Hubungan goal orientation dengan self-regulated Learning santri mu' allimien (aliyah) pesantren Persis Tarogong Garut
HUBUNGAN GOAL ORIENTATIONDENGAN
SELF-REGULATED LEARNING SANTRI MU' ALLIMIEN
(ALIYAH) PESANTREN PERSIS TAROGONG GARUT
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fak:ultas Psikologi Sebagai Syarat
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
WIDAAD RIFQIANA
NIM: 1050700023•1'(}dOI,
cbu;
: QᄋZ[MNtGゥセ|jャBI
! gl.
'
··01:0"·.::T'L:.;··ttTTcr
:\,1. !:-1r.1\:t: : '"'''"""•"'""'····"'············'"··········
:. ;· ·,.__[イセᄋL⦅MNG@
i : .. .......... '" ........................... .
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PERPUST Alrming, rehearsing and memorizing, dan goal setting and planning), untulc
meningkatkan behavioral functioning (self-evaluating dan self-consequating), dan
untuk mengoptimalkan lingkungan belajar (seeking information, keeping record and
self-monitoring, environmental structuring, seeking social assistance, dan reviewing
3
academic materials. Pengaturan diri ini terjadi sebelum, selama dan setelah
melaksanakan proses belajar.
Banyak faktor yang mempengaruhi self-regulated learning siswa, yaitu personal,
lingkungan, dan perilaku. Selain faktor-faktor tersebut tujuan atau goal seseorang
juga mempengaruhi bagaimana siswa mengatur cara belajarnya. Goal adalah suatu
yang spesifik, cukup sulit, dan mungkin untuk dicapai dalam waktu dekat yang
meningkatkan motivasi dan ketekunan (Pintrich & Schunk, 2002; Stipek, 2002 dalam
Woolfolk, 2004).
Setiap siswa memiliki goalnya masing-masing dalam belajar yang berbeda satu sama
lain. Seringkali kita temui siswa yang belajar atau sekolah karena keinginan orang
tua, ingin terns bersan1a dengan teman sepermainannya, atau ingin supaya bisa
semakin dekat dengan seseorang yang disukainya. Tak jarang juga kita sering
menemui siswa yang selalu ingin menunjukkan kemampuannya, selalu ingin
mendapatkan prestasi yang baik dan tak mau kalah dengan siswa lainnya. Namun,
tidak sedikit juga kita mendapati siswa yang giat dan sunggul1-sunggul1 dalam belajar
karena ia ingin dapat meguasai dan memahami pelajaran yang diterimanya, terlebih
lagi jika pelajaran itu disukainya.
4
Perbedaan goal ini seringkali disebut dengan goal orientation. Goal orientation
sering kali dilihat sebagai salah satu aspek motivasi individual. Dalam Wikipedia
dijelaskan bahwa goal orientation seseorang menunjukkan goal yang dipilihnya dan
metode yang ia gunakan untuk mencapai goal tersebut. Dweck & Leggett (1988); dan
Ames & Archer (1987) (dalam Svinicki, 2004). Goal orientation meliputi alasan
siswa mencapai goal dan standar yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan
dalam mencapai goal tersebut (Woolfolk, 2004).
Pada umumnya goal orientation dibagi menjadi dua, yaitu mastery goal orientation
danpe1formance goal orientation. Masteiy goal orientation adalah bagaimana
individu mengembangkan kemampuan dan belajar, tidak peduli seberapa buruk
penan1pilannya. Sedangkan pe1formance goal orientation adalah bagaimana individu
bisa terlihat mampu atau tampil baik di depan orang lain (Woolfolk, 2004).
Siswa akan berusalrn sebaik mungkin dengan self-regulated learning yang
dimilikinya untuk mencapai goal yang sudah ditetapkannya.
ウ・ャェセイァオ。エ、@
learning
dan go siswajuga dipengaruhi oleh lingkungan mereka Siswa Mu'allimien (Aliyah)
yang ada pada usia remaja masih senang bergaul dan mengikuti apa yang digunakan
atau dilakukan oleh teman sebayanya. Mereka juga masih bergantung dengan
perintal1 atau apa yang diinginkan oleh orang tua dan lingkungan sekitamya.
5
Sehingga pengamh lingkungan masih sangat kuat mempengarnhi self-regulated
learning dan goal orientation siswa.
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama (Islamic boarding school). Para pelajar
pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada (lsrama
yang disediakan oleh pesantren. Namun ada juga Pesantren yang membebaskan
siswanya untuk tinggal di asrama atau di Jura asrama bersama keluarganya. Pesantren
adalah sekolah pendidikan umum yang persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu
pendidikan agama Islam daripada ilmu wnum. Pesantren untuk tingkat SMP dikenal
dengan nan1a Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dikenal dengan
nama Madrasah Aliyah. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja
umumnya disebut pesantren salafi (Wikipedia). Pesantren menyediakan asrama atau
pondok sebagai tempat tinggal untuk para siswa atau santrinya agar pengamalan
agama Islam dalam kehidupan sehari-hari lebih optimal.
Hidup mandiri bersanm teman sebaya ikut mempengaruhi goal orientation dan selfregulated learning siswa, karena mereka dapat saling mempengaruhi dan mendukung
satu sama lain. Jika seorang teman memiliki prestasi yang baik, siswa akan terpacu
untuk juga mendapat prestasi yang baik atau mungkin melebihi temannya tersebut,
ha! ini mempengarnhi goal orientation siswa. Para santri juga terbiasa belajar
7
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian di atas penulis tertarik untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara goal orientation dengan self-regulated learning pada
santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut. Oleh karena itu
penulis memberi judul penelitian ini "Hubungan Goal orientation dengan Self-
regulatetl learning Santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong
Ga rut".
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran goal orientation santri Pesantren PERSIS Taro gong
Garut?
2. Bagaimana gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
3. Apakah ada hubungan antara goal orientation dengan self-regulated learning
santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
4. Apakah ada hubungan antara mastery goal orienlation dengan se(f-regula1ed
learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
8
5. Apakah ada hubungan antara peiformance goal orientation dengan self-
regulated learning pada santri Mu'allirnien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
6. Berapa besar surnbangan goal orientation terhadap self-regulated learning?
7. Apakah ada perbedaan goal orientation santri yang tinggal di asrama dengan
santri yang tinggaI di luar asrama?
8. Apakah ada perbedaan self-regulated learning santri yang tinggal di asrarna
dengan santri yang tinggal di luar asrarna?
1.3 BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
1.3.1
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi menjadi hal-hal berikut ini:
I. goal orientation rnerupakan orientasi goal yang dibuat individu yang
rnenunjukkan alasan dan bagaimana individu mencapai goalnya tersebut.
Dalam penelitian ini goal orientation yang dimaksud adalah peifonnance
goal orientation dan mastery goal orientation.
9
2. Self-regulated learning merupakan kegiatan belajar yang menggunakan
aspek metakognisi, motivasi dan perilaku untuk mencapai goal yang telah
ditetapkan dengan segigih mungkin, melalui caranya sendiri yang
diperoleh dari pengalaman. Self-regulated learning yg diungkap dalam
penelitian ini meliputi 14 strategi yang dikemukakan Zimmerman (!989).
3. Santri Mu'allirr.ien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh santri Mu'allimien (Aliyah)
yang tinggal di asrama dan yang tinggal di luar asrama.
1.3.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas rnaka penulis merurnuskan masalah menjadi:
1. Bagaimana gambaran goal orientation santri Pesantren PERSIS Tarogong
Garut?
2. Bagaimana gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara goal orientation dengan selfregulated learning santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
10
4. Apakah ada hubungan yang signifikau antara mastery goal orientation
dengan self-regulated learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren
PERSIS Tarogong Garut?
5. Apakah ada hubungan yang signifikan antara peiformance goal
orientation dengan self-regulated learning pada santri Mu'allimjen
(Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
6. Berapa besar sumbangan goal orientation terhadap self-regulated
learning?
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
I. Mengetahui gambaran goal orientaion santri Pesantren PERSIS Tarogong
Garut.
2. Mengetahui gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
ll
3. Mengetahui bubungan antara goal orientation dengan self-regulated
learning santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut.
4. Mengetahui bubungan antara mastery goal orientation dengan selfregulated learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
5. Mengetahui bubungan antarapetformance goal orientation dengan selfregulated learning pada santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
6. Mengetahui sumbangan goal orientation terhadap self-regulated learning.
1.4.2
Manfaat Panelitian
a. Manfaat secara teoritis:
Hasil penelitian ini dibarapkan dapat memberi manfaat terbadap ilmu
pengetabuan dan pengembangan pendidikan, terutama dalam goal
orientation dan self-regulated learning. Selain itu diharapkan juga dapat
memperkaya basil-basil penelitian yang sudab dilakukan sebelumnya dan
menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
12
b. Manfaat secara praktis:
Basil penelitian ini 'diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pembaca terutama para santri untuk mcngembangkan goal
orientation dan self-regulated learning. Kepada para guru (asatidz) agar
dapat membantu dan mengarahkan goal orientation dan self-regulated
learning santrinya.
1.5 Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari lima bab yang masing-masing memiliki sub-sub bab
dengan penyusunan sebagai berikut:
Bab I: merupakan bab pendahuluan, meliputi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, goal penelitian
dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2: merupakan kajian pustaka, meliputi: self-regulated learning.
pengertian self-regulated learning, karakteristik siswa dengan self-regulated
learning, faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, komponen self
13
regulated learning, dan proses self-regulated learning; goal orientation:
pengertian goal orientation, klasifikasi goal orientation, faktor yang
mempengaruhi goal orientation, dan dimensi goal orientation; kerangka
berpikir; dan hipotesis penelitian.
Bab 3: merupakan uraian mengenai metodologi penelitian, meliputi jenis
penelitian, pengambilan sample, pengumpulan data, hasil uji instrument, dan
prosedur penelitian.
Bab 4: merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum subjek
penelitian, uji hipotesis, dan uji analisis tambahan.
Bab 5: merupakan bah penutup, meliputi kesimpulan peneltian, diskusi dan
saran-saran.
14
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II ini akan dibahas teori dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yang meliputi: self-regulated learning: pengertian seif-re15'1lated learning,
karakteristik siswa dengan self-regulated learning, faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, kornponen self-regulated learning, dan proses self-regulated
learning; goal orientation: pengertian goal orientation, klasifikasi goal orientation,
faktor yang rnernpengaruhi goal orientation, dan dirnensi goal orientation.
2.1 SELF-REGULATED LEARNING
Pengaturan diri dalam berpikir dan berperilaku rnerupakan aspek penting dalam
proses dan prestasi belajar siswa. Pengaturan diri berhubungan dengan apa yang
seseorang pilih untuk dia lakukan dan bagaimana usahanya untuk rnencoba
menetapkan goal akhir dari apa yang dilakukannya (Bandura dan Cervone, 1983).
15
2.1.1 Pengertian Self-regulated learning
Self-regulated learning memiliki definisi yang beragam dari para ahli sesuai
dengan kepentingan dan konsentrasi mereka. Menurut Zimmerman (1989) self-
regulated learning adalah "kemampuan seorang siswa secara metakognisi,
motivasional, dan perilaku berpartisipasi aktif dalam proses belajar".
Wolters (1998) mengatakan bahwa self-regulated learning adalah kemampuan
seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri didalam
berbagai cara, sehingga mencapai basil belajar yang optimal. Sedangkan menurut
Frank dan Robert (1988, dalam Nugroho, 2003) self-regulated learning adalah
kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, memutuskan kapan dia
sanggup diuji, dan kemampuan untuk memilih strategi pengolahan informasi.
Pengaturan diri ini terjadi sebelum, selama dan setelah melaksanakan proses
belajar.
Zimmerman & Pons (1990) mengatakan, secara metakognisi, siswa yang
mengatur diri adalah yang dapat merencanakan, mengatur, menginstruksikan diri
sendiri, memonitor dan mengevaluasi diri dalam berbagai tahapan selama proses
16
belajar berlangsung. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
mempunyai otonomi atas dirinya untuk memilih, menyusun, dan menciptakan
Iingkungan yang dapat mendukung proses belajarnya secara optimal.
Santrock (2007) mengatakan bahwa self-regulated learning meliputi
pembangkitan diri (self-generation) dan pemantauan diri (self-monitoring)
terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai goal.
Siswa secara pribadi mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tanpa tergantung kepada perintah guru, orangtua
atau yang lainnya. Siswa harus menggunakan strategi khusus untuk mencapai
goal akademis berdasarkan persepsi keyakinan dirinya (self-efficacy).
Self-regulated learning mengacu pada proses siswa menggerakkan dan
meningkatkan secara sistematis kognisi, perilaku, dan afeksinya untuk mencapai
goal (Zimmerman, 1989). Pengaturan diri meliputi beberapa aktivitas seperti
memusatkan perhatian pada pelajaran, mengatur, menandai dan menghafal
informasi yang diperoleh untuk diingat; menciptakan lingkungan belajar yang
produktif dan menggunakan sumber informasi dengan efektif; tetap yakin pada
17
kemampuan seseorang, nilai belajar, fak'tor-faktor yang mempengaruhi belajar
dan perkiraan basil yang dapat dicapai; dan merasakan penghargaan dan
kepuasan dari usaha yang telah dilakukannya.
Dari apa yang sudah diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa self-regulated
learning merupllkan kegiatan belajar yang menggunakan aspek metakognisi,
motivasi dan perilaku dengan segigih mnngkin, melalui keyakinan dan caranya
sendiri mengarahkan dirinya untuk mencapai goal yang telah ditetapkan.
2.1.2 Karakteristik Siswa Yang Mempnnyai Self-Regulated Learning
Menurut Paris dan Winograd ( 1998) karakteristik pelajar yang menggnnakan selfregulated learning adalah mereka yang memiliki tiga hal pokok dalam dirinya
yaitu kesadaran terhadap pikirannya (mengenai cara berpikir yang efektif dan
analisis yang sesuai dengan kebiasaan berpikirnya), menggunakan strategi
(pemahaman siswa terhadap strategi dalam belajar, mengontrol emosi, dan Iainlain), dan motivasi yang tinggi.
Winne (1997) mengemukakan karakteristik self-regulated learners adalah:
18
a. bertujuan memperluas pengetabuan dan meajaga motivasi
b. menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola
emosmya
c. secara periodik memonitor kemajuan mereka dalam mencaapai goal
d. menyesuaikan dan memperbaiki strategi berdasarlrnn kemajuan yang
merekabuat
e. mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan
penyesuaian yang dibutuhkan
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Self-regulated learning
Menurut Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989), self-regulated learning tidak
semata-mata merupakan proses perorangan secara personal, namun merupakan
proses yang dipengaruhi oleh lingkungan dan perilalru secara timbal balik.
Dalam proses belajar, pengaturan strategi belajar tidak hanya karena adanya
keyakinan diri (unsur pribadi) pada siswa babwa dia mampu menyelesaikan tugas
tertentu, tetapi juga karena ada stimulus dari lingkungannya sehingga perilakunya
mengarab pada pelaksanaan strategi tadi.
19
Bandura (1986, dalarn Zimmerman, 1989) menganggap bahwa kuatnya hubungan
timbal balik antara pribadi, lingkungan, dan perilaku dapat terjadi melalui usaha
seseorang untuk mengatur dirinya, kinerja dari perilakunya, dan perubahan dari
konteks lingkungannya.
Tingkat pengaturan diri siswa dalam mencapai goal akademisnya tergantung pada
bagaimana dia menggunakan strategi-strategi yang dipengaruhi faktor pribadi,
lingkungan, dan perilaku. Jika seorang siswa sebagai pribadj mampu
menggunakan pengawasan strategi terhadap ketiga faktor tadi, maka dia
dinyatakan telah mampu mengatur diri dalam belajar. Sebaliknya, jika siswa tidak
mampu menggunakan strategi pengaturan diri dengan baik, maka pengaruh
Iingkungan dan perilaku akan lebih dominan (Zimmerman, I 989).
Faktor pribadi terdiri dari kepercayaan diri, pengetahuan, proses metakognisi,
goal, dan afeksi. Keyakinan diri atau rasa percaya diri adalah pandangan
seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan menerapkan tindakan
untuk memperoleh keterampilan yang diharapkan dalam tu gas tertentu. Persepsi
f''
kepercayaan diri siswa tergantung pada empat faktor lainnya. Tingkat
pengetahuan seorang siswa juga mempengaruhi kemampuannya untuk mengatur
diri dalarn belajar. Tingkat pengetahuan dapat mengatur kondisi dan tindakan
20
siswa dalam menentukan goal akhir,juga dalam menentukan bagaimana, kapan
dan mengapa dia menggunakan strategi tertentu (Bandura dan Cervone, I 983).
Dalam menentukau strategi self-regulated learning, berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya siswa juga melalui proses metakognisi. Menurut Zimmerman
(1989) proses metakognisi berupa analisis tugas dan perencanaan untuk memilih
strategi-strategi pengaturan diri. Perencanaan dilakukan berdasarkan pada tugastugas yang dihadapi melalui proses pengontrolan periiaku sebagai pedoman dalam
melakukan, menekuni, dan memantau respon-respon penggunaan strategi belajar
dalam konteks tertentu. Proses metakognisi siswa tergantung pada goal yang
ingin dicapai. Penetapan goal atau target merupakan ha] yang penting karena akan
mempengaruhi pemilihan strategi.
2.1.4 Komponen Self-regulated /earni11g
Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa self-regulated learning memiliki tiga
komponen penting yaitu strategi pengaturan diri (self-regulated learning
strategy), persepsi keyakinan diri tentang kemampuannya (self efficacy perception
ofpeiformance skill), dan komitmen terhadap goal akademisnya (commitment to
academic goals).
21
a.
Strategi self-regulated learning
Strategi pengaturan diri adalah tindakan dan proses yang diarahkan untuk
memperoleh informasi atau keterampilan yang terkait dengan agency, goal,
dan persepsi siswa tentang cara bagaimana mencari, mengatur, dan menyerap
informasi, menghafal atau menggunakan bantuan ingatan. Bandura (1986)
mengatakan bahwa sangat penting bagi seorang siswa untuk menggunakan
strategi pengaturan diri. Menurutnya penerapan strategi akan meningkatkan
nilai pengetahuan keyakinan diri siswa, yang pada gilirannya diharapkan
dapat menentukan pilihan dan penetapan strategi maupun tindakan berikutnya.
Menurut Zimmerman (1989) strategi self-regulation terdiri dari beberapa
kategori:
1. Seif-evaluation. Siswa berinisiatif untuk mengevaluasi kualitas atau
kemajuan belajar mereka.
2. Organizing and transforming. Siswa berinisiatifbaik secara overt
maupun covert mengatur kembali cara belajarnya untuk meningkatkan
kemampuan belajamya.
22
3. Goal setting and planning. Siswa berinisiatif menentukan goal dan
subgoal juga merencanakan secara berkelanjutan, waktu dan penyelesaian
kegiatan apa saja yang sesuai dengan goal tesebut.
4. Seeking information. Siswa beri;saha untuk m"!ncari informasi dP.ri
berbagai sumber non sosial seperti perpustakaan, internet, dan lainnya
dalam menyelesaikan tugas sekolahnya.
5. Keeping records and monitoring. Usaha siswa untuk merekam setiap
kc;jadian maupun hasil
「・ャ。ェセN@
6. Environmental structuring. Siswa berinisiatifuntuk memilih dan
menata tempat dan lingkungan belajamya untuk mempermudah proses
belajarnya.
7. Self-consequating. Siswa merencanakan atau membayangkan imbalan
atau hukuman yang akan dia peroleh jika menga!an1i keberhasilan atau
kegagalan dalam proses belajamya.
8. Rellearsing and memorizing. Usaha siswa untuk menghafal materi
pelajaran dengan latihan dan pengulangan.
9-11.
Seeking social assistance. Usaha siswa untuk mencari bantuan
baik dari tern an (9), guru (10), maupun orang dewasa lainnya (11 ).
23
12-14.
Reviewing record. Usaha siswa untuk memeriksa kembali
catatan (12), hasil ulangan (13), atau buku pelajaran (14) ketika
mempersiapkan diri menghadapi ulangan atau tes
Penerapan strategi di atas terkait dengan apa yang dinyatakan Bandura (1986,
dalam Zimmennan 1989) bahwa proses pengaturan diri meliputi tiga taliap,
yaitu: pertama selfobservation, di mana individu memandang diri dan
perilakunya kemudian menerapkannya dalam tindakan mereka. Kedua self
judgement, individu membandingkan pandangan hasil observasinya dengan
standard yang dibuatnya sendiri atau berupa aturan dalam masyarakatnya.
Ketiga selfresponse atau selfreaction, jika perilakunya sesuai dengan target
dia memberi reward pada responnya sendiri, dan sebaliknya jika perilakunya
tidak sesuai dia memberi punishment. Ketiga hal ini saling berinteraksi self
observation akan mempengaruhi seffjudgement dan selanjutnya self
judgement menyebabkan terjadinya selfreaction.
b.
Keyakinan diri (self efficacy)
Keyakinan diri atau rasa percaya diri adalah pandangan seseorang terhadap
kemampuannya dalam mengatur dan menerapkan tindakan untuk memperoleh
\
24
keterampilan yang diharapkan dalam tugas tertentu. Para ahli sosial kognitif
beranggapan bahwa keyakinan diri merupakan variabel kunci yang
mempengarubi pengaturan diri. Menurut Bandura (1986) rasa keyakinan diri
menentukan penilaian bagaimana seseorang dapat melakukan tindakan yang
diperlukan dalam mengbadapi kemungkinan situasi. Menurutnya keyakinan
diri juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional seseorang dalam
berbubungan dengan lingkungannya.
Persepsi keyakinan diri berkaitan dengan penggunaan strategi belajar dan
pe!Ilantauan diri (self-monitoring). Menurut Kurtz dan Borkowski (dalam
Zimmerman, l 989) siswa yang memiliki kepereayaan diri tinggi
menunjukkan kualitas strategi belajar yang lebih baik dan lebih mampu
memantau basil belajar mereka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
persepsi tentang keyakinan diri juga berkorelasi positif dengan basil belajar,
pemilihan tugas, kegiatan belajar yang efelctif, peneapaian keterampilan, dan
prestasi akademis. Keyakinan diri juga dapat mempengarubi siswa dalam
memilib dan mengatur lingkungan belajamya (Zimmerman 1989).
25
c.
Goal akademis
Goal akademis adalah goal akhir yang ingin dicapai siswa dalam proses
belajarnya seperti prestasi, peringkat, kepercayaan sosial, atau gelar yang akan
digunakannya dalam memperoleh pekerjaan.
2.1.5 Proses self-regulated leaming
Markus dan Wurf
SELF-REGULATED LEARNING SANTRI MU' ALLIMIEN
(ALIYAH) PESANTREN PERSIS TAROGONG GARUT
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fak:ultas Psikologi Sebagai Syarat
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
WIDAAD RIFQIANA
NIM: 1050700023•1'(}dOI,
cbu;
: QᄋZ[MNtGゥセ|jャBI
! gl.
'
··01:0"·.::T'L:.;··ttTTcr
:\,1. !:-1r.1\:t: : '"'''"""•"'""'····"'············'"··········
:. ;· ·,.__[イセᄋL⦅MNG@
i : .. .......... '" ........................... .
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PERPUST Alrming, rehearsing and memorizing, dan goal setting and planning), untulc
meningkatkan behavioral functioning (self-evaluating dan self-consequating), dan
untuk mengoptimalkan lingkungan belajar (seeking information, keeping record and
self-monitoring, environmental structuring, seeking social assistance, dan reviewing
3
academic materials. Pengaturan diri ini terjadi sebelum, selama dan setelah
melaksanakan proses belajar.
Banyak faktor yang mempengaruhi self-regulated learning siswa, yaitu personal,
lingkungan, dan perilaku. Selain faktor-faktor tersebut tujuan atau goal seseorang
juga mempengaruhi bagaimana siswa mengatur cara belajarnya. Goal adalah suatu
yang spesifik, cukup sulit, dan mungkin untuk dicapai dalam waktu dekat yang
meningkatkan motivasi dan ketekunan (Pintrich & Schunk, 2002; Stipek, 2002 dalam
Woolfolk, 2004).
Setiap siswa memiliki goalnya masing-masing dalam belajar yang berbeda satu sama
lain. Seringkali kita temui siswa yang belajar atau sekolah karena keinginan orang
tua, ingin terns bersan1a dengan teman sepermainannya, atau ingin supaya bisa
semakin dekat dengan seseorang yang disukainya. Tak jarang juga kita sering
menemui siswa yang selalu ingin menunjukkan kemampuannya, selalu ingin
mendapatkan prestasi yang baik dan tak mau kalah dengan siswa lainnya. Namun,
tidak sedikit juga kita mendapati siswa yang giat dan sunggul1-sunggul1 dalam belajar
karena ia ingin dapat meguasai dan memahami pelajaran yang diterimanya, terlebih
lagi jika pelajaran itu disukainya.
4
Perbedaan goal ini seringkali disebut dengan goal orientation. Goal orientation
sering kali dilihat sebagai salah satu aspek motivasi individual. Dalam Wikipedia
dijelaskan bahwa goal orientation seseorang menunjukkan goal yang dipilihnya dan
metode yang ia gunakan untuk mencapai goal tersebut. Dweck & Leggett (1988); dan
Ames & Archer (1987) (dalam Svinicki, 2004). Goal orientation meliputi alasan
siswa mencapai goal dan standar yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan
dalam mencapai goal tersebut (Woolfolk, 2004).
Pada umumnya goal orientation dibagi menjadi dua, yaitu mastery goal orientation
danpe1formance goal orientation. Masteiy goal orientation adalah bagaimana
individu mengembangkan kemampuan dan belajar, tidak peduli seberapa buruk
penan1pilannya. Sedangkan pe1formance goal orientation adalah bagaimana individu
bisa terlihat mampu atau tampil baik di depan orang lain (Woolfolk, 2004).
Siswa akan berusalrn sebaik mungkin dengan self-regulated learning yang
dimilikinya untuk mencapai goal yang sudah ditetapkannya.
ウ・ャェセイァオ。エ、@
learning
dan go siswajuga dipengaruhi oleh lingkungan mereka Siswa Mu'allimien (Aliyah)
yang ada pada usia remaja masih senang bergaul dan mengikuti apa yang digunakan
atau dilakukan oleh teman sebayanya. Mereka juga masih bergantung dengan
perintal1 atau apa yang diinginkan oleh orang tua dan lingkungan sekitamya.
5
Sehingga pengamh lingkungan masih sangat kuat mempengarnhi self-regulated
learning dan goal orientation siswa.
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama (Islamic boarding school). Para pelajar
pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada (lsrama
yang disediakan oleh pesantren. Namun ada juga Pesantren yang membebaskan
siswanya untuk tinggal di asrama atau di Jura asrama bersama keluarganya. Pesantren
adalah sekolah pendidikan umum yang persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu
pendidikan agama Islam daripada ilmu wnum. Pesantren untuk tingkat SMP dikenal
dengan nan1a Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dikenal dengan
nama Madrasah Aliyah. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja
umumnya disebut pesantren salafi (Wikipedia). Pesantren menyediakan asrama atau
pondok sebagai tempat tinggal untuk para siswa atau santrinya agar pengamalan
agama Islam dalam kehidupan sehari-hari lebih optimal.
Hidup mandiri bersanm teman sebaya ikut mempengaruhi goal orientation dan selfregulated learning siswa, karena mereka dapat saling mempengaruhi dan mendukung
satu sama lain. Jika seorang teman memiliki prestasi yang baik, siswa akan terpacu
untuk juga mendapat prestasi yang baik atau mungkin melebihi temannya tersebut,
ha! ini mempengarnhi goal orientation siswa. Para santri juga terbiasa belajar
7
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian di atas penulis tertarik untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara goal orientation dengan self-regulated learning pada
santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut. Oleh karena itu
penulis memberi judul penelitian ini "Hubungan Goal orientation dengan Self-
regulatetl learning Santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong
Ga rut".
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran goal orientation santri Pesantren PERSIS Taro gong
Garut?
2. Bagaimana gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
3. Apakah ada hubungan antara goal orientation dengan self-regulated learning
santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
4. Apakah ada hubungan antara mastery goal orienlation dengan se(f-regula1ed
learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
8
5. Apakah ada hubungan antara peiformance goal orientation dengan self-
regulated learning pada santri Mu'allirnien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
6. Berapa besar surnbangan goal orientation terhadap self-regulated learning?
7. Apakah ada perbedaan goal orientation santri yang tinggal di asrama dengan
santri yang tinggaI di luar asrama?
8. Apakah ada perbedaan self-regulated learning santri yang tinggal di asrarna
dengan santri yang tinggal di luar asrarna?
1.3 BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
1.3.1
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi menjadi hal-hal berikut ini:
I. goal orientation rnerupakan orientasi goal yang dibuat individu yang
rnenunjukkan alasan dan bagaimana individu mencapai goalnya tersebut.
Dalam penelitian ini goal orientation yang dimaksud adalah peifonnance
goal orientation dan mastery goal orientation.
9
2. Self-regulated learning merupakan kegiatan belajar yang menggunakan
aspek metakognisi, motivasi dan perilaku untuk mencapai goal yang telah
ditetapkan dengan segigih mungkin, melalui caranya sendiri yang
diperoleh dari pengalaman. Self-regulated learning yg diungkap dalam
penelitian ini meliputi 14 strategi yang dikemukakan Zimmerman (!989).
3. Santri Mu'allirr.ien (Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh santri Mu'allimien (Aliyah)
yang tinggal di asrama dan yang tinggal di luar asrama.
1.3.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas rnaka penulis merurnuskan masalah menjadi:
1. Bagaimana gambaran goal orientation santri Pesantren PERSIS Tarogong
Garut?
2. Bagaimana gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara goal orientation dengan selfregulated learning santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
10
4. Apakah ada hubungan yang signifikau antara mastery goal orientation
dengan self-regulated learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren
PERSIS Tarogong Garut?
5. Apakah ada hubungan yang signifikan antara peiformance goal
orientation dengan self-regulated learning pada santri Mu'allimjen
(Aliyah) Pesantren PERSIS Tarogong Garut?
6. Berapa besar sumbangan goal orientation terhadap self-regulated
learning?
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
I. Mengetahui gambaran goal orientaion santri Pesantren PERSIS Tarogong
Garut.
2. Mengetahui gambaran self-regulated learning santri Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
ll
3. Mengetahui bubungan antara goal orientation dengan self-regulated
learning santri Pesantren PERSIS Tarogong Garut.
4. Mengetahui bubungan antara mastery goal orientation dengan selfregulated learning santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
5. Mengetahui bubungan antarapetformance goal orientation dengan selfregulated learning pada santri Mu'allimien (Aliyah) Pesantren PERSIS
Tarogong Garut.
6. Mengetahui sumbangan goal orientation terhadap self-regulated learning.
1.4.2
Manfaat Panelitian
a. Manfaat secara teoritis:
Hasil penelitian ini dibarapkan dapat memberi manfaat terbadap ilmu
pengetabuan dan pengembangan pendidikan, terutama dalam goal
orientation dan self-regulated learning. Selain itu diharapkan juga dapat
memperkaya basil-basil penelitian yang sudab dilakukan sebelumnya dan
menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
12
b. Manfaat secara praktis:
Basil penelitian ini 'diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pembaca terutama para santri untuk mcngembangkan goal
orientation dan self-regulated learning. Kepada para guru (asatidz) agar
dapat membantu dan mengarahkan goal orientation dan self-regulated
learning santrinya.
1.5 Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari lima bab yang masing-masing memiliki sub-sub bab
dengan penyusunan sebagai berikut:
Bab I: merupakan bab pendahuluan, meliputi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, goal penelitian
dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2: merupakan kajian pustaka, meliputi: self-regulated learning.
pengertian self-regulated learning, karakteristik siswa dengan self-regulated
learning, faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, komponen self
13
regulated learning, dan proses self-regulated learning; goal orientation:
pengertian goal orientation, klasifikasi goal orientation, faktor yang
mempengaruhi goal orientation, dan dimensi goal orientation; kerangka
berpikir; dan hipotesis penelitian.
Bab 3: merupakan uraian mengenai metodologi penelitian, meliputi jenis
penelitian, pengambilan sample, pengumpulan data, hasil uji instrument, dan
prosedur penelitian.
Bab 4: merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum subjek
penelitian, uji hipotesis, dan uji analisis tambahan.
Bab 5: merupakan bah penutup, meliputi kesimpulan peneltian, diskusi dan
saran-saran.
14
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II ini akan dibahas teori dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yang meliputi: self-regulated learning: pengertian seif-re15'1lated learning,
karakteristik siswa dengan self-regulated learning, faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, kornponen self-regulated learning, dan proses self-regulated
learning; goal orientation: pengertian goal orientation, klasifikasi goal orientation,
faktor yang rnernpengaruhi goal orientation, dan dirnensi goal orientation.
2.1 SELF-REGULATED LEARNING
Pengaturan diri dalam berpikir dan berperilaku rnerupakan aspek penting dalam
proses dan prestasi belajar siswa. Pengaturan diri berhubungan dengan apa yang
seseorang pilih untuk dia lakukan dan bagaimana usahanya untuk rnencoba
menetapkan goal akhir dari apa yang dilakukannya (Bandura dan Cervone, 1983).
15
2.1.1 Pengertian Self-regulated learning
Self-regulated learning memiliki definisi yang beragam dari para ahli sesuai
dengan kepentingan dan konsentrasi mereka. Menurut Zimmerman (1989) self-
regulated learning adalah "kemampuan seorang siswa secara metakognisi,
motivasional, dan perilaku berpartisipasi aktif dalam proses belajar".
Wolters (1998) mengatakan bahwa self-regulated learning adalah kemampuan
seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri didalam
berbagai cara, sehingga mencapai basil belajar yang optimal. Sedangkan menurut
Frank dan Robert (1988, dalam Nugroho, 2003) self-regulated learning adalah
kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, memutuskan kapan dia
sanggup diuji, dan kemampuan untuk memilih strategi pengolahan informasi.
Pengaturan diri ini terjadi sebelum, selama dan setelah melaksanakan proses
belajar.
Zimmerman & Pons (1990) mengatakan, secara metakognisi, siswa yang
mengatur diri adalah yang dapat merencanakan, mengatur, menginstruksikan diri
sendiri, memonitor dan mengevaluasi diri dalam berbagai tahapan selama proses
16
belajar berlangsung. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
mempunyai otonomi atas dirinya untuk memilih, menyusun, dan menciptakan
Iingkungan yang dapat mendukung proses belajarnya secara optimal.
Santrock (2007) mengatakan bahwa self-regulated learning meliputi
pembangkitan diri (self-generation) dan pemantauan diri (self-monitoring)
terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai goal.
Siswa secara pribadi mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tanpa tergantung kepada perintah guru, orangtua
atau yang lainnya. Siswa harus menggunakan strategi khusus untuk mencapai
goal akademis berdasarkan persepsi keyakinan dirinya (self-efficacy).
Self-regulated learning mengacu pada proses siswa menggerakkan dan
meningkatkan secara sistematis kognisi, perilaku, dan afeksinya untuk mencapai
goal (Zimmerman, 1989). Pengaturan diri meliputi beberapa aktivitas seperti
memusatkan perhatian pada pelajaran, mengatur, menandai dan menghafal
informasi yang diperoleh untuk diingat; menciptakan lingkungan belajar yang
produktif dan menggunakan sumber informasi dengan efektif; tetap yakin pada
17
kemampuan seseorang, nilai belajar, fak'tor-faktor yang mempengaruhi belajar
dan perkiraan basil yang dapat dicapai; dan merasakan penghargaan dan
kepuasan dari usaha yang telah dilakukannya.
Dari apa yang sudah diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa self-regulated
learning merupllkan kegiatan belajar yang menggunakan aspek metakognisi,
motivasi dan perilaku dengan segigih mnngkin, melalui keyakinan dan caranya
sendiri mengarahkan dirinya untuk mencapai goal yang telah ditetapkan.
2.1.2 Karakteristik Siswa Yang Mempnnyai Self-Regulated Learning
Menurut Paris dan Winograd ( 1998) karakteristik pelajar yang menggnnakan selfregulated learning adalah mereka yang memiliki tiga hal pokok dalam dirinya
yaitu kesadaran terhadap pikirannya (mengenai cara berpikir yang efektif dan
analisis yang sesuai dengan kebiasaan berpikirnya), menggunakan strategi
(pemahaman siswa terhadap strategi dalam belajar, mengontrol emosi, dan Iainlain), dan motivasi yang tinggi.
Winne (1997) mengemukakan karakteristik self-regulated learners adalah:
18
a. bertujuan memperluas pengetabuan dan meajaga motivasi
b. menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola
emosmya
c. secara periodik memonitor kemajuan mereka dalam mencaapai goal
d. menyesuaikan dan memperbaiki strategi berdasarlrnn kemajuan yang
merekabuat
e. mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan
penyesuaian yang dibutuhkan
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Self-regulated learning
Menurut Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989), self-regulated learning tidak
semata-mata merupakan proses perorangan secara personal, namun merupakan
proses yang dipengaruhi oleh lingkungan dan perilalru secara timbal balik.
Dalam proses belajar, pengaturan strategi belajar tidak hanya karena adanya
keyakinan diri (unsur pribadi) pada siswa babwa dia mampu menyelesaikan tugas
tertentu, tetapi juga karena ada stimulus dari lingkungannya sehingga perilakunya
mengarab pada pelaksanaan strategi tadi.
19
Bandura (1986, dalarn Zimmerman, 1989) menganggap bahwa kuatnya hubungan
timbal balik antara pribadi, lingkungan, dan perilaku dapat terjadi melalui usaha
seseorang untuk mengatur dirinya, kinerja dari perilakunya, dan perubahan dari
konteks lingkungannya.
Tingkat pengaturan diri siswa dalam mencapai goal akademisnya tergantung pada
bagaimana dia menggunakan strategi-strategi yang dipengaruhi faktor pribadi,
lingkungan, dan perilaku. Jika seorang siswa sebagai pribadj mampu
menggunakan pengawasan strategi terhadap ketiga faktor tadi, maka dia
dinyatakan telah mampu mengatur diri dalam belajar. Sebaliknya, jika siswa tidak
mampu menggunakan strategi pengaturan diri dengan baik, maka pengaruh
Iingkungan dan perilaku akan lebih dominan (Zimmerman, I 989).
Faktor pribadi terdiri dari kepercayaan diri, pengetahuan, proses metakognisi,
goal, dan afeksi. Keyakinan diri atau rasa percaya diri adalah pandangan
seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan menerapkan tindakan
untuk memperoleh keterampilan yang diharapkan dalam tu gas tertentu. Persepsi
f''
kepercayaan diri siswa tergantung pada empat faktor lainnya. Tingkat
pengetahuan seorang siswa juga mempengaruhi kemampuannya untuk mengatur
diri dalarn belajar. Tingkat pengetahuan dapat mengatur kondisi dan tindakan
20
siswa dalam menentukan goal akhir,juga dalam menentukan bagaimana, kapan
dan mengapa dia menggunakan strategi tertentu (Bandura dan Cervone, I 983).
Dalam menentukau strategi self-regulated learning, berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya siswa juga melalui proses metakognisi. Menurut Zimmerman
(1989) proses metakognisi berupa analisis tugas dan perencanaan untuk memilih
strategi-strategi pengaturan diri. Perencanaan dilakukan berdasarkan pada tugastugas yang dihadapi melalui proses pengontrolan periiaku sebagai pedoman dalam
melakukan, menekuni, dan memantau respon-respon penggunaan strategi belajar
dalam konteks tertentu. Proses metakognisi siswa tergantung pada goal yang
ingin dicapai. Penetapan goal atau target merupakan ha] yang penting karena akan
mempengaruhi pemilihan strategi.
2.1.4 Komponen Self-regulated /earni11g
Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa self-regulated learning memiliki tiga
komponen penting yaitu strategi pengaturan diri (self-regulated learning
strategy), persepsi keyakinan diri tentang kemampuannya (self efficacy perception
ofpeiformance skill), dan komitmen terhadap goal akademisnya (commitment to
academic goals).
21
a.
Strategi self-regulated learning
Strategi pengaturan diri adalah tindakan dan proses yang diarahkan untuk
memperoleh informasi atau keterampilan yang terkait dengan agency, goal,
dan persepsi siswa tentang cara bagaimana mencari, mengatur, dan menyerap
informasi, menghafal atau menggunakan bantuan ingatan. Bandura (1986)
mengatakan bahwa sangat penting bagi seorang siswa untuk menggunakan
strategi pengaturan diri. Menurutnya penerapan strategi akan meningkatkan
nilai pengetahuan keyakinan diri siswa, yang pada gilirannya diharapkan
dapat menentukan pilihan dan penetapan strategi maupun tindakan berikutnya.
Menurut Zimmerman (1989) strategi self-regulation terdiri dari beberapa
kategori:
1. Seif-evaluation. Siswa berinisiatif untuk mengevaluasi kualitas atau
kemajuan belajar mereka.
2. Organizing and transforming. Siswa berinisiatifbaik secara overt
maupun covert mengatur kembali cara belajarnya untuk meningkatkan
kemampuan belajamya.
22
3. Goal setting and planning. Siswa berinisiatif menentukan goal dan
subgoal juga merencanakan secara berkelanjutan, waktu dan penyelesaian
kegiatan apa saja yang sesuai dengan goal tesebut.
4. Seeking information. Siswa beri;saha untuk m"!ncari informasi dP.ri
berbagai sumber non sosial seperti perpustakaan, internet, dan lainnya
dalam menyelesaikan tugas sekolahnya.
5. Keeping records and monitoring. Usaha siswa untuk merekam setiap
kc;jadian maupun hasil
「・ャ。ェセN@
6. Environmental structuring. Siswa berinisiatifuntuk memilih dan
menata tempat dan lingkungan belajamya untuk mempermudah proses
belajarnya.
7. Self-consequating. Siswa merencanakan atau membayangkan imbalan
atau hukuman yang akan dia peroleh jika menga!an1i keberhasilan atau
kegagalan dalam proses belajamya.
8. Rellearsing and memorizing. Usaha siswa untuk menghafal materi
pelajaran dengan latihan dan pengulangan.
9-11.
Seeking social assistance. Usaha siswa untuk mencari bantuan
baik dari tern an (9), guru (10), maupun orang dewasa lainnya (11 ).
23
12-14.
Reviewing record. Usaha siswa untuk memeriksa kembali
catatan (12), hasil ulangan (13), atau buku pelajaran (14) ketika
mempersiapkan diri menghadapi ulangan atau tes
Penerapan strategi di atas terkait dengan apa yang dinyatakan Bandura (1986,
dalam Zimmennan 1989) bahwa proses pengaturan diri meliputi tiga taliap,
yaitu: pertama selfobservation, di mana individu memandang diri dan
perilakunya kemudian menerapkannya dalam tindakan mereka. Kedua self
judgement, individu membandingkan pandangan hasil observasinya dengan
standard yang dibuatnya sendiri atau berupa aturan dalam masyarakatnya.
Ketiga selfresponse atau selfreaction, jika perilakunya sesuai dengan target
dia memberi reward pada responnya sendiri, dan sebaliknya jika perilakunya
tidak sesuai dia memberi punishment. Ketiga hal ini saling berinteraksi self
observation akan mempengaruhi seffjudgement dan selanjutnya self
judgement menyebabkan terjadinya selfreaction.
b.
Keyakinan diri (self efficacy)
Keyakinan diri atau rasa percaya diri adalah pandangan seseorang terhadap
kemampuannya dalam mengatur dan menerapkan tindakan untuk memperoleh
\
24
keterampilan yang diharapkan dalam tugas tertentu. Para ahli sosial kognitif
beranggapan bahwa keyakinan diri merupakan variabel kunci yang
mempengarubi pengaturan diri. Menurut Bandura (1986) rasa keyakinan diri
menentukan penilaian bagaimana seseorang dapat melakukan tindakan yang
diperlukan dalam mengbadapi kemungkinan situasi. Menurutnya keyakinan
diri juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional seseorang dalam
berbubungan dengan lingkungannya.
Persepsi keyakinan diri berkaitan dengan penggunaan strategi belajar dan
pe!Ilantauan diri (self-monitoring). Menurut Kurtz dan Borkowski (dalam
Zimmerman, l 989) siswa yang memiliki kepereayaan diri tinggi
menunjukkan kualitas strategi belajar yang lebih baik dan lebih mampu
memantau basil belajar mereka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
persepsi tentang keyakinan diri juga berkorelasi positif dengan basil belajar,
pemilihan tugas, kegiatan belajar yang efelctif, peneapaian keterampilan, dan
prestasi akademis. Keyakinan diri juga dapat mempengarubi siswa dalam
memilib dan mengatur lingkungan belajamya (Zimmerman 1989).
25
c.
Goal akademis
Goal akademis adalah goal akhir yang ingin dicapai siswa dalam proses
belajarnya seperti prestasi, peringkat, kepercayaan sosial, atau gelar yang akan
digunakannya dalam memperoleh pekerjaan.
2.1.5 Proses self-regulated leaming
Markus dan Wurf