BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Masjid Raya Al-Mashun Medan
Medan adalah sebuah kota terbesar di Sumatera, didirikan pada abad XVII oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang waktu itu istanya di Labuhan Deli sekitar 10 Km di luar
kota. Sejak 1860 pantai Deli mulai menjadi kawasan perkebunan yang produktif, sejak 1887 menjadi ibukota wilayah pantai timur Sumatera. Keberhasilan perkebunan tembakau dari
wilayah belakangnya yaitu Deli, menjadikan Medan pusat perdagangan dan dijadikan kota praja pada 1909 oleh pemerintah kolonial Belanda. Sumalyo, 2006: 486
Masjid Raya Al-Mashun dibangun pada masa Sultan Melayu Deli XI, Sultan Makmun Al-Rasyid pada 21 Agustus 1906 dan selesai 10 September 1909. Peresmian ini bertepatan
dengan hari dilaksanakannya shalat jumat yang dihadiri oleh pembesar-pembesar kerajaan termasuk Sri Paduka Ali Ma’shun, Tuanku Sultan Amis, Abdul Jalal Rakhmadsyah dari
Langkat dan Sultan Sulaiman Alamsyah dari Serdang. Dept. Pend. Dan Kebud., 1999: 39 Pada masa lalu masjid ini merupakan tempat shalat jumat satu-satunya di wilayah
Kesultanan Deli. Hal ini menunjukkan bahwa Masjid Raya Al-Mashun Medan merupakan masjid Kesultanan tetapi tidak terdapat tempat sembahyang khusus untuk Sultan maksurah
seperti umumnya masjid-masjid Kesultanan. Pada awalnya Masjid Raya Al-Mashun di rancang oleh Arsitek Belanda Van Erp yang
juga merancang istana Maimun, namun kemudian proses-nya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung
dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran
Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Pembangunan Masid ini menghabiskan biaya sekitar FI.500.000 500 ribu golden.
Masjid ini didirikan di atas tanah dalam kompleks yang diperuntukkan bagi pembangunan Istana Kota Maksum. Dalam kompleks ini didirikan juga perumahan untuk keluarga sultan
Universitas Sumatera Utara
di sekitar istana kota Maksum, Gedung pengadilan Balai Kerapatan Tinggi dan sebuah taman di depan masjid raya, yang dikenal sebagai “Kolam Raja”.
Mengenai pembagunan Masjid Raya Al-Mashun Medan khususnya, sebagian dananya diperoleh dari sumbangan Tjong A Fie yang berhubungan baik dengan Kesultanan, hampir
sepertiga dana untuk pembangunan masjid ini diperoleh darinya. Masjid di Petisah 100 dibiayainya, bahkan beberapa masjid di Spirok Tapanuli Selatan dan Sumatera Barat. Ia
merupakan tokoh masyarakan Cina perantauan, oleh pemerintah Kolonial Belanda ia diangkat sebagai kapten Cina pada masa itu. Sinar, 1991: 84-85.
Pada tahun 1970 M dilakukan pengecatan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata pada bagian luar dengan menyesuaikan warna aslinya. Tahun 1991 dilaksanakan perbaikan yang
meliputi perbaikan jalan, taman, perkarangan, halaman, dan penggantian bola-bola lampu yang rusak. Perbaikan ini dilakukan oleh Proyek Rehabilitasi, Dinas Bangunan Kotamadia
Daerah Tingkat II Medan. Dept. Pend dan Kebud, 1999: 39
4.2 Deskripsi Bangunan Masjid Raya Al-Mashun Medan