Kode Etik Jurnalistik

(1)

KODE ETIK JURNALISTIK, HUMAS, PERIKLANAN, dan PERFILMAN

Makalah

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir Smester Genap Mata Kuliah Hukum dan Kode Etik Komunikasi

Tahun Akademik 2014/2015 KELOMPOK YJ

ADELIA PUTRI 1471500411

SUNDARI 1471505295

LUSY PERMATA 1471500171

RAHMAT HIDAYAT 1471504306

DANIEL RAMA 1271500884

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS BUDI LUHUR


(2)

JAKARTA 2015 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kode Etik Jurnalistik, Humas, Periklanan, dan Perfilman. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Mariko Rizkiansyah, S.Sos., M.I.Kom selaku Dosen mata kuliah Hukum dan Kode Etik Komunikasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kode Etik Jurnalistik, Humas, Periklanan, dan Perfilman. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masa depan.


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……….……….. 2

Daftar Isi ……….……….. 3

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ……….…………... 4

B. Rumusan Masalah ……….………. 5

C. Tujuan ……….………….. 5

D. Manfaat ….………...……….…………... 5

Bab II Pembahasan A. Pengertian Kode Etik Jurnalistik ……….……...……… 6

B. Contoh Kasusnya ………...………...……. 8

C. Pengertian Kode Etik Humas ……….…...….. 10

D. Contoh Kasusnya ……….…………...… 11

E. Pengertian Kode Etik Periklanan ………...……..…...…. 16

F. Contoh Kasusnya ………... 17

G. Pengertian Kode Etik Perfilman ………...….... 20

H. Contoh Kasusnya ………... 22

Bab III Penutup A. Kesimpulan ………..……...….…. 23

B. Saran ……….………….… 23


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pengertian Etika

1. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral baik itu dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga maupun dalam lingkup bermasyarakat bahkan dalam berfrofesi sekalipun.

2. Nilai yang mengenal benar dan salah yang dianut masyarakat. 3. Kumpulan azaz atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau

pribadi seseorang. Pengertian Kode Etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Tujuan kode etik agar professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.

Pelanggaran kode etik profesi adalah penyelewengan/ penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau member petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.


(5)

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik, kode etik humas, kode etik periklanan, kode etik perfilman?

2. Apa saja contoh kasusnya?

C. Tujuan

1. Agar tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan kode etik sehingga dapat menjadi baik dan benar.

2. Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kode etik dalam kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat

1. Manfaat untuk diri sendiri:

Agar bisa memahami bagaimana yang dijelaskan dengan kode etik jurnalistik, kode etik humas, kode etik periklanan, dan kode etik perfilman .

2. Manfaat untuk kelompok:

Agar kita bisa menjaga budaya kode etik jurnalistik, kode etik humas, kode etik periklanan, dan kode etik perfilman yang baik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN


(6)

A. PENGERTIAN

Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik dibagi menjadi tiga kata yaitu kode sendiri berasal dari bahasa inggris “code” dan dalam bahasa latin “codex” yang berarti buku undang-undang kumpulan sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Sedangkan jurnalistik sendiri berasal dari bahasa latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa inggris “Journal” yang berarti catatan harian.

Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban.

Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik

Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6: Wartawan Indonesia menyalahgunakan profesi dan menerima suap.


(7)

Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Isi Kode Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut :

a. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.

b. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit menta, atau latar belakang social lannya. c. Jurnalis melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya


(8)

d. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar

e. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi

f. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

g. Jurnalis menghormati hak narasumber

h. Jurnalis menghormati hak privasi, keculai hal-hal yang bias merugikan masyarakat

i. Jurnalis segera meralat setiap pemberitahuan yang diketahuinya tidak akurat

j. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan.

Contoh Kasus Pelanggarannya

Di lakukan oleh Dewan Pers (Kasus Penyebaran Foto Seronok Novi Amelia)

Dewan Pers menganggap dugaan keterlibatan rekan media berinisial WO dalam penyebaran foto seronok Novi Amelia merupakan sebuah hal yang gawat. dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pengedar foto Novi itu bukan dimuat di media cetak maupun elektronik . Namun melalui BBM (Blackberry Messanger) atau jejaring sosial, ini menjadi gawat karena dapat terjerat Undang-Undang ITE. UU ITE yang dimaksud adalah Pasal 27


(9)

ayat 1 dan ayat 3 yang bisa diancam hukuman hingga enam tahun penjara.

Ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariot

Memuat gambar sadis dan melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik adalah pemberitaan tentang ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariott, Kuningan, bulan Juli tahun lalu. Pada siaran langsung suasana tempat kejadian beberapa saat setelah bom meledak, Metro TV memuat gambar Tim Mackay, Presiden Direktur PT Holcim Indonesia, yang berdarah-darah dan tampak tidak beradaya, di jalanan. Penanyangan gambar tersebut tentu tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalisitk dan dapat menimbulkan dampak traumatis bagi penonton yang melihat.

Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh TV One

Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja.

Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.

Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV One dalam

menyiarkan pemberitaan Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta

menerapkan asas praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas, wartawan TV One hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu Antasari atau Rani.


(10)

Kode Etik Humas

Meliputi :

1. Code of conduct –etika perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majikan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesi.

2. Code of profession – etika dalam melaksanakan tugas/profesi humas.

3. Code of publication – etika dalam kegiatan proses dan teknis publikasi.

4. Code of enterprise –menyangkut aspek peraturan pemerintah seperti hukum perizinan dan usaha, hak cipta, merk, dll.

Kode Etik perhumas Pasal I : Komitmen Pribadi Anggota PERHUMAS harus :

1. Memiliki dan manerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan.

2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia.

3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal II : Perilaku terhadap klien atau atasan Anggota PERHUMAS harus :

1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.

2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait. 3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau

atasan, maupun yang perrnah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.


(11)

Pasal III : Perilaku terhadap masyarakat dan media massa Anggota PERHUMAS harus :

1. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat. 2. Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana

maupun jalur komunikasi massa.

Pasal IV : Perilaku Terhadap Sejawat Praktisi Kehumasan Indonesia harus :

1. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.

2. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini

Contoh Kasus Pelanggarannya

. Peristiwa retaknya badan pesawat Adam Air 737-300

Rabu, 21 Februari 2007 pesawat Adam Air 737-300 dengan nomor penerbangan KI-172 dengan mengangkut 148 orang penumpang diberitakan mengalami keretakan badan pesawat di bandara Juanda, Surabaya. Media mengabarkan bahwa Manajemen Adam Air tidak berterus terang mengenai keretakan badan pesawat tersebut, melainkan membantah pernyataan mengenai keretakan pesawat Adam Air 737-300. Pihak Adam Air sendiri terbukti melalui gambar yang tersebar di media bahwa telah mengecat seluruh badan pesawat menjadi warna putih dan menutup retakan dibelakang sayap pesawat menggunakan kain berwarna putih. Dari sejumlah bukti yang


(12)

keretakan pesawat yang dialami oleh pesawat Adam Air 737-300, dan memilih tidak memberikan komentar mengenai berita pengecatan tersebut.

Dari kasus tersebut ditemukan bahwa PR Adam Air telah melanggar kode etik kehumasan, yaitu :

a. IPRA (International Public Relation Association) Code of Condut ; “Dalam IPRA Code of Conduct butir C disebutkan bahwa lembaga kehumasan tidak diperkenankan untuk menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan.”. PR Adam Air dapat dikatakan melanggar kode etik karena terbukti tidak berterus terang perihak kejadian retaknya badan pesawat.

b. Kode Etik Kehumasan (KEKI) ; Dalam salah satu butir ketentuan KEKI pasal III disebutkan bahwa anggota perhumasan tidak boleh menyebarkan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.

Selain memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan kepada publik, dari tindakan pengecatan pesawat tersebut pihak Adam Air juga telah melanggar UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yaitu pasal 34 ayat 2 yaitu “siapa pun dilarang merusak, menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil bagian-bagian pesawat atau barang lainnya yang tersisa akibat kecelakaan, sebelum dilakukan penelitian terhadap penyebab kecelakaan itu. Ancaman hukuman bagi pelanggarnya adalah enam bulan kurungan serta denda Rp 18 juta.”


(13)

Lebih dari lima tahun kasus lumpur Lapindo belum usai. Lapindo yang dimiliki oleh Bakrie Group ini memang memiliki sumberdaya politik ekonomi yang dapat perpengaruh di Indonesia, bahkan Bakrie Group dapat menciptakan opini public mengenai lumpur Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki. Pada 22 Oktober 2008 Lapindo Brantas mengadakan siaran pers mengenai hasil para ahli geologi di London. Pada konfrensi tersebut Lapindo menyewa perusahan Public Relation untuk mengabarkan bahwa peristiwa tersebut bukan dari kesalahan Lapindo. Lapindo mengeluarkan statement bahwa kejadian tersebut akibat dari bencana alam, akan tetapi sejumlah ahli geolog dan LSM yang peduli terhadap kasus lumpur Lapindo ini tetap menganggap bahwa kejadian pengeboran Lapindo yang menjadi pemicu tragedy tersebut. Lapindo terus menutupi fakta dengan berbagai cara termasuk membuat iklan serta memecah belah warga memalui masalah ganti rugi hal tersebut dilakukan untuk mengarahkan pada opini public.

Dari kasus tersebut, maka PR Lapindo Brantas dapat dinyatakan telah melanggar kode etik profesi Public relation, yaitu :

a. Pasal 2 mengenai Penyebaran informasi ; “seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggungjawab, informasi yang palsu atau yang meyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban menjaga dan ketepatan informasi.”. Lapindo dikatakan melanggar pasal tersebut karena Lapindo menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta.

b. Pasal 3 mengenai Media Komunikasi ; “seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi”. Lapindo dapat dikatakan melanggar pasal


(14)

berikut karena Lapindo yang merupakan milik Bakrie Group dapat menciptakan opini public sendiri mengenai lumpur Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki sehingga informasi yang diberikan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan tetapi tidak menjatuhkan citra Lapindo.

Iklim Komunikasi di PT Citra Marga Nusaphala Persada tbk Berkaitan dengan Kondisi Perusahaan

Terdapat tiga permasalahan yang terjadi di CMNP yaitu stigma KKN, kinerja keuangan yang buruk, dan gugatan bagi hasil pengelolaan jalan tol dengan Jasa marga. Karyawan lebih menganggap pembagian revenue sharing dengan Jasa Marga yang paling menganggu eksistensi karyawan karena menyangkut kesejahteraan. hubungan antara bahawan dan atasan dalam CMNP berkaitan dengan informai tentang usaha repositioning dan keadaan negatif perusahaan terlihat tidak supportive, dimana para karyawan merasa bahwa atasan tidak membantu mereka dalam membangun dan memelihara rasa saling meghargai dan kepentingan semua pihak. Adanya jarak yang membatasi antara karyawan yang bekerja di lapangan dengan karyawan yang bekerja di kantor pusat maupun operasional.

Para karyawan lapangan merasa diperlakukan seperti mesin. Tidak adanya rasa saling menghargai dan kepentingan semua pihak antar anggota organisasi karena motivasi kerja karyawan dan anggota organisasi CMNP adalah untuk kepentingan pribadi. Karyawan hanya pasrah dengan keadaan tanpa ada usaha untu lebih meningkatkan komunikasi sampai pada taraf optimal, karyawan merasa lebih baik diam dan menerima apapun kebijakan manajemenn dengan harapan eksistensi karyawan tetap terjaga.


(15)

Kejujuran atau keterusterangan atasan atau manajemen atas hasil kerja karyawan dirasakan kurang.

Departemen Komunikasi Korporat berfungsi sebagai jembatan antara manajemen dengan pihak internal maupun eksternal. Salah satu bentuk dari program Bidang Internal Departemen Korporat untuk menjawab kebutuhan komunikasi internal prusahaan diterbitkan buletin triwulan. namun tidak tepat bisa menjawab kebutuhan akan saluran komunikasi, dengan pemunculan media-media internal selain koordinasi oleh Depatemen Komunikasi Korporat. Menurut karyawan hal ini sebenarnya tidak sehat, selain tidak efisien juga mengkaburkan fungsi internal relations Departemen Komunikasi Korporat. Departemen komunikasi Korporat juga menerbitkan media internal warta Citra Marga, namun dinilai terlambat dan cenderung menjadi corong manajemen dan belum memberikn kesempatan komunikasi yang sifatnya bottom up. Komunikasi face to face menjadi hal yang sangat dirindukan oleh para karyawan.

Dari kasus tersebut, Departemen Komunikasi Koorporat yang diposisikan sebagai PR perusahaan tersebut tidak menjalankan etika profesi kehumasan dengan baik. Perusahaan tersebut dapat dinyatakan melanggar etika kehumasan karena :

a. Pasal 3 mengenai Media Komunikasi ; “seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi”. Dari sini CMNP dapat dikatakan melanggar pasal tersebut karena CMNP menciptakan suatu media komunikasi yang sifatnya belum dua arah.

b. Pasal 8 mengenai memberitahukan Kepentingan Keuangan ; “seorang angota yang mempunyai


(16)

kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.”. CMNP dapat dikatakan melanggar pasal tersebut karena terbukti kinerja keuangan perusahaan tersebut cenderung tertutup dan memiliki kinerja buruk.

c. Perusahaan CMNP juga melanggar kode etik Kehumasan Pemerintah mengenai hubungan kerja kewajiban dalam organisasi yang berbunyi “pengelola anggota/kehumasan pemerintah harus loyal kepada instansinya, memiliki kinerja berkomunikasi dan integritasmoral secara efektif, baik dalam jalur formal maupun informal dengan para pegawai instansi tempat pengelola / anggota kehumasan pemerintah.

Kode Etik Periklanan

Regulasi periklanan di Indonesia diatur dala bentuk kode etik yang disebut sebagai Etika Periklanan Indonesia (EPI) dan aturan pelaksanaan yang disebut sebagai Tata Krama dan Tata Cara

Periklanan Indonesia (TKTCPI). Kedua jenis regulasi ini bukan berupa undang-undang dan dibuat oleh sejumlah institusi di bidang periklanan di Indonesia, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia (AMLI), Serikat Penerbit Surat Kabar (SPSI), Serikat Grafika Pers (SGP), dan sebagainya.

Konsekuensi dari bentuk regulasi yang berupa kode etik ini adalah pada penegakan hukumnya. Penegakan hukum pada kode etik


(17)

dilakukan oleh asosiasi industry periklanan, yaitu PPPI. Demikian pula sanksi pelanggaran atas kode etik periklanan hanya berupa teguran dari PPPI kepada anggotanya.

Rancangan kode etik periklanan Indonesia

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau

merendahkan martabat agama, tata susila, adat budaya, suku dan golongan.

3. Iklan harus dijiwai oleh azaz persaingan yang sehat.

Contoh Kasus Pelanggarannya

Kesalahan dari iklan provider XL ini adalah

Di iklan ini memakai kata “TERmurah”. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berawalan “Ter, Paling, nomer satu, top” ini melanggar tata karna isi iklan dalam bentuk bahasa.

Selain itu pada iklan xl ini mereka memakai kata “GRATIS”. Kata gratis atau kata lain yang bermakna sama juga tidak boleh


(18)

dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Ini juga termasuk tata karma isi iklan

Kesalahan dari iklan shampoo CLEAR ini karena memakai kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar aturan “bahasa”.


(19)

Kesalahan iklan “NANO-NANO NOUGAT” melanggar tata karma isi iklan “rasa takut dan tahayul” karena ada sesosok makhluk gaib (suster ngesot) yang ngesot di sebuah ruangan gelap, serta music yang menyeramkan sebagai backsound. ini menimbulkan rasa takut orang yang sedang menonton TV.

Sanksi :

1. Pelanggaran pertama

Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa pengawasan selama enam bulan.

2. Pelanggaran kedua

Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa pengawasan tiga bulan.

3. Pelanggaran ketiga

Berupa skorsing dari keanggotaan PPPI, dikenakan jika antara pelanggaran pertama dan pelanggaran ketiga ini terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.

Lama skorsing ditetapkan berdasarkan bobot dan tenggang waktu terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut.

4. Pelanggaran keempat

Berupa pemecatan dari keanggotaan PPPI, dan

rekomendasi kepada para klien maupun para mitra usaha terkait untuk memutuskan segala bentuk hubungan usaha dengan mantan Anggota tersebut.

Kode Etik Perfilman

Kode etik bidang perfilman:

1. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional wajib menghormati setiap perjanjian kerja yang dibuat bersama serta melaksakannya secara profesional.

2. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban menolak pekerjaan membuat dan atau terlibat dalam pembuatan film biru, ataupun film yang menghina agama.


(20)

3. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak melakukan ikatan kerja pada dua perusahaan film atahu lebih dalam waktu yang bersamaan.

4. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban mematuhi dan tunduk pada kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan kongres.

UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman Pasal 5

Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa. Pasal 6

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dilarang mengandung isi yang :

a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan

perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

b. Menonjolkan pornografi

c. Memprovokasikan terjadinya pertentangan antar kelompok, suku, ras, dan golongan

d. Menistakan, melecehkan dan menodai nilai-nilai agama e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan

hukum

f. Merendahkan harkat dan martabat manusia Pasal 45

Masyarakat berhak:

a. Memperoleh pelayanan dalam kegiatan perfilman dan usaha perfilman

b. Memilih dan menikmati film yang bermutu


(21)

d. Memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukkan film

e. Mengembangkan perfilman

UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Pasal 4

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

mengekspor, menawarkan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang b. Kekerasan seksual

c. Masturbasi atau onani

d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan e. Alat kelamin

f. Pornografi anak

Contoh Kasus pelangarannya

Banyak film-film horror Indonesia yang menampilkan adegan-adegan perempuan dengan balutan busana yang minim bahkan terkesan telanjang. Tidak seperti tahun-tahun yang dahulu, sekarang film horror Indonesia sudah banyak yang mengandung unsur-unsur


(22)

saat ini nampaknya perlu mendapat perhatian serius. Biladiamati, sebenarnya kondisinya berbalik, bukan film horror dibumbui seks, melainkan film-film seks yang dibungkus dengan horror.

Contohnya seperti film Pacar Hantu Perawan, di film tersebut bisa dilihat Dewi Persik sedang melakukan adegan mandi dalam keadaan hampir setengah telanjang yaitu hanya dibaluti kain putih yang agak transparan, dapat memperlihatkan lekuk tubuhnya tersebut.

Film kedua yaitu “SKANDAL”, adegan awal dari film ini sudah disambut dengan adegan masturbasi mischa yang diperankan oleh Uli Auliani.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Beberapa contoh kasus diatas banyak memilik kesalahan dan melanggar hukum kode etik serta adanya pelanggaran UU Pornografi membuat Berita, Iklan, dan Film. Sehingga dari contoh kasus tersebut banyak memuat pesan – pesan ambigu dan mengarah kearah seks serta penggunaan pakaian minim yang digunakan oleh seorang talent wanita membuat kesan seksi dalam Film ini lebih diperjelas


(23)

B. SARAN

Seharusnya para pembuat Iklan atau Film agen pembuat Iklan atau Film memerhatikan UU Periklanan, UU penyiaran, UU Perfilman, UU Pornografi, serta Kode Etik Periklanan dan Kode Etik Perfilman ketika akan membuat Iklan atau Film. Tidak hanya melindungi produk Iklan atau Film dari kesalahan hukum serta Kode Etik, tetapi juga memerhatikan konten Iklan atau Film sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

DAFTAR PUSTAKA

Happy. 2008. HAK-HAK KONSUMEN JIKA DIRUGIKAN. Jakarta : Transmedia Pustaka

Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo

Cibengnews.blogspot.com/ pengertian-kode-etik-jurnalistik


(1)

dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Ini juga termasuk tata karma isi iklan

Kesalahan dari iklan shampoo CLEAR ini karena memakai kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar aturan “bahasa”.


(2)

Kesalahan iklan “NANO-NANO NOUGAT” melanggar tata karma isi iklan “rasa takut dan tahayul” karena ada sesosok makhluk gaib (suster ngesot) yang ngesot di sebuah ruangan gelap, serta music yang menyeramkan sebagai backsound. ini menimbulkan rasa takut orang yang sedang menonton TV.

Sanksi :

1. Pelanggaran pertama

Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa pengawasan selama enam bulan.

2. Pelanggaran kedua

Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa pengawasan tiga bulan.

3. Pelanggaran ketiga

Berupa skorsing dari keanggotaan PPPI, dikenakan jika antara pelanggaran pertama dan pelanggaran ketiga ini terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.

Lama skorsing ditetapkan berdasarkan bobot dan tenggang waktu terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut.

4. Pelanggaran keempat

Berupa pemecatan dari keanggotaan PPPI, dan

rekomendasi kepada para klien maupun para mitra usaha terkait untuk memutuskan segala bentuk hubungan usaha dengan mantan Anggota tersebut.

Kode Etik Perfilman

Kode etik bidang perfilman:

1. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional wajib menghormati setiap perjanjian kerja yang dibuat bersama serta melaksakannya secara profesional.

2. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban menolak pekerjaan membuat dan atau terlibat dalam pembuatan film biru, ataupun film yang menghina agama.


(3)

3. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak melakukan ikatan kerja pada dua perusahaan film atahu lebih dalam waktu yang bersamaan.

4. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban mematuhi dan tunduk pada kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan kongres.

UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman Pasal 5

Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa. Pasal 6

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dilarang mengandung isi yang :

a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan

perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

b. Menonjolkan pornografi

c. Memprovokasikan terjadinya pertentangan antar kelompok, suku, ras, dan golongan

d. Menistakan, melecehkan dan menodai nilai-nilai agama e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan

hukum

f. Merendahkan harkat dan martabat manusia Pasal 45

Masyarakat berhak:

a. Memperoleh pelayanan dalam kegiatan perfilman dan usaha perfilman

b. Memilih dan menikmati film yang bermutu


(4)

d. Memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukkan film

e. Mengembangkan perfilman

UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Pasal 4

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

mengekspor, menawarkan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang b. Kekerasan seksual

c. Masturbasi atau onani

d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan e. Alat kelamin

f. Pornografi anak

Contoh Kasus pelangarannya

Banyak film-film horror Indonesia yang menampilkan adegan-adegan perempuan dengan balutan busana yang minim bahkan terkesan telanjang. Tidak seperti tahun-tahun yang dahulu, sekarang film horror Indonesia sudah banyak yang mengandung unsur-unsur pornografi. Kecenderungan hadirnya konten seks dalam film horror


(5)

saat ini nampaknya perlu mendapat perhatian serius. Biladiamati, sebenarnya kondisinya berbalik, bukan film horror dibumbui seks, melainkan film-film seks yang dibungkus dengan horror.

Contohnya seperti film Pacar Hantu Perawan, di film tersebut bisa dilihat Dewi Persik sedang melakukan adegan mandi dalam keadaan hampir setengah telanjang yaitu hanya dibaluti kain putih yang agak transparan, dapat memperlihatkan lekuk tubuhnya tersebut.

Film kedua yaitu “SKANDAL”, adegan awal dari film ini sudah disambut dengan adegan masturbasi mischa yang diperankan oleh Uli Auliani.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Beberapa contoh kasus diatas banyak memilik kesalahan dan melanggar hukum kode etik serta adanya pelanggaran UU Pornografi membuat Berita, Iklan, dan Film. Sehingga dari contoh kasus tersebut banyak memuat pesan – pesan ambigu dan mengarah kearah seks serta penggunaan pakaian minim yang digunakan oleh seorang talent wanita membuat kesan seksi dalam Film ini lebih diperjelas


(6)

B. SARAN

Seharusnya para pembuat Iklan atau Film agen pembuat Iklan atau Film memerhatikan UU Periklanan, UU penyiaran, UU Perfilman, UU Pornografi, serta Kode Etik Periklanan dan Kode Etik Perfilman ketika akan membuat Iklan atau Film. Tidak hanya melindungi produk Iklan atau Film dari kesalahan hukum serta Kode Etik, tetapi juga memerhatikan konten Iklan atau Film sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

DAFTAR PUSTAKA

Happy. 2008. HAK-HAK KONSUMEN JIKA DIRUGIKAN. Jakarta : Transmedia Pustaka

Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo

Cibengnews.blogspot.com/ pengertian-kode-etik-jurnalistik Infoaktual.net/ pelanggaran-pelanggaran-kode-etik