PENGARUH PERENDAMAN BENIH PADA BERBAGAI SUHU AWAL AIR TERHADAP VIABILITAS BENIH KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii)

(1)

AIR TERHADAP VIABILITAS BENIH KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii)

Oleh OBEN

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PERENDAMAN BENIH PADA BERBAGAI SUHU AWAL AIR TERHADAP VIABILITAS BENIH KAYU AFRIKA

(Maesopsis eminii) Oleh

OBEN

Salah satu permasalahan dalam perkembangbiakan kayu afrika secara generatif adalah benih yang mengalami masa dormansi. Untuk mematahkan masa dormansi dilakukan perendaman benih kayu afrika pada berbagai suhu awal air yang

berbeda. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu awal air terhadap persentase kecambah, kecepatan berkecambah, daya kecambah, dan mendapatkan suhu awal air yang terbaik untuk perkecambahan benih kayu afrika Penelitian ini dilakukan mulai Februari sampai dengan Mei 2012 di pembibitan PT. Anugerah Subur Sejahtera, Desa Ulak Bandung Kecamatan Muara Sahung Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Untuk setiap satuan

percobaan digunakan 100 benih. Berdasarkan analisis ragam didapatkan hasil bahwa perlakuan perendaman air dengan berbagai suhu awal yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang nyata pada persentase kecambah, dan benih tanpa perendaman mempunyai persentase kecambah yang terbaik pada benih kayu afrika.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latarbelakang ... 1

B. Rumusanmasalah... 2

C. Tujuanpenelitian ... 2

D. Manfaatpenelitian ... 2

E. Kerangkapemikiran ... 2

F. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Kayuafrika (Measopsiseminii) ... 5

B. Cara ektraksibenihkayuafrika ... 7

C. Taksonomikayuafrika ... 7

D. Penyebarandan habitat kayuafrika ... 8

E. Manfaatkayuafrika ... 8

F. Perkecambahanbenih ... 9

G. Dormansipadabenih ... 12


(6)

I. Perendamandalam air ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

A. Waktudantempat... 15

B. Alatdanbahan ... 15

C. Metodepenelitian ... 15

D. Persiapanbenih ... 16

E. Persiapan media kecambahdannaungan ... 16

F. Perendamandanpenyemaianbenih ... 18

G. Parameter pengamatan ... 18

H. Analisis data ... 19

1. Homogenitasragam ... 19

2. Analisisragam ... 20

3. Ujinyataterkecil (BNT) ... 20

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. Hasil ... 21

a. Persentasekecambah ... 23

b. Rata-rata hariberkecambah... 24

c. Rata-rata dayaberkecambah ... 25

B. Pembahasan ... 25

a. PengaruhperendamanterhadapPersentasekecambah benihkayuafrika ... 26

b. Rata-rata hariberkecambahpadabenihkayuafrika ... 27

c. Dayaberkecambahpadabenihkayuafrika... 28

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Simpulan ... 30


(7)

LAMPIRAN ... 34 Tabel 5--Tabel14 ... 36 Gambar 5--Gambar13 ... 41


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kayu afrika (Maesopsis eminii)merupakan pohon yang tergolong ke dalam famili Rhamnaceae, termasuk jenis tanaman yang eksotik dan cepat tumbuh (fast growing species). Kayu afrika banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kayu kontruksi ringan, sumber kayu bakar, peti kemas, kotak dan sudah digunakan untuk plywood, selain itu, pohon kayu afrikadapat dijadikan sebagai kombinasi tanaman dalam sistem agroforestri, kayu afrika mempunyai prospek yang baik untuk di-kembangkan dalam pembangunan hutan tanaman (Winarni dan Elia, 2009).

Dalam rangka kegiatan penanaman jenis tersebut diperlukan benih yang bermutu tinggi dan memiliki daya berkecambah dan vigor yang tinggi, untuk perkem-bangbiakan secara generatif, kayu afrika memiliki kemampuan berkecambah (viabilitas) yang baik apabila benih dalam kondisi baru dan segar, namun kondisi ini akan bertolak belakang apabila benih dalam keadaan telah disimpan lama, hal ini dikarenakan benih kayu afrika mengalami dormansi (Winarni dan Elia, 2009).

Menurut Daniel et al. (1995), pematahan dormansi dapat dilakukan dengan

memberikan perlakuan pendahuluan atau skarifikasi, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain penggosokan atau pengikiran, merendam dalam asam, hidrogen peroksida, atau air panas selama priode waktu yang bervariasi


(9)

Perendaman benih kayu afrika dalam air panas diduga dapat mematahkan dor-mansi benih. Menurut Sadjad (1975), benih akan memulai aktivitas fisiologis untuk berkecambah apabila ada imbibisi sejumlah air, karena air sangat ber-pengaruh penting dalam proses perkecambahan benih. Salah satu perlakuan yang dilakukan untuk mematahkan dormansi benih pohon kayu afrika yaitu dengan perendaman benih pada air dengan suhu awal yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian perendaman benih berbagai suhu awal air pada perlakuan perendaman dengan suhu air normal 250C, perendaman dengan suhu 500 C, dan perendaman dengan suhu 750C adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh perendaman benih pada berbagai suhu awal air terhadap viabilitas benih kayu afrika?

2. Berapa suhu yang paling baik untuk pematahan dormansi benih kayu afrika?

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh perendaman dan suhu awal air yang berbeda terhadap persentase kecambah, rata-rata hari berkecambah, dan daya kecambah benih kayu afrika

2. Mengetahui suhu awal air yang terbaik untuk perendaman terhadap perkecambahan benih kayu afrika.


(10)

3 D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang cara pematahan dormansi dengan menggunakan air dan berbagai suhu awal untuk meningkatkan viabilitas pada benih kayu afrika.

E. Kerangka Pemikiran

Dormansi benih merupakan keadaan benih yang tidak dapat berkecambah walaupun berada pada kondisi dan lingkungan yang sesuai untuk melakukan perkecambahan. Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), kayu afrika mempunyai masa dormansi biji yang lama yaitu 2--7 bulan dan memiliki daya kecambah yang rendah. Selanjutnya, Binggeli (1997) yang dikutip oleh Sahupala (2007) menya-takan bahwa terjadinya perkecambahan benih kayu afrika tidak dipengaruhi cahaya tetapi akibat adanya kelembaban di dalam tanah selama 80 hari lebih pada awal terjadinya perkecambahan.

Dormansi pada benih dapat dipecahkan dengan perendaman pada air. Hasil penelitian Sahwalita (2009) pada benih pohon tembesu yang direndam air dengan suhu 250 C dengan lama perendaman 24 jam sangat berpengaruh terhadap per-sentase kecambah yaitu sebesar 60%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Musradi (2006) pada benih merbau darat yang direndam dengan air suhu 750C menghasilkan persentase kecambah 81%, sementara itu dengan suhu perendaman 850C benih merbau darat tidak ada yang berkecambah.

Dalam upaya memecahkan dormansi pada benih kayu afrika perlu dilakukan perlakuan pendahuluan atau skarifikasi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk


(11)

memecahkan dormansi benih kayu afrika adalah dengan perendaman benih pada air dan berbagai suhu awal selama 24 jam (Sahupala, 2007).

Perlakuan perendaman dalam air diharapkan akan berpengaruh terhadap

perkecambahan benih karena suhu pada proses imbibisi yang terjadi dipengaruhi oleh kecepatan penyerapan air oleh benih. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perlakuan pendahuluan terhadap benih kayu afrika yang nantinya dapat menghasilkan bahan tanaman yang baik.

F. Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh perendaman benih kayu afrika dengan berbagai suhu awal air.

2. Terdapat pengaruh suhu awal yang terbaik untuk perkecambahan benih kayu afrika.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kayu Afrika (Maesopsis eminii)

Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun tinggi mencapai 45 m dengan batang bebas cabang 2 per 3 dari tinggi total, kulit batang berwarna abu-abu pucat, beralur dalam, kulit dalam merah tua. Kayu afrika mempunyai daun sederhana, duduk daun saling berhadapan, panjang 6--15 cm dengan tepi daun bergerigi, tandan terdiri banyak bunga, sepanjang ketiak daun, panjang 1--5 cm. Bunga kayu afrika merupakan bunga kecil, berkelamin ganda, mahkota putih kekuningan. Buah bertipe buah batu lonjong, panjang 20--35 mm pohon dan bagian dari kayu afrika dapat dilihat pada Gambar 1

(Departemen Kehutanan, 2002).

Gambar 1. Pohon kayu afrika dan bagian-bagiannya (Foto Departemen Kehutanan, 2002)

Keterangan : 1). Bentuk pohon 2). Cabang dengan bunga 3). Bagian bawah daun; 4).Bunga 5).Cabang dengan buah.


(13)

Pembungaan dan pembuahan dimulai ketika pohon berumur 4--5 tahun terdapat dua periode musim berbunga, di Malaysia pada bulan Februari -- Mei dan bulan Agustus -- September, di Indonesia musim berbunga pada bulan Februari -- Juni.

Musim buah di Jawa Barat terjadi pada bulan Juli -- Agustus, buah masak di-cirikan oleh warna kulit buah ungu kehitaman. Perubahan warna pada buah kayu afrika dari muda sampai dengan tua yaitu hijau, kuning, merah keunguan dan ungu kehitaman benih yang berasal dari buah berwarna ungu menunjukkan keadaan yang mendekati masak fisiologis, sedangkan mencapai puncak masak fisiologis pada benih yang berasal dari buah berwarna ungu kehitaman, buah kayu afrika yang sudah masak fisiologis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Buah kayu afrika yang berwarna ungu kehitaman dan telah masak fisiologis.

Buah berukuran panjang 2--2.5 cm dengan satu bagian meruncing, dan sebagian lain menumpul (ovoid) dengan lubang kecil bekas tangkai buah, sedangkan benihnya berukuran 1.8--2 cm.


(14)

7 B. Cara Ektraksi Benih Kayu Afrika

Buah kayu afrika yang masak dikumpulkan dengan cara mengambil buah di atas pohon atau memungut buah yang jatuh. Benih dikeluarkan dari buah masak dengan cara merendam buah dalam air selama 1 hari dan membersihkan daging buahnya dengan food processor atau manual, sisa daging buah yang menempel pada kulit benih harus dibersihkan dengan sikat atau pasir untuk mencegah serangan jamur (Gambar 3). Benih dapat disimpan pada ruangan dan temperatur rendah (40--80 C) dengan wadah yang disimpan tertutup (Nurhasybi, 2011).

Gambar 3. Benih kayu afrika yang telah diektraksi.

C. Taksonomi Kayu Afrika

Kayu afrika memiliki nama lokal pohon payung, musizi, afrika dan manii. Dalam sistem klasifikasi, tanaman kayu afrika mempunyai penggolongan sebagai berikut (Departemen Kehutanan, 2002).

Divisi = Spermatophyta Kelas = Angiospermae


(15)

Sub-kelas = Dicotyledoneae Famili = Rhamnaceae Genus = Maesopsis

Spesies = Maesopsis eminii Engl.

Terdapat dua sub jenis kayu afrika yaitu Maesopsis eminii subsp. eminii

dan Maesopsis eminii subsp. berchemioides (Pierre) N. Halle. Jenis kayu afrika yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia adalah kayu afrika dari sub jenis

eminii Engl.

D. Penyebaran dan habitat kayu afrika

Kayu afrika merupakan jenis kayu endemik dari Afrika, kayu ini tumbuh

alami pada bentang geografis antara 8° LU dan 6° LS, kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekoton antara hutan dan sabana. Merupakan jenis suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada sebaran alami jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ke-tinggian 1.800 m dpl. Pohon kayu afrika di Indonesia diintroduksikan pertama kali di Jawa Barat. Jenis ini tumbuh baik pada ketinggian 100--1500 m dpl dengan curah hujan 1400--3600 mm/tahun. Tumbuh baik pada tanah yang subur dan bebas genangan air, toleran terhadap tanah yang tidak subur, tanah berpasir, dan keasaman (Burahman dkk., 2011).

E. Manfaat Kayu Afrika

Kayu afrika mempunyai kegunaan yang luas, kegunaan utamanya adalah untuk bahan konstruksi ringan, peti kemas, kotak, dan sudah digunakan untuk bahan


(16)

9 yang baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman (Winarni dan Elia, 2009).

Daun kayu afrika digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pada pola agroforestri kayu afrika ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi (Departemen Kehutanan, 2002).

F. Perkecambahan benih

Benih adalah biji yang dapat berfungsi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanaman (Indriyanto, 2008). Bahan tanaman dapat berasal dari sumber yang baik, yaitu pohon plus, tegakan benih, area pengumpulan benih, kebun benih semai, kebun benih klon, dan kebun benih pangkas. Jika bahan tanaman suatu jenis pohon tidak terdapat pada keenan sumber tersebut maka dapat diperoleh dari bank klon (Santoso, 1991 dikutip oleh Indriyanto, 2008).

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahan morfologi, fisiologis, dan biokimia. Menurut Daniel et al., (1995), proses perkecambahan benih adalah sebagai berikut.

1. Penyerapan air terjadi sebagian besar oleh imbibisi. 2. Perbesaran sel dan pembelahan sel dimulai.

3. Enzim diaktifkan.

4. Karbohidrat, pati, lemak dan protein yang tidak larut dihidrolisis menjadi subtansi lebih sederhana larut dalam air yang diangkut dari endosperma ke embrio.


(17)

5. Kecepatan respirasi bertambah dengan cepatnya energi dibebaskan. 6. Pertambahan terjadi dalam pembesaran sel dan pembelahan sel. 7. Kehilangan berat terjadi dengan cepat.

8. Diferensiasi sel menjadi berbagai jaringan dan terbentuknya organ semai 9. Perkecambahan sesungguhnya lengkap ketika semai telah menghasilkan cukup

tempat untuk menyediakan kebutuhan karbohidratnya sendiri.

Menurut Sutopo (1998), tipe-tipe pertumbuhan awal perkecambahan tanaman dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Tipe epigeal (epigeous), yaitu munculnya radikula diikuti dengan meman-jangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.

2. Tipe hipogeal (hypogeous), yaitu munculnya radikula diikuti dengan peman-jangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah, sedangkan koteledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah.

Kriteria untuk mengevaluasi kecambah menurut Sutopo (2004) adalah sebagai berikut:

a. Kecambah normal, yaitu kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran baik terutama akar primer, dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua kali panjang benih, perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan-jaringannya, pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, di dalam atau muncul dari koleoptil atau


(18)

11 pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang normal, memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.

b. Kecambah abnormal, yaitu kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar primer yang pendek, kecambah yang bentuknya cacat, perkem-bangannya lemah atau kurang seimbang dari bagian-bagian yang penting, plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang membengkok, akar yang pendek, koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai daun, kecambah yang kerdil, kecambah yang tidak membentuk klorofil. Kecambah yang lunak, untuk benih pohon-pohonan bila dari mikropylekeluar daun bukannya akar. c. Kecambah mati kriteria ini ditujukan pada benih-benih yang busuk sebelum

berkecambah atau tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tetapi bukan dalam keadaan dorman.

d. Benih keras merupakan benih yang pada akhir uji daya kecambah masih keras karena tidak menyerap air disebabkan oleh kulit biji yang impermeable, dianggap sebagai benih keras.

e. Benih yang belum busuk tetapi tidak berkecambah, kriteria ini dilihat pada benih yang tidak busuk, atau masih hidup dan sudah mengalami pembeng-kakan tatapi belum berkecambah. Untuk benih-benih yang demikian harus disebutkan sebagai persentase tersendiri dan dapat diberi perlakuan tertentu yaitu diperpanjang waktu pengujiannya, diberi perlakuan khusus atau uji biokimia.


(19)

G. Dormansi pada benih

Dormansi benih adalah suatu keadaan benih tidak dapat berkecambah walaupun diletakkan pada kondisi yang memenuhi syarat untuk berkecambahan (Indriyanto, 2011).

Menurut Budi dkk. (2010), benih yang mengalami dormansi umumnya ditandai oleh:

a. Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air, b. Proses respirasi tertekan atau terhambat,

c. Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan, d. Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.

Selanjutnya menurut Budi dkk. (2010), mengelompokkan dormansi menjadi 2 tipe yaitu sebagai berikut.

1. Dormansi fisik, disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perke-cambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas ke dalam biji. 2. Dormansi fisiologis penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna

pertumbuhannya atau belum matang. Dormansi fisiologis disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik berupa penghambat maupun perangsang tumbuh.

H. Viabilitas benih

Viabilitas benih merupakan tolak ukur apakah benih viabel atau tidak, dengan cara melakukan pengujian benih, dan mengetahui kondisi pertumbuhan benih pada lingkungan yang optimal. Daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui


(20)

13 gejala metabiolisme atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih. Viabilitas benih pada umumnya diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah (Kamil, 1982).

Parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah persentase perkecam-bahan yang cepat dan perkecamperkecam-bahan kuat. Hal ini mencerminkan kekuatan benih tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria kecambah normal, abnormal, dan mati (Sutopo, 2002).

I. Perendaman dalam Air

Air merupakan kebutuhan dasar yang utama untuk perkecambahan. Kebutuhan air berbeda-beda tergantung dari spesies tanaman. Beberapa benih dapat bertahan pada kondisi air yang berlebihan, dan juga ada benih yang peka terhadap air.

Menurut Pranoto dkk. (1990), fungsi dari air pada benih adalah sebagai berikut: 1. Melunakkan benih sehingga embrio dan endosperma membengkak dan

menyebabkan retaknya kulit benih

2. Memungkinkan pertukaran gas sehingga suplai oksigen ke dalam benih terjadi 3. Mengencerkan protoplasma sehingga terjadi proses-proses metabolisme di

dalam benih

4. Mentranslokasikan cadangan makanan ke titik tumbuh yang memerlukan, perkecambahan terjadi bila air yang cukup diserap benih.


(21)

Menurut Sutopo (2004), beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Schmidt (2000), menyatakan perendaman merupakan prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormansi fisik, dan ada resiko besar bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi permiabel. Akan tetapi, banyak jenis tanpa dormansi atau dormansinya yang telah dipatahkan memperoleh manfaat dari perendaman dalam air, biasanya 12--24 jam sebelum penaburan.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Musradi (2006), menyatakan perlakuan perendaman benih merbau darat dalam air selama 24 jam dengan suhu 250C, 350C, 450C, 550C, 650C, dan 750C, didapatkan benih yang direndam pada suhu 750C dengan lama waktu perendaman 24 jam memberikan nilai persentase kecambah yang cukup besar yaitu 81%. Pada suhu 250C, 350C, 450C, 550C, dan 650C menghasilkan persentase kecambah yang lebih rendah yaitu rata-rata 65%. Sadjad (1975), menyatakan faktor penting dalam perkecambahan benih adalah air, oksigen dan cahaya, tetapi jika melakukan perendaman benih pada waktu yang lama, akan mengurangi persentase kecambah.


(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai dengan Mei 2012 di areal pembibitan PT. Anugerah Subur Sejahtera, Desa Ulak Bandung Kecamatan Muara Sahung Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu dengan ketinggian tempat 535 m dpl.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: bak kecambah yang terbuat dari bambu, lembar pengamatan/tally sheet, termometer, cangkul, dan ember. Bahan yang digunakan antara lain: benih kayu afrika, pasir, air, top soil.

C. Metode Penelitian 1. Rancangan percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan antara lain sebagai berikut.

1. Tanpa perendaman.

2. Perendaman dengan suhu air normal 250C. 3. Perendaman dengan suhu 500C.


(23)

Untuk setiap satuan percobaan digunakan 100 benih kayu afrika sehingga benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 x 3 x 100 = 1.200 benih. Penentuan letak percobaan dalam rancangan acak lengkap (RAL) diambil secara pengundian sehingga setiap satuan percobaan mempuyai peluang letak yang sama. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.

P1.1 P4.2 P2.3

P3.1 P1.2 P3.3

P2.2 P1.3 P4.1

P3.2 P2.1 P4.3

Gambar 4. Tata letak setiap satuan percobaan dalam rancangan acak lengkap. Keterangan: P1 = benih tanpa perendaman (kontrol)

P2 = Perendaman dengan suhu air normal 250 C P3 = Perendaman dengan suhu 500 C

P4 = Perendaman dengan suhu 750 C

Rancangan percobaan yang digunakan menurut Hanafiah (2001) adalah rancangan acak lengkap (RAL) adalah sebagai berikut.

Yij = µ + τi

+

εij ; i= 1,2,3,4 j= 1,2,3.

Keterangan: Yij =respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh galat percobaaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = perlakuan 1,2,3,4 j = ulangan 1,2,3

D. Persiapan Benih

Benih kayu afrika diperoleh dari sekitar tempat penelitian yaitu di Desa Napal Hijau Kecamatan Muara Sahung Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu dengan


(24)

17 ketinggian tempat 588 m dpl. Benih diambil dengan cara mengumpulkan benih yang jatuh di bawah pohon sebanyak 1.200. Benih kayu afrika yang pilih adalah benih yang baik, baru dan sudah masak fisiologis.

Benih yang sudah dikumpulkan kemudian diektraksi yaitu dibersihkan dari daging buah dengan cara direndam di dalam air. Kemudian digosok-gosok sampai

daging buah terkelupas dan didapatkan biji yang baik dengan ciri warna biji coklat kehitam-hitaman. Kemudian benih dijemur selama 2 hari untuk mengurangi kadar airnya. Ukuran benih kayu afrika yang digunakan seragam.

E. Persiapan Media Kecambah dan Naungan

Media kecambah yang digunakan adalah pasir bersih dan dicampur dengan top soil dengan perbandingan 1 : 1. Pencampuran dilakukan dengan mencampurkan 40 kg top soil dan 40 kg pasir. Media yang telah disiapkan kemudian diberi insektisida berupa Furadan, 204,16 gr dan fungisida berupa Dithane 75,36 gr dengan cara dicampurkan secara merata tujuannya agar tidak terserang gangguan organisme yang tidak diinginkan.

Media yang telah disiapkan dimasukan ke dalam bak-bak kecambah dengan ukuran 43 cm x 43 cm. Bak-bak kecambah diberi naungan dan pagar pelindung dari bahan paranet dengan intensitas cahaya 75% dengan tujuan untuk mengu-rangi intensitas cahaya matahari yang masuk.


(25)

F. Perendaman dan penyemaian benih

Perendaman benih kayu afrika dengan suhu awal yang berbeda-beda dilakukan secara serentak semua benih tersebut direndam selama 24 jam. Setelah direndam, semua benih disemai dalam bak-bak kecambah dengan jarak antar benih 3 cm x 3 cm.

G. Parameter pengamatan

Prameter pengamatan dalam penelitian pengaruh perendaman pada benih kayu afrika yang digunakan adalah.

1. Persentase jumlah benih yang berkecambah (G)

Menurut Indriyanto (2011) persentase jumlah benih yang berkecambah adalah jumlah benih yang berkecambah pada akhir pengamatan dapat dihitung dengan rumus

2. Kecepatan benih berkecambah atau rata-rata hari berkecambah (GR) n1h1+n2h2+ … … + nkhk

n1+n2+ … … + nk

Keterangan: n= jumlah benih yang berkecambah.

h= hari dalam proses perkecambahan benih.

k= jumlah hari yang diperlukan dalam pengamatan perkecambahan benih.


(26)

19 3. Daya berkecambah (DB)

Menurut Indriyanto (2008) daya berkecambah benih yaitu jumlah dari persentase benih yang berkecambah dan jumlah persentase yang tidak berkecambah, tetapi berisi dan hidup dapat dihitung dengan rumus

DB = Σ benih yang berkecambah + tidak berkecambah (sehat) x 100% Σbenih yang dikecambah

H. Analisis data 1. Homogenitas Ragam

Homogenitas ragam diuji menggunakan uji Bartlett dan hasil perhitungannya disajikan ke dalam bentuk tabel (Gaspersz, 1991).

X2 hitung terkoreksi = X2 hitung

K

X2 hitung = (ln 10) {B –( Σ db log Si2 )

B =

K =

Jika X2 hitung >X2(1 –α) (k-1), maka data yang diperoleh tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data, sedangkan jika X2 hitung ≤ X2(1 –α) (k-1), maka ragam homogen dan dilanjutkan dengan uji sidik ragam.


(27)

2. Analisis Ragam

Untuk mengetahui pengaruh perendaman benih dilakukan analisis ragam (Gaspersz, 1991).

FK = Y..2 ∑ri JKT = ∑ Y2

ij –FK JKP =∑(Yi)2

/b –FK JKG = JKT-JKP F hitung = KTP/KTG

JK mencerminkan pengaruh rerata kuadrat dari masing-masing parameter dalam model matematika RAL. Jika F hitung>F tabel, maka ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji BNT. Jika F hitung < F tabel, maka tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Menurut Sastrosupadi (2000) uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan atau beda nyata antar perlakuan dengan taraf nyata 5% dapat dihitung dengan rumus

BNT α = tα(v) x

Keterangan:

tα(v) : nilai baku yang terdapat pada taraf uji α dan derajat bebas galat v n = total perlakuan.


(28)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh perendaman benih kayu afrika pada berbagai suhu awal dapat disimpulkan bahwa.

1. Rata-rata hari berkecambah dan daya berkecambah benih kayu afrika tidak dipengaruhi oleh perendaman dengan suhu awal air.

2. Perendaman benih kayu afrika yang terbaik adalah tanpa perendaman dan perendaman dengan suhu awal air maksimal 500C.

B. Saran

Berkaitan dengan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perlakuan pendahuluan atau skarifikasi yang berbeda seperti penipisan kulit benih dengan cara pengamplasan, atau pengikiran, kemungkinan dengan dilakukannya penipisan atau pengikiran benih akan menambah viabilitas benih kayu afrika.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Budi A. C, I. Carrine, D. Faradilla, P. Maris, dan Suryani. 2010. Ekologi benih dormansi benih. Makalah. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 20 p.

Burahman, D. F. Djam'an, N. Widyani., dan Sudradjat. 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Buku. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan Tanaman Hutan. Bogor. 87 p.

Daniel, T.W., J.A.Helms., dan F.S.Baker. 1995. Prinsip-prinsip Silvikultur. Buku. Diterjemahkan oleh Djoko Marsono. Gajah Mada. 651 p.

Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih. Makalah. Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan. Bandung 2 p.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian. Ilmu Teknik dan Biologi. Buku. Armenia Bandung. 472 p.

Hanafiah, K. A. 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijya. Palembang. 238 p.

Hidayat, E. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Buku. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 275 p.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 234 p.

2010. Panduan Praktikum Silvikultur Intensif. Buku. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 43 p.

2011. Panduan Praktikum Teknik dan Manajemen Bibit/Persemaian

Buku. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 70 p. Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Buku. Angkasa Bandung. Bandung. 227 p.


(30)

36 Kusfebriani, N. A. Saputri, N.A. Lisan, V. Wuryaningrum, dan R. Rachmadini.

2010. Fisiologi tumbuhan Perkecambahan dan dormansi. Makalah. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam. Universitas Negeri. Jakarta. Jakarta. 28 p.

Musradi. 2006. Pengaruh perbedaan suhu awal perendaman air terhadap

perkecambahan benih merbau darat (Intsia palembanica).Skripsi

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 p.

Nurhasybi. 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Kayu afrika (Maesopsis eminii.). Buku. Bogor. 87 p.

Pranoto, H.S., W.Q.Mugnisjah, dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih. Buku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 138 p. Rozi, F. 2003. Pengaruh perlakuan pendahuluan dengan peretakan,

perendaman H2o, asam sulfat (H2

So

4), dan hormon giberlin (GA3)

terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis eminii). Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 p.

Sahwalita. 2009. Pengujian mutu benih tembesu (Fagrea fragran) berasal dari hutan rakyat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peningkatan Produksi Hutan Palembang. Palembang 2

Desember 2009. 230 p.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Buku. Rajawali Pres. Jakarta. 238 p. , 2004. Teknologi Benih. Buku. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. 243 p.

Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih dalam dasar-dasar Teknologi benih. Capita selekta. Departemen Agronomi. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 138 p.

Sahupala. A. 2007. Teknologi Benih.Makalah pelatihan penanaman hutan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Maluku. 15 p.

Saleh, M. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah.Jurnal jurusan Budidaya Pertanian. 6(2): 71-80. Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.


(31)

37 Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan

Suptropis. Derektorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Buku. Gramedia. Jakarta. 185 p.

Sumanto dan Sriwahyuni. 1993. Pengembangan perlakuan benih terhadap perkecambahan. Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman industri. Palembang 2 Desember 2009. 11(4): 27-30.

Winarni, T. dan S. Elia 2009. Pengaruh ukuran benih terhadap perkecambahan benih kayu arika (Measopsis eminii). Jurnal. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan. Bogor. 6(1): 7-12.


(32)

38


(1)

20 2. Analisis Ragam

Untuk mengetahui pengaruh perendaman benih dilakukan analisis ragam (Gaspersz, 1991).

FK = Y..2 ∑ri JKT = ∑ Y2

ij –FK JKP =∑(Yi)2

/b –FK JKG = JKT-JKP F hitung = KTP/KTG

JK mencerminkan pengaruh rerata kuadrat dari masing-masing parameter dalam model matematika RAL. Jika F hitung>F tabel, maka ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji BNT. Jika F hitung < F tabel, maka tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Menurut Sastrosupadi (2000) uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan atau beda nyata antar perlakuan dengan taraf nyata 5% dapat dihitung dengan rumus

BNT α = tα (v) x Keterangan:

tα(v) : nilai baku yang terdapat pada taraf uji α dan derajat bebas galat v n = total perlakuan.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh perendaman benih kayu afrika pada berbagai suhu awal dapat disimpulkan bahwa.

1. Rata-rata hari berkecambah dan daya berkecambah benih kayu afrika tidak dipengaruhi oleh perendaman dengan suhu awal air.

2. Perendaman benih kayu afrika yang terbaik adalah tanpa perendaman dan perendaman dengan suhu awal air maksimal 500C.

B. Saran

Berkaitan dengan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perlakuan pendahuluan atau skarifikasi yang berbeda seperti penipisan kulit benih dengan cara pengamplasan, atau pengikiran, kemungkinan dengan dilakukannya penipisan atau pengikiran benih akan menambah viabilitas benih kayu afrika.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Budi A. C, I. Carrine, D. Faradilla, P. Maris, dan Suryani. 2010. Ekologi benih dormansi benih. Makalah. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 20 p.

Burahman, D. F. Djam'an, N. Widyani., dan Sudradjat. 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Buku. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan Tanaman Hutan. Bogor. 87 p.

Daniel, T.W., J.A.Helms., dan F.S.Baker. 1995. Prinsip-prinsip Silvikultur. Buku. Diterjemahkan oleh Djoko Marsono. Gajah Mada. 651 p.

Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih. Makalah. Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan. Bandung 2 p.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian. Ilmu Teknik dan Biologi. Buku. Armenia Bandung. 472 p.

Hanafiah, K. A. 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijya. Palembang. 238 p.

Hidayat, E. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Buku. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 275 p.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 234 p.

2010. Panduan Praktikum Silvikultur Intensif. Buku. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 43 p.

2011. Panduan Praktikum Teknik dan Manajemen Bibit/Persemaian

Buku. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 70 p. Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Buku. Angkasa Bandung. Bandung. 227 p.


(4)

36 Kusfebriani, N. A. Saputri, N.A. Lisan, V. Wuryaningrum, dan R. Rachmadini.

2010. Fisiologi tumbuhan Perkecambahan dan dormansi. Makalah. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam. Universitas Negeri. Jakarta. Jakarta. 28 p.

Musradi. 2006. Pengaruh perbedaan suhu awal perendaman air terhadap perkecambahan benih merbau darat (Intsia palembanica).Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 p.

Nurhasybi. 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Kayu afrika (Maesopsis eminii.). Buku. Bogor. 87 p.

Pranoto, H.S., W.Q.Mugnisjah, dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih. Buku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 138 p. Rozi, F. 2003. Pengaruh perlakuan pendahuluan dengan peretakan,

perendaman H2o, asam sulfat (H2

So

4), dan hormon giberlin (GA3)

terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis eminii). Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 p.

Sahwalita. 2009. Pengujian mutu benih tembesu (Fagrea fragran) berasal dari hutan rakyat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produksi Hutan Palembang. Palembang 2 Desember 2009. 230 p.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Buku. Rajawali Pres. Jakarta. 238 p. , 2004. Teknologi Benih. Buku. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. 243 p.

Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih dalam dasar-dasar Teknologi benih. Capita selekta. Departemen Agronomi. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 138 p.

Sahupala. A. 2007. Teknologi Benih.Makalah pelatihan penanaman hutan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Maluku. 15 p.

Saleh, M. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah.Jurnal jurusan Budidaya Pertanian. 6(2): 71-80. Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.


(5)

37 Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan

Suptropis. Derektorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Buku. Gramedia. Jakarta. 185 p.

Sumanto dan Sriwahyuni. 1993. Pengembangan perlakuan benih terhadap perkecambahan. Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman industri. Palembang 2 Desember 2009. 11(4): 27-30.

Winarni, T. dan S. Elia 2009. Pengaruh ukuran benih terhadap perkecambahan benih kayu arika (Measopsis eminii). Jurnal. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan. Bogor. 6(1): 7-12.


(6)

38