikan atas 3 aspek, yaitu (1) aspek ekonomi, (2) aspek sosial kelembagaan, dan (3) aspek teknis.

Pada umumnya penelitian lebih banyak dititik beratkan pada eksistensi sistem irigasi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat petani, sedangkan penelitian yang dititik beratkan pada penentuan nilai ekonomi air serta pendugaan kurva permintaannya masih relatif sedikit


(32)

Penelitian-penelitian yang dilakukan di Danau Maninjau selama ini masih bersifat sporadik dan parsial. Kebaruan utama dalam penelitian ini terdapat pada pemanfaatan Danau Maninjau dari berbagai aspek khususnya yang berkaitan dengan ekonomi lingkungan.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang terkait dengan aspek ekonomis, sebagai berikut;

1) Wardin (1989) telah melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan petani dalam membayar biaya operasional dan pemeliharaan irigasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa besarnya biaya irigasi untuk daerah irigasi sederhana ternyata lebih mahal apabila dibandingkan dengan daerah irigasi teknis. Penelitian tersebut pendekatan perhitungan investasi melalui amortisasi pada berbagai tingkat suku bunga dan kemampuan petani untuk membayar iuran irigasi yang tercermin dari kebutuhan hidup minimum dan adanya kelebihan pendapatan dari usaha taninya, maka disimpulkan bahwa sebenarnya petani mampu untuk membayar iuran irigasi. Dari pengujian efisiensi irigasi disimpulkan bahwa pada daerah irigasi teknis variable yang mempunyai pengaruh besar terhadap keuntungan adalah: upah tenaga kerja pria, ternak, dan obat-obatan. Pada daerah irigasi sederhana, variable yang berpengaruh adalah kesuburan lahan. Pada daerah irigasi teknis menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang lebih baik jika dibandingkan dengan daerah irigasi sederhana.

2) Ismintarti (1992) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan air rumah tangga, membuat kurva permintaan air dan menduga nilai air sebagai salah satu manfaat hidrologi Gunung Gede Pangrango khususnya dari sektor rumah tangga. Dari penelitian yang dilakukan di Sub-DAS Cisokan Tengah-Hilir DAS Citarum, Jawa Barat ditemukan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pemintaan air untuk keperluan rumah tangga, yaitu biaya pengadaan air, tingkat pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga. Dengan anggapan perubah bebas lainnya tetap (cateris paribus), maka hubungan antara jumlah air yang dikonsumsi dengan biaya pengadaannya pada periode tertentu diestimetkan


(33)

sebagai ln Y = 8,647 – 0,550- ln X1. Kurya permintaan air yang dibatasi oleh tingkat biaya minimum berdasarkan perhitungan biaya secara langsung dan biaya maksimum berdasarkan hasil wawancara terhadap penawaran kesediaan membayar untuk satu satuan air, maka nilai air dapat diduga sebesar Rp 146,9 milyar dan surplus konsumen sebesar Rp 131,9 milyar. Berarti keberadaan Gunung Gede Pangrango dilihat dari fungsi hidrologi khususnya dari segi produk air yang dikonsumsi masyarakat untuk keperluan rumah tangga di Sub-DAS Cisokan Tengah-Hilir DAS Citarum, Jawa Barat bernilai ekonomi sebesar Rp 146,9 milyar dan keuntungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat setempat adalah sebesar surplus konsumen yaitu sebesar Rp 131,9 milyar. Sedangkan berdasarkan metode kontingensi nilai air sebagai manfaat hidrologi adalah sebesar kesediaan masyarakat untuk membayar terhadap sejumlah air yang dikonsumsi yaitu Rp 1,11 triliyun dan sebesar kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasinya sebesar Rp 1,16 triliyun.

3) Darusman (1991), dalam penelitiannya telah mengkaji nilai ekonomi air untuk keperluan pertanian dan rumah tangga di daerah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dengan menggunakan pendekatan willingness to pay dirumuskan kurva permintaan untuk aktivitas pertanian dan rumah tangga. Dari hasil analisis regresi dengan menggunakan model logaritma linear diperoleh hasil bahwa permintaan air untuk rumah tangga sangat nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) biaya pengadaan air, (b) tingkat pendapatan keluarga, dan (c) jumlah anggota keluarga. Untuk aktivitas pertanian, permintaan air sangat nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor (a) biaya pengadaan air, (b) luas lahan pertanian, dan (c) jenis usaha tani. Dari studi tersebut dihasilkan kurya permintaan untuk kedua aktivitas yang dikaji, sehingga dapat diperkirakan (manfaat) air dan juga besarnya surplus konsumen yang terjadi. Perkiraan nilai manfaat ekonomi air dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk keperluan rumah tangga sebesar Rp 4,181 milyar dan pertanian sebesar Rp 4,248 milyar.

4) Idris (2002) dalam penelitiannya telah mengkaji pemanfaatan sumberdaya danau singkarak yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat diperoleh Nilai


(34)

Ekonomi Total Rp 175,21 milyar pertahun terdiri dari nilai ekonomi pemanfaatan perikanan Rp 7,59 milyar, nilai ekonomi pemanfaatan irigasi Rp 0,78 milyar, nilai ekonomi pemanfaatan rekreasi Rp 4,18 milyar, nilai ekonomi untuk pemanfaatan kebutuhan domestik Rp 7,72 milyar, dan nilai ekonomi pemanfaatan listrik Rp 154,95 milyar.

5) Ismail (2007), dalam penelitiannya penilaian ekonomi dan kebijakan pengelolaan lingkungan waduk dalam pembangunan studi kasus Waduk Ir.H.Juanda Hasil penelitian dari pemanfaatan langsung sumberdaya waduk diperoleh Nilai Ekonomi Total adalah Rp 160.197.824.439 dari nilai guna langsung, nilai pemanfaatan tertinggi yaitu dari listrik yaitu Rp 72.131.819.815, disusul berturut-turut hasil dari pemanfaatan perikanan Rp 44.524.512.963, pemanfaatan untuk irigasi Rp 27.427.796.000, pemanfaatan untuk transportasi air Rp 3.081.045.600, pemanfaatan untuk industri Rp 1.477.723.900, pemanfaatan untuk rekreasi Rp 652.912.510, nilai terkecil adalah pemanfaatan air baku bernilai negatif Rp 29.421.032.


(35)

2.1. Ekosistem Danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Nelson (1973) menyatakan bahwa danau adalah tempat genangan air yang luas di pedalaman, dimana terdapat aliran tersendiri dengan air berwarna jernih atau keruh. Genangan air yang terdapat pada danau dapat bersumber dari mata air atau aliran sungai. Jumlah air yang masuk pasti lebih besar dari air yang keluar. Kandungan nutrien di perairan akan mempengaruhi produktivitas danau. Produktivitas yang tinggi terjadi di perairan yang eutrofik, dimana perairan tersebut banyak menerima nutrien dari kegiatan manusia. Dengan meningkatnya kegiatan biologi dalam danau per unit waktu dan volume air tertentu, maka produksi sampah organikpun akan meningkat dan akhirnya mengendap di dasar danau sehingga dapat terjadi pendangkalan (Watt, 1974).

Di dalam ekosistem danau terdapat unsur abiotic, primary producer, consumers and decomposers yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Semua organisme yang ada di danau akan menggunakan air sebagai alat transportasinya. Keadaan dan jumlah organisme danau ditentukan oleh tiga hal yaitu asal mulanya terjadi danau, erosi, dan letak geografisnya (Golterman, 1975).

Pada danau eutrofik umumnya memiliki perairan yang dangkal. Tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton besar, sering terjadi blooming alga dan tingkat penetrasi cahaya umumnya rendah. Pada danau oligotrofik biasanya memiliki perairan yang dalam, dengan hypolimnion lebih luas dari epilimnion. Tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Konsentrasi nutriennya rendah dan blooming plankton jarang terjadi, sehingga air danau memiliki penetrasi cahaya yang besar (Jorgensen, 1983).

Danau sebagai suatu ekosistem, secara fisik merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yan tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Lincoln et al., 1984).


(36)

Berdasarkan proses terbentuknya, danau dapat dibagi atas dua, yaitu danau alam dan danau buatan. Danau alam terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, seperti bencana alam, kegiatan vulkanik, dan kegiatan tektonik (Odum. 1993), sedangkan danau buatan terbentuk oleh kegiatan manusia dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Menurut Ekspedisi Sunda yang dilakukan pada tahun 1928 - 1929, Danau Maninjau dikategorikan sebagai danau vulkanis, yaitu bekas letusan gunung berapi yang pada masa Kwarter dimana ditemukan jenis batu-batuan beku vulkanis dan instrusi hampir seluruh daerah disekitar danau tersebut. Daerah tebing dekat pintu Barat dan Timur danau dilalui oleh dua jalur geseran yang menandakan daerah tersebut tidak stabil.

Danau Maninjau memiliki luas 9.737,50 ha dengan panjang maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km. Sebagai suatu sumberdaya alam dan lingkungan, Danau Maninjau memiliki arti yang penting bagi kehidupan manusia, baik bagi masyarakat yang tinggal disekitar danau maupun bagi masyarakat yang tinggal pada daerah aliran sungai tempat air danau keluar serta masyarakat lain pada umumnya.

Bila tidak ada intervensi manusia, maka volume air danau relatif tetap yang ditunjukkan oleh tingkat elevasinya. Sumber air danau dapat berasal dari sungai, air rembesan (air tanah), dan air hujan. Sebaliknya kehilangan air danau dapat melalui saluran pengeluaran (oulflow), sungai, rembesan, serta evaporasi (Payne, 1986). Danau selalu menerima masukan air dari daerah sekitarnya (DAS), dengan demikian danau cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Menurut Payne (1986) konsentrasi ionik perairan danau merupakan resultante ionik dari air yang masuk. Kualitas air danau sangat tergantung pada pengelolaan daerah aliran sungai yang mengalir ke danau tersebut.

2.2. Penelitian Sumberdaya Air

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam upaya mengkaji lebih dalam tentang eksistensi sumberdaya air sebagai input produksi pertanian dan


(37)

untuk kebutuhan domestik dapat diklasifikasikan atas 3 aspek, yaitu (1) aspek ekonomi,(2) aspek sosial kelembagaan, dan (3) aspek teknis. Umumnya penelitian lebih banyak dititik beratkan pada eksisten sistem irigasi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat petani, sedangkan penelitian yang menitik beratkan pada penelitian nilai ekonomi air serta pendugaan kurva permintaannya masih relatif sedikit.

2.3. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam

Persyaratan terjadinya interaksi sosial adalah kontak sosial dan adanya komunikasi. Proses interaksi yang pokok adalah proses asosiatif dan proses dis-asosiatif. Bentuk proses asosiatif adalah kerjasama dan akomodasi, sedangkan proses dis-asosiatif adalah persaingan, kontroversi dan pertentangan atau konflik (Sukanto, 1990).

Fisher (2001), mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang satu sama lain tidak sejalan. Konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Oleh karena itu, konflik adalah sesuatu yang tak terelakkan yang dapat bersifat positif /negatif.

Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, konflik dapat diartikan sebagai sengketa lingkungan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk tindakan penyelesaian guna menjamin tidak terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

2.4. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan adalah aktivitas untuk menciptakan pengetahuan tentang dalam proses pembuatan kebijakan (Lasswell, 1971, di dalam Dunn, 1994). Tujuan kebijakan publik adalah menyelesaikan berbagai masalah publik yang mencakup dan berdampak kepada kehidupan publik. Kebijakan publik


(38)

merupakan agenda kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah yang merupakan tanggapan terhadap lingkungan atau masalah publik. Dalam menyelesaikan masalah publik yang terpenting adalah hubungan yang normative antara pejabat publik dengan masyarakat yang dipimpinnya. Seorang pejabat publik harus memahami kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya.

Thoha (1986: 56-57) memberikan dua aspek pokok Public Policy, yaitu: (1) Policy merupakan praktika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan digunakan pula untuk kepentingan masyarakat; (2) Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik untuk mendamaikan “claim” dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan “incentive” bagi tindakan bersama.

Dye (1992) memberikan definisi Public Policy is whatever government choose to do or not to do. Kebijakan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Islamy (1992), menyatakan sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena “sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan pemerintah. Udoji (dalam Wahab:1991) mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang dipusatkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Dari pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan kebijakan publik adalah berbagai tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Menurut Parker (dalam Santoso, 1998:4), Kebijakan Publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintah pada periode tertentu dalam hubungannya dengan suatu subjek atau tanggapan pada suatu krisis. Menurut William Dunn (1981:70) kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam bidang-bidang issue yaitu arah tindakan actual atau


(39)

potensial dari pemerintah yang didalamnya terkandung konflik diantara kelompok masyarakat.

Masalah kebijakan publik tidak hanya masalah organisasi publik semata, tetapi merupakan masalah kehidupan masyarakat secara menyeluruh, oleh karena itu untuk memecahkan masalah publik tersebut diperlukan berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian dalam memecahkan masalah publik seorang analis tidak bekerja sendirian tetapi dibantu oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu.

Dalam membuat analisis kebijakan publik, seorang analis akan melalui tahap-tahap kerangka pemikiran sebagaimana yang dikemukakan oleh Dunn (2000), yaitu:

a. Merumuskan masalah-masalah kebijakan, yaitu kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik.

b. Meramal masa depan kebijakan. Peramalan (forecasting) adalah suatu prosedur untuk membuat informasi faktual tentang situasi sosial masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan.

c. Rekomendasi aksi-aksi kebijakan. Prosedur analisis-kebijakan dari

rekomendasi memungkinkan analis menghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi dimasa mendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Didalamnya terkandung informasi mengenai aksi-aksi kebijakan, konsekuensi di masa depan setelah melakukan alternatif tindakan, dan selanjutnya ditentukan alternatif mana yang akan dipilih.

d. Pemantauan dalam analisis kebijakan, merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan publik. Mengevaluasi Kinerja Kebijakan adalah prosedur analisis-kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai nilai atau manfaat dari serangkaian aksi di masa lalu dan atau masa depan.


(40)

Suatu kebijakan yang baik, menurut Dunn (1994) harus melalui tahap-tahap kegiatan. Tahap-tahap-tahap kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Agenda Setting, 2) Policy Formulating, 3) Policy Adoption, 4) Policy Implementation, 5)

Policy Assessment. Dunn (1998), menggambarkan proses suatu kebijakan publik dibuat, yaitu sebagai berikut (Gambar 2).

Sumber : Dunn (1998)

Gambar 2 Analisis Kebijakan yang Berorientasi pada Masalah

Gambar tersebut merupakan prosedur analisis kebijakan publik yang harus dilalui oleh analis kebijakan, sebagai alat untuk menunjukkan keterkaitan antara metode-metode dan teknik-teknik analisis kebijakan.

Dunn (2000) menyatakan untuk menentukan alternatif terpilih ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu : (1) Efektivitas, apakah alternatif kebijakan tersebut efektif untuk memecahkan masalah kebijakan (2) Efisiensi, apakah alternatif tersebut efisien untuk memecahkan masalah kebijakan (3) Adequacy, apakah proporsi alternatif kebijakan tersebut cukup mampu mengatasi masalah kebijakan.

2.5. Analisis Biaya Manfaat Dalam Kebijakan Publik

Metode analisis biaya manfaat diterapkan untuk menciptakan informasi yang bersifat evaluatif dan normatif. Analisis biaya manfaat dapat menilai kebijakan yang telah diambil atau dilaksanakan telah meningkatkan atau

Pemantauan

Evaluasi Peramalan

Rekomendasi Kinerja Kebijakan

Masalah Kebijakan

Aksi Kebijakan

Hasil Kebijakan

Masa Depan Kebijakan

Perumusanan Masalah Perum

usan Masal ah

Perum usan Masal ah


(41)

menurunkan kesejahteraan masyarakat dan selanjutnya merekomendasikan alternatif tindakan memperbaiki keadaan, bila yang terjadi adalah penurunan tingkat kesejahteraan.

Banyak analisis biaya manfaat moderen diterapkan dalam Ekonomi kesejahteraan yang secara khusus diarahkan pada cara investasi publik dapat memberikan kontribusi untuk memaksimalkan pendapatan bersih sebagai ukuran agregat kepuasan (kesejahteraan) dalam masyarakat.

Menurut Dunn (1994), pada saat diterapkan di sektor publik, maka analisis biaya manfaat akan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu;

1. Berusaha mengukur semua biaya dan manfaat bagi masyarakat yang

kemungkinan dihasilkan dari program publik, termasuk berbagai hal yang tidak terlihat (bersifat intangible) dalam bentuk uang (moneter). Ukuran untuk biaya dan manfat adalah nilai ekonomis dan bukan nilai finansial. karena harga pasar tidak selalu sama dengan nilai ekonomis (Hufschmidt et al., 1983).

2. Secara tradisional melambangkan rasionalitas ekonomi, karena kriteria ditentukan dengan pengukuran efisiensi ekonomi secara global. Suatu kebijakan dikatakan efisien bila manfaat bersih (total manfaat dikurangi total biaya) lebih besar dari nol dan lebih tinggi dari manfaat bersih yang mungkin dapat dihasilkan dari sejumlah alternatif investasi lainnya.

3. Masih menggunakan pasar swasta sebagai titik tolak didalam memberikan rekomendasi, misalnya dalam menentukan biaya kemungkinan dari suatu investasi selalu dihitung berdasarkan manfaat bersih apa yang mungkin dapat diperoleh dengan menginvestasikannya di sektor swasta,

4. Analisis biaya manfaat kontemporer atau analisis biaya manfaat sosial. dapat juga digunakan untuk mengukur pendistribusian kembali manfaat.

Dalam penggunaan analisis biaya manfaat untuk menganalisis suatu

kebijakan yang telah diambil pada masa lalu, sangat penting untuk

mempertimbangkan semua biaya dan manfaat yang timbul dalam masyarakat baik yang memiliki kaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan tersebut, baik internal maupun eksternal dan baik yang terukur secara langsung maupun terukur secara tidak langsung.


(42)

Lebih lanjut Dunn (1994), mengemukakan bahwa metode analisis biaya manfaat sebagai suatu metode dalam analisis kebijakan publik memiliki beberapa keunggulan dan keterbatasan. Keunggulannya adalah meliputi: (1) biaya maupun manfaat dinyatakan dalam satuan ukuran yang sama (uang); (2) memungkinkan untuk melihat manfaat dan biaya pada masyarakat secara keseluruhan, dan ; (3) memungkinkan analisis yang dapat membandingkan program secara luas dalam lapangan yang berbeda.

Keterbatasan Analisa Biaya Manfaat meliputi : (1) tekanan yang terlalu eksklusif pada efisiensi ekonomi yang dapat berarti bahwa kriteria keadilan menjadi tidak berarti atau tidak dapat diterapkan. Dalam pelaksanaannya kriteria Kaldor-Hick telah mengabaikan masalah-masalah redistribusi manfaat. Sementara kriteria pareto jarang memecahkan konflik antara efisiensi dan keadilan; (2) nilai uang tidak cukup untuk mengukur daya tanggap, karena adanya variasi pendapatan masyarakat; (3) ketika harga pasar tidak ada bagi suatu barang yang penting, analisis sering memaksa diri untuk membuat harga bayangan berdasarkan pendekatan kesediaan membayar atau WTP yang bersifat subjektif.

Semua manfaat dan biaya yang timbul dari suatu kebijakan harus diperhitungkan secara lengkap, namun dalam penerapannya sulit untuk dilakukan, besar kemungkinan akan terabaikan. Untuk mengurangi kesalahan tersebut dilakukan klasifikasi biaya dan manfaat atas: internalitas terhadap ekstemalitas; nyata terhadap tidak nyata; primer terhadap sekunder,efisien bersih terhadap efisiensi semu.

Dalam analisis kebijakan restrospektif pemanfaatan Danau Maninjau, tipe ABM yang akan diperbandingkan adalah yang bersifat eksternalitas, karena yang bersifat internalitas telah diperhitungkan secara lengkap pada saat analisis prospektif. Manfaat dan biaya eksternalitas yang akan diperbandingkan adalah mencakup semua jenis biaya baik yang dapat terukur secara langsung maupun tidak langsung dengan cara penaksiran atas dasar dasar harga pasar yang tidak berhubungan langsung dengan sasaran pokok program (sekunder). Hasil perbandingan manfaat dan biaya menimbulkan kenaikan dalam agregat


(43)

pendapatan atau hanya akan menghasilkan pergeseran pendapatan diantara berbagai kelompok dalam masyarakat

Menurut Dunn (1994), ada empat cara untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial, yaitu:

1. Memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan,yangmenuntut agar peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai semua Individu. Berdasarkan Dalil Kemustahilan Arrow, hal ini tidak mungkin untuk dicapai.

2. Melindungi kesejahteraan Minimum, didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan suatu keadaan sosial dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak ada satu orang yang diuntungkan dan tidak ada satu orangpun yang dirugikan. Pareta optimum adalah suatu keadaan sosial di mana tidak mungkin membuat satu orang diuntungkan (better off) tanpa membuat yang lain dirugikan (worse off).

3. Memaksimalkan kesejahteraan bersih, didasarkan pada kritetia Kaldor-Hicks yang menyatakan bahwa suatu keadaan sosial lebih baik dari yang lainnya jika terdapat perolehan bersih dalam efisiensi (manfaat total dikurangi biaya total) dan jika mereka yang memperoleh manfaat dapat mengganti mereka yang kehilangan.

4. Memaksimalkan kesejahteraan redistributif, berusaha memaksimalkan

manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang terpilih, seperti secara rasial tertekan, miskin atau sakit.

2.6. Status Kepemilikan Sumberdaya Air

Sebagai suatu sumberdaya milik bersama, Danau Maninjau dapat dimanfaatkan secara bebas oleh siapa saja atau bersifat bebas (common good). Air bisa diperoleh tanpa membayar sehingga mengarah pada sumberdaya milik bersama (common property resource) yang pemanfaatannya berdasarkan prinsip (first come first served). Karena bersifat terbuka dan menjadi milik umum, maka sumberdaya danau mudah sekali mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidak jelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya.


(44)

Status kepemilikan sumberdaya akan menentukan apakah pengalokasian sumberdaya tersebut efisien atau tidak. Menurut Tietenberg (1992), status kepemilikan sumberdaya untuk dapat menghasilkan pengalokasian yang efisien dalam mekanisme pasar harus memilki 4 ciri penting yaitu; (1) universality, artinya suatu sumberdaya dimiliki secaraa pribadi dan hak-hak yang melekat dari kepemilikan tersebut dapat diungkapkan secara lengkap dan jelas, (2) exclusivity, artinya semua manfaat dan biaya yang timbul dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut, baik secara langsung maupun tidak, hanya dimiliki oleh pemilik sumberdaya tersebut, (3) transferability, artinya seluruh hak kepemilikannya itu dapat dipindah tangankan dari satu pemilik ke pihak lain melalui transaksi yang bebas, dan (4) enforceability, artinya hak kepemilikan tersebut tidak dapat dirammpas atau diambil alih oleh pihak lain secara paksa. Jika salah satu dari keempat faktor ini tidak terpenuhi, maka pengalokasian sumberdaya tersebut akan menjadi tidak efisien.

Lebih lanjut Tietenberg (1994) menyatakan bahwa agar air permukaan merata maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (a) keseimbangan antara penggunaan-penggunaan yang saling bersaing, dan (b) variabilitas air yang seimbang dari waktu ke waktu dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan sumberday air. Sumberdaya air harus dialokasikan dengan baik sehingga manfaat bersih marjinal (Marginal net benefit) adalah sama untuk semua penggunanya, di mana manfaat bersih marjinal adalah jarak vertikal antara kurva permintaan terhadap air dengan kurva biaya marjinal dari ekstraksi dan distribusi air dari unit terakhir air yang dikonsmsi.

Dengan demikian wajar kalau pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya milik bersama tidak memiliki kendali dan tanggung jawab yang jelas terhadap kualitas sumberdaya tersebut. Sumberdaya ini tidak dikuasai oleh individu atau agen ekonomi tertentu, sehingga terhadap sumberdaya ini tidak dibatasi, yang pada gilirannya akan mendorong terjadinya pengeksploitasian yang berlebihan yang dapat berdampak negatif terhadap kelanjutan lingkungan. Setiap orang cenderung untuk mengeksploitasi tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain. Hal ini didasarkan pada suatu persepsi, bahwa orang lain yang punya kesempatan untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut juga akan bertindak


(45)

demikian. Maka terjadilah tragedi massal atau the tragedy of the commons

(Hardin, 1977). Hardin mengilustrasikan dengan sebuah kasus pada padang penggembalaan umum. Tiap peternak akan menggembalakan ternaknya dalam jumlah yang sesuai dengan kemampuannya, tanpa mempertimbangkan ketersediaan rumput bagi peternak lainnya sehingga timbul penggembalaan secara berlebihan.

Bila dikaitkan dengan sumberdaya danau, maka hal tersebut dapat juga terjadi dimana setiap nelayan akan menangkap ikan dengan berbagai cara dan macam tanpa mempertimbangkan jumlah ketersediaan ikan dan kepentingan nelayan lain, sehingga pada suatu saat akan terjadi kelangkaan dan bahkan kepunahan terhadap berbagai jenis ikan tertentu. Kondisi semacam ini disebut sebagai penangkapan ikan secara berlebihan atau overfishing.

Anwar (1999), mengemukakan bahwa sumberdaya air memiliki beberapa karakteristik khusus, yaitu (a) mobilitas air, di mana air bersifat cair mudah mengalir, menguap dan meresap di berbagai media, sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan hak atas sumberdaya tersebut secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar; (b) sifat skala ekonomi yang melekat, di mana dalam penyimpanan, penyampaian dan distribusi air terjadi skala ekonomi yang melekat pada komoditas air,sehingga menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly ), (c) penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya, dimana dalam keadaan kekeringan dan banjir sumberdaya air ini hanya dapat ditangani oleh pementah untuk kepentingan umum; (d) kapasitas dan daya asimilasi dari badan air, di mana zat cair mempunyai daya larut untuk mengasimilasikan berbagai zat padat (pencemar) tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui, sehingga mengarah kepada komoditas yang bersifat umum di mana setiap orang menganggapnya sebagai keranjang sampah, (e) penggunaannya bisa dilakukan secara beruntun (sequential use), dimana ketika mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut, dan dengan beruntunnya penggunaan selama perjalanan alirannya akan merubah kuantitas dan

kualitasnya,sehingga menimbulkan eksternalitas, (f) penggunaan yang

serbaguna,dimana dengan kegunaannya yang banyak tersebut maka pihak individu (swasta) dapat memanfaatkannya dan sisanya menjadi barang umum


(46)

yang dapat menimbulkan eksternalitas, (g) berbobot besar dan memakai tempat,ditambah dengan biaya tinggi untuk mewujudkan hak kepemilikannya, menjadikan sumberdaya air bersifat akses terbuka (open access), (h) nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air,sebagian besar masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersialisasikan, sehingga menjadi kendala dalam alokasinya ke dalam pasar.

Tietenberg (1992) mengemukakan bahwa pengalokasian sumberdaya air dikatakan efisien apabila telah memperhatikan dua hal pokok yaitu (a) keseimbangan antara penggunaan-penggunaan yang saling bersaing, dan (b) variabilitas air yang seimbang dari waktu ke waktu dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan sumberdaya air. Dalam pengalokasian sumberdaya air, manfaat bersih marjinal adalah sama untuk semua penggunaan, dengan manfaat bersih marjinal adalah jarak vertikal antara kurva permintaan terhadap air dengan kurva biaya marjinal dari ekstraksi dan distribusi air dari unit terakhir yang dikonsumsi. Jika manfaat bersih marjinal tidak merata, sering terjadi kenaikan manfaat bersih dengan adanya transfer air dari pemanfaatan yang memberikan manfaat bersih yang rendah ke penggunaa yang memberikan manfaat yang lebih tinggi.

Cara pemanfaatan dan pengembangan suatu SDAL sangat ditentukan oleh peraturan perundangan baik formal maupun non formal yang mengatur tentang status kepemilikan dan hak pemanfaatannya. Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. McKean (1992) mengelompokkan pemilikan sumberdaya alam atas 6 bagian yaitu; (a) tanpa pemilik, (b) milik masyarakat tertentu, (c) milik pemerintah yang tidak boleh dimasuki oleh orang sembarangan, (d) milik pemerintah yang boleh dimasuki oleh khalayak umum, (e) milik swasta perusahaan, (f) milik pribadi. Berdasarkan pembagian di atas maka pola pemilikan dan penguasaan SDAL dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu;

(a) Tanpa pemilik adalah milik semua orang atau tidak jelas status


(47)

sumberdaya tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompoknya serta tidak bisa mempertahankannyaagar tidak digunakan orang lain.

(b) Milik masyarakat atau komunal adalah milik sekelompok masyarakat yang telah melembagadengan norma-norma atau hukum adat yang mengatur pemanfaatan SDAL dan dapat melarang pihak lain untuk mengeksploitasinya. (c) Milik pemerintah adalah milik dibawah kewenangan pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Individu atau kelompok orang dapat memanfaatkan SDAL tersebut atas izin, persetujuan, lisensi atau hak pengelolaan dari pemerintah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (d) Milik pribadi/swasta adalah milik perorangan atau sekelompok orang secara

sah yang ditunjukkan oledh bukti-bukti kepemilikannya yang memiliki kekuatan hukum.Pemilik dijamin secara hukum dan sosial untuk menguasai

dan memanfaatkannya dan dapat melarang pihak lain untuk

menggunakannya.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara Repoblik Indonesia telah mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dimiliki oleh generasi masa kini dan generasi masa datang secara berkelanjutan. Sumberdaya alam bukanlah merupakan warisan yang kita terima begitu saja dari nenek moyang kita, akan tetapi harus disadari bahwa sumberdaya alam tersebut merupakan titipan yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita pada masa depan.

Undang-undang Dasar 1945 maupun Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup tidak merumuskan secara jelas tentang status kepemilikan sumberdaya alam, melainkan hanya menggariskan masalah hak pemanfaatannya.

Untuk masalah SDAL di Provinsi Sumatera Barat, sebenarnya di dalam hukum adat (Hukum adat Minangkabau), telah ada ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah status kepemilikan dan hak pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam hukum adat minangkabau dikenal “ tanah ulayat” dengan hiraki; (a) hak ulayat kaum, di bawah pengawasan mamak sebagai kepala waris; (b) hak ulayat


(1)

Dixon, John A and Maynard M. Hufschmidt. 1986. Economic Valuation Techniques For The Environment. A Case Study Work-Book, The Johns Hopkins University Press.

Djajaningrat, Surna T. 1997. Pengantar Ekonomi Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Djogo T, S unaryo, S uharjito D, S irait M. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

Douglass, RW. 1970. Forest Recreation. Pergamon Press. New York.

Dunn, WN. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Dunn, WN. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction, Second Edition, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Dunn, WN. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.

Dye, Thomas R. 1992. Understnding Public Policy. Prentice- Hall.Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Ekaputra, E. 2000. Perspektif Terpadu Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Era Otonomi Jurnal VISI No.18 Pusat Studi Irigasi, Sumberdaya Air, Lahan dan Pembangunan Universitas Andalas. Padang.

Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas M anajemen. Bogor: IPB Press.

Fauzi, Noer. 2001. Otonomi Daerah : Sumber Daya Alam – Lingkungan. Lapera Pustaka Utama. Yogyakarta

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Field, Barry C. 1997. Environmental Economic, An Introduction. The McGraw-Hill Companies, Inc. Published by Zed Book Ltd., U.K. SMK Grafika Desa Putra. Jakarta.

Fisfher, S. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak (edidi bahasa Indonesia); Judul asli Working with Conflict: Skill and Strategies for Action.


(2)

Garrod, G and Kennet G.Willis.1999. Economics Valuation of the Environment. Edward Elgar Publitions Limited. Northampton, MA.USA.

Giesen, W. & A. Julia 2000. Introduction to Danau Sentarum National Park West Kalimantan. Borneo Research Bulletin 31: 5-28 Indonesia.

Ginting, S.P. 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan di Sulawesi Utara dapat mengancam kelestarian pemanfaatannya. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Pesisir & Kelautan IPB Vol.1 No.2.

Gittinger, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI Press-Johns Hopkins. Jakarta.

Golterman,. H.L. 1975. Physicological Limnology. Elsevier SPC. Amsterdam Gray, Clive. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Haab, T.C., and K.E. McConnel.2002. Valuing Environmental and Natural Resources : The Economics of Non-Market Valuation. Edward Elgar Publitions, USA.

Haeruman, H. 1999. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau dari Aspek Tata Ruang. Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Kerjasama PPLH-IPB dengan Ditjen Bangda Depdagri. Ditjen Pengairan dan Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Bogor 30 Nopember 1999. Hakimy, I. 1988. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak Di Minangkabau. CV. Remaja

Karya. Bandung.

Hanley, N dan C.L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and environmental. Edward Elger Publishing . England.

Hardin, Garret. 1977. The Tragedy of Commons. W.H. Freeman and co. San Fransisco Hardoy, J., D. Mitlin & D. Satterthwaite. 2001. Environmental Problem in an Urbanizing

World. Earthscan. London.

Hayami, Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Helmi, Ifdal, E. Ekaputra, Osmet dan Sugianto.2000. Studi Penggunaan dan Pengelolaan Air Sub-DAS Ombilin. PSI-SDAL Universitas Andalas.

Hufschmidt, M., D.E. James, A.D. Meister, Blair,T. Brower.J.A. Dixson. 1983. Environmental, Natural Sistems, and Development-An Economics Valuation Guide. Published by The Johns Hopkins University Press.


(3)

Hufschmidt, M., D.E. James, A.D. Meister, Blair,T. Brower.J.A. Dixson. 1987. Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan : Pedoman Penilaian Ekonomis (Reksohadiprojo, S. Penterjemah). Gajah Mada University Press.Yogyakarta. Idris. 2002. Analisis Kebijakan Pengembangan Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Danau. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB Bogor.

Islamy. 1992. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. Ismail, 2007. Penilaian Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Waduk Dalam

Pembangunan. Disertasi Program Pascasarjana IPB Bogor.

Ismintarti. 1992. Studi Permintaan Air Rumah Tangga sebagai Manfaat Hidrologi Gunung Gede Pangrango di Sub-DAS Cisokan Tengan-Hilir DAS Citarum Jawa Barat. Tesis Program Pasca Sarjana IPB Bogor.

Jorgensen, S.E. 1983. Lake Management. Pergamon Press. New York.

Kanungo S, Bhatnagar VK. 2002. Beyond generic models for information system quality, the use of Interpretive Structural Modelling (ISM). Syst Res 19:531-549.

Kartodirdjo, S. & Surjo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia; Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jogyakarta.

Kartodihardjo, H. 2001. Reorientasi Sistem Perijinan dan Pengesahan: Menuju Perubahan Budaya Pengelolaan Hutan Skala Besar. Bahan Seri Jurnal Komuniti Forestri LATIN . Bogor.

Kementrian Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia

King.M.D. and M. Mazzotta. 2000. Travel Cost Method. www.ecosystemvaluation.org/travel-cost.htm.[ 17 Juni 2009].

Krech. D. C. 1975. Theory and Problem of Social Psycology, New Delhi. Mc.Grow Hill. Lincoln, R.J., B. Shall, & G.A. Clark. 1984. A. Dictionary of Ecology Evolution and

Systematics. Reprinted Cambridge University Press. Melborne Australia.

Limnologi LIPI.2009. Musibah Budidaya Keramba Jaring Apung 2009. Padang Ekspres. MacKinnon, J., K. MacKinnon, G. Child & J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan yang

dilindungi di Daerah tropika, terjemahan dari: Managing Protected Areas in the Tropics (1986). UGM Press. Jogyakarta.


(4)

Mc.Kean, M.A. 1992. Management of Traditional Common Land in Japan. Institute for Company Press. San Fransisco.

Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo.

Miles, Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tantang metode-metode baru. UI Press. Jakarta

Munasinghe, M. 1992. Environmental Economics and Valuation in Development Decisionmaking. The World Bank. Washington.D.C.

Mangkoesoebroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. BPFE Jogyakarta.

[NRTEE] National Round Table on The Environment and the Economiy. 1998. Sustainable Strategies foe oceans: A Co-management Guide. NRTEE. Ontario. Nelson, A., & K.D. Nelson. 1973. Dictionary and Water Engineering. Ist. Published.

Butterwarths. London.

Odum, E.P. 1993. Fundamental of Ecology. Saunders & Toppan. Tokyo.

Omara, O. 1991. Resource Management in Developing Countries. Harlow. Longman. Ortolano, L. 1984. Environment Planning and Decision Making. John Wiley & Sons Inc.

Canada.

Payne, A.I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley and Sons Singapore.

Pearce, David & Dominic Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity, Earthscan Publication Limited. Canada.

PSLH. 2002. Kajian Ekosistem Danau Singkarak. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas Padang.

Ramdan H. 2006. Pengelolaan Sumber Air Minum Lintas Wilayah di Kawasan Gunung Ciremai Provinsi Jawa Barat. Disertasi Pascasarjana IPB Bogor.

Reksohadiprodjo, S. dan A. B. P. Brodjonegoro. 1992. Ekonomi Lingkungan Suatu Pengantar. BPFE. Yogyakarta

Redclift, M. 1987. Sustainable Development. Exploring the Contradictions Routledge. New York.


(5)

Saxena JP, Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan elements using Interpretive Structural Modeling: a case study of energy conservation in the Indian Cement Industry. Syst Practice 5(6):651-670.

Serageldin, I. 1996. Sustainable and Wealth of Nation First Step in an ongoing Journey. Environmentally Sustainable Development Studies and Monograph Series No. 5 The World Bank, Washington, D.C.

Soekadijo, R.G. 2000, Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai Sistemic Lingkagr. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sukanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Supriatna, J., A. Sanjaya, I. Setiawati & M.R. Syachrizal. 2000. Ekowisata Sebagai Usaha Pemanfaatan yang Berkelanjutan di Kawasan Lindung. Makalah Disampaikan Dalam Workshop Komisi Koordinasi Pemanfaatan Objek Wisata Alam, Balikpapan. 6-8 Maret 2000. Balikpapan: Departemen Kehutanan.

Syandri, H. 1996. Aspek Reproduksi Ikan Bilih (Mystacoleus Padangenis) dan Kemungkinan Pembenihannya di Danau Singkarak. Program Pascasarjana IPB Bogor.

Thoha. 1986. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasi. CV. Rajawali. Jakarta. Tietenberg, T. 1992. Innovation in environmental Policy : Economic and Legal Aspects

of Recent Development in environmental Enforcement and Liability. Edward Elgar. Vermont USA.

Tietenberg, T. 1994. Environmental and Natural Resources Economics. Harper Collins Publishers. New York USA.

Turner, K.D. Pearce and Bateman. 1994. Environmental Economics : An Elementary Introduction. Centre For Social and Economic Research on the Global Environment University of East Anglia and Universty College London.

Vanhove, N. 2005. The Economics of Turism Destination, Elsevvier, Burington.

Wahab. 1991. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.

Wahab, 1992. Manajemen Pariwisata. Paradya Paramita. Jakarta

Wardin, A. 1989. Analisis Pemanfaatan Beragam Sistem Irigasi dan Kemampuan Petani Dalam Rangka Membayar Iyuran Operasi dan Pemeliharaan Irigasi. Thesis Program Pascasarjana IPB Bogor.


(6)

Watt, K. E. F. 1974. Principles of Environmental Science. McGraw-Hillm. New York. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Teori dan Kebijakan