HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN FISIKA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SIDOARJO.

(1)

M HUBUNG DENGA Diajuka Memenuhi S UNIV GAN ANTA AN SELF-RE

an Kepada U Salah Satu P

P FAKUL VERSITAS ARA SELF-E EGULATE ALIYAH N S Universitas Is Persyaratan d Psi Cah B PROGRAM LTAS PSIK ISLAM NE EFFICACY D LEARNI NEGERI SID SKRIPSI slam Negeri dalam Menye ikologi (S.Ps hya Fajariy B37211071

M STUDI PS KOLOGI DA

EGERI SUN

Y PADA PEL ING SISWA DOARJO Sunan Amp elesaikan Pr si) ah SIKOLOGI AN KESEHA NAN AMPE LAJARAN A DI MADR

pel Surabaya rogram Strata ATAN EL SURABA FISIKA RASAH a untuk a Satu (S1)


(2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN FISIKA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA DI MADRASAH

ALIYAH NEGERI SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Cahya Fajariyah B37211071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Rahman-Rahim, yang Maha Fattah-‘Alim yang telah memberika karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal ini setelah melalui berbagai rintangan. Shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai juru kunci menuju ridha-Nya.

Terselesaikannya laporan skripsi ini merupakan hasil kerja keras penulis dan berkat bantuan dari beberapa pihak yang telah memberikan bimbingan, kritik maupun saran. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Abdul A’la, M. A. Rektor UIN SA Surabaya

2. Prof. Dr. H. Moh Sholeh, M. Pd, PNI Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan

3. Suryani, S. Ag, S. Psi, M, Si Ketua Program Studi Psikologi

4. Drs. H.Hamim Rosyidi, M.si Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa membimbing dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

5. Bapak Khoif Wakil Kepala Sekolah, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.

6. Adek-adek kelas XI-IPA Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, yang bersedia menjadi subjek penelitian penulis.

7. Nadhila Firda Sasmita yang telah bersedia membantu penulis menyebarkan Angket. Terimakasi

8. Teman-teman bimbingan zulfa, keke, ana, arif yang saling memotivasi dan bersama-sama kejar target.

9. Terimakasi juga untuk mbak eva, mbak warih, mbak rastra, mbak isma, yang telah meluangkan waktunya untuk mengajari dan mengarahkan jika penulis salah dalam mengerjakan.

10. Semua Dosen-dosen Prodi S1 Psikologi yang selama ini membimbingku, mendidik dan mengarahkan. Terimakasih

11. Teman-teman Semester 8 angkatan 2011 Psikologi khususnya kelas G3 dan Pendidikan. Terimakasih atas kerjasama dan kebersamaan kita untuk saling memotivasi dan mendukung untuk sukses bersama..

Tiada imbalan yang dapat penulis berikan, kecuali hanya do’a semoga Allah SWT memberikan imbalan yang lebih baik kepada pihak yang bersangkutan yang telah memberikan banyak jasanya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak lain karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar laporan ini menjadi lebih sempurna. Demikian semoga dapat memberikan manfaat.

Surabaya, 06 Agustus 2015


(6)

ABSTRAK

Cahya Fajariyah., Nim. B37211071. Relationship of self-efficacy on physics lesson with self-regulated learning students at madrasah aliyah sidoarjo. Theses course psychology faculty of psychology and health state Islamic University Sunan Ampel Surabaya.

This research aims to find out wether there is a relationship between self-efficacy on physics lesson with self-regulated learning students at madrasah aliyah sidoarjo. The hypothesis put forward was a positive relationship between there is self-efficacy on physics lesson with self-regulated learning. The subject of the research is student madrasah aliyah sidoarjo state class XI-IPA. This research was conducted with sampel amounted to 126 learners with a research instrument in the form of efficacy scale and scale of self-regulated learning using question from. The study result showed a significant positive relationship between efficacy on physics lesson with self-regulated learning, with a coeficient of correlation of spearman correlation test on 0,361 with the significance of 0,000. Conclusion there in a relationship of self-efficacy on physics lesson with self-regulated learning students at madrasah aliyah sidoarjo


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Self regulated learning ... 16

1. Pengertian self regulated learning ... 16

2. Aspek-aspek self regulated learning ... 18

a. Metakognisi ... 18

b. Motivasi Instrinsic ... 19

c. Perilaku Belajar... 20

3. Karakteristik siswa yang melaksanakan self regulated learning 22 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi self regulated learning ... 23

5. Strategi dalam self regulated learning ... 24

B. Self Efficacy... 27

1. Pengertian self efficacy ... 27

2. Dimensi self efficacy ... 30

a. Manitude (tingkat kesulitan tugas) ... 30

b. Generality (generalitas) ... 30

c. Strength (kekuatan keyakinan) ... 30

3. Faktor yang mempengaruhi Self efficacy ... 31

C. Hubungan antara Self Efficacy pada pelajaran Fisika dengan Self regulated learning ... 35

D. Kerangka Teoritik ... 37

E. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40


(8)

2. Definisi Operasional ... 40

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel ... 42

3. Teknik Sampling ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 44

D. Validitas dan Realibilitas ... 48

E. Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN ... 56

A. Deskripsi Subjek ... 56

1. Gambaran Umum Sekolah ... 56

2. Profil Sekolah ... 56

3. Visi dan Misi Sekolah ... 57

4. Deskripsi Subjek ... 58

B. Deskripsi dan Realibilitas Data ... 61

1. Deskripsi Data ... 61

2. Realibilitas Data ... 62

C. Hasil Penelitian ... 63

1. Pengajuan Hipotesis ... 63

D. Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 73


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian :

Pendidikan adalah satu diantara beberapa kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya diera globalisasi pada masa kini sumber daya manusia yang berkualitas dalam hal intelektualitas yang berkarakter sangat di perlukan bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sedangkan tanggung jawab dalam masalah sumberdaya manusia yang berkualitas dalam intelektualitas yang berkarakter satu diantaranya dibebankan pada dunia pendidikan. Maka dari itu sumber daya manusia berkualitas dalam intelektulitas yang berkarakter merupakan produk pendidikan diharapkan dapat berfikir kritis dan mempunyai wawasan yang sangat luas. Oleh sebab itu pada masa ini peserta didik diharapkan menjadi sosok individu yang berintelektual tinggi dan berkarakter, dengan harapan agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas secara intelektual maupun spiritual.

Untuk menjawab tantangan dalam penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas secara lahir dan bathin ini, maka sangat diperlukan sekali layanan pendidikan yang baik, dalam hal ini peran pemerintah dan negara sangat diperlukan sekali. Dalam masalah pendidikan pemerintah telah membuat kebijakan mengenai jenjang pendidikan dasar dan menengah dibawah naungan kementrian agama yang


(10)

2

learning adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Sedangkan menurut Frank dan Robert (1988) self regulation merupakan kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, untuk memutuskan kapan ia siap di uji, untuk memilih strategi pemrosesan informasi yang adekuat dan sejenisnya. Self regulated learning mencakup tiga tahap kegiatan yakni sebelum, selama dan sesudah melaksanakan tugas belajar.

Refista (2013) menyatakan bahwa dengan self-regulated learning, siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat belajar secara mandiri. Belajar secara mandiri berarti melakukan kegiatan belajar sendiri, belajar tidak hanya menunggu perintah dari guru maupun orang tua.

Menurut Winne (Adicondro& Purnamasari, 2011) self regulation adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahamn dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan, atau tujuan sosiaemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya). Pelajar regulasi diri memiliki karakteristik bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya,


(11)

3

secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdarakan kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Self regulation adalah proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan di dorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks lingkungan. Peserta didik yang mempunyai self regulation tinggi adalah peserta didik yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar.

Dari berbagai macam definisi self regulated learnig yang telah disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan self regulated learning adalah kemampuan seesorang untuk dilakukan secara mandiri dalam menampilkan serangkaian tindakan yang ditujukan untuk mencapai target belajarnya.

2. Aspek – aspek Self regulated learning

Menurut Zimmerman (dalam Nur Ghufron, 2011) memapaparkan bahwa self regulation mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu: a). Metakognisi, b). Motivasi, dan c). Perilaku/afeksi.

a. Metakognisi


(12)

4

tentang berfikir. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa metakognitif merupaan suatu hal yang penting. Hal ini pengetahuan seseorang tentang kognisinya dapat membimbing dirinya mengatur dan menata peristiwa yang akan dialami dan memilih strategi yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognitifnya. Zimmerman dan pons (Ghufron, 2011) menambahkan bahwa poin metakognitif bagi individu yang melakukan pengelolaan diri adalah individu yang merencanakan, mengorganisasi, mengukur diri, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.

b. Motivasi Instrintic

Motivasi Intrinsik ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemaauan sendiri. Motivasi instrintik dapat diciptakan dengan cara perasaan ingin tahu, keinginan untuk mencoba, dan keinginan untuk maju dalam belajar (Rusyan, 1992).

Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak didalam perbuatan belajar (Rusyan,1992). Motivasi instrinsik menurut Muhibbin (2005)adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Motivasi instrinsik lebih murni dan langgeng karena tidak bergantung pada dorongan dan pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk masa depan, umpamanya memberi pengaruh


(13)

5

lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua atau guru.

Berdasarkan uraian diatas motivasi instrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri dan diciptakan dengan menggairahkan perasaan ingin tahu, keinginan untuk mencoba, dan hasrat untuk maju dalam beljar.

c. Perilaku belajar

Perilaku menurut Zimmerman dan Schunk (1997) merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar. Pada perilaku ini Zimmerman dan pons (Ghufron, 2011) mengataka bahwa individu memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan sosial dan fisik seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan.

Perilaku belajar adalah suatu proses belajar yang bersifat positif dan aktif dimana positif adalah baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perilaku belajar tersebut senantiasa mendapatkan penambahan ilmu yang sebelumnya belum pernah diperboleh. Bersifat aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti proses kematangan tetapi karena usaha siswa itu sendiri (Muhibbin, 2005).


(14)

6

Ketika mengalami kesulitan dalam proses belajar siswa dapat memanfaatkna lingkunganya, salah satunya dengan bertanya kepada guru atau orang yang lebih memahami mengenai kesulitan yang dialaminya. Allah memerintahkan kita untuk berkonsultasi kepada para pakar sebagai salah satu media untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebaigaman firman Allah SWT dalam surat Al Anbiya’ ayat 7 sebagai berikut :

ﺎ ْ ْر أ ﺎ و ﺮْ ﺬ ا ھ ا ْﻮ ﻌْ ﻓ ْ ﮭْﯿ ا ~ْﻲﺣ ْﻮ ﻻﺎﺟرﻻ إ ْﺒﻗ

ن ْﻮ ْﻌ ﻻ ْ ْ ْنا )( ۷

Artinya: “Kami tidak mengutus sebelummu kecuali beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu, tanyakanlah kepada orang-orang yang tahu kalau kamu tidak mengetahuinya”. (Zaini dan Azharuddin, 2000)

Berdasarkan uraian diatas perilaku belajar aktif adalah upaya individu untuk mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar serta siswa dapat mengerti dan memahami apa yang mereka pelajari selama proses belajar berlangsung dan sesudah proses belajar itu selesai.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan diatas, maka aspek-aspek dalam self regulated learning terdiri dari kemampuan metakognisi, motivasi instrinsik dan perilaku belajar aktif yang akan mendukung aktivitas belajar.


(15)

7

3. Karakteristik Siswa yang Melaksanakan Self regulated Learning Siswa yang telah terbiasa melaksanakan pengelolaan diri dalam belajar memiliki beberapa karakteristik. Paris dan Winegrad menjabarkan bahwa karakteristik yang paling pokok dari siswa yang melaksanakan pengelolaan diri dalam belajar ada tiga antara lain (Gghufron, 2004):

a. Kesadaran terhadap pikiran (awernes of thingking)

Kesadaran ini berkaitan dengan kesadaran mengenai cara berfikir yang efektif dan analisis yang sesuai dengan kebiasaan berfikirnya.

b. Menggunakan Strategi (using strategis)

Karakteristik yang ke dua ini berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap strategi dalam belajar, mengontrol emosi, mencapai tujuan, dan lain-lain. Strategi yang dapat digunakan dalam pengelolaan diri dalam belajar diantaranya, pengulang-ulangan, pengelaborasian, pengorganisasian dan peniruan.

c. Motivasi yang tinggi (sustained motivation)

Motivasi menjadi karakteristik yang ketiga karna dalam pengelolaan diri dalam belajar adalah searah. Adanya tugas yang sulit dan kondisi eksternal atau lingkungan yang tidak kondusif untuk belajar tetap akan membuat siswa mau belajar apabila mereka mempunyai motivasi yang kuat . Demikian pula dengan ketidakberdayaan yang dipelajari (learning helplessness) juga tidak akan terjadi apabila siswa memiliki motivasi yang kuat.


(16)

8

4. Faktor yang mempengaruhi Self Regulated Learning

Zimmerman (1989) berpendapat bahwa menurut teori social kognitif terdapat 3 hal yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan self regulated learning :

a. Individu, yang termasuk dalam faktor individu antara lain,

1. Pengetahuan individu semakin banyak dan beragam sehingga membantu individu melakukan self regulated learning.

2. Tingkat kemampuan metakognisi individu semakin tinggi sehingga dapat membantu individu melakukan self regulated learning.

3. Tujuan yang ingin dicapai, artinya semakin tinggi dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan untuk melakukan self regulated learning.

4. Keyakinan efikasi diri, dimanapun pembelajar yang memiliki taraf self efficacy yang tinggi cenderung akan bekerja lebih keras dan tekun pada tugas akademik ditengah kesulitan, dan lebih baik dalam memantau dirinya dan menggunakan strategi belajar.

b. Perilaku, fungsi perilaku adalah membantu individu menggunakan segala kemampuan yang dimiliki lebih besar dan optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur proses belajar, akan meningkatkan self regulated learning pada diri individu. Ada 3 tahap perilaku berkaitan dengan self regulated learning yaitu self


(17)

9

observation, self judgement, self reaction. Apabila dikaitkan dengan self regulated learning dapat dibedakan menjadi 3 :

1. Behaviour self reaction yaitu siswa berusaha seoptimal mungkin dalam belajar

2. Personal self reaction ialah siswa berusaha meningkatkan proses yang ada dalam dirinya pada saat belajar

3. Environmental self reaction yakni siswa berusaha merubah dan menyesuaikan langkah belajar sesuai dengan kebuuhan.

c. Lingkungan, dapat mendukung atau menghambat siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Adapun pengaruh lingkungan bersumber dari luar diri pembelajar, dan ini bermacam-macam wujudnya. Pengaruh lingkungan ini berupa social and enactive experience, dukungan sosial seperti dari guru teman, maupun berbagai bentuk informasi literature dan simbolik lainnya, serta struktur konteks belajar, seperti karakteristik tugas dan situasi akademik.

5. Strategi dalam Self Regulated Learning

Penggunaan strategi dalam belajar merupakan hal yang terpenting dalam rangka mencapai tujuan belajar. Zimmerman dan Martinez-Pons (Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengembangkan sebuah struktur wawancara yang dilakukan pada peserta didik, dari wawancara tersebut


(18)

10

dihasilkan 14 strategi belajar yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learning, sebagai berikut:

a. Evaluasi diri (self-evaluation) adalah pernyataan yang

mengindikasikan siswa birinisiatif mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dilakukan.

b. Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming)

adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif menyusun kembali materi instuksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas maupun tersembunyi.

c. Penetapan tujuan dan perencanaan (goal-setting and planning)

adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa menetapkan tujuan pendidikan atau subtujuan dan merencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan.

d. Pencarian informasi (seeking information) adalah pernyataan yang

mengindikasikan siswa berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan tugas.

e. Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and

monitoring) adalah pernyataan yang mengindikasiakan siswa berinisiatif mencatat kejadian atau hasil-hasil selama proses belajar.


(19)

11

f. Penyusunan linkungan (environmental structuring) adalah

pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif memilih atau menyusun kondisi lingkungan fisik untuk mempermudah belajar. g. Pemberian konsekuensi diri (self-consequating) adalah pernyataan

yang mengindikasikan siswa memiliki susunan dan daya khayal (imagination) untuk memperoleh reward atau punishment apabila mengalami keberhasilan atau kegagalan.

h. Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan secara overt maupun covert.

i. Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers) adalah pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya.

j. Pencarian bantuan sosial-guru (seeking social assistance-teachers)

adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba

mendapatkan bantuan dari guru.

k. Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan bantuan dari orang dewasa.

l. Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali catatan.


(20)

12

m. Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mempunyai inisiatif membaca kembali soal-soal ujian.

n. Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing records-textbooks) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya.

B. Self- Efficacy

1. Pengertian Self-Efficacy

Menurut Jane ( 2008) Secara umum Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Bandura (dalam Schunk 1991) mendefinisikan Self-efficacy sebagai pertimbangan seseorang terhadap kemampuan mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan mengerjakan tugas dan bukan hanya semata-mata mengetahui apa yang dikerjakan. Bandura menjelaskan individu yang memiliki self efficacy yang rendah akan menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul. Mereka menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan ini, orang yang memiliki self efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka bekerja dalam situasi yang sulit.


(21)

13

tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu. Efikasi adalah penilaian diri seseorang dapat melakukan tindakan yang baik, buruk tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri (Bandura, dalam Alwisol, 2009).

Menurut Betz, N,E & Hackett, G (1998) Self-efficacy mengacu pada keyakinan akan kemampuan dari individu untuk berhasil melaksanakan tugas-tugas atau perilaku yang diharapkan. Teori self-efficacy dianggap salah satu pendekatan dari penerapan teori belajar sosial atau teori kognitif sosial.

Senada dengan Betz, menurut elliot,N.S, Krachtowill, T.R,& Travers, J.F (2000) self-efficacy adalah keyakinan dari diri individu pada kemampuan untuk mengontrol kehidupannya atau perasaan untuk merasa mampu. Menurut Bandura (1997) self efficacy keyakinan atau rasa percaya diri seseorang tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasinya, kemampuan kognitifnya, serta tindakan yang diperlukan untuk melakukan dengan sukses dengan tugas tertentu dalam konteks tertentu.

Baron dan Greenberg (2003) menjelaskan pengertian self efficacy sebagai suatu keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang spesifik. Kanfer (1986)


(22)

14

mengatakan bahwa self efficacy adalah penilaian kognitif yang kompleks tentang kemampuan individu dimasa mendatang untuk mengorganisisaikan dan memilih tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Michael (1993) Self efficacy menunjukkan pada keyakinan individu bahwa dirinya dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini sejalan dengan pendapat Bandura yang menyatakan Self efficacy adalah pendapat atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku dan hal ini berhubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan menempatkan sebagian elemen kognitif dalam pembelajaran sosial.

Alwisol (2006) Self Efficacy adalah penilaian diri apakah seseorang dapat melakukan tingkatan yang baik, buruk tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Self efficacy merupakan keyakinan seesorang akan kemampuanya melakukan suatu perilaku, bahkan dihadapkan dengan situasi penghalang atau menghambat (stressful situasion) untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah suatu keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatasi berbagai situasi dan dapat melakukan tindakan yang dikehendaki situasi tertentu dengan berhasil.


(23)

15

2. Dimensi self-efficacy

Bandura (1986) mengunkapkan bahwa perbedaan self efficacy pada setiap individu terletak pada toga komponen, yaitu, magnitude, strength dan generality. Masing-masing implikasi penting di dalam performansi yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut a. Pertama, Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang

berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.

b. Kedua, Generality ( generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. c. Ketiga Strength (kekuatan keyakinan), yaitu yang berkaitan

dengan kuatnya pada keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang


(24)

16

menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.

Pengukuhan “self efficacy” dilakukan terhadap salah satu dimensi diatas atau kombinasi antara dimensi “Magnitude” dan “Stregth”. Dimensi self efficacy yang diukur adalah dimensi kekuatan (streght), antara lain:

a. Presistensi yaitu keteguhan dalam mengerakkan usaha-usaha untuk menghadapi situasi-situasi yang spesifik.

b. Orientasi Kendali Internal yaitu perasaan mampu mengendalikan dan mengatasi situasi-situasi yang spesifik.

c. Adaptability yaitu perasaan mampu menyesuaikan diri pada situasi-situasi yang menekan.

d. Orientasi pada tujuan yaitu perasaan yang mengarah pada aktivitas pencapaian.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Efficacy

Perubahan perilaku didasari oleh adanya perubahan self efficacy. Oleh karena itu, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan maupun diturunkan, tergantung pada sumbernya. Apabila sumber self efficacy berubah maka perubahan perilaku akan terjadi. Berikut ini adalah sumber-sumber self efficacy (Alwisol, 2006) antara lain :


(25)

17

Keberhasilan dan prestasi yang pernah dicapai dimasa lalu dapat meningkatkan self efficacy seseorang, sebaliknya kegagalan menghadapi sesuatu mengakibatkan keraguan pada diri sendiri (self doubt). Sumber ini merupakan sumber self efficacy yang paling kuat pengaruhnya untuk menubah perilaku. Pencapaian keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :

1. Keberhasilan mengatasi tugas yang sulit bahkan sangat sulit, akan meningkat self efficacy individu.

2. Bekerja sendiri, lebih meningkatkan self efficacy dibandingkan bekerja kelompok atau dibantu orang lain. 3. Kegagalan menurunkan self efficacy, meskipun seorang

individu merasa sudah bekerja sebaik mungkin.

4. Kegagalan yang terjadi ketika kondisi emosi sedang tertekan dapat lebih banyak pengaruhnya menurunkan self efficacy, dibandingkan bila kegagalan terjadi ketika individu sedang dalam kondisi optimal.

5. Kegagalan sesudah individu memiliki self efficacy yang kuat, dampaknya tidak akan seburuk ketika kegagalan tersebut terjadi pada individu yang self efficacy-nya belum kuat.


(26)

18

6. Individu yang biasanya berhasil, sekali mengalami kegagalan, belum tentu akan mempengaruhi self efficacy -nya.

b. Pengalaman Vikarius (vicarious Experience)

Self efficacy dapat terbentuk melalui pengamatan individu terhadap kesuksesan yang dialami orang lain sebagai model sosial yang mewakili dirinya. Pengalaman tidak langsung meningkatkan kepecayaan individu bahwa mereka juga memiliki kemampuan yang sama seperti model yang diamati saat dihadapkan pada persoalan yang setara. Intensitas self efficacy dalam diri individu ditentukan oleh tingkat kesamaan dan kesesuaian kompetensi yang ada dalam model terhadap diri sendiri. Semakin setara kompetensi yang dimaksud maka individu akan semakin mudah merefleksikan pengalaman model sosial sebagai takaran kemampuan yang ia miliki. Dalam proses atensi individu melakukan pengamatan terhadap model sosial yang dianggap mempresentasikan dirinya. Kegagalan dan kesuksesan yang dialami model sosial yang dianggap mempresentasikan dirinya. Kegagalan dan kesuksesan yang dialami model sosila kemudian diterima individu sebagai dasar pembentukan self efficacy.


(27)

19

Akan lebih mudah untuk meyakinkan dengan kemampaun diri sendiri, ketika seseorang didukung, dihibur oleh orang-orang terdekat yang ada disekitarnya. Akibatnya tidak ada atau kurangnya dukungan dari lingkungan sosial juga dapat melemahkan self efficacy. Bentuk persuasi sosial bisa bersifat verbal maupun non verbal, yaitu berupa pujian, dorongan dan sejenisnya. Efek dari sumber ini sifatnya terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi dari orang sekitar akan memperkuat self efficacy. Kondisi ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan dukungan realistis dari apa yang dipersuasikan. d. Keadaan Emosi (Emotional and psychological)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu perilaku atau tindakan akan mempengaruhi self efficacy pada situasi saat ini. Emosi takut, cemas, dan stress yang kuat dapat mempengaruhi self efficacy namun, bisa juga terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan). Begitu juga dengan kondisi fiologis, ketika terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat, namun tubuh merasa mudah lelah, nyeri atau pegal dapat melemahkan self efficacy karena merasa fisik tidak menduk lagi. Sehingga peningkatan self efficacy dapat dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan status kesehatan fisik.


(28)

20

C. Hubungan antara variabel Self Efficacy pada pelajaran fisika dengan Self Regulated Learning

Menurut Tis’a (2011) ada Hubungan dan signifikan antara self-efficacy dengan self-regulated learning. Hubungan yang signifikan mengindikasikan bahwa tingginya self-efficacy akan diikuti dengan tingginya self-regulated learning dan sebaliknya, rendahnya self-efficacy akan diikuti pula dengan rendahnya self-regulated learning.

Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Siswa yang memiliki self regulated learning adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Self efficacy pada peserta didik keyakinan atau rasa percaya diri individu tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasinya, kemampuan kognitifnya, serta tindakan yang diperlukan untuk melakukan dengan sukses pada pelajaran fisika.

Rasa mampu dan yakin pada setiap individu dalam mengerjakan tugas-tugas belajar maupun tugas yang sangat sulit pun pasti ada. Kemampuan dalam belajar yang optimal dapat diraih peserta didik bila peserta didik menggunakan kemampuan pengaturan diri dalam belajar.

Metakognisi merupakan persepsi individu tentang pengetahuan dan proses pemikiran yang meliputi kemampuan individu untuk


(29)

21

merencanakan, mengatur, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. Sering kali peserta didik saat mendengar kata belajar mereka menjadi kurang bersemangat, sehingga peserta didik perlu menanamkan adanya suatu kebutuhan untuk belajar. Kebutuhan untuk belajar ini menimbulkan suatu dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan belajar yang jelas dan pasti membantu seseorang dalam mengingat. Tujuan belajar ini akan menimbulkan sikap positif, perhatian dan usaha untuk mengerti apa yang dipelajari.

Untuk dapat belajar secara efektif, mahasiswa harus memiliki kebiasaan dan ketrampilan belajar yang baik, antara lain dengan mengatur waktu. Kebiasaan dan ketrampilan belajar yang dapat membantu konsentrasi dalam belajar, sehingga denan adanya kebiasaan dan keterampilan dalam belajar maka peserta didik bisa mencapai tujuannya (Loekmono, 1994).

Adanya motivasi instrintik berarti bahwa peserta didik menyadari bahwa kegiatan pendidikan yang sedang diikutinya bermanfaat baginya karena sejalan dengan kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecenderungan yang berbekal dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Jadi timbulnya kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi pada diri seseorang.

Perilaku belajar aktif yaitu upaya individu mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas


(30)

22

belajar yang meliputi waktu dan tempat untuk belajar, adanya kelopok belajar dan mencari bantuan pada yang lebih faham dari dirinya.

Proses belajar harus bersifat langsung dan praktis artinya apabila seseorang ingin mempelajari sesuatu, maka peserta didik sendirilah yang harus melakukanya, tanpa perantara orang lain. Jadi pada dasarnya peristiwa belajar serta hasil yang diperoleh banyak ditentukan oleh individu yang bersangkutan bukan orang lain. Meskipun demikian individu tidak lepas kaitannya dengan faktor lingkungan seperti tempat belajar, teman belajar dan suasana sekitar yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar (Loekmono, 1994).

Hubungan antara self efficacy dengan self regulated learning adalah upaya peserta didik ketika mempunyai rasa mampu dan yakin atas kemampuannya dalam meningkatkan hasil belajarnya, mengatur diri dalam belajarnya serta mampu memanfaatkan lingkungan yang mendukung untuk belajar dengan kemampuan metakognisi, motivasi instrintik, dan perilaku belajar aktif.

D. Kerangka Teoritis

Winne (1997) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Sedangkan Zimmerman (1989) berpendapat bahwa siswa yang memiliki self regulated learning adalah siswa yang secara metakognitif,


(31)

23

motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Menurut Zimmerman (dalam Nur Ghufron, 2011) memapaparkan bahwa self regulation mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu: a). Metakognisi, b). Motivasi, dan c). Perilaku/afeksi.

Bandura (1997) mengajukan tiga dimensi efikasi diri, yakni: 1) Magnitude, yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas, sejauh mana individu merasa mampu dalam melakukan berbagai tugas dengan derajat tugas mulai dari yang sederhana, yang agak sulit, hingga yang sangat sulit; 2) Generality, sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas atau situasi tertentu hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi. 3) Strength, kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Namun dimensi self efficacy yang diukur adalah dimensi kekuatan (streght), antara lain:

a. Presistensi yaitu keteguhan dalam mengerakkan usaha-usaha untuk menghadapi situasi-situasi yang spesifik.

b. Orientasi Kendali Internal yaitu perasaan mampu mengendalikan dan mengatasi situasi-situasi yang spesifik.

c. Adaptability yaitu perasaan mampu menyesuaikan diri pada situasi-situasi yang menekan.

d. Orientasi pada tujuan yaitu perasaan yang mengarah pada aktivitas pencapaian.


(32)

24

Kerangka teoritik ini digunakan untuk memudahkan jalan pemikiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dan untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel yang akan di teliti. Adapun kerangka teoritik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Skema antar variabel

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

Ha : “Ada Hubungan antara Self Efficacy pada pelajaran fisika dengan Self Regulated Learning siswa di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.”

Self Regulated

Learning

Metakognisi

Motivasi Instrinsik

Perilaku belajar

Self Efficacy

Magnitude

Generality


(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self regulated learning

1. Pengertian self regulated learning

Self regulated learning dalam istilah bahasa indonesia dapat disebut “pengelolaan diri dalam belajar” merupakan suatu startegi belajar. Strategi pengelolaan diri dalam belajar ini berkembang dari teori triadic kognisi social dari bBandura. Menurut teori triadic kognisi social, manusia merupakan hasil dari struktur kausal yang interpenden dari aspek-aspek yang meliputi perilaku (bahaviour), pribadi (person), dan lingkungan (environment). (Wahyuningsih, 2011).

Self regulated learning menempatkan pentingnya seseorang untuk belajar disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit (Darmiany,2010). Pada sisi lain self regulated learning menekankan pentingnya inisiatif. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikirannya, perasaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 2002)

Winne (1997) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Sedangkan Zimmerman (1989) berpendapat bahwa siswa yang memiliki self regulated


(34)

26

learning adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Sedangkan menurut Frank dan Robert (1988) self regulation merupakan kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, untuk memutuskan kapan ia siap di uji, untuk memilih strategi pemrosesan informasi yang adekuat dan sejenisnya. Self regulated learning mencakup tiga tahap kegiatan yakni sebelum, selama dan sesudah melaksanakan tugas belajar.

Refista (2013) menyatakan bahwa dengan self-regulated learning, siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat belajar secara mandiri. Belajar secara mandiri berarti melakukan kegiatan belajar sendiri, belajar tidak hanya menunggu perintah dari guru maupun orang tua.

Menurut Winne (Adicondro& Purnamasari, 2011) self regulation adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahamn dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan, atau tujuan sosiaemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya). Pelajar regulasi diri memiliki karakteristik bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola emosinya,


(35)

27

secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdarakan kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Self regulation adalah proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan di dorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks lingkungan. Peserta didik yang mempunyai self regulation tinggi adalah peserta didik yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar.

Dari berbagai macam definisi self regulated learnig yang telah disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan self regulated learning adalah kemampuan seesorang untuk dilakukan secara mandiri dalam menampilkan serangkaian tindakan yang ditujukan untuk mencapai target belajarnya.

2. Aspek – aspek Self regulated learning

Menurut Zimmerman (dalam Nur Ghufron, 2011) memapaparkan bahwa self regulation mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu: a). Metakognisi, b). Motivasi, dan c). Perilaku/afeksi.

a. Metakognisi


(36)

28

tentang berfikir. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa metakognitif merupaan suatu hal yang penting. Hal ini pengetahuan seseorang tentang kognisinya dapat membimbing dirinya mengatur dan menata peristiwa yang akan dialami dan memilih strategi yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognitifnya. Zimmerman dan pons (Ghufron, 2011) menambahkan bahwa poin metakognitif bagi individu yang melakukan pengelolaan diri adalah individu yang merencanakan, mengorganisasi, mengukur diri, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.

b. Motivasi Instrintic

Motivasi Intrinsik ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemaauan sendiri. Motivasi instrintik dapat diciptakan dengan cara perasaan ingin tahu, keinginan untuk mencoba, dan keinginan untuk maju dalam belajar (Rusyan, 1992).

Motivasi instrinsik adalah dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak didalam perbuatan belajar (Rusyan,1992). Motivasi instrinsik menurut Muhibbin (2005)adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Motivasi instrinsik lebih murni dan langgeng karena tidak bergantung pada dorongan dan pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk masa depan, umpamanya memberi pengaruh


(37)

29

lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua atau guru.

Berdasarkan uraian diatas motivasi instrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri dan diciptakan dengan menggairahkan perasaan ingin tahu, keinginan untuk mencoba, dan hasrat untuk maju dalam beljar.

c. Perilaku belajar

Perilaku menurut Zimmerman dan Schunk (1997) merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar. Pada perilaku ini Zimmerman dan pons (Ghufron, 2011) mengataka bahwa individu memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan sosial dan fisik seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan.

Perilaku belajar adalah suatu proses belajar yang bersifat positif dan aktif dimana positif adalah baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perilaku belajar tersebut senantiasa mendapatkan penambahan ilmu yang sebelumnya belum pernah diperboleh. Bersifat aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti proses kematangan tetapi karena usaha siswa itu sendiri (Muhibbin, 2005).


(38)

30

Ketika mengalami kesulitan dalam proses belajar siswa dapat memanfaatkna lingkunganya, salah satunya dengan bertanya kepada guru atau orang yang lebih memahami mengenai kesulitan yang dialaminya. Allah memerintahkan kita untuk berkonsultasi kepada para pakar sebagai salah satu media untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebaigaman firman Allah SWT dalam surat Al Anbiya’ ayat 7 sebagai berikut :

ﺮْ ﺬ ا ھ ا ْﻮ ﻌْ ﻓ ْ ﮭْﯿ ا ~ْﻲﺣ ْﻮ ﻻﺎﺟرﻻ إ ْﺒﻗ ﺎ ْ ْر أ ﺎ و

ن ْﻮ ْﻌ ﻻ ْ ْ ْنا )( ۷

Artinya: “Kami tidak mengutus sebelummu kecuali beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu, tanyakanlah kepada orang-orang yang tahu kalau kamu tidak mengetahuinya”. (Zaini dan Azharuddin, 2000)

Berdasarkan uraian diatas perilaku belajar aktif adalah upaya individu untuk mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar serta siswa dapat mengerti dan memahami apa yang mereka pelajari selama proses belajar berlangsung dan sesudah proses belajar itu selesai.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan diatas, maka aspek-aspek dalam self regulated learning terdiri dari kemampuan metakognisi, motivasi instrinsik dan perilaku belajar aktif yang akan mendukung aktivitas belajar.


(39)

31

3. Karakteristik Siswa yang Melaksanakan Self regulated Learning Siswa yang telah terbiasa melaksanakan pengelolaan diri dalam belajar memiliki beberapa karakteristik. Paris dan Winegrad menjabarkan bahwa karakteristik yang paling pokok dari siswa yang melaksanakan pengelolaan diri dalam belajar ada tiga antara lain (Gghufron, 2004):

a. Kesadaran terhadap pikiran (awernes of thingking)

Kesadaran ini berkaitan dengan kesadaran mengenai cara berfikir yang efektif dan analisis yang sesuai dengan kebiasaan berfikirnya.

b. Menggunakan Strategi (using strategis)

Karakteristik yang ke dua ini berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap strategi dalam belajar, mengontrol emosi, mencapai tujuan, dan lain-lain. Strategi yang dapat digunakan dalam pengelolaan diri dalam belajar diantaranya, pengulang-ulangan, pengelaborasian, pengorganisasian dan peniruan.

c. Motivasi yang tinggi (sustained motivation)

Motivasi menjadi karakteristik yang ketiga karna dalam pengelolaan diri dalam belajar adalah searah. Adanya tugas yang sulit dan kondisi eksternal atau lingkungan yang tidak kondusif untuk belajar tetap akan membuat siswa mau belajar apabila mereka mempunyai motivasi yang kuat . Demikian pula dengan ketidakberdayaan yang dipelajari (learning helplessness) juga tidak akan terjadi apabila siswa memiliki motivasi yang kuat.


(40)

32

4. Faktor yang mempengaruhi Self Regulated Learning

Zimmerman (1989) berpendapat bahwa menurut teori social kognitif terdapat 3 hal yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan self regulated learning :

a. Individu, yang termasuk dalam faktor individu antara lain,

1. Pengetahuan individu semakin banyak dan beragam sehingga membantu individu melakukan self regulated learning.

2. Tingkat kemampuan metakognisi individu semakin tinggi sehingga dapat membantu individu melakukan self regulated learning.

3. Tujuan yang ingin dicapai, artinya semakin tinggi dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan untuk melakukan self regulated learning.

4. Keyakinan efikasi diri, dimanapun pembelajar yang memiliki taraf self efficacy yang tinggi cenderung akan bekerja lebih keras dan tekun pada tugas akademik ditengah kesulitan, dan lebih baik dalam memantau dirinya dan menggunakan strategi belajar.

b. Perilaku, fungsi perilaku adalah membantu individu menggunakan segala kemampuan yang dimiliki lebih besar dan optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur proses belajar, akan meningkatkan self regulated learning pada diri individu. Ada 3 tahap perilaku berkaitan dengan self regulated learning yaitu self


(41)

33

observation, self judgement, self reaction. Apabila dikaitkan dengan self regulated learning dapat dibedakan menjadi 3 :

1. Behaviour self reaction yaitu siswa berusaha seoptimal mungkin dalam belajar

2. Personal self reaction ialah siswa berusaha meningkatkan proses yang ada dalam dirinya pada saat belajar

3. Environmental self reaction yakni siswa berusaha merubah dan menyesuaikan langkah belajar sesuai dengan kebuuhan.

c. Lingkungan, dapat mendukung atau menghambat siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Adapun pengaruh lingkungan bersumber dari luar diri pembelajar, dan ini bermacam-macam wujudnya. Pengaruh lingkungan ini berupa social and enactive experience, dukungan sosial seperti dari guru teman, maupun berbagai bentuk informasi literature dan simbolik lainnya, serta struktur konteks belajar, seperti karakteristik tugas dan situasi akademik.

5. Strategi dalam Self Regulated Learning

Penggunaan strategi dalam belajar merupakan hal yang terpenting dalam rangka mencapai tujuan belajar. Zimmerman dan Martinez-Pons (Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengembangkan sebuah struktur wawancara yang dilakukan pada peserta didik, dari wawancara tersebut


(42)

34

dihasilkan 14 strategi belajar yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learning, sebagai berikut:

a. Evaluasi diri (self-evaluation) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa birinisiatif mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dilakukan.

b. Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif menyusun kembali materi instuksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas maupun tersembunyi.

c. Penetapan tujuan dan perencanaan (goal-setting and planning) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa menetapkan tujuan pendidikan atau subtujuan dan merencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan.

d. Pencarian informasi (seeking information) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan tugas.

e. Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and monitoring) adalah pernyataan yang mengindikasiakan siswa berinisiatif mencatat kejadian atau hasil-hasil selama proses belajar.


(43)

35

f. Penyusunan linkungan (environmental structuring) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif memilih atau menyusun kondisi lingkungan fisik untuk mempermudah belajar. g. Pemberian konsekuensi diri (self-consequating) adalah pernyataan

yang mengindikasikan siswa memiliki susunan dan daya khayal (imagination) untuk memperoleh reward atau punishment apabila mengalami keberhasilan atau kegagalan.

h. Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan secara overt maupun covert.

i. Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers) adalah pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya.

j. Pencarian bantuan sosial-guru (seeking social assistance-teachers)

adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba

mendapatkan bantuan dari guru.

k. Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan bantuan dari orang dewasa.

l. Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali catatan.


(44)

36

m. Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mempunyai inisiatif membaca kembali soal-soal ujian.

n. Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing records-textbooks) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya.

B. Self- Efficacy

1. Pengertian Self-Efficacy

Menurut Jane ( 2008) Secara umum Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Bandura (dalam Schunk 1991) mendefinisikan Self-efficacy sebagai pertimbangan seseorang terhadap kemampuan mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan mengerjakan tugas dan bukan hanya semata-mata mengetahui apa yang dikerjakan. Bandura menjelaskan individu yang memiliki self efficacy yang rendah akan menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul. Mereka menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan ini, orang yang memiliki self efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka bekerja dalam situasi yang sulit.


(45)

37

tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu. Efikasi adalah penilaian diri seseorang dapat melakukan tindakan yang baik, buruk tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri (Bandura, dalam Alwisol, 2009).

Menurut Betz, N,E & Hackett, G (1998) Self-efficacy mengacu pada keyakinan akan kemampuan dari individu untuk berhasil melaksanakan tugas-tugas atau perilaku yang diharapkan. Teori self-efficacy dianggap salah satu pendekatan dari penerapan teori belajar sosial atau teori kognitif sosial.

Senada dengan Betz, menurut elliot,N.S, Krachtowill, T.R,& Travers, J.F (2000) self-efficacy adalah keyakinan dari diri individu pada kemampuan untuk mengontrol kehidupannya atau perasaan untuk merasa mampu. Menurut Bandura (1997) self efficacy keyakinan atau rasa percaya diri seseorang tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasinya, kemampuan kognitifnya, serta tindakan yang diperlukan untuk melakukan dengan sukses dengan tugas tertentu dalam konteks tertentu.

Baron dan Greenberg (2003) menjelaskan pengertian self efficacy sebagai suatu keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang spesifik. Kanfer (1986)


(46)

38

mengatakan bahwa self efficacy adalah penilaian kognitif yang kompleks tentang kemampuan individu dimasa mendatang untuk mengorganisisaikan dan memilih tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Michael (1993) Self efficacy menunjukkan pada keyakinan individu bahwa dirinya dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini sejalan dengan pendapat Bandura yang menyatakan Self efficacy adalah pendapat atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku dan hal ini berhubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan menempatkan sebagian elemen kognitif dalam pembelajaran sosial.

Alwisol (2006) Self Efficacy adalah penilaian diri apakah seseorang dapat melakukan tingkatan yang baik, buruk tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Self efficacy merupakan keyakinan seesorang akan kemampuanya melakukan suatu perilaku, bahkan dihadapkan dengan situasi penghalang atau menghambat (stressful situasion) untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah suatu keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatasi berbagai situasi dan dapat melakukan tindakan yang dikehendaki situasi tertentu dengan berhasil.


(47)

39

2. Dimensi self-efficacy

Bandura (1986) mengunkapkan bahwa perbedaan self efficacy pada setiap individu terletak pada toga komponen, yaitu, magnitude, strength dan generality. Masing-masing implikasi penting di dalam performansi yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut a. Pertama, Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang

berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.

b. Kedua, Generality ( generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. c. Ketiga Strength (kekuatan keyakinan), yaitu yang berkaitan

dengan kuatnya pada keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang


(48)

40

menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.

Pengukuhan “self efficacy” dilakukan terhadap salah satu dimensi diatas atau kombinasi antara dimensi “Magnitude” dan “Stregth”. Dimensi self efficacy yang diukur adalah dimensi kekuatan (streght), antara lain:

a. Presistensi yaitu keteguhan dalam mengerakkan usaha-usaha untuk menghadapi situasi-situasi yang spesifik.

b. Orientasi Kendali Internal yaitu perasaan mampu mengendalikan dan mengatasi situasi-situasi yang spesifik.

c. Adaptability yaitu perasaan mampu menyesuaikan diri pada situasi-situasi yang menekan.

d. Orientasi pada tujuan yaitu perasaan yang mengarah pada aktivitas pencapaian.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Efficacy

Perubahan perilaku didasari oleh adanya perubahan self efficacy. Oleh karena itu, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan maupun diturunkan, tergantung pada sumbernya. Apabila sumber self efficacy berubah maka perubahan perilaku akan terjadi. Berikut ini adalah sumber-sumber self efficacy (Alwisol, 2006) antara lain :


(49)

41

Keberhasilan dan prestasi yang pernah dicapai dimasa lalu dapat meningkatkan self efficacy seseorang, sebaliknya kegagalan menghadapi sesuatu mengakibatkan keraguan pada diri sendiri (self doubt). Sumber ini merupakan sumber self efficacy yang paling kuat pengaruhnya untuk menubah perilaku. Pencapaian keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :

1. Keberhasilan mengatasi tugas yang sulit bahkan sangat sulit, akan meningkat self efficacy individu.

2. Bekerja sendiri, lebih meningkatkan self efficacy dibandingkan bekerja kelompok atau dibantu orang lain. 3. Kegagalan menurunkan self efficacy, meskipun seorang

individu merasa sudah bekerja sebaik mungkin.

4. Kegagalan yang terjadi ketika kondisi emosi sedang tertekan dapat lebih banyak pengaruhnya menurunkan self efficacy, dibandingkan bila kegagalan terjadi ketika individu sedang dalam kondisi optimal.

5. Kegagalan sesudah individu memiliki self efficacy yang kuat, dampaknya tidak akan seburuk ketika kegagalan tersebut terjadi pada individu yang self efficacy-nya belum kuat.


(50)

42

6. Individu yang biasanya berhasil, sekali mengalami kegagalan, belum tentu akan mempengaruhi self efficacy -nya.

b. Pengalaman Vikarius (vicarious Experience)

Self efficacy dapat terbentuk melalui pengamatan individu terhadap kesuksesan yang dialami orang lain sebagai model sosial yang mewakili dirinya. Pengalaman tidak langsung meningkatkan kepecayaan individu bahwa mereka juga memiliki kemampuan yang sama seperti model yang diamati saat dihadapkan pada persoalan yang setara. Intensitas self efficacy dalam diri individu ditentukan oleh tingkat kesamaan dan kesesuaian kompetensi yang ada dalam model terhadap diri sendiri. Semakin setara kompetensi yang dimaksud maka individu akan semakin mudah merefleksikan pengalaman model sosial sebagai takaran kemampuan yang ia miliki. Dalam proses atensi individu melakukan pengamatan terhadap model sosial yang dianggap mempresentasikan dirinya. Kegagalan dan kesuksesan yang dialami model sosial yang dianggap mempresentasikan dirinya. Kegagalan dan kesuksesan yang dialami model sosila kemudian diterima individu sebagai dasar pembentukan self efficacy.


(51)

43

Akan lebih mudah untuk meyakinkan dengan kemampaun diri sendiri, ketika seseorang didukung, dihibur oleh orang-orang terdekat yang ada disekitarnya. Akibatnya tidak ada atau kurangnya dukungan dari lingkungan sosial juga dapat melemahkan self efficacy. Bentuk persuasi sosial bisa bersifat verbal maupun non verbal, yaitu berupa pujian, dorongan dan sejenisnya. Efek dari sumber ini sifatnya terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi dari orang sekitar akan memperkuat self efficacy. Kondisi ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan dukungan realistis dari apa yang dipersuasikan. d. Keadaan Emosi (Emotional and psychological)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu perilaku atau tindakan akan mempengaruhi self efficacy pada situasi saat ini. Emosi takut, cemas, dan stress yang kuat dapat mempengaruhi self efficacy namun, bisa juga terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan). Begitu juga dengan kondisi fiologis, ketika terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat, namun tubuh merasa mudah lelah, nyeri atau pegal dapat melemahkan self efficacy karena merasa fisik tidak menduk lagi. Sehingga peningkatan self efficacy dapat dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan status kesehatan fisik.


(52)

44

C. Hubungan antara variabel Self Efficacy pada pelajaran fisika dengan Self Regulated Learning

Menurut Tis’a (2011) ada Hubungan dan signifikan antara self-efficacy dengan self-regulated learning. Hubungan yang signifikan mengindikasikan bahwa tingginya self-efficacy akan diikuti dengan tingginya self-regulated learning dan sebaliknya, rendahnya self-efficacy akan diikuti pula dengan rendahnya self-regulated learning.

Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Siswa yang memiliki self regulated learning adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Self efficacy pada peserta didik keyakinan atau rasa percaya diri individu tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasinya, kemampuan kognitifnya, serta tindakan yang diperlukan untuk melakukan dengan sukses pada pelajaran fisika.

Rasa mampu dan yakin pada setiap individu dalam mengerjakan tugas-tugas belajar maupun tugas yang sangat sulit pun pasti ada. Kemampuan dalam belajar yang optimal dapat diraih peserta didik bila peserta didik menggunakan kemampuan pengaturan diri dalam belajar.

Metakognisi merupakan persepsi individu tentang pengetahuan dan proses pemikiran yang meliputi kemampuan individu untuk


(53)

45

merencanakan, mengatur, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. Sering kali peserta didik saat mendengar kata belajar mereka menjadi kurang bersemangat, sehingga peserta didik perlu menanamkan adanya suatu kebutuhan untuk belajar. Kebutuhan untuk belajar ini menimbulkan suatu dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan belajar yang jelas dan pasti membantu seseorang dalam mengingat. Tujuan belajar ini akan menimbulkan sikap positif, perhatian dan usaha untuk mengerti apa yang dipelajari.

Untuk dapat belajar secara efektif, mahasiswa harus memiliki kebiasaan dan ketrampilan belajar yang baik, antara lain dengan mengatur waktu. Kebiasaan dan ketrampilan belajar yang dapat membantu konsentrasi dalam belajar, sehingga denan adanya kebiasaan dan keterampilan dalam belajar maka peserta didik bisa mencapai tujuannya (Loekmono, 1994).

Adanya motivasi instrintik berarti bahwa peserta didik menyadari bahwa kegiatan pendidikan yang sedang diikutinya bermanfaat baginya karena sejalan dengan kebutuhannya. Kebutuhan adalah kecenderungan yang berbekal dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Jadi timbulnya kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi pada diri seseorang.

Perilaku belajar aktif yaitu upaya individu mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas


(54)

46

belajar yang meliputi waktu dan tempat untuk belajar, adanya kelopok belajar dan mencari bantuan pada yang lebih faham dari dirinya.

Proses belajar harus bersifat langsung dan praktis artinya apabila seseorang ingin mempelajari sesuatu, maka peserta didik sendirilah yang harus melakukanya, tanpa perantara orang lain. Jadi pada dasarnya peristiwa belajar serta hasil yang diperoleh banyak ditentukan oleh individu yang bersangkutan bukan orang lain. Meskipun demikian individu tidak lepas kaitannya dengan faktor lingkungan seperti tempat belajar, teman belajar dan suasana sekitar yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar (Loekmono, 1994).

Hubungan antara self efficacy dengan self regulated learning adalah upaya peserta didik ketika mempunyai rasa mampu dan yakin atas kemampuannya dalam meningkatkan hasil belajarnya, mengatur diri dalam belajarnya serta mampu memanfaatkan lingkungan yang mendukung untuk belajar dengan kemampuan metakognisi, motivasi instrintik, dan perilaku belajar aktif.

D. Kerangka Teoritis

Winne (1997) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Sedangkan Zimmerman (1989) berpendapat bahwa siswa yang memiliki self regulated learning adalah siswa yang secara metakognitif,


(55)

47

motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar bagi mereka.

Menurut Zimmerman (dalam Nur Ghufron, 2011) memapaparkan bahwa self regulation mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu: a). Metakognisi, b). Motivasi, dan c). Perilaku/afeksi.

Bandura (1997) mengajukan tiga dimensi efikasi diri, yakni: 1) Magnitude, yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas, sejauh mana individu merasa mampu dalam melakukan berbagai tugas dengan derajat tugas mulai dari yang sederhana, yang agak sulit, hingga yang sangat sulit; 2) Generality, sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas atau situasi tertentu hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi. 3) Strength, kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Namun dimensi self efficacy yang diukur adalah dimensi kekuatan (streght), antara lain:

a. Presistensi yaitu keteguhan dalam mengerakkan usaha-usaha untuk menghadapi situasi-situasi yang spesifik.

b. Orientasi Kendali Internal yaitu perasaan mampu mengendalikan dan mengatasi situasi-situasi yang spesifik.

c. Adaptability yaitu perasaan mampu menyesuaikan diri pada situasi-situasi yang menekan.

d. Orientasi pada tujuan yaitu perasaan yang mengarah pada aktivitas pencapaian.


(56)

48

Kerangka teoritik ini digunakan untuk memudahkan jalan pemikiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dan untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel yang akan di teliti. Adapun kerangka teoritik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Skema antar variabel

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

Ha : “Ada Hubungan antara Self Efficacy pada pelajaran fisika dengan Self Regulated Learning siswa di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.”

Self Regulated

Learning

Metakognisi

Motivasi Instrinsik

Perilaku belajar

Self Efficacy

Magnitude

Generality


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Hadi (1996) mengemukakan variabel adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran penyelidikan menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya.

Didalam penelitian ini terdapat dua variabel, variabel terikat (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Kedudukan masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel terkikat (Y) : Self Regulated Learning

Variabel bebas (X) : Self Efficacy pada pelajaran Fisika

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai suatu variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2011).

Dari beberapa definisi tentang self-regulated learning yang telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar, menyatakan bahwa self-regulated learning adalah kemampuan peserta didik untuk melakukan aktivitas secara mandiri. Didalam Self Regulated Learning menmpunyai tiga dimensi yang terdiri; metakognisi, motivasi dan perilaku. Sedangkan


(58)

49

indikator yang dapat diukur meliputi : (1) Merencanakan aktivitas dalam belajar; (2) Mengorganisasikan diri dalam belajar; (3) Menginstruksikan diri dalam belajar; (4) Memonitor aktivitas belajar; (5) Melakukan evaluasi kegiatan belajar. Untuk dimensi Motivasi instrisic terdapat tiga indikator yang terdiri dari : (1) Rasa ingin tahu dalam belajar (2) keinginan untuk mencoba (3) ingin maju dalam belajar. Selanjutnya didalam dimensi Perilaku terdapat dua indikator yang teridiri dari: (1) Menyeleksi lingkungan; (2) Memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang menentukan aktivitas belajar.

Sedangkan didalam Self Efficacy memiliki pengertian bahwa keyakinan dan kemampuan pada diri individu untuk berhasil melaksanakan tugas-tugas atau perilaku yang diharapkan. Self efficacy memiliki 3 dimensi yaitu: magnitude,generality, strength.

Pengukuhan “self efficacy” dilakukan terhadap satu diantara dimensi diatas atau kombinasi antara dimensi “Magnitude” dan “Stregth”. Sedangkan didalam penelitian ini dimensi self efficacy yang diukur adalah dimensi kekuatan (streght), yang meliputi:

a. Presistensi yaitu keteguhan dalam mengerakkan usaha-usaha untuk menghadapi situasi-situasi yang spesifik.

b. Orientasi Kendali Internal yaitu perasaan mampu mengendalikan dan mengatasi situasi-situasi yang spesifik.

c. Adaptability yaitu perasaan mampu menyesuaikan diri pada situasi-situasi yang menekan.

d. Orientasi pada tujuan yaitu perasaan yang mengarah pada aktivitas pencapaian.


(59)

50

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memliki satu sifat yang sama (Hadi, 1996).

Adapun dalam penelitian ini yang menjadikan populasi adalah siswa dan siswi kelas XI-IPA, dengan karakteristik siswa yang mengambil program IPA, kelas XI, laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini populasinya berjumlah 252 peserta didik kelas XI program IPA yang terdiri dari 8 kelas di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo. Alasan mengapa populasi yang diambil pada peserta didik kelas XI program IPA di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo adalah karena peserta didik yang mengambil program IPA jadwal belajarnya lebih banyak, harus menghafal mata pelajaran jika guru memerintahkan, hal ini semacam membutuhkan Self regulated learning yang tinggi.

2. Sampel

Menurut sugiyono (2008) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan sampel menurut Arikunto (2002) adalah “Apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya termasuk penelitian


(60)

51

populasi, sebaliknya jika subjek lebih dari 100 dapat diambil 10%-15%, atau 20%-55%”. Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah 50% dari populasi yakni yang secara matematis 50/100 x 252 = 126 Siswa.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah sample random sampling sederhana karena subjek yang diambil adalah siswa kelas XI program IPA di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo sebagai anggota sampel, yang menjamin berapapun besarnya sampel akan mempunyai probabilitas yang imbang dengan populasinya. Sampel yang diambil adalah 4 kelas dari 8 kelas XI IPA, yakni XI IPA-2, XI IPA-4, XI IPA-7 dan XI IPA-8. Cara pengambilan dengan random menggunkan cara undian, pengambilan sampel secara undian ialah seperti layaknya orang melaksanakan undian. Adapun langkah-langkahnya adalah: (a). Menuliskan kode kelas XI IPA 1-8 pada selembar kertas kecil. (b). Menggulung setiap kertas kecil berkode tersebut. (c). Memasukkan gulungan-gulungan kertas kedalam kaleng. (d). Mengocok baik-baik kaleng tersebut. dan (e). Mengambil satu persatu gulungan tersebut sejumlah kebutuhan.

Alasan peneliti menggunakan teknik sampling random sampling ini adalah karena populasinya bersifat homogen yaitu semua peserta didik kelas XI program IPA di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo. Di mana


(61)

52

setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai subjek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala psikologi. Metode skala digunakan karena data yang ingin diungkap berupa konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk item-item (Azwar, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis skala Likert. Dalam skala Likert terdapat pernyataan yang terdiri dari atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap) dan pernyataan yang unfavorable (tidak mendukung objek sikap).

Untuk menentukan skor terhadap jawaban subjek, maka ditetapkan norma penskoran terhadap jawaban sebagai berikut :

Table 1

Skor Skala Likert

Kategori Jawaban Favorebel Unfavorebel

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Angket yang diberikan kepada peserta didik kelas XI program IPA di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo. Dari angket itulah data untuk penelitian diperoleh. Sedangkan instrument penelitian yang digunakan adalah skala


(1)

75

yang belum selesai dijelaskan oleh guru, dan mengerjakan tugas individu.

Dengan memiliki self efficacy yang baik peserta didik dapat meningktakan

rasa self-regulated learningi.

Dari teori-teori serta hasil dari penelitian-penelitian yang sudah

dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara

self-efficacy pada pelajaran fisika dengan self-regulated learning. Adanyan

hubungan yang positif diantara variabel menunjukkan jika self-efficacy

pada pelajaran fisika siswa tinggi semakin tinggi pula self-regulated


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisi data penelitian yang telah dilakukan,

disimpulkan bahwa ada hubungan antara Self-efficacy pada pelajaran fisika

dengan Self-regulated learning siswa di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.

Self-efficacy mempunyai hubungan secara positif dengan Self-regulated

Learning, ini berarti semakin tinggi Self-efficacy pada pelajaran fisika

akan diikuti dengan tingginya Self-regulated learning.

B. Saran

Tidak dapat dipungkiri oleh peneliti sendiri bahwa penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan. Begitu banyak kelemahan pada penelitian

ini yang masih harus diperbaiki secara lebih cermat dan akurat. Hai

tersebut setidaknya dapat diruntut saran sebagai berikut :

1. Saran untuk siswa

Siswa kelas XI-IPA setidaknya lebih meningkatkan

Self-efficacy pada pelajaran fisika agar self-regulated learning tinggi

sehingga dapat mengikuti kegiatan belajar tentunya pada pelajaran


(3)

77

2. Saran untuk sekolah

Pihak sekolah termasuk guru khususnya guru fisika dapat

membantu siswa agar mampu mengatur proses belajarnya sendiri

dan mendorong peserta didik menggunakan keahliannya pada

proses belajar tentunnya pada pelajaran fisika sehingga diharapkan

dapat meninggkatan self-regulated learning pada peserta didik.

3. Saran untuk peneliti lain

a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukann penelitian

seupa hendaknya pada saat pemberian instrument dapat

menjelaskan kegunaan pengerjaan instrument dan menjelaskan

adanya rahasia data sehingga responden tidak merasa cemas

dalam mengisi instrument dan dapat memberikan data yang

lebih akurat.

b. Peneliti selanjutnya dapat mengukur lebih mendalam tentang

variabel self-regulated learning dapat menggunakn

faktor-faktor lain yang mempengaruhi Self-regulated learning, antara

lain (a) self-observation, (b). Self-judgementi dan (c)

self-reaction. Dan variabel self-efficacy dengan mengungkap


(4)

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2011). Realibilitas dan Validitas. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.

Alfina, Irma. 2014. Hubungan self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada siswa akselerasi. e-journal psikologi. Vol.2, No.2 (227-237)

Bandura, A. 1997. Self-efficacy: The exercise of Control. New York:

Freeman.

Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social

cognitivetheory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Darmiany. 2010. Penerapan Pembelajran Eksperimen dalam

mengembangkan Self Regulated Learning . jurnal ilmu Pendidikan.

17 (2):87-93

DeVellis, Robert F. 1991. Scale Development: Theory and apllications.

Newbury Park : sage Publication

Dahlan Zaini, & Sahil Azharuddin (2000). Qur’an Karim& Terjemahan. Yogyakarta: UII Press

Elliot,S.N.,Kratochwill,T.R.,Littlefield,J.,&Travers,J.F.(2000).Educational

Psychology: Effective Teaching Effective Learning. New York: Mc-Graw-Hill Book Company

Greenberg, J., & Baron,R.A. (1995). Behavior in organizations:

understanding and managing the human side of work 8th edition. New Jersey: Pearson Education, inc.

Ghufron,M.Nur (2004). Meningkatkan prestasi belajar siswa SMU dengan

Pengelolaan diri dalam belajar. Tabularasa, Vol 2. No.3

Hapsari, Hepy Kisti. Dkk. 2012. Hubungan Antara self efficacy dengan

kreativitas pada siswa SMK. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental vol.1, No.02


(5)

Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Research Jilid II. Yogyakarta: Andi

Offset.

Kisti Hapsari, dkk. (2012). Hubungan self efficacy dengan kreativitas pada

siswa SMK. Journal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 1(02) (54-55).

Kanfer, L., (1986). Effect of Compressibility and Powder Flow Properties

on Tablet Weight Variation in: Drug Development and Industrial

Pharmacy, 12nd edition,1984, 1947-1965, Marcell Dekker Africa in Africa

Loekmono, L. (1994). Belajar bagaimana belajar. Jakarta: BPK. Gunung

Mulia.

Munandar, U,. 2002, Kreativitas dan Keberbakatan , strategi mewujudkan

potensi kreatif dan bakat. Jakarta: Gramediaa Pustaka Utama.

Muhid, A. (2012). Analisis Statistik 5 Langkah Praktis Analisis Statistik

Dengan SPSS for Windows. Sidoarjo: Zifatama.

Muharrani,Tis’a,. (2011). Hubungan antara self-efficacy dengan self

regulated learning pada mahasiswa fakultas psikologi USU. Skripsi: Medan. Fakultas Psikologi Sumatra Utara

Noor, J. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Kencana Pranada Media

Group.

Ormrod, Jane Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan. Penerbit Erlangga: PT.

Gelora Aksara Pratama.

Pintrich, P.R (2000). The Role of goal orientation in self-regulated

learning. In M.Bokaerts, P.Pintrich, & M.Zeidner (Eds) Handbook of self-regulation (pp.452-502). San Diego, CA: Academic Press.

Porter, Michael E. (1993). Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Cetakan ke-2. Penerbit Erlangga: Jakarta

Rusyan, A., Kusnandar, A., Zainal,A. (1992). Pendekatan dalam proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosidakarya.


(6)

Refista. (2013). Self-regulated learning (SRL) dengan Prestasi

AkademikSiswa akselerasi. Jurnal Online Psikologi. Vol.1 No.01. Diakses pada tanggal 24 Juni 2015 dari http://ejournal.umm.ac.id

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung:

alfabeta.

Schunk, D.H., & Zimmerman, B.J. (1997). Social origins of self regulated

competence. Educational Psychologist, 32 (4). 195-208.

Shaleh, Abdurrahman. (2003). Kebijakan kurikulum Madrasah. Jakarta:

Depdiknas, Depag RI.

Suliyanto. 2011. Ekonometrik Terapan. Teori &Alikasi dengan SPSS.

Yogyakarta: CV. ANDI OFSET

Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta:Gramedia

Winne, P.H., 1997. Experimenting To Boostrap Self Regulation Learning,

Journal Of Education Psychology, vol.89. No.3 .97-410

Wahyuningsih (2011). Hubungan antara self regulated learning dengan

pemecahan masalah pada mata pelajaran fisika. Skripsi. Surabaya : fakultas psikologi IAIN Sunan Ampel Surabaya

Wahyu, Ni Made. (2013). Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Self

efficacy dalam Pemecahan Masalah Penyesuaian diri Remaja Awal. Vol.1, No.1 (190-202).

Yoenanto Herry. (2010). Hubungan antara self regulated learning dengan

self efficacy pada siswa akselerasi Sekolah Menengah Pertama. Jouranl INSAN. Vol.12, No 02 (91-93)

Zimmerman, B.J (1989). A social cognitive view of self regulated

academic learning. Journal of Education Psychology, 81,329-339.

Zimmerman, B.J. (1990). Self Regulated Learning and Academic Achievement an Overvie (Journal Of education Psychology).

Zimmerman, B.J. (2000). Achieving self-regulation: The trial and triumph of adolescence. In F.Pajares & T.Urdan (Eds). Acadmic motivation of adolescents (pp. 1-28). Greenwich, CT: Information Age.