Kode Etik Jurnalistik muslim studi penerapan Kode Etik Jurnalistik pada koran Duta Masyarakat Surabaya.

(1)

KODE ETIK JURNALISTIK MUSLIM

“STUDI PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK MUSLIM PADA KORAN DUTA

MASYARAKAT SURABAYA”

SKRIPSI

Diajakuan kepada Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Komunikasi Penyiaran Islam (S.Sos)

Disusun Oleh : UIN MASHURIN

B71213065

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

KODE ETIK JURNALISTIK MUSLIM

“STUDI PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK MUSLIM PADA KORAN DUTA MASYARAKAT SURABAYA”

SKRIPSI Diajukan Untuk

Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjanah Dalam program Strata Satu (S1)

Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)

Disusun Oleh : UIN MASHURIN

B71213065

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Uin Mashurin, NIM. B71213065, 2017. Kode Etik Jurnalistik Muslim. “Studi Penerapan Kode Etik Jurnalistik Muslim Pada Koran Duta Masyarakat Surabaya” Kata Kunci : Jurnalistik, Jurnalis Muslim, Kode Etik Jurnalistik.

Penelitian ini menggunakan metode peneletian kualitatif deskriptif yang bersifat kancah, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan Fenomenologi.

Bagaimana jurnalis muslim menerapkan Kode Etik Jurnalistik Persatuan Waratawan Indonesia (PWI) pada Koran Duta masyarakat? Penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawabannya. Dengan mewawancarai jurnalis yang bekerja di Koran Duta Masyarakat, cara menerapkan kode etik jurnalistik pasal 11 dikalangan jurnalis muslim, maka dapat ditemukan beberapa poin terkait jurnalis muslim di Koran duta Masyarakat. Pertama, mereka telah menerapakan balancing yang artinya keseimbangan sama, tidak memihak/tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan. Kedua, mereka memiliki sikap

coverbothside yang berarti bagaimana jurnalis muslim memetakan kedua belah

pihak, tidak berat sebelah, sehingga hasilnya adil untuk di terapkan khususnya pada sumber berita dalam sebuah penulisan berita.

Dan dari hasil temuan itu, kemudian juga membuktikan bahwasanya jurnalis muslim pada Koran duta masyarakat telah melakukan berbagai bentuk – bentuk praktik jurnalis yang sesuai dengan prinsip jurnalistik secara umum, lalu jurnalistik Islam. Sementara itu, beberapa hal masih harus terus diupayakan oleh seluruh jurnalis muslim, media, maupun pemerintahan, jika berdasarkan pada apa yang disajikan pada penelitian ini, yaitu mulai dari selalu menjadi pembaharu Islam dengan menyediakan berita – berita seimbang tentang Islam sesuai dengan kaidah – kaidah jurnalistik.

Penelitian ini hanya meneliti gambaran jurnalis muslim pada Koran Duta Masyarakat, untuk mengatasi keterbatasan peneliti dalam menyajikan data – data, maka bagi peneliti selanjutnya, diharapkan bisa meneliti dengan jangkuan lebih luas lagi tentang penggambaran jurnalis muslim dalam menerapkan Kode Etik Jurnalistik.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Masalah ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Konseptualisasi ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Kajian Kepustakaan ... 16

1. Kode Etik Juranlistik Pasal 11 ... 16

2. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ... 29

3. Jurnalis Muslim ... 32

B. Teori Subtantif ... 41

1. Dakwah Bil Qolam ... 41

2. Komunikasi Dakwah ... 45

C. Penilitian Terdahulu ... 53

BAB III : METODE PENELITIAN ... 56

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 56

B. Kehadiran Peneliti ... 61


(9)

1. Jenis Data ... 63

2. Sumber Data ... 64

D. Teknik Pengumpulan Data ... 65

1. Observasi ... 65

2. Wawancara ... 68

3. Dokumentasi ... 70

E. Teknik Analisis Data ... 71

F. Teknik Keabsahan Data ... 72

BAB IV : SETTING PENELITIAN ... 77

A. Setting Penelitian ... 77

1. Profil Koran Duta Masyarakat ... 77

2. Identitas Koran Duta MAsyarakat ... 80

3. Biografi Jurnalis ... 80

B. Penyajian Data ... 85

1. Kode Etik Jurnalistik Pasal 11 ... 85

2. Karya Berita ... 86

C. Temuan Penelitian ... 92

1. Perjalanan Jurnalis Muslim Koran Duta Masyarakat ... 92

2. Profesionalisme dalam mengkaji Kebenaran dan Kredibilitas Berita ... 105

D. Analisis Penelitian ... 116

1. Definisi Jurnalis Muslim dalam krangka Jurnalistik Islam dan dakwah Bil Qolam ... 116

2. Etika Jurnalis Muslim Sesuai Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia dan Komunikasi Dakwah ... 119

3. Makna kebenaran dalam Teori Korespondensi ... 122

4. Profesionalisme dalam Meneggakan Kredibilitas ... 124

BAB V : KESIMPULAN ... 128

1. Kesimpulan ... 128

2. Saran dan Kritik ... 129 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama dakwah. Umat Islam berkewajiban melaksanakan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya dan harus menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran ajaran Islam terhadap orang lain. Mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Oleh karena itu, aktivitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim.1 Seruan dakwah itu ditujukan untuk semua profesi dan profesi yang paling mungkin melakukannya dengan sasaran massa adalah profesi jurnalis (wartawan). Jurnalis punya kemampuan untuk mengembangkan tulisan melalui keterampilan yang dimiliki serta disampaikan melalui media tempat ia bekerja. Melalui media, seorang jurnalis dapat mengkontruksi realitas sesuai dengan ideologi si jurnalis. Profesi jurnalis berkesinambungan dengan melahirkan realitas kepada massa tentang peristiwa, orang, dan benda.

Di era modern ini pihak barat telah melakukan pembentukan opini besar-besaran dalam menyerang keberadaan Islam sebagai agama. Semua pusat kekuatan umat Islam mampu disasar untuk diluluhlantakan dengan berbagai upaya agar semua nilai-nilai kebenaran yang ada di dalam Islam menjadi kabur, dan selanjutnya ummat mengalami kehilangan tempat berpijak yang meyakinkan. Dan ini dilakukan dengan menggunakan pena atau tuilisan. Karena mereka dalam hal ini jauh mengalami kemajuan jika dibandingkan dengan ummat Islam dalam menguasai media dan kemampuan menulis masih sangat tertinggal.

1

Kiki Zakiah, Ilmu Komunikasi Sekarang dan Tantangan Masa Depan, (Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri,


(11)

2

Melihat bagaimana tipu daya Barat terhadap dunia Islam, dalam hal ini melalui media massanya, umat Islam harus semakin kritis dan sadar dalam menyerap Informasi yang setiap hari menerpa mata dan telinga kita, dan sadar dalam menyerap informasi yang tiap hari menerpa mata dan telinga kita. kini salah satu jawaban terhadap berbagai tantangan ysng dihadapi umat Islam tersebut adalah menumbuh kembangkan Jurnalistik, atau menjadikan jurnalistik Islam sebagai Ideologi para jurnalis muslim, demi membela kepentingan Islam dan umatnya, juga mensosialisasikan nilai – nilai Islam sekaligus mengcounter dan memfilter derasnya arus informasi jahili dari barat. 2

Melalui tulisan – tulisannya di media massa, jurnalis muslim adalah sosok jurudakwah (da‟i) di bidang pers, yakni mengemban dakwah bil qolam (dakwah melalui tulisan). Ia adalah jurnalis yang terikat dengan nilai-nilai, norma, dan etika Islam. Karena juru dakwah menebarkan kebenaran Ilahi, maka jurnalis Muslim laksana “penyambung lidah” para nabi dan ulama. Dilihat dari objek dan cakupan

dakwah bil qolam lebih banyak dan luas. Karena pesan dakwah dan Informasi Islam

yang dituliskan dapat dibaca oleh ratusan, ribuan, pembaca dalam waktu yang hampir bersamaan. dakwah bil qolam juga merupakan senjata kita dalam melawan serbuan pemikiran (Al-Ghazwul Fikr) pihak-pihak yang hendak merusak akidah, pemikiran, dan perilaku Islami umat Islam melalui media massa. Media massa memang alat efektif untuk membentuk opini publik/umum (public opinion), bahkan mempengaruhi orang secara kuat dan massif.

Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam menyampaikan pesan dakwah. Peradaban dunia akan lenyap dan punah apabila, karya tulis berupa isi dakwah (Dakwah bil Qalam). Seperti halnya kita memahami

2


(12)

3

Qurán, hadits, fikih para madzhab dari tulisan yang dipublikasikan.3 Karena itu, ia pun dituntut memiliki sifat-sifat kenabian, diantaranya Shidiq artinya benar, yakni menginformasikan yang benar saja dan membela serta menegakkan kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam (al-Quran dan as-Sunnah). Amanah artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta, memanipulasi atau mendistorsi fakta, dan sebagainya. Dan Tabligh artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran, tidak menyembunyikannya. Sedangkan fathonah artinya cerdas dan berwawasan luas. Jurnalis Muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat.

Dakwah melalui tulisan merupakan bagian integral dari bidang kajian dakwah. Ia adalah salah satu unsur dakwah yaitu media dakwah. Karena ia merupakan media maka ukuran utama penggunaannya adalah keefektifan dan keefesienan. Semakin efektif dan efesien suatu media, maka ia akan semakin dipertimbangkan orang lain untuk menjadi pilihan. Oleh karena itulah tulisan dipandang sebagai sesuatu yang efektif untuk menyampaikan pesan Dakwah.4 Karena pentingnya dakwah bil qalam ini, sampai-sampai pakar peradaban Islam mengatakan bahwa menulis atau dakwah

bil qalam adalah bagian dari bentuk jihad fi sabilillah. Jadi, betapa ruginya jika ada

seorang Muslim yang berprofesi sebagai jurnalis, tetapi tidak mau tahu terhadap segala macam tuduhan miring yang ditimpakan kepada Islam dan umatnya.

Aktifitas jurnalistik yang dilakukan oleh seorang muslim seharusnya adalah aktifitas Dakwah itu sendiri. Oleh karenanya, Jurnalistik Islami dapat dirumuskan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya

3

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2012), Hal 374.

4


(13)

4

yang menyangkut agama dan umat Islam.5 Jurnalistik Islam diutamakan kepada dakwah Islamiyah yaitu mengemban misi Amar ma‟ruf nahi mungkar, sesuai firman Allah dalam QS Al - Imran 3: 104 yang berbunyi6:











































Artinya: Dan Hendaklah ada di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al – Imran [3] : 104)7

Menyeru kepada kebaikan (al-khair) dan 'amar ma'ruf nahi munkar, berdasarkan ayat tersebut, menjadi visi-misi jurnalistik dakwah. Informasi, pesan, tulisan, atau berita yang disebarkan dalam konteks jurnalistik dakwah senantiasa mengacu pada kebaikan dalam perspektif Islam dan bertujuan menegakkan kebenaran serta mencegah hal-hal munkar (bertentangan dengan syariat Islam).

Tak heran jika label seorang jurnalis Muslim itu melekat pada semua wartawan dan seluruh pengelola media selama mereka seorang Muslim. Terlepas di media berasas apa mereka bekerja. Yang pasti selama mereka seorang Muslim, maka andil apa yang dilakukannya sebagai seorang Muslim kelak akan dimintai pertanggungjawabannya, bukan di media apa dia bekerja. Dakwah bil qalam adalah bagian dari jurnalistik Islami dan jurnalistik pada umumnya. Jurnalistik adalah proses kegiatan mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita atau opini melalui media massa. Dengan demikian, membuka wawasan dan pemahaman umat Islam tentang dakwah bil qalam dan menumbuhkan minat serta ikut berpartisipasi dalam berkarya

5

Asep Syamsul M Romli, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam, (Bandung : Rosdakarya, 1999),

Hal 35-36.

6

Suf Kasman, Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam Al – Quran.

(Bandung : Khazanah Pustaka keIlmuan, 2004), Hal 6.

7


(14)

5

menjadi urgen saat ini. Surat kabar yang beredar dengan berbagai karakteristik dan ideologi masing-masing memberi warna tersendiri dalam dunia pres di Indonesia, dakwah bil qalam mempunyai bentuk lain salah satunya adalah Koran Duta Masyarakat yang memuat informasi tentang dunia keislaman dan umum.

Jurnalis muslim dalam skala yang lebih luas, bukan saja berarti para wartawan yang beragama Islam dan commited dengan ajaran agamanya, melainkan juga cendekiawan muslim, ulama, mubaligh yang cakap bekerja di media massa dan memiliki setidaknya lima peranan: a. Sebagai muaddib (pendidik),yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. b. Sebagai musaddid (pelurus informasi) diantaranya: informasi tentang ajaran dan umat Islam, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam, jurnalis muslim hendaknya mampu menggali dengan (investigative

reporting) tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia. c. Sebagai mujaddid

(pembaharu) akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). d. Sebagai muwaḥid (pemersatu) Menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. e. Sebagai mujaḥid (pejuang) pembela Islam melalui media massa, wartawan muslim berusaha keras mendorong penegakan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra lslam sebagai raḥmatan lil’alamīn.8

Tujuan dalam setiap pemberitaannya adalah membangun dan menyiarkan kebenaran dalam masyarakat bukan objektivitas yang selama ini didengung-dengungkan sebagai standar kualitas sebeuah pemberitaan. Karena tak ada orang yang dapat bertindak objektif dengan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Gender, agama, pendidikan, dan etnik adalah sebagai latar belakang yang membuat orang

8

Asep Syamsul M. Romly, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah bil Qalam, (Bandung: Remadja


(15)

6

berbeda-beda menyikapi setiap persoalan. Karena itu, objektifitas bukan tujuan dari jurnalistik.9

Islam sangat mengajarkan bahwa salah satu strategi memperbaiki masyarakat adalah membereskan bahasa yang kita pergunakan. Bahasa harus kita gunakan untuk mengungkapkan realitas bukan untuk menyembunyikan dan salah satu dalam menerjemahkan konteks tersebut adalah dengan “berkata yang benar”. Berkata yang benar ini lebih terkait pada ucapan yang benar yang sesuai dengan AL – Quran, al Sunnah dan ilmu. Karena benar dapat diartikan sesuai dengan kriteria kebenaran. Al – Quran mengisyaratkan bahwa berbicara yang benar, menyampaikan pesan yang benar merupakan persyarakatan kebenaran (kemaslahatan) dalam beramal. Terlebih dalam menebarkan amr ma‟ruf nahi munkar ucapan atau lebih luasnya komunikasi yang benar dalam menyampaikan pesan – pesan dakwah adalah suatu keharusan. Karena kunci dari aktivitas dakwah adalah sebuah kebenaran. Dari komunikasi yang mengandung unsure kebenaran inilah kemudian akan berakses pada sebuah kredibilitas, integritas dan kepercayaan dari komunikator dalam aktivitas dakwah.

Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis muslim hendaknya menjunjung tinggi asas kejujuran, kedisplinan dan selalu menghindarkan diri dari hal-hal yang akan merusak profesionalisme dan nama baik perusahaannya. Komitmen yang tinggi seyogyanya diberikan pada profesionalisme dan bukan ikatan primordialisme sempit. Menegakkan kebenaran dan keadalian adalah orientasi utama profesi dan pengabdiannya. Sebagaimana diakui secara universal bahwa membela kebenaran dan menentang kebatilan adalah tugas utama jurnalistik atau pers, maka terlebih lagi bagi jurnalis atau insane pers, tugas membela kebenaran ini lebih utama dan penting dilakukan.

9

Suf Kasman, Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam Al – Quran,


(16)

7

Kebenaran dalam konteks penelitian ini tentang bagaimana cara jurnalis di Koran Duta masyarakat dapat dilihat dari faktualitas dan keakuratan berita. Bagaimana jurnalis berusaha mendapatkan kebenaran tersebut dengan berbagai cara, misalnya wawancara langsung ke narasumber, bertanya kepada warga yang terlibat langsung, atau mengutip dari sumber lain. Dalam menulis berita, juga mencantumkan unsur 5W+1H untuk memenuhi tingkat keakuratan berita. Karena merupakan suatau kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam secara keseluruhan, sesuai dengan misinya sebagai “Rahmatan Lil Alami”, Islam harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka sekaligus sebagai pengantar menuju kebhagiaan kehidupan dunia dan akhirat.10

Hakikat dari pekerjaan jurnalisme adalah mencari, menemukan dan menyampaikan kebenaran (seeking and delivering truth). Dalam ungkapan Konvach dan Rosenteil “kewajiban pertama seorang jurnalis adalah menyampaikan kebenaran”. Kebenaran yang di cari dan didapatkan oleh pekerjaan jurnalisme adalah fakta – fakta realities yang didukung oleh bukti – bukti yang meyakinkan dan telah di verifikasi. Dalam hal ini upaya mencari kebenaran dilakukan dengan menggunakan perangkat analisis, logica dan pengetahuan.

Ketika pikiran (the mind) tahu bahwa sesuatu itu seperti mana kenyatannnya

(as it is in reality), maka pikiran itu tahu kebenaran (the truth). Khalayak, yakni para

pemirsa TV, pendengar radio, pembaca Koran, pengguna internet, berekspetasi dan menginginkan jurnalis menyampaikan kebenaran tentang apa yang telah dan sedang

10

Asep Syamsul M. Romly, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Hal


(17)

8

terjadi di masyarakat. Jadi keseluruhan khalayak sebenarnya mencari kebenran dan terlihat pada kecendrungan untuk percaya pada apa yang mereka temukan dalam laporan media. Karena khalayak tidak mungkin untuk secara pribadi memastikan sendiri apa yang terjadi, mereka butuh dan ingin diberi informasi oleh para profesionalisme yang dapat dipercaya dan jujur.

Ketertarikan saya untuk meneliti penelitian ini adalah tentang orang yang melakukan dan menjadikan jurnalis muslim sebagai profesinya, karena juranlis muslim juga harus dinilai kinerjanya dalam melakukan Kode Etik Jurnalistik. Sama halnya yang dilakukan oleh jurnalis pada umumnya, jurnalis muslim juga mempunyai rambu – rambu yang harus ditaati, Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada umumnya dan ditambahi dengan Al – Quran dan sunnah yang lebih dispesifikasikan dalam komunikasi dakwah. Ketika kode etik tidak dipakai dalam suatu koran maka keabsahan dan displin verivikasi tidaklah berfungsi dan karya jurnalis yang di tampilkan akan menjadi sia-sia.

Kode etik jurnalistik menempati posisi yang sangat penting bagi wartawan. Bahkna dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memberikan sanksi fisik sekalipun, dihati setiap wartawan seharusnya kode etik jurnalistik mempunyai kedudukan yang istimewa. Wartawan yang tidak memahami kode etik jurnalistik akan kehilangan harkat dan martabatnya sebagai seorang wartawan. Sebagai pedoman, tuntunan, dan tuntutan profesi, Kode etik jurnalistik tidak hanya sebagai nilai-nilai yang ideal saja, tetapi juga harus terkait langsung dengan praktek jurnalistik.

Kode etik jurnalis menjadi penuntun seorang wartawan untuk dua hal: pertama dalam melakukan profesinya dan kedua dalam pencarian dan penulisan berita. Pencarian meliputi etika selama proses perencanaan hingga pencarian berita itu


(18)

9

(termasuk pengambilan foto, proses wawancara, pemuatan dokumen) serta penulisan berita yang meliputi proses penulisan sampai berita tersebut selesai. Dengan demikian, maka ketika seseorang wartawan merencanakam untuk menulis sebuah berita dengan rencana tertentu yang tak terpuji, maka ia sebenarnya sudah mulai melanggar kode etik.

Kode etik sebagai suatu pertanggung jawaban bermakna pula bahwa seorang jurnalis berani dan jujur untuk mengakui bahwa berita yang dibuatnya adalah mengambil milik orang lain atau berita yang dibuatnya salah. Dalam kaitan inilah, maka jurnalis harus menyebut sumber berita untuk berita yang dibuatnya. Penyebutan ini, di sisi lain, juga untuk mencegah jika ternyata berita itu salah dan ada pihak yang menggugat. Dan keduakalinya peneliti melihat koran Duta Masyarakat pantas untuk dijadikan penelitian dalam menerapkan Kode Eik Jurnalistik khususnya pasal 11.

Alasan peneliti memilih Koran Duta Masyarakat karena dirasa Koran ini adalah satu – satunya koran milik Islam yang dilahirkan atas nama Nahdhotul Ulama dan isi dari Koran Duta Masyarakat sendiri tidak hanya kajian tentang Islam saja akan tetapi juga berita yang umum seperti politik, pemerintahan dll agar bisa dibaca oleh khalayak luas.

Dengan visi menyuarakan hati nurani rakyat, Duta Masyarakat yang kembali hadir untuk memberikan bekal informasi bagi para pembaca. Kali ini, diharapkan mampu menjembatani informasi-informasi yang ada dengan khalayak pembaca. Hal itu dirasakan perlu, mengingat eksistensi koran pada saat itu yang lebih banyak memberikan informasi saja ketimbang nilai di dalamnya. Dengan alasan itulah Harian Umum Duta Masyarakat hadir untuk memberikan berita yang lebih mengacu pada nilai daripada sekadar informasi.


(19)

10

Dengan memperhatikan, berpedoman, dan mengaktualisasikan landasan etis tersebut, para jurnalis muslim diharapkan akan jauh bisa mewarnai persaingan media dalam ranah jurnalistik yang selama ini cenderung menonjolkan dan mengedepankan market interest di bawah bendera kapitalisme global. Jurnalis muslim harus selalu berada pada garda depan dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam di tengah kuatnya mainstream lalu lintas informasi dunia yang dikendalikan oleh Barat.

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang dapat dijawab oleh peneliti adalah bagaimana Jurnalis Muslim Menerapkan Pasal 11 Persatuan Waratawan Indonesia (PWI) Pada Koran Duta Masyarakat yang meliputi:

1. Bagaimana Jurnalis Muslim menerapkan kebenaran berita?

2. Bagaimana Jurnalis Muslim menerapkan kredibilitas bahan berita? 3. Bagaiamana Jurnalis Muslim menerapkan kompetensi sumber berita?

C. TUJUAN MASALAH

Untuk mengetahui bagaimana jurnalis muslim menerapkan Kode Etik Jurnalistik pasal 11 PWI pada Koran Duta Masyarakat.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Mengetahui lebih dalam penerapan kode etik jurnalistik pasal 11 agar ilmu yang dimiliki lebih bermanfaat bagi diri kita sendiri, orang lain, agama, bangsa dan negara.

b. Memungkinkan kita untuk mengingatkan dan meyadarkan pemikiran para jurnalis, masyarakat yang terbatas dan memanfaatkan kode etik jurnalistik pasal 11 secara total untuk hasil yang maksimal.


(20)

11

2. Manfaat Secara Praktis

a. Dengan adanya penelitian ini, di harapkan untuk bisa memberikan pemahaman kepada para jurnalis islam dan masyarakat Islam bagaimana pentingnya kode etik jurnalistik.

b. Menjadi bahan evaluasi agar para jurnalis bisa menggunakan kode etik pasal 11 PWI dengan ketentuan yang telah ditetapkan sesuai dengan UU No. 40/199 tentang Pers.

E. KONSEPTUALISASI

Untuk memberikan ruang pemaknaan yang lebih rinci dan tidak memunculkan multi interpretasi pembaca terhadap judul serta kerancuan yang mengarah pada penafsiran ganda. Peneliti memberikan batasan defenisi judul yang merupakan penjabaran dari isi yang disederhanakan dalam bentuk devinisi konsep dan ruang lingkup penelitian yang penulis kemukakan dalam skripsi ini. “Penerapan Pasal 11 PWI pada Jurnalis Muslim Koran Duta Masyarakat”.

1. Penerapan

Penerapan yang dimaksud adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

2. Kode Etik Jurnalistik Pasal 11 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)

Sedangkan Kode Etik Juranlistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada


(21)

12

publik pembacanya yang harus ditaati oleh semua jurnalis tak terkecuali jurnalis muslim.

Berikut Kode Etik Jurnalistik Pasal 11 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) berbunyi: “Waratawan meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan bahan kredibilitas serta kompetensi sumber berita”.11

Dalam kode Etik Jurnalistik pasal 11 ini melahirkan kata kunci a. Kebenaran

Pengertian dari kebenaran yang di cari dan didapatkan oleh pekerjaan jurnalisme adalah fakta – fakta realities yang didukung oleh bukti – bukti yang meyakinkan dan telah di verifikasi. Dalam hal ini upaya mencari kebenaran dilakukan dengan menggunakan perangkat analisis, logica dan pengetahuan. Prinsip ini di terapkan dalam peliputan dan wawancara. Segala yang diberitakan mestilah seperti yang terjadi apa adanya yang disaksikan atau diketahui oleh jurnalis. tidak boleh ada fabrikasi, kepura – puraan serta rekayasa. Dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, murni tanpa motif apa pun kecuali untuk mencari dan menyampaikan kebenaran. Juga jujur tentang apa yang diketahui dan yang tidak diketahuinya.12

b. Kredibilitas

Kredibilitas adalah Keadaan / kondisi yang dapat dipercaya dan bisa dipertanggung jawabkan sebagaimana mestinya. Dalam dunia jurnalistik Kredibilitas akan merujuk kepada nama baik, reputasi dan juga sepak terjang seseorang didalam profesi jurnalistik yang digelutinya, hal tersebut akan digunakan sebagai tolak ukur atas kemampuan orang tersebut dalam

11

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A. Jurnalistik Teori & Praktik. (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006),

Hlm 309

12

Zulkarmein Nasution. Etika Jurnalisme, Prinsip –Prinsip Dasar. (Jakarta: PT. Raja Gafindo Perseda, 2015),


(22)

13

menjalankan profesi yang digelutinya untuk itu dibutuhkan verifikasi. Disiplin verifikasi adalah pembeda utama antara jurnalistik dengan model komunikasi lain seperti propaganda, fiksi, dan hiburan. Verifikasi bukan saja menjadi pembeda antara jurnalistik dengan propaganda, fiksi, dan entertainment news (baca: gosip), tapi juga adalah pembeda antara jurnalis profesional dengan wartawan "amatir". (Journalists rely on a professional discipline for verifying information).

3. Jurnalis Muslim

Jurnalis muslim adalah juru dakwah (daí) dibidang pers yakni mengamban dakwah bil qolam (dakwah melalui tulisan), jurnalis Islami terkait dengan nilai-nilai, norma, dan etika Islam. Jurnalistik muslim bukan hanya wartawan yang beragama Islam dan komitmen dengan ajaran agamanya, melainkan juga para cendikiawan muslim, ulama, mubaligh dan umat Islam pada umumnya yang cakap menulis di media massa.13

Jurnalis muslim tidak jauh beberda dengan jurnalis pada umumnya atau wartawan pada umumnya. Jurnalis ialah orang yang melakukan kegiatan jurnalisme, yaitu orang secara teratur menuliskan berita dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di media masa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasikan di media massa seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Para jurnalis Muslim harus mengetahui prinsip dan aturan Islam yang terkait dengan jurnalistik.14 Setiap jurnalis berkewajiban menjadikan Islam sebagai “idiologi” dalam profesinya. Hal itu berlaku bagi

13

Asep Syamsul M. Romli S,IP. Jurnalistik Praktis untuk pemula. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), Hal

88

14


(23)

14

jurnalis muslim yang bekerja pada media massa umum apalagi pada media massa Islam.15

4. Koran Duta Masyarakat

Koran Duta Masyarakat adalah koran harian umum yang terbit di Surabaya, Indonesia. Koran Duta Masyarakat dilahirkan atas nama Nahdhotul Ulama dan isi dari Koran Duta Masyarakat sendiri tidak hanya berisi kajian tentang Islam akan tetapi juga berita yang umum seperti internasional, olahraga, politik, pemerintahan dll agar bisa dibaca oleh khalayak luas bukan hanya muslim saja.

Dengan visi menyuarakan hati nurani rakyat, Duta Masyarakat yang kembali hadir untuk memberikan bekal informasi bagi para pembaca. Kali ini, diharapkan mampu menjembatani informasi-informasi yang ada dengan khalayak pembaca. Hal itu dirasakan perlu, mengingat eksistensi koran pada saat itu yang lebih banyak memberikan informasi saja ketimbang nilai di dalamnya. Dengan alasan itulah Harian Umum Duta Masyarakat hadir untuk memberikan berita yang lebih mengacu pada nilai daripada sekadar informasi.

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir dalam penulisan proposal, untuk lebih mudah memahami penulisan proposal ini, maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain

Bab satu peneliti akan memaparkan tentang langkah awal dalam penelitian skripsi diantaranya a). Latar belakang masalah, b). Rumusan masalah, c). Tujuan penelitian, d). Manfaat penelitian, e). Defenisi konsep, f). Sistematika pembahasan.

15


(24)

15

Bab satu dari skripsi ini yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan

Bab dua berisi tentang a). Kajian pustaka tentang penerapan kode etik jurnalistik pasal 11 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada jurnalis muslim koran duta msayarakat, b). Teori subtantif dan c). Penelitian terdahulu yang relevan.

Bab tiga berisi tentang a). Pendekatan dan jenis penelitian menggunakan kulitatif deskriptif metodologi fenomenologi, b). Kehediran peneliti, c). jenis dan sumber data, d). Teknik pengumpulan data, e). Teknik analisis data, f). Teknik keabsahan data, g). Tahap-tahap penelitian.

Bab empat berisi a) Setting penelitian, b). Penyajian data dan c). Temuan penelitian, pada bab ini memamparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian. Pemaparan berisi deskripsi objek penelitian, data dan fakta subyek yang terkait dengan rumusan masalah, berupa penerapan kode etik jurnalistik.

Bab lima, ada bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban langsung dari permasalahan dan rekomendasi serta saran-saran.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kepustakaan

1. Kode Etik Jurnalistik Pasal 11 a. Pengertian Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik merupakan sebuah rambu-rambu dalam dunia jurnalistikyang mana harus dipatuhi oleh seluruh elemen yang berkecimpung didalamnya. Keberadaan pers di Indonesia sendiri memiliki kebebasan yang tentunya harus dikawal oleh kode etik agar tidak melanggar hak asasi manusia dan tetap menjunjung tinggi nilai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Kode etik pada dasarnya dilahirkan untuk mengawasi, melindungi, sekaligus membatasi kerja sebuah profesi, termasuk di dalamnya profesi jurnalis maupun wartawan. Dari segi bahasa, etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal, adat, kebiasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak (to etho) artinya adalah


(26)

17

kebiasaan. Sedangkan kode berasal dari bahasa Inggris code yang berarti himpunan atau kumpulan peraturan tertulis.1

Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban.Dalam menjalankan tugas, wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah supaya jurnalis bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyiarkan informasi.

Dilihat dari aspek hukum, kode etik jurnalistik dapat diartikan sebagai hukum yang bersifat intern (self amposed) yang dibuat oleh wartawan indonesia sendiri melalui organisasinya untuk ditaati oleh setiap jurnalis. Sedangkan lebih khusunya adalah aturan yang mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya (Yurnaldi; 1992;120).

b. Kode Etik Jurnalistik Pasal 11

Adapun bunyi kode etik jurnalistik pasal 11 yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers bersama 29 organisasi wartawandan salah satunya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada tahun 2006 yaitu:

“Waratawan meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan bahan kredibilitas serta kompetensi sumber berita”.

1


(27)

18

Penafsiran dari pasal 11 ini adalah:Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud i‟tikad, sikap dan prilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat: Kesaksian langsung; Ketokohan/keterkenalan; Pengalaman; Kedudukan/jabatan terkaitdan; Keahlian.2

Dalam kode Etik Jurnalistik pasal 11 ini melahirkan 2 kata kunci yakni:

1). Kebenaran

Hakikat dari pekerjaan jurnalisme adalah mencari, menemukan dan menyampaikan kebenaran (seeking and delivering truth).Dalam ungkapan Konvach dan Rosenteil “kewajiban pertama seorang jurnalis adalah menyampaikan kebenaran”. Kebenaran yang di cari dan didapatkan oleh pekerjaan jurnalisme adalah fakta – fakta realities yang didukung oleh bukti – bukti yang meyakinkan dan telah di verifikasi.Dalam hal ini upaya mencari

2

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A. JurnalistikTeori&Praktik, (Bandung : PT


(28)

19

kebenaran dilakukan dengan menggunakan perangkat analisis, logica dan pengetahuan.3

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebenaran adalah bagaimana sesuatu hal secara actual dalam realitasnya. Dalam The Councise Oxford Dictionary disebut, kebenaran sebagai “keadaan yang benar (state of being true) atau akurat atau jujur (sincere or loyal)atau di bentuk disesuaikan secara akurat”. Bila sesuatu menuntut yang seharusnya (the way it ought to be) sesuai kodratnya, dapat dikatakan benar.4Didunia ini tidak ada kebenaran mutlak yang ada hanya kebenaran relative artinya kebenaran tersebut tergantung pada konteks dimana kebenaran itu muncul siapa yang mengemukakakn dan kepentingan apa yang berlindung dibalik kebenaran tersebut. Bahkan didunia ini sangat memungkinkan hanya ada klaim – klaim kebenaran dan bukan kebenaran itu sendiri. 5

Misalnya ada sesorang mengatakan sesuatu itu benar, artinya apa yang dikatakannya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari latar belakang orang itu. Dengan kata lain latar belakang sesorang akan ikut menentukan bagaimana kebenaran yang diklaimnya dikemukakan. Termasuk kedudukan atau status dia saat mengumukakan. Termasuk kedudukan atau status dia saat

3

ZulkarmeinNasution. EtikaJurnalisme, Prinsip –PrinsipDasar.(Jakarta: PT. Raja GafindoPerseda,

2015), Hal 42.

4

ZulkarmeinNasution. EtikaJurnalisme, Prinsip –PrinsipDasar, (Jakarta: PT. Raja

GafindoPerseda, 2015), Hal 109.

5


(29)

20

mengemukakan, apa yang dikatakan benar itu juga ikut mempengaruhi. Seorang mahasiswa, aktivis, masyarakat biasa atau seorang dosen jika dihadapkan pada objek yang sama belum tentu menghasilkan kesimpulan yang sama pula terhadap objek tersebut, apalagi masing masing orang tersebut memang punya kepentingan atas status dirinya.

Dalam komunikasi, kebenaran merupakan etika yang didasarkan kepada data dan fakta.Faktualitas menjadi kunci dari etika kejujuran.Menulis dan melaporkan dialakukan secara jujur, tidak memutar balikkan fakta yang ada. Dalam istilah lain adalah informasi yang teruji kebenerannyadan orangnya terpercaya atau dapat diakui integritas dan kredibilitasnya.

Begitupuladenganseorang Muslim dalam keadaan apapun akan selalu berkata yang benar, baik dalam menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan, melarang dan memerintah ataupun lainnya. Orang yang selalu berkata benar akan dikasihi Allah dan dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya orang yang berdusta spalagi suka berdusta, masyarakat tidak akan mempercayainya. Pribahasa mengatakan, “Sekali lacung keujian seumur hidup orang tidak akan percaya”. Kalau sudah demikian sulit bagi dia untuk megembalikan kepercayaan masyarakat.


(30)

21

Ucapan manusia adalah ekspressi yang ada dihatinya.Hati yang baik melahirkan ucapan yang baik.Sebaliknya hati yang buruk mengeluarkan ucapan yang buruk.Perbaikan ucapan harus dimulai dari perbaikan hati. Apabila hati baik, ucapan yang keluar menjadi baik dan selanjutnya akan mengikuti oleh prilaku yang baik. Dan prilaku yang baik akan dibalas dengan ampunan dosa yang dapat membersihkan diri manusia.

Kesesuaian antara ucapan dengan hati nurani dan kenyataan yang diucapkan secara terpadu. Kesesuain ketiga komponen tersebut melahirkan shidiq yang sempurna. Apabila kurang salah satunya, maka belum dikatakan shidiq yang sempurna, bahkan tidak dikatakan shidiq, atau pada orang yang mengucapkan itu ada sifat shidiq dan ada sifat kazib (dusta).

Ini menuntut waratawan jujur kepada khalayak, sebab mereka adalah penyaji kebenaran. Untuk mendekati kebenaran, jurnalisme bisa menggunakan banyak metode dan sumber. Untuk mewujudkannya kovach dan rosenstiel mengajukan beberapa pertanyaannya: Bagaimana anda tahu apa yang anda tahu?; Siapa sumber – sumber anda?; Seberapa langsung pengetahuan anda?; Bias macama apa yang mungkin mereka miliki?; Apakah ada kesaksian – kesaksian yang berlawanan?; Apa yang kita tidak ketahui?


(31)

22

Transparan dan jujur dalam metode dan motivasi juga termasuk ketika ia melakukan reportasi: Pertama, Informasi yang dicari harus cukup vital untuk kepentingan public dalam membenarkan metode ini. kedua, jurnalis tak boleh memakai penyamaran kecuali tak ada jalan lainuntuk mendapatkan berita. Ketiga, jurnalis harus mengungkapkan kepada pembacanya ketika mereka menyesatkan sumber – sumber untuk mendapatkan informasi. Disamping itu, menjelaskan alasan mereka melakukan hal itu. Tak terkecuali mengemukakan mengapa laporan mereka di benarkan perolehannya lewat penipuan dan mengapa ini menjadi satu – satunya caranya 6

Jurnalis muslim harus mengejar kebenaran untuk disampaikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu kebenaran tersebut. Dalam definisi “kebenaran jurnalistik adalah kewajiban untuk menyampaikan “fakta yang sebenarnya”, tidak ditutup-tutupi karena kepentingan tertentu, atau memihak dan tidak berimbang.

a) Faktual, berkaitan dengan kualitas informasi suatu berita. Penilaiannya difokuskan pada segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi kelengkapan dan pemahaman tentang peristiwa, narasumber, dan fakta yang sebenarnya dalam sebuah berita.

6


(32)

23

b) Akurasi, diukur berdasarkan unsur 5W+1H yang meliputiPertama, what (apa)adalah peristiwa apa yang dibicarakan dalam sebuah pemberitaan.Kedua ,when (kapan) adalah kapan peristiwa itu terjadi. Ketigawhere (dimana) adalah dimana peristiwa itu terjadi.Keempat, why (mengapa) adalah mengapa peristiwa itu bisa terjadi atau penyebabnya. KelimaWho (siapa), adalah siapa yang terlibat dalam peristiwa itu, pelaku, korban, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.Keenam, how (bagaimana), adalah bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.7

Meskipun kebenaran itu realtif dan multiinterpretatif, tetapi kebenaran tetap penting untuk diwujudkan. Hanya dengan kebenaranlah berbagai permasalahan didunia ini akan bisa berjalan secara baik. Kebenaran juga bisa menghindari manusia untuk saling mengklaim dirinya yang paling benar. Kebenaran perlu diwujudkan sebagai sebuah lawan dari kesalahan, kebohongan, kepalsuan, kehilafan, khalaayn, kebatilan, kesesatan dan kelangsungan.

2). Kredibilitas

Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Aplikasi umum yang sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan kesaksian dari seseorang atau suatu

7


(33)

24

lembaga selama konferensi. Kesaksian haruslah kompeten dan kredibel apabila ingin diterima sebagai bukti dari sebuah isu yang diperdebatkan.Dalam hal ini kredibilitas akan merujuk kepada nama baik dan reputasi dan juga sepak terjang sesorang didalam profesi yang digelutinya selama ini, yang mana hal tersebut akan digunakan sebagai tolak ukur atas kemampuannya orang tersebut dalam menjalankan profesi yang digelutinya.

Yang membedakan antara jurnalisme dengan hiburan

(entertainment), propaganda, fiksi, atau seni, adalah disiplin

verifikasi. Hiburan –dan saudara sepupunya “infotainment”— berfokus pada apa yang paling bisa memancing perhatian. Propaganda akan menyeleksi fakta atau merekayasa fakta, demi tujuan sebenarnya, yaitu persuasi dan manipulasi. Sedangkan jurnalisme berfokus utama pada apa yang terjadi, seperti apa adanya.Jurnalisme adalah sebuah disiplin yang berurusan dengan proses pencarian kebenaran (truth). Karena dhoif (lemah), tak ada manusia yang dapat meraih kebenaran absolout.Itu sebabnya, yang bisa di lakuakn waratawan hanyalah berupaya mendekati kebenaran.Maka verifikasi mutlak dilakukan.

Verifikasi dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya saksi, sumber, atau pihak lain yang memberikan informasi tambahan seputar pemberitaan tersebut. Dalam sebuah pemberitaan yang obyektif adalah metodenya, bukan wartawannya. Mencari


(34)

25

sebuah saksi, menyikapi sebanyak mungkin sumber, atau bertanya berbagai pihak untuk komentar, semua mengisyaratkan adanya standar yang professional, berikut penjelasannya: Pertama, saksi adalah orang yang melihat kejadian secara langsung. Kedua

sumberberkaitandengan narasumber yang memiliki

keterkaitan.Dan KetigaPihak lainadalah orang lain yang tidak terlibat langsung dalam kejadian ini namun memberikan informasi tambahan.

Kovach dan Rosentiel mengemukakan konsep verifikasi antara lain:

a) Jangan menambah – namabahi berita atau mengarang informasi apapun. Ini juga meliputi jangan mengatur ulang kejadian dalam satu waktu, satu tempat, gabungan karakter, atau gabungan peristiwa. Wartawan surat kabar menulis kronologis suatu kejadian berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Jadi bukan karangan atau skenario dari wartawan. Sebuah peristiwa diceritakan kembali oleh wartawan berdasarkan urutan kejadiannya. Supaya lebih faktual, biasanya dilengkapi dengan tanggal atau waktu kejadian.

b) Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa maupun pendengar. Jika wartawan menghilangkan sesuatu yang perlu di ketahui pembaca maka itu di sebut menipu.


(35)

26

Jurnalisme harus berpegang teguh pada kejujuran.Prinsip ini terkait erat dengan prinsip jangan menambahi.Kedua prinsip tersebut berlaku sebagai garis panduan dasar bagi wartawan untuk memberi batas antara fakta dan fiksi.

c) Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi dalam melakukan reportase. Jika wartawan adalah pencari kebenaran, hal ini harus diikuti dengan mereka berlaku jujur kepada audiens. Wartawan bertanggung jawab sebagai penyaji kebenaran, maka dari itu, sebisa mungkin bersikap terbuka dan jujur kepada audiens tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka tidak tahu. Jurnalis memberitakan apa yang mereka ketahui, jika tidak tahu, ada baiknya mencari tahu terlebih dahulu. Konsep ini juga berkaitan dengan konsep sebelumnya. d) Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang dilakukan

sendiri. Orisinalitas sangat penting dalam sebuah pemberitaan.Orisinalitas adalah nilai yang tertanam kuat dalam jurnalisme. Daripada mempublikasikan laporan dari media lain, para wartawan condong untuk mengharuskan salah satu reporter mereka untuk menelepon sumber untuk mengkonfirmasinya lebih dulu. Bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu.


(36)

27

e) Bersikaplah rendah hati. Jurnalis tak hanya harusskeptis terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari orang lain, yang tak kalah penting mereka juga harus skeptis mengenai kemampuan mereka untuk mengetahui apa arti sesungguhnya dari sebuah peristiwa. Kunci bagi seorang wartawan untuk menghindar dari menurunkan sebuah berita secara tak tepat adalah disiplin untuk jujur tentang keterbatasan pengetahuannya dan keterbatasan daya pemikirannya.

Selain verivikasi, berita akan disebut kredibel ketika mereka harus independensi terhadap sumber berita, Jurnalis harus objektif, tidak boleh subjektif dan objektifitas sangat dipengaruhi oleh independensi. Independensi berbeda dengan netralisasi.Independensi berkaitan erat dengan integritas atau kejujuran. Nilai ukurnya adalah seorang jurnalis dalam menilai sebuah berita hendaknya tidak dipengaruhi oleh pihak manapun, melainkan memberitakannya sesuai dengan kenyataan. Sehingga informasinya tidak terdapat unsur penambahan atau pengurangan, melainkan hanya berasal dari narasumber, tidak dibuat-buat. Berikut penjelasannya:

a) Jurnalis yang obyektif

Dalam menulis sebuah berita, seorang wartawan harus memiliki sikap objektif. Dengan sikap objektifnya,


(37)

28

maka jurnalis akan menulis berita yang objektif pula, yakni sesuai dengan kenyataan, tidak berat sebelah dan bebas dari prasangka.8 Berita yang disiarkan tidak memihak kepada siapapun, baik masyarakat maupun pemerintahan. Kaum positivistik melihat wartawan seperti layaknya observer (pelapor). Jurnalis hanya bertugas memberitakan apa yang dia lihat dan rasakan selama di lapangan. Realitas yang diberitakan oleh jurnalis sama dengan realitas yang sesungguhnya. Jurnalis harus mengambil jarak dengan objek yang diliputnya. Dengan pandangan ini, objektivitas pemberitaan diperoleh.9

Objektivitas dalam pemberitaan memiliki tiga unsur pokok.10 Pertama, unsur keseimbangan yang meliputi keseimbangan jumlah kalimat maupun kata yang digunakan jurnalis dalam menyampaikan fakta. Keseimbangan juga mencakup narasumber yang dikutip. Kedua, unsur kebenaran pokok yang meliputi empat hal, yakni adanya fakta atau peristiwa yang diberitakan, jelas sumbernya, kapan dan dimana terjadinya. Ketiga, relevansi antara judul berita dengan isi serta kesesuaian antara narasumber yang dipilih dengan tema atau fakta yang diangkat.

8

Kusumaningrat. Jurnalistik , Teori&Praktik. (Yogyakarta: UII Press, 2005), Hal 54

9

Eriyanto. Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS, 2002),

Hal 29-30

10


(38)

29

b) Jurnalis yang subyektif

Subjektif adalah lebih kepada keadaan dimana seseorang berpikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan perasaan atau selera orang.Berita cenderung memihak karena adanya kedekatan hubungan, emosi pribadi maupun hal-hal yang bersifat subjektif. Kebenaran subjektif adalah kebenaran yang melibatkan persepsi pengamatnya. Kebenaran subjektif, yaitu kebenaran yang ukurannya atau didapatkan dengan cara dari pendapat diri sendiri secara subjektif tanpa didukung fakta , referensi ,tanpa analisa dan tidak berdasarkan pengujian secara empiris-logis.

2. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

Persatuan Wartawan Indonesia selanjutnya dikenal dengan nama PWI adalah organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta bertepatan dengan Hari Pers Nasional. PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini PWI dipimpin oleh Margiono selaku ketua umum yang menjabat sejak 2013 hingga 2018.11 Sebelum didirikan, PWI membentuk sebuah panitia persiapan pada awal awal tahun 1946, Panitia persiapan tersebut dibentuk pada tanggal 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat diadakannya pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan itu

11

https://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Wartawan_Indonesia#cite_note-merdeka-1diakses 6 April 2017


(39)

30

dihadiri oleh beragam wartawan, diantaranya adalah tokoh-tokoh pers yang sedang memimpin surat kabar, majalah, wartawan dan pejuang.

Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Pertama, disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), diketuai Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Dan Kedua, disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan diantaranya: Sjamsuddin Sutan Makmur (harian Rakjat, Jakarta), B.M. Diah (Merdeka, Jakarta), Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta), Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto), Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya), Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang), Sudjono (Berdjuang, Malang), dan Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat,Yogyakarta).

Kelahiran PWI di tengah kancah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan serta integritas bangsa dan negara. Bahkan dengan kelahiran PWI, wartawan Indonesia menjadi semakin teguh dalam menampilkan dirinya sebagai ujung tombak perjuangan nasional menentang kembalinya kolonialisme dan dalam menggagalkan negara-negara mereka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.


(40)

31

Sejarah lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Di zaman revolusi fisik, lebih terasa lagi betapa pentingnya peranan dan eksistensi pers sebagai alat perjuangan, sehingga kemudian berkumpulah di Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1946 tokoh-tokoh surat kabar, tokoh-tokoh pers nasional, untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat kabar (SPS). Kepentingan untuk mendirikan SPS pada waktu itu bertolak dari pemikiran bahwa barisan penerbit pers nasional perlu segera ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat saat itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya.

Sebenarnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal 6 Juni 1946, yaitu tepatnya empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946. Karena peristiwa itulah orang mengibaratkan kelahiran PWI dan SPS sebagai “kembar siam”. Di balai pertemuan “Sono Suko” di Surakarta pada tanggal 9-10 Februari, jurnalis dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu. Yang datang beragam jurnalis, yaitu tokoh-tokoh pers yang sedang memimpin surat kabar, majalah, jurnalis pejuang dan pejuang jurnalis.

Melalui organisasi tersebut mereka bertekad melanjutkan perjuangan mewujudkan Negara kesatuan republik Indonesia yang kuat, dimana rakyaktnya bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa serta hidup didalam keadilan dan kemakmuran di tengah tengah lingkungan pergaulan


(41)

32

dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Maka untuk itu, pada 1995 disusunlah Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlaku bagi seluruh jurnalis Indonesia dan setelah mengalami beberapa kali penyempurnaan sesuai dengan perkembangan zamannya, di tetapkan KEJ yang berkekutan hukum sejak tanggal 1 Januari 1995.12

3. Jurnalis Muslim

a. Pengertian Jurnalistik Islam

Menurut Emha Ainun Najib menyatakan jurnalistik Islam adalah sebuah teknologi dan sosialisasi informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri kepada nilai agama islam bagaimana dan kemana semestinya manusia, masyarakat, kebudayaan dan perbedaan mengarahkan dirinya.13Sedangkan A. Muis mengatakan bahwa jurnalistik Islam adalah menyebarkan atau menyampaikan informasi kepada pendengar,pemirsa, atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah Swt ( Al-Qur‟an dan Al-Hadist).

Sementara itu Dedy Djamaluddin Malik mendefinisikan jurnalistik Islam sebagai proses meliput, mengolah dan menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam kepada khalayak. Jurnalistik Islami adalah crusade journalism, yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.

12

KustadiSuhandang. PengantarJurnalistikSeputarOrganisasi, Produk&kodeEtik. (Bandung

:PenerbitNuansa, 2004), Hal 207.

13

SufKasman. Jurnalis Universal, menelusuriprinsip – prinsipdakwah bi al – Qalamdalam Al –


(42)

33

Menurut Asep Syamsul M. Romli jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (da‟i) di bidang pers, yakni mengemban dakwah bil qolam ( dakwah melalui tulisan). Ia adalah jurnalis yang terikat oleh nilai-nilai, norma, dan etika Islam.Definisi Jurnalistik Islam adalah suatu proses meliput, mengelola, dan meneybarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai – niali islam dengan mematuhi kaidah – kaidah jurnalistik / norma – norma yang bersumber dari Al – Quran dam Sunnah Rasulullah SAW. Jurnalistik Islam diutamakan kepada dakwah islamiyah yaitu mengemban misi AMar ma‟ruf nahi mungkar.

Jurnalis muslim laksana “penyambung lidah” para nabi dan ulama. Karena itu, iapun dituntut untuk memiliki sifat-sifat kenabian, seperti shidiq, amanah, Tabligh, dan Fathonah berikut penjabarannya14: Shidiq artinya benar, yakni menginformasikan yang benar saja dan membela serta menegakkan kebenaran itu.Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam al-Qur‟an dan As-Sunnah.Amanah, artinya terpercaya, karenanya tidak boleh berdusta, memanipulasi atau mendistorsi fakta, dan sebagainya.

Tabligh, artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran,

tidak menyembunyikannya. Fathonah, artinya cerdaas dan berwawasan luas. Jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat.

14

AsepSaiful M Romly.JurnalistikPraktisuntukPemula. (Bandung :RemajaRosdakarya, 2006), Hal


(43)

34

Empat sifat sebagaiamana telah disebutkan di atas sesungguhnya adalah sifat yang melekat pada pribadi Nabi Muhammad saw sebagai manusia panutan seluruh umat Islam. Sudah pasti para wartawan akan sangat kesulitan apabila mereka harus menerapkan sifat Nabi di atas secara ideal. Akan tetapi sifat-sifat Nabi di atas diharapkan mewarnai aktivitas para wartawan.Karena seperti halnya Nabi, para wartawan adalah pembawa berita bagi masyarakat. Bila Nabi Muhammad saw membawa berita-berita tentang ajaran Islam pada masyarakat Mekah dan Madinah, maka para jurnalis membawa berita atau informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat di mana mereka berkarya.

b. Peranan Jurnalis Muslim

Menurut Syaiful M romli mengatakan setidaknya ada lima peranan jurnalis Muslim, yaitu:

1) Sebagai Pendidik (Muaddib).

Jurnalis Muslim atau Jurnalis Dakwah melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Ia harus lebih menguasai ajaran Islam daru rata-rata khalayak pembaca. Lewat media massa, ia mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Ia memikul tugas mulia untuk mencegah umat Islam dari berperilaku yang menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa non-Islami yang anti-Islam.


(44)

35

2) Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid).

Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim. Pertama, Informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, Informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Tiga, Dituntut mampu menggali --melakukan investigative

reporting-- tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia.

Peran Musaddid terasa relevansi dan urgensinya mengingat informasi tentang Islam dan umatnya yang datang dari pers Barat biasanya biased (menyimpang, berat sebelah) dan distorsif, manipulatif, alias penuh rekayasa untuk memojokkan Islam yang tidak disukainya. Di sini, jurnalis Muslim dituntut berusaha mengikis fobi Islam (Islamophobia) yang merupakan produk propaganda pers Barat yang anti-Islam.

3) Sebagai Pembaharu (Mujaddid)

Yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). Jurnalis Muslim hendaknya menjadi “jurubicara” para pembaharu, yang menyerukan umat Islam memegang teguh al-Quran dan as-Sunnah, memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bid‟ah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islami), dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.


(45)

36

4) Sebagai Pemersatu (Muwahid)

Yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Oleh karena itu, kode etik jurnalistik yang berupa

impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu dan

menyajikan dua sisi dari setiap informasi atau both side information) harus ditegakkan.

5) Sebagai Pejuang (Mujahid)

Yaitu pejuang-pembela Islam. Melalui media massa, jurnalis Muslim berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorong penegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan

lil’alamin, serta menanamkan ruhul jihad di kalangan umat.15

Para jurnalis Islam sebagaimana di ungkapkan oleh jalaluddin Rahmat yang dikutip asep Syamsul, harus berperan sebagai Muáddib (Pendidik umat), Musaddid (pelurus Informasi tentang jaran Islam), Mujaddid (Pembaru tentang pemahaman Islam), Muwahhid (Pemersatu atau sebagai lem perekat ukhwa Islamiyah) dan sekaligus menyimpulkan semua peranan tadi yaitu sebagai mujahid (pejuang, pembela dan penggakn agama Islam).16 Karena salah satu dari berbagai tantangan yang dihadapi umat

15

Asep Syamsul M Romli, S. IP. Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya 1999), Hal 88- 90.

16

SufKasman. Jurnalis Universal, menelusuriprinsip – prinsipdakwah bi al – Qalamdalam Al –


(46)

37

islam masa kini adalah menumbuh kembangkan jurnalistik islami atau menjadikan pers islami sebagai ideologi jurnalis muslim demi

membela kepentingan Islam dan umatnya dan

jugamensosialisasikan nilai – nilai Islam sekaligus meng-counter serta memfilter derasnya arus informasi jahili dari barat.17

Ada sebuah pesan yang kerap disampaikan oleh Zainuddin Sardar dari (Center for Policy and future Studies) di Chicago bahwasannya seorang wartawan muslim hendaknya mampu berperan sebagai penjaga kebudayaan Islam yang handal sekaligus mampu menjadi creator kebudayaan yang dinamis. Sebagai insane yang lebih dekat digolongkan dalam kaum intelegensia dari pada professional. Wartawan muslim harus selalu berfikir sambil bekerja atau bekerja sambil berpikir. Dengan kata lain, wartawan muslim semestinya comites terhadap integritas segi tiga :a. Mujahid (pejuang), b. Mujadid (pembaru), c. Mujtahid (Pemikir).18

Tujuan dalam setiap pemberitaannya adalah membangun dan menyiarkan kebenaran dalam masyarakat bukan objektivitas yang selama ini didengung –dengungkan sebagai standar kualitas sebeuah pemberitaan. Karena tak ada orang yang dapat bertindak objektif dengan latar belakang kehidupan yang berbeda – beda. Gender, agama, pendidikan, dan etnik adalah sebagai latar belakang yang membuat

17

SufKasman. Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam Al –

Quran. (Bandung :Khazanah Pustakake Ilmuan, 2004), Hal 3.

18

SufKasman. Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam Al –


(47)

38

orang berbeda – beda menyikapi setiap persoalan. Karena itu, objektifitas bukan tujuan dari jurnalistik.19

Masyarakat muslim sudah lama menunggu para jurnalis – jurnalis muslim reformasi yang mampu berdiri di depan, memeberikan aba – aba lewat hitam di atas putihnya untuk menegakkan kebenaran. Ia harus menjaga akhlaq dan muruáh bagi diri dan keluarganya terlebih dahulu. Jangan sampai ia sangat keras dalam kolom – kolomnya berteriak reformasi untuk orang lain, tetapi tidak bagi dirinya. Malahan ia mudah goyah oleh terhadap rayuan yang berbentuk “amplop”. Jurnalis muslim harus tegar menolak rayuan – rayuan tersebut karena esensi jurnalis muslim adalah meneggakan kebenrana dan mensejahterakan masyarakat rakyat banyak, tak peduli terhadap siapa, terhadap keluarga, teman sejawat, amsyarakat bahkan terhadap lawan sekalipun. Oleh karena itu wartawan muslim harus bersikap tegas dalam memperjuangkan dakwah islamiyahnya lewat tulisannya kepada public.

Entah itu tulisan jurnalis di publikasikan di Koran, online, di web atau lewat siaran radio dan telivisi, jurnalis harus mengikuti aturan moral dan hokum sebagaimana di atur dalam undang – undang spesifikasi dan pedoman serta prinsip dasar umum. Beberapa aturan dan prinsip ini dinamakan “etika” hokum dan etika adalah pedoman bagi jurnalis untuk menjawab persoalan yang cukup rumit.

19

Suf Kasman. Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam Al –


(48)

39

c. Pedoman Jurnalis Islami

Seorang wartawan harus memiliki koridor, baik secara etika maupun moral dalam menjalankan tugas jurnalistiknya kepada masyarakat. Standar etika dan moral seorang jurnalis Islami juga berkenaan dengan bagaimana proses dirinya mencari informasi, mengumpulkan, mengolah, hingga pada akhirnya mempresentasikan kepada masyarakat.

1) Pencarian Informasi

Lazimnya dalam suatu kegiatan jurnalistik, menjalankan wawancara merupakan bagian dari proses pencarian informasi atau pengetahuan. dalam proses wawancara itu terdapat kegiatan tanya-jawab antara seorang jurnalis dengan nara sumber. Seorang jurnalis dalam proses wawancara adalah pihak yang ingin mengetahui tentang sesuatu hal dari orang yang mempunyai pengetahuan tertentu, yakni nara sumber; baik dari kalangan tokoh terkenal atau orang biasa. Sedangkan pihak nara sumber merupakan orang yang mempunyai pengetahuan tertentu yang layak ditanya oleh seorang jurnalis yang tengah membutuhkan informasi atau pengetahuan.

Selain melalui wawancara, proses pencarian informasi dapat pula dilakukan dengan observasi; peliputan atau pengamatan langsung terhadap suatu peristiwa yang akan diberitakan. Dan pendekatan observasi semacam itu biasanya digunakan oleh kalangan jurnalis untuk mengetahui suatu kondisi objektif dari


(49)

40

suatu peristiwa yang akan diberitakan dalam media massa. Adapun intinya, observasi itu merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dalam proses pencarian informasi ini, sebagai salah satu jalan untuk membangun pemberitaan yang Islami, maka seorang jurnalis Muslim harus sering berinteraksi dengan para ulama. Disamping para ulama jurnalis muslim juga harus sering berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Islam, seperti para dai, pemimpin organisasi, aktivis partai politik Islam, dan lain-lain.

2) Pengolahan Informasi

Dalam proses jurnalistik, setelah berbagai bentuk informasi yang di peroleh dari hasil wawancara dan liputan peristiwa (observasi) terkumpul semua, maka langkah selanjutnya adalah mengolah informasi tersebut menjadi berita untuk disampaikan kepada khalayak melalui media massa. Proses pengolahan informasi ini merupakan kegiatan pengumpulan data, foto, suara, video, fakta objektif, fakta pernyataan dari berbagai nara sumber, yang semuannya terkait dengan suatu peristiwa atau persoalan tertentu untuk dilaporkan dalam bentuk berita, kemudian seluruh bentuk informasi tersebut diperiksa kebenarannya secara akurat (teliti) sebelum disampaikan kepada khalayak melalui media


(50)

41

massa. Dan perlu diketahui bahwa di dalam ajaran Islam juga terdapat arahan untuk mengolah informasi.

B. Teori Subtantif

1. Dakwah Bil Qolam

Pengertian dakwah dilihat dari etimologi kata dakwah merupakan “isim masdar”, kata ini berasal dari kata fiíl (kata kerja) daá –yadú,

da’watan yang berarti memanggil, mengajak atau menyeru.20 Menurut

terminologi (menurut istilah) dakwah adalah suatu kegiatan mengajak baik dalam bentuk tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan dengan sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhui orang lain baik secara individu maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang dengan tanpa ada paksaan.21 Menurut Asmuni Syukir bahwa dakwah mempunyai pengertian usaha atau proses yang lakukan dengan sadar dan terencana dalam mengajak umat manusia kejalan Allah dengan mentransfoermasikan nilai – nilai ajaran Islam dengan tujuan agar madú mentaati syariat Islam tersebut.22

Pengertian dakwah bil qalam yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt. lewat seni tulisan (Kasman 2004: 120). Pengertian dakwah bil qalam menurut Suf Kasman yang mengutip dari Tasfir Departemen Agama RI menyebutkan

20

Slamet Muhaimin Abda.Prinsip – Prinsip Metodologi Dakwah. (Surabaya : AL-Ikhlas ,1994),

Hal 29.

21

HM, Arifin. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar studi, cet II. (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Hal

17.

22


(51)

42

definisi dakwah bil qalam, adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt. melalui seni tulisan.Penggunaan nama “Kalam” merujuk kepada firman Allah SWT, yang berbunyi











Artinya: Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis (Q.S. Al-Qolam [68] :1).23

Metode ini telah diaplikasikan pada zaman Rasulullah.Karena, pada saat itu, tradisi tulis menulis sudah berkembang.Terbukti ketika Rasulullah menerima wahyu, beliau langsung memerintahkan kepada para sahabat yang memiliki kemampuan untuk menulis wahyu yang diterimanya. Padahal saat itu secara teknis sulit untuk melakukan tulis-menulis disebabkan belum tersedianya sarana seperti kertas dan alat tulis pena, disamping budaya yang kurang mendukung. Tetapi para sahabat berupaya untuk melakukannya. Begitu juga terhadap hadits Rasulullah, sebagian sahabat yang memiliki kemampuan menulis dengan baik banyak yang menulis hadits, meskipun ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa sahabat dilarang untuk menulis Hadits.24

Seperti yang dikatakan Ali Bi Abi Thalib “Tulisan adalah tamannya para ulama,”. Lewat tulisan-tulisanlah para ulama

23

Departement Agama RI,AL – Quran Perkata, tajwid warna Robbani, (Jakarta: Surprise), Hal

565.

24


(52)

43

“mengabadikan” dan menyebarluaskan pandangan-pandangan keislamannya. Dakwah Bil Kalam yang telah dilakukan para ulama salaf dan cendekiawan muslim terdahulu, telah melahirkan sejumlah “kitab kuning”. Mungkin, jika tidak dituangkan dalam tulisan, pendapat para ulama dan mujtahid sulit dipelajar dan diketahui dewasa ini.Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam menyampaikan pesan dakwah. Peradaban dunia akan lenyap dan punah apabila, karya tulis berupa isi dakwah (Dakwah bil Lisan), tidak dipublikasikan. Seperti halnya kita memahami Al-Qura‟n, hadits, fikih para madzhab dari tulisan yang dipublikasikan.25

Bentuk-bentuk Dakwah Bil Qolam Berbagai macam atau bentuk dakwah bil qolam dengan variasi yang berbeda-beda, yang dimana ada suatu kriteria pada masing-masing bentuk untuk menuangkan dan penyajian isi dari dakwah sendiri. Dalam metode dakwah bil qolam ada berbagai bentuk, diantaranya:

a. Melalui tulisan.

Di dalam bentuk tulisan ini adalah metode berdakwah dengan bil qolam paling mendasar, dimana para penulis („ulama, kyai, dan para pengarang kitab) menyajikan dalam bentuk seperti kitab kuning dan berbagai kitab karangan untuk dipelajari dan di kaji oleh para pelajar, santri maupun yang lainya. Mengingat wahyu yang diturunkan kepada Rosulullah yang memerintahkan untuk “bacalah” maka diadakanya

25


(53)

44

suatuperintah untuk menulis sesuatu tentang islam dan hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran supaya dapat di baca para khalayak yang luas.

b. Melalui media cetak.

Penyajian dakwah bil qolam menjadi berkembang dan menjadi suatu karangan yang tetap sehingga dalam karangan yang pertama hanya berbentuk tulisan yang hanya dipelajari dalam kajian, dalam media cetak ini sudah disajikan dengan bahasa yang sudah mudah untuk dipelajari.Seperti buku Riadhus Sholihin yang sekarang ada terbitan dalam bentuk terjemah.sehingga siapa saja dapat diterima dengan mudah kepada pembacanya.

c. Internet.

Dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.Seakan penyajian dakwah dapat berkembang didalam berbagai penjuru. Melalui internet semua yang tertulis didalamnya akan bisa diterima oleh pembacanya dimanapun mereka berada. Dan banyaknya jejaring sosial yang sangat mendukung untuk menuangkan dan menyajikan suatu tulisan yang terdapat islamisasi atau metode dakwah dapat ditemui seperti jejaring facebook, twitter, worldpress, blogger maupun yang lainya.

Dakwah bil qolam merupakan metode dakwah yang mempunyai keefektifan dalam penyampaian untuk para khalayak luas. Para jurnalistik mendisain dengan sedemikian sehingga para pembaca suatu majalah, surat


(54)

45

kabar, ataupun karya tulis lainnya dapat dimasuki unsur-unsur islam ataupun dakwah yang berupa tulisan. Memang semua cara atau metode yang digunakan untuk berdakwah pasti ada kekurangan, maka dari itu dakwah bil qolam melengkapi metode dakwah yang lainnya seperti dakwah bil lisan da dakwah bil hal. Dalam penyampaian dakwah pun tidak semua harus mempunyai nama di khalayak luas terlebih dahulu, yang terpenting adalah isi pesan yang telah di paparkan dalam suatu dakwah.

Keunggulannya yaitu : Materi dapat mengena langsung dan dapat di kenang oleh mad‟u, seandainya lupa bisa di lihat dan di pelajari lagi materi dakwahnya, dan dapat di pelajari dan di hafal. Kelemahannya yaitu : Mengeluarkan biaya besar, tidak semua orang bisa membaca, karena sasaran dakwah tidak hanya pada anak remaja dan dewasa, anak kecil dan orang tua pun menjadi sasaran dakwah, dan tidak sedikit orang yang malas membaca, mereka lebih senang mendengarkan dan melihat.

Apapun dinamikanya, dakwah dengan tulisan masih menjadi tantangan buat para da‟i, tulisan dianggap menjadi metode dan media yang lebih kuat bertahan dibandingkan dakwah dengan lisan. Bukan berarti dakwah dengan lisan harus ditinggalkan, namun sebaliknya, kita tinggal melangkah satu langkah untuk menulis konsep dakwah kita yang akan disampaikan dengan lisan ke dalam sebuah tulisan.

2. Komunikasi Dakwah

Komunikasi dakwah adalah komunikasi yang unsur-unsurnya disesuaikan visi dan misi dakwah. Menurut Toto Tasmara, bahwa


(55)

46

komunikasi dakwah adalah suatu bentuk komunikasi yang khas dimana seseorang komunikator menyampaikan pesan-pesan yang bersumber atau sesuai dengan ajaran al Qur‟an dan Sunnah, dengan tujuan agar orang lain dapat berbuat amal shaleh sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Jadi dari segi proses komunikasi dakwah hampir sama dengan komunikasi pada umumnya, tetapi yang membedakan hanya pada cara dan tujuan yang akan dicapai..26

a. Tujuan Komunikasi Dakwah

Gordon I. Zimerrman merumuskan tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama tujuan komunikasi untuk menyelaskain tugas – tugas penting bagi kebutuhan manusia untuk member makan dan pakaian pada diri sendiri, memuaskan kepenasaran pada diri manusia akan lingkungan dan menikmati hidup. Kedua, tujuan komunikasi adalah menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, memiliki fungsi isi yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran inforamsi mengenai bagaimana kita dengan orang lain.27

Dengan terpenuhinya persayaratan untuk terjadinya suatu komuniksi, seperti yang telah di ungkapkan diatas, disimpulkan bahwa dakwah itu sendiri merupakan proses komunikasi. Dalam

26

https://fokusisid.wordpress.com/2013/03/18/pengertian-komunikasi-dakwah/diaksespadatanggal 01 April 2017

27


(1)

128

mereka mampu menyampaikan kebenaran, mereka juga aktivis dakwah melalui tulisan (Dakwah bil qolam)

2

Etika Jurnalis Muslim Sesuai Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia dan

Komunikasi Dakwah

Untuk memenuhi tanggung jawab dan menjalankan misinya, Mahrus Ali dan Abdul Aziz membutuhkan kode etik untuk keperluan evaluasi diri yang menjadi rambu (patokan) dalam menjalankan profesinya dan agar mendapat kepercayaan publik terhadap karya-karya jurnalis, selain menerapkan Kode Etik Jurnalistik mereka juga menggunakan prinsip komunikasi dakwah dalam pemberitaannya.

3

Makna Kebenaran dalam Teori Kebenaran

Korespondensi

Kebenaran yang dipakai terletak pada sesuatu hal secara actual dalam realitasnya.

Dalam hal ini mereka menerapkan

kebeneraan korespondensi menurut George

Thomas White Patrick. Kebenaran

Korespondensi menyebutkan bahwa sesuatu disebut benar apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan objek yang dituju. Jadi ada kesesuaian antara yang diucapkan dengan kenyataan objektif yang ada.

4 Profisionalisme dalam

Menegakkan Kredibilitas

Profesionalisme jurnalis bisa diukur dengan bagaimana kedua jurnalis bisa patuh serta menggunakan Kode Etik Jurnalistik dengan baik. selain jurnalis mematuhi Kode

Etik Jurnalistik mereka juga harus

mempunyai sikap skeptis. Skeptis adalah sikap kritis atas informasi yang diterima dan tidak asal menelan atau percaya begitu saja, jurnalis kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Sehingga, seorang jurnalis harus melakukan upaya klarifikasi (cek and

recheck) atau disebut dengan meneliti

kembali dan konfirmasi yang terkait dengan berita tersebut. Meneliti kembali dalam

bahasa arab disebut dengan ―tabayyun‖ yang

tercantum dalam surah Al Hujurat ayat 6. Bahwa seorang jurnalis


(2)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis bahas pada Bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari bagaimana penerapan kode etik jurnalitik pasal 11 pada jurnalis mslim Koran Duta Masyarakat. Dalam hal ini jurnalis Koran Duta Masyarakat sangat menjunjung tinggi dalam menerapkan kode etik

jurnalistik pasal 11 sebagaimana yang tertera dalam landasan hukum

jurnalistik/wartawan, maka atas dasar itulah demi tegaknya harkat dan bartabat dengan ini persatuan wartawan Indonesia (PWI) menetapkan kode etik jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh jurnalis Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pula bahwa Koran Duta Masyarakat bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, dan penyalur aspirasi masyarakat. Dengan adanya pers maka rasa saling percaya dalam tujuannya untuk mencapai masyarakat yang bebas, demokratis dan bertanggung jawab. terutama terhadap pasal 11 Kode Etik Jurnalistik terkait dengan kebenaran serta kredibilitas berita.

Bukti nyata bahwa jurnalis Koran Duta Masyarakat mematuhi Kode Etik Jurnalistik pasal 11 PWI misalnya jurnalis Koran Duta Masyarakat tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, selalu menunjukkan Coverboth side

dan selalu memferifikasikan suatu berita dengan menggunakan balancing, actual

sebagai salah satu 10 rukun berita. Jurnalis Muslim Koran Duta Masyarakat selalu menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, bagaiamana kedua jurnalis tersebut meneggakan kebenaran meggunakan teori korespondensi, dan bagaimana pula menjadikan jurnalis selalu menegdepankan


(3)

129

kredibilitas menggunakan cek and recheck, tabayyun jika diartikan dengan bahasa Arab. Dalam melaksanakan kode etik jurnalistik tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi jurnalis yang profesional. Akan tetapi jurnalis Koran Duta Masyarakat bekerja secara professional dengan menjaga integritas dan kredibilitasnya. Mereka bekerja karena memang tugasnya sebagai jurnalis. Berita ditulis lalu dimuat atau tidak, semata-mata karena kepentingan masyarakat pembaca.

B. Saran

Penelitian yang telah penulis lakukan tentu masih jauh dari harapan sempurna. Apalagi penelitian yang dilakukan hanya menfokuskan satu media, yaitu Koran Duta

Masyarakat. Karena itulah, penulis menyarankan perlunya penelitian

lanjutan.Terhadap komunitas jurnalistik setempat peneliti berharap untuk kembali menciptakan insan-insan Pers yang profesional dengan terus menerus meningkatkan kegiatan Uji Kompetensi jurnalis sehingga mental jurnalis khususnya di kota Surabaya mental yang profesional dan handal. Agar tidak hanya mengedepankan kepentingan pribadi. Selain itu, peneliti berharap agar pihak terkait melakukan sosialisasi secara terus menerus terhadap masyarakat pada umumnya dan juga kepada pemerintah tentang Undang-Undang Pers sehingga mereka bisa membedakan mana jurnalis wartawan yang mempunyai kompeten dan mana jurnalis gadungan. Juga agar menjadi pemicu yang positif terhadap komunitasjurnalis khusunya organisasi persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam hal membawa nama baik pers juga organisasi yang diikuti.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wachid. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Ahmad Y. Samantho. Jurnalistik Islami: Panduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim. Jakarta: Harakah, 2002.

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Pers, 2005.

Asep Syamsul M. Romly. Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah bil Qalam. Bandung: Remadja Rosdakarya, 2003.

Asep Syamsul M Romly. Jurnalistik Praktis untuk Pemula. Bandung : Rosdakarya, 1999.

Asmuni Syakir. Dasar – Dasar strategi dakwah. Surabaya : AL-Ikhlas, 1994.

Cik Hasan Bisri. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1998.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Kudus: Menara Kudus, 2006.

Engkus Kuswarno. Fenomenologi; fenomena Pengemis Kota Bandung. Bandung : Widya

Padjadjaran, 2009.

George Ritzer dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern, terj Alimandan. Jakarta : Kencana, 2007.

Hermawan wasito. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Hikmat Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Yogyakarta: UII Press, 2005.

HM, Arifin. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar studi, cet II. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

https://fokusisid.wordpress.com/2013/03/18/pengertian-komunikasi-dakwah/ https://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Wartawan_Indonesia#cite_note-merdeka-1 Http://naifu.wordprees.com/2010/08/12/professional-dalam-perspektif-al-qur’an.html.

http://www.anneahira.com/sembilan-elemen-jurnalisme.htm

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Jonathan Sarwono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006.


(5)

Kiki Zakiah. Ilmu Komunikasi Sekarang dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Fajar

Interpratama Mandiri, 2013.

Kusnawan. Berdakwah lewat Tulisan. Bandung : Mujahid Press, 2004.

Kustadi Suhandang. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk & kode Etik. Bandung : Penerbit Nuansa, 2004.

Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT remaja Rosdakarya, 2009.

Margaret M. Poloma. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013.

Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah. Jakarta : Kencana, 2012.

Moch, Nasir. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indoensia, 2005.

Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Bandung : PT remaja Rosdakarya, 2009.

Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996.

Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta : Rajawali Pers, 2009.

Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A. Jurnalistik Teori & Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Sedia Willing Barus. Juranlistik petunjuk teknis dan Menulis Berita. Jakarta: Erlangga, 2013.

Slamet Muhaimin Abda. Prinsip – Prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya : AL-Ikhlas ,1994.

Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. Teori Komunikasi Theories of Human

Communication. Jakarta : Salemba Humanika, 2012.

Suf Kasman. Jurnalis Universal, menelusuri prinsip – prinsip dakwah bi al – Qalam dalam

Al – Quran. Bandung : Khazanah Pustaka keIlmuan, 2004.

Sukardi, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan. Yogyakarta : Kanisius, 1994.

Tom E.Rolnicki. Pengantar Dasar Jurnalistik. Jakarta : Bulan Bintang, 2008.

Wahyu Ilaihi , MA. Komunikasi Dakwah. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010.

Wina Armada Sukardi. Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers. Jakarta : Dewan pers, 2008.


(6)

Zulkarmein Nasution. Etika Jurnalisme, Prinsip –Prinsip Dasar. Jakarta : PT. Raja Gafindo Perseda, 2015.