JUDUL INDONESIA: KESEDIAAN MENERIMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR SUB DAS WAY BETUNG HULU OLEH MASYARAKAT KAWASAN HUTAN REGISTER 19 (Studi Kasus di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran) JUDUL INGGRIS: WILLINGNESS TO ACCEPT PAYMEN

(1)

ABSTRAK

KESEDIAAN MENERIMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR SUB DAS WAY BETUNG HULU OLEH MASYARAKAT

KAWASAN HUTAN REGISTER 19

(Studi Kasus di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

Oleh

Faisal Arafat 1) Christine Wulandari 2) Rommy Qurniati 2)

Salah satu solusi guna mengatasi kerusakan fungsi hidrologi DAS Way Betung adalah penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Penerapan PJL perlu dikaji lebih mendalam khususnya mengenai besarnya nilai kesediaan menerima pembayaran oleh masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai kesediaan menerima (WTA) masyarakat terhadap PJL Sub DAS Way Betung Hulu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta mengetahui bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Willingness to Accept (WTA), analisis regresi dan analisis deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai dugaan rataan WTA responden di lokasi penelitian adalah Rp 8.552,63 per pohon per tahun. Apabila jumlah pohon dikebun campuran masyarakat sebanyak 1.462 pohon maka diperoleh nilai total WTA Desa Talang Mulya adalah sebesar Rp 12.503.945,06 per tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTA adalah tingkat pendidikan, umur dan status garapan lahan. Bentuk-bentuk insentif yang diinginkan responden adalah berupa uang tunai, pembangunan pedesaan, bantuan bibit dan pupuk dan hewan ternak.

Kata kunci : Pembayaran jasa lingkungan, WTA, DAS Way Betung 1)

Mahasiswa Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2)


(2)

ABSTRACT

WILLINGNESS TO ACCEPT PAYMENT FOR ENVIRONMENTAL SERVICE OF WATER SUB DAS WAY BETUNG UPSTREAM BY SOCIETY

FOREST AREA REGISTER 19

( Case Study in Talang Mulya Village District of Padang Cermin Sub Province Pesawaran )

By

Faisal Arafat1)Christine Wulandari2)Rommy Qurniati2)

One of the solution utilize to overcome damage of DAS Way Betung hydrology function is apply of Payment for Environmental Service (PES) for forest and land rehabilitation. PES is needs to be studied more in depth, especially the level of value willingness to accept payment by people as environmental service provider. The purposes of this research are knowing value of willingness to accept (WTA) the people regarding PES of upstream Sub DAS Way Betung and factors to influence it with knowing incentive forms who wanted by the people. Method used in this research are Willingness to Accept analysis, regression analysis and descriptive analysis qualitative.

Based on the result, the average of WTA respondent in the location of research is Rp 8.552,63 per tree per year. If the number of trees in the mix community garden is 1.462 trees, then it will be obtained the total value of WTA Talang Mulya village is Rp 12.503.945,06 per year. Factors which significant influenced to WTA value that are level education, age and status of arable land. Incentive forms who wanted by respondent are cash money, rural development, seedlings and fertilizer donations and also farm animal.

Keywords:Payment for environmental service, WTA, DAS Way Betung

1)

Student at Departement of Forestry, Faculty of Agriculture, University of Lampung

2)

Lecturer at Departement of Forestry, Faculty of Agriculture, University of Lampung


(3)

(Studi Kasus di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

Oleh

FAISAL ARAFAT Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Segala puji hanya milik Allah SWT, penulis dilahirkan di Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 23 Mei 1990, merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Arbert Haryanto dan Ibu Teti Tresnawati. Jenjang studi dimulai pada tahun 1996 dari SD Negeri 1 Sidomulyo Lampung Tengah selesai pada tahun 2002, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kalirejo Lampung Tengah dan selesai pada tahun 2005. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kalirejo Lampung Tengah dan selesai pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis terdaftar sebagi mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Tahun 2012 penulis melakukan Praktek Umum selama ± 1 bulan di KPH Bogor BKPH Parung Panjang dan BKPH Bogor, Jawa Barat. Penulis juga pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Mataram Marga Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2013. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Perencanaan Hutan. Dalam organisasi, penulis aktif menjadi anggota utama dan pengurus Himasylva (Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan) Universitas Lampung di Bidang IV (Komunikasi, Informasi dan Pengabdian Masyarakat) periode tahun 2010-2011.


(7)

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecil ini untuk Papah dan Mamah tercinta, serta Kakak-kakaku tersayang Teh Hani, A Sidiq dan Teh Dian yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang serta Do’anya..

Rekan-rekan Angkatan 2009 (Feri, Roni, Anggi, Rohiyan, Rian, Refki, Riska, Siti, Helen, dan semuanya), serta Himasylva Universitas Lampung, terima kasih untuk kebersamaannya selama ini..


(8)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kesediaan Menerima Pembayaran Jasa Lingkungan Air Sub DAS Way Betung Hulu oleh Masyarakat Kawasan Hutan Register 19”skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafa’atnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P. sebagai pembimbing utama skripsi dan

pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(9)

skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. sebagai pembahas atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan pendidikan sarjana strata 1 (satu).

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Pak Sadiran yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juni 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Sumberdaya Air ... 7

B. Jasa Lingkungan Air dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 8

C. Pembayaran Jasa Lingkungan ... 10

1. Bentuk-bentuk Insentif Pembayaran Jasa Lingkungan ... 12

2. Fasilitator Pembayaran Jasa Lingkungan... 13

3. Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan... 15

D. Konsep Kesediaan untuk Menerima/Membayar (WTA/WTP)... 16

1. Metode Tawar Menawar (Bidding game) ... 17

2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open endedquestion) ... 17

3. Metode Kartu Pembayaran (Payment card) ... 18

4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-ended referendum) ... 18

III. METODE PENELITIAN... 26

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

B. Objek dan Alat Penelitian ... 26

C. Jenis dan Sumber Data ... 26

D. Metode Pengambilan Sampel ... 27

E. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

1. Analisis Kesediaan Menerima (WTA) Masyarakat ... 29


(11)

3. Analisis Bentuk-bentuk Insentif yang diinginkan Masyarakat ... 32

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

A. Demografi Desa ... 33

1. Letak dan Luas Wilayah ... 33

2. Iklim ... 33

B. Keadaan Sosial Desa ... 33

1. Jumlah Penduduk ... 33

2. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Talang Mulya ... 34

3. Keadaan Ekonomi Desa ... 35

4. Pola Penggunaan Tanah ... 35

5. Pemilikan Ternak ... 36

6. Sarana dan Prasarana Desa ... 37

7. Pembagian Wilayah Desa ... 37

C. Potensi Sumber Daya Desa Talang Mulya ... 38

1. Potensi Sumber Daya Alam Desa Talang Mulya ... 38

2. Potensi Sumber Daya Manusia ... 39

3. Potensi Sarana dan Prasarana Desa Talang Mulya ... 39

D. Tahura Wan Abdul Rachman ... 41

1. Letak geografi dan administrasi ... 41

2. Letak, luas dan batas kawasan ... 41

3. Keadaan topografi ... 42

4. Ketinggian ... 42

5. Hidrologi ... 43

6. Geologi ... 43

7. Aksesbilitas ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Kesediaan Masyarakat Menerima Pembayaran Jasa Lingkungan Air .... 45

1. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA... 47

2. Menghitung Total WTA ... 50

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA ... 51

C. Bentuk-bentuk Insentif yang diinginkan Masyarakat ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61 LAMPIRAN... 65-72


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Indikator pengukuran nilai WTA (Antika, 2011) ... 19

2. Indikator pengukuran nilai WTA (Triyani, 2009) ... 20

3. Jumlah responden masing-masing dusun ... . .... 28

4. Matriks metode analisis data ... . .... 29

5. Skala pengukuran nilai WTA ... . .... 31

6. Jumlah penduduk masing-masing dusun ... . .... 34

7. Tingkat pendidikan Desa Talang Mulya ... .... 35

8. Matapencaharian penduduk Desa Talang Mulya ... . .... 35

9. Pola penggunaan tanah Desa Talang Mulya ... 36

10. Data kepemilikan ternak oleh penduduk Desa Talang Mulya .. ... 36

11. Prasarana desa yang dimiliki Desa Talang Mulya .. ... 37

12. Potensi sumber daya alam Desa Talang Mulya ... 38

13. Potensi sumber daya manusia Desa Talang Mulya ... 39

14. Potensi sarana dan prasarana Desa Talang Mulya ... 40

15. Besaran WTA responden ... 47


(13)

1. Diagram alur kerangka pemikiran ... 6

2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan ... 11

3. Persentase kesediaan dan ketidaksediaan responden dalam menerima pembayaran jasa lingkungan ... 47

4. Persentase bentuk-bentuk insentif yang diinginkan responden ... 57

5. Wawancara dengan masyarakat Desa Talang Mulya ... 70

6. Wawancara dengan Kepala Desa Talang Mulya ... 70

7. Kondisi sungai Way Betung Hulu saat ini ... 71

8. Kondisi sungai Way Betung Hulu saat musim hujan ... 71

9. Pemanfaatan air sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ... 72


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan. Selain itu, Hutan merupakan salah satu sumber daya alam terbaharukan yang memiliki peran penting dalam menopang kehidupan manusia, sumber daya ini memiliki aset multiguna (Fauzi, 2006).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan yang dimaksud adalah a) pemanfaatan air, b) wisata alam, c) perlindungan keanekaragaman hayati, d) penyelamatan dan perlindungan lingkungan, e) penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

Menurut Triani (2009), air dapat dibedakan menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan (surface water) dapat diperoleh langsung dari sungai, danau atau laut, yang alurnya (surface flow) dikenal dengan istilah Daerah Aliran Sungai (DAS). Ekosistem suatu DAS biasanya terbagi ke dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu sebagai penyedia air pada umumnya merupakan


(15)

kawasan hutan (Triani, 2009). Oleh karena itu, stabilitas pemanfaatan sumber air akan sangat ditentukan oleh keutuhan dan kemampuan ekosistem serta pemeliharaan masyarakat sekitar hutan terhadap fungsi hidrologis hutan (Antika, 2011).

Sub DAS Way Betung mengalir melalui kawasan hutan Register 19 dan menjadi sumber air utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandar Lampung. Selain itu, air dari Sub DAS ini juga menjadi sumber air untuk perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), taman wisata, rumah tangga, kegiatan pertanian dan sektor industri lainnya (Yuwono et al., 2011). Kontribusi Sub DAS Way Betung hulu sangat besar bagi kegiatan ekonomi di Kota Bandar Lampung karena segala aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar apabila kondisi hulu DAS terjaga. Perubahan penggunaan hutan menjadi kebun campuran, lahan kering, permukiman dan semak menyebabkan penurunan kemampuan tanah dalam menginfiltrasikan curah hujan sehingga mengakibatkan kerusakan fungsi hidrologi DAS Way Betung (Yuwono et al., 2011). Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.

Kondisi masyarakat sekitar hutan yang umumnya berada pada kondisi kemiskinan dan tertinggal cenderung akan mengorbankan hutannya untuk mempertahankan hidup. Akibatnya, hutan mengalami degradasi dan akan terganggu fungsi hidrologinya dan berimplikasi pada menurunnya ketersediaan air baku yang secara langsung maupun tidak langsung akan dirasakan oleh pemanfaat air di bagian hilir (Triani, 2009).


(16)

3

Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan penerapan pembayaran jasa lingkungan (PJL) antara pemanfaat jasa (buyer) maupun penyedia jasa (seller) untuk mendorong masyarakat agar bersedia melakukan upaya konservasi, selain itu masyarakat juga akan mendapatkan dana kompensasi karena telah melakukan upaya konservasi tersebut (Dasrizal et al., 2012). Contoh penerapan PJL air di indonesia adalah PJL DAS Cidanau di Serang Banten dan PJL DAS Brantas di Malang. Beberapa potensi buyer pada program ini adalah PDAM, perusahaan AMDK, taman wisata, hotel dan pemanfaat jasa air lainnya, sedangkan seller yang dimaksud adalah masyarakat yang berada di hulu Sub DAS Way Betung. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu diketahui kesediaan menerima (Willingness to Accept) dari penyedia jasa (seller) agar mendapatkan harga yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Dana kompensasi dari hasil negosiasibuyer dan seller tersebut akan diberikan kepada masyarakat hulu (seller) untuk biaya konservasi hutan agar dapat mengurangi kerusakan hutan yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas air Sub DAS Way Betung. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu adanya penelitian mengenai “Kesediaan menerima

pembayaran jasa lingkungan air Sub DAS Way Betung Hulu oleh masyarakat”.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui nilai kesediaan menerima (WTA) masyarakat terhadap

Pembayaran Jasa Lingkungan Sub DAS Way Betung hulu.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA.


(17)

C. Manfaat penelitian

Hasil dari penelitian tentang penilaian jasa lingkungan diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Masyarakat sebagai pendorong untuk melakukan upaya konservasi hutan. 2. Pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan terkait penerapan kebijakan

mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan air di Provinsi Lampung. 3. Peneliti dan mahasiswa sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran

Sub DAS Way Betung hulu merupakan penyedia jasa lingkungan air yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi masyarakat maupun pemanfaat jasa air lainnya seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), taman wisata, hotel dan perusahaan atau masyarakat hilir yang menggunakan air dari Gunung Betung. Adanya perambahan dan pengelolaan kawasan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air menyebabkan kerusakan hutan dan berdampak pada kualitas serta kuantitas air Sub DAS Way Betung hulu. Terlebih lagi masyarakat dan perusahaan tersebut memanfaatkan air yang disediakan oleh Sub DAS Way Betung hulu secara terus-menerus sehingga dikhawatirkan akan menurunkan kualitas dan kuantitas air Sub DAS Way Betung hulu. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya konservasi untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas air DAS Way Betung Hulu agar tetap menghasilkan jasa lingkungan yang berkelanjutan.


(18)

5

Salah satu upaya konservasi adalah dengan menerapkan instrumen ekonomi yaitu Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). Skenario yang ditawarkan pada program PJL ini adalah masyarakat sekitar Sub DAS Way Betung hulu sebagai penyedia jasa lingkungan (seller) dimana masyarakat akan diberi insentif/dana kompensasi agar masyarakat bersedia melakukan upaya konservasi hutan di hulu DAS, sedangkan pemanfaat jasa lingkungan (buyer) akan membayar insentif tersebut kepada masyarakat hulu DAS. Perhitungan nilai ekonomi dari jasa lingkungan biasanya ditentukan dari keinginan membayar (Willingness to Pay) dari pemanfaat dan keinginan menerima (Willingness to Accept) dari penyedia sehingga akan menghasilkan suatu harga yang sesuai antara kedua belah pihak (DANIDA, 2011), berdasarkan kondisi tersebut maka perlu diketahui nilai kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi PJL dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut serta bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat. Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai WTA yaitu dengan metode penilaian WTA dan analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA, sedangkan untuk mengetahui bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian diharapkan bisa menjadi alternatif pengembangan program pembayaran jasa lingkungan Sub DAS Way Betung hulu.


(19)

Keterangan:

Gambar. 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran. Sub DAS Way

Betung hulu

Penyedia air baku

Penurunan kualitas dan kuantitas air

Aktifitas manusia yang berlebihan dalam mengelola hutan Pembayaran Jasa Lingkungan Upaya konservasi hutan Keadaan ekonomi masyarakat Penggunaan air yang berlebihan Bertambahnya jumlah penduduk Nilai kompensasi berdasarkan negosiasi

Estimasi nilai WTA

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA Bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat WTP WTA

=Tidak diteliti

=Diteliti Analisis Deskriptif

Kualitatif

Tahapan Metode

Penilaian WTA Analisis Regresi

Alternatif pengembangan pembayaran jasa lingkungan


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumberdaya Air

Sumberdaya air adalah bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang antara lain terdiri dari sub sistem sumberdaya lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya sosekbud, dan sumberdaya air itu sendiri. Pengelolaan sumberdaya air tidak terlepas dari pengelolaan DAS, dengan demikian strategi pengelolaan DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula (Yuwono et al., 2011). Proteksi DAS mengacu kepada komoditas jasa lingkungan yang terdiri dari seperangkat pemanfaatan lahan yang menjaga kesatuan dari DAS untuk menghasilkan air yang secara kualitas relatif bebas dari bahan pencemar, berbagai jasa lingkungan DAS biasanya berasosiasi dengan keterkaitan daerah hulu dan hilir yang memberikan implikasi bahwa penyedia jasa tidak dapat menjadi pemanfaat jasa dan dengan demikian mekanisme pembayaran jasa lingkungan terjadi antara komunitas hulu dan penerima manfaat di hilir (DANIDA, 2011).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Sedangkan Pengelolaan sumber daya air


(21)

adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Menurut Rohmat (2010), upaya konservasi sumberdaya air dilakukan dengan cara mengendalikan aliran permukaan guna memperkecil daya rusak air, menampung dan menahan limpasan hujan untuk dimanfaatkan secara optimal dan air mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk masuk ke dalam tanah. Kegiatan konservasi sumberdaya air dilakukan dalam rangka menjaga dan meningkatkan ketersediaan air, baik secara kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.

Pengaruh hutan pada tata air (hasil air) akan nyata bila kondisi hutan menga-lami perubahan secara nyata. Adanya penanaman maupun penebangan yang luas, menimbulkan perubahan dalam tata air (hasil air) secara nyata. Perubahan hutan (penebangan atau penanaman) yang sempit (tidak luas) pengaruhnya terhadap hidrologi (tata air) tidak nyata atau tidak terdeteksi (Pudjiharta, 2008).

B. Jasa Lingkungan Air dan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Jasa lingkungan dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Merryna (2009), jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berupa


(22)

9

manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam (rekreasi), jasa perlindungan tata air (hidrologi), kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Daerah Aliran Sungai Way Betung merupakan salah satu DAS di Provinsi Lampung yang menjadi sumber air bagi petani padi sawah, rumah tangga, Taman Wisata Bumi Kedaton (TWBK) dan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Artinya, pemanfaat jasa air DAS Way Betung berkewajiban untuk melestarikan hulu DAS (Handayani, Febriarianto dan Purwati, 2009).

Pasaribu (2009) menuliskan dalam penelitiannya bahwa DAS Betung merupakan salah satu pemasok air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung yang telah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut diakibatkan perubahan penggunaan


(23)

lahan tanpa konservasi tanah dan air yang secara tidak langsung mempengaruhi debit maksimum dan minimum serta menurunnya produktivitas lahan.

Berdasarkan hasil penelitian Lubis (2011) kondisi vegetasi DAS Way Betung dapat dikatakan buruk, karena memiliki nilai koefisien aliran permukaan lebih dari 25%. Nilai koefisien aliran permukaan tahun 2006 terjadi penurunan, yaitu sebesar 8,19%. Berdasarkan ketentuan, untuk nilai koefisien aliran permukaan dibawah 5%, maka kondisi vegetasi pada suatu lahan dinyatakan baik. Oleh karena itu, kondisi vegetasi ini didukung adanya perubahan penggunaan lahan yang signifikan seperti meningkatnya jumlah luasan semak belukar menjadi 19,32% dimana pada tahun 1999 luasan semak belukar hanya 9,88%.

C. Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan (payment environmental services) secara umum dapat didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa dibayar oleh penerima jasa. Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu mekanisme yang fleksibel, dimana dapat diadaptasi dalam kondisi yang berbeda-beda (Tim Studi PES RMI, 2007). Pembayaran jasa lingkungan merupakan sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdefinisi dengan baik ( well-defined environmental services), dimana di sini berlaku pula prinsip-prinsip bisnis

“hanya membayar bila jasa telah diterima” (Wunder, 2005). Menurut Tim Studi PES RMI (2007), pembayaran jasa lingkungan (PJL) didasarkan pada pemberian skema-skema kompensasi untuk menghargai upaya masyarakat dalam mengelola ekosistem untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang lebih baik. Dewasa ini,


(24)

11

negara maju serta beberapa negara berkembang mulai membahas mengenai PJL, program ini dapat diterapkan pada pengelolaan daerah aliran sungai.

Jasa lingkungan yang ada saat ini suatu saat akan mengalami penurunan kualitas. Salah satu instrumen ekonomi yang dapat mengatasi penurunan kualitas lingkungan adalah pembayaran jasa lingkungan (PJL). Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara memberikan nilai oleh penerima manfaat kepada penerima manfaat jasa lingkungan (Merryna, 2009).

Menurut World Bank diacu dalam Wunder (2005), mekanisme pembayaran jasa lingkungan akan dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan (Sumber: Wunder, 2005).

Penyedia manfaat dalam skema ini berarti lingkungan yang menyediakan suatu jasa lingkungan. Mekanisme pembayaran lingkungan ini tergantung oleh mekanisme keuangan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan itu sendiri. Kedua mekanisme tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur pemerintah sehingga menghasilkan suatu nilai yang sesuai dengan jasa lingkungan yang sesungguhnya yang dibayarkan secara sukarela oleh penerima manfaat jasa lingkungan agar

Pemerintah Daerah

Penyedia Manfaat

Mekanisme Keuangan

Mekanisme Pembayaran

Pengguna Manfaat Jasa


(25)

dapat menghasilkan jasa lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Berdasarkan hasil penelitian Antika (2011), program pembayaran jasa lingkungan (PJL) di DAS Brantas, Kelompok Tani Sumber Urip berkewajiban melakukan upaya konservasi di lokasi yang telah disepakati dengan tanaman yang telah ditentukan. Berdasarkan kesepakatan jumlah tanaman dalam program PJL sebanyak 6.902 pohon dengan jenis yaitu tanaman berkayu seperti Sengon, Mahoni, dan Jati serta tanaman buah-buahan seperti Durian, Mangga, Kopi dan lain sebagainya. Anggota kelompok tani wajib melakukan sistem tebang pilih pohon jika ingin mendapatkan dana dari Yayasan Pengembangan Pedesaan (YPP) sebesar Rp 25.500.000,00 dan memperoleh pendidikan, pelatihan serta asistensi dari YPP.

1. Bentuk–bentuk Insentif Pembayaran Jasa Lingkungan

Skema sistem pembayaran dalam PJL pada prinsipnya dapat dilakukan dalam berbagai tipe pembayaran. Diantara tipe sistem pembayaran tersebut adalah (DANIDA, 2011):

a. Pembayaran finansial langsung, contohnya pada kondisi adanya perubahan pemanfaatan lahan yang pada akhirnya akan menyebabkan hilangnya matapencaharian masyarakat, maka biaya kompensasi diberikan secara langsung.

b. Bantuan keuangan untuk kegiatan tertentu kelompok masyarakat, seperti misalnya bantuan pembangunan rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan lain sebagainya.


(26)

13

c. Pembayaran In-kind dalam bentuk lainnya seperti misalnya dalam bentuk training pertanian untuk peningkatan kapasitas masyarakat pedesaan, peternakan, perikanan, dan lain sebagainya.

d. Pemberian hak/ijin pengelolaan, misalnya ijin pengelolaan hutan.

Dalam skema PJL di Indonesia, seluruh tipe skema pembayaran tersebut sudah pernah dilaksanakan. Dalam skema Hutan kemasyarakatan (HKm) misalnya, skema sistem pembayaran atas jasa pengelolaan wilayah hutan yang terdegradasi oleh masyarakat, pemerintah memberikan insentif dalam bentuk hak pengelolaan hutan yang berlaku untuk 3 tahun dan diperpanjang sampai 25 tahun lagi, contoh PJL yang menerapkan skema ini adalah PJL DAS Brantas (DANIDA, 2011).

2. Fasilitator Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL)

Fasilitator berfungsi sebagai perantara diantara penyedia dan pemanfaat. Pihak yang dapat bertindak sebagai fasilitator dapat diperankan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah Lembaga Swadaya masyarakat (LSM/NGO), dan juga organisasi non profit. Fasilitator PJL memberi masukan kepada penyedia jasa lingkungan bagaimana mencari jalan bagi menutup biaya-biaya awal yang harus dikeluarkan, baik melalui donor, skema penghasil keuntungan lainnya, mekanisme pinjaman, dana amanah (DANIDA, 2011).

Secara umum perantara/fasilitator memiliki peranan dalam (DANIDA, 2011): a. Membantu penyedia menganalisis produk jasa lingkungan dan juga nilainya

ke pemanfaat prospektif dengan mengidentfikasi dan dokumentasikan beberapa hal seperti: Jasa lingkungan apa saja yang ada dan dapat dieprjual belikan, berapa yang ada, konteks pasarnya (diatur atau sukarela), kasus


(27)

bisnis apa yang ada untuk perusahaan berinvestasi dan nilai apa yang dimiliki jasa lingkungan, harga pasar yang telah dibayar.

b. Membantu pemanfaat dengan membangun hubungan dengan pemanfaat potensial melalui: mengumpulkan daftar pemanfaat potensial, mengatur pertemuan diantara berbagai prospektif penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan, dan memfasilitasi pertemuan untuk mempertemukan ekspektasi dari baik pemanfaat maupun penyedia.

c. Mengatur agak penyedia dapat mengenal pemanfaat potensialnya secara baik dengan membahas pertemuan detail untuk menentukan : harga yang dibayar untuk jasa lingkungan, persepsi pemanfaat mengenai manfaat bisnis potensial dan resiko perjanjian dan pembayaran jasa lingkungan, tantangan yang dihadapi oleh perusahaan yang dapat menjadi informasi bagi interest mereka. d. Membantu penyusunan proposal, dengan cara: mengkuantifikasi jasa

lingkungan, menentukan harga jasa, menangani dan mengurangi sebanyak mungkin biaya transaksi, menyusun perjanjian, memilih tipe pembayaran yang menarik untuk pemanfaat dan penyedia, menganalisis berbagai metode pembiayaan, mengidentifikasi dan membuat persetujuan dengan perusahaan dan selalu membuat kegiatan musyawarah berjalan.

e. Menjamin bahwa perjanjian final akan merupakan harapan dari penyedia dan juga menyediakan saran pengelolaan resiko , juga bernegosiasi atas nama kelompok masyarakat.

f. Perantara PJL dapat berbentuk fasilitator, yang juga merupakan pemanfaat, namun fokus pada menyatukan berbagai proyek dan kemudian menjualnya. Entitas seperti ini seringkali mampu membiayai start up cost, agregasi, dan


(28)

15

biaya registrasi yang akan diganti untuk pembagian profit dengan komunitas atau pemilik lahan pada saat jasa lingkungan dijual. Dengan demikian fungsi fasilitator adalah menemukan, membandingkan, dan memilih perantara potensial untuk bekerja bersama-sama, sebagai salah satu cara untuk membiayai kebutuhan hidup.

Pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan air sudah diterapkan di daerah DAS Cidanau Banten. Dalam pelaksanaannya, dibentuk suatu Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) yang beranggotakan unsur masyarakat, pemerintah, LSM, dan swasta. Peran FKDC dalam implementasi jasa lingkungan antara lain: mengelola dana hasil pembayaran jasa lingkungan dari pemanfaat (buyer) jasa lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di DAS Cidanau melalui lembaga pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau, mendorong pembangunan hutan di lahan milik oleh masyarakat dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau, mendorong pemerintah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (Triani, 2009).

3. Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan mempunyai manfaat apabila diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan. Menurut Tim Studi PES RMI (2007), manfaat dari pembayaran jasa lingkungan antara lain:

a. Dapat dimanfaatkan untuk membangun kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih baik.


(29)

b. Dapat menfasilitasi penyelesaian konflik dan membangun kesepakatan di antara para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan SDA dan lingkungan. c. Dapat meningkatkan rasionalitas (efisiensi) dalam pemanfaatan barang dan

jasa lingkungan (ekosistem) melalui penciptaan nilai atas barang dan jasa tersebut yang menurut karakteristiknya sebagian besar diantaranya merupakannon-marketable goods and services(NMGS).

d. Dapat dijadikan sumber pendanaan alternatif bagi upaya-upaya konservasi, rehabilitasi dan pengelolaan SDA.

e. Sebagai peluang untuk mentransfer sumberdaya dari penerima manfaat kepada penyedia jasa yang secara sosial ekonomi umumnya termarjinalkan.

D. Konsep Kesediaan untuk Menerima/Membayar (WTA/WTP)

Menurut Wunder (2008), nilai jasa lingkungan tergantung pada penentuan kemauan membayar (willingness to pay) dan atau (willingness to accept) untuk jasa lingkungan yang harus melebihi opportunity cost dari penyedia jasa lingkungan (seperti keuntungan yang hilang dari penggunaan lahan mereka sebelumnya). Namun, ketika opportunity cost secara umum tidak dapat diobservasi, setidaknya dapat diperkirakan untuk besarnya pembayaran. Jika diasumsikan bahwa partisipan adalah pembuat keputusan yang rasional, tentunya mereka tidak akan menerima pembayaran kecuali melebihi perhitungan opportunity cost yang mereka hadapi, biaya implementasi yang mereka harus ambil alih, dan biaya transaksi yang mereka hadapi.

Metode yang digunakan untuk mengetahui biaya konservasi DAS Way Betung adalah dengan metode Willingness to Pay (WTP) serta perlu juga diketahui


(30)

17

kesediaan menerima masyarakat penyedia jasa DAS dengan metode Willingness to Accept (WTA), hal ini bertujuan agar mendapatkan harga pasar (Febriarianto, 2009 dan Purwati, 2009). Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi lingkungan (Pearce dan Moran, 1994).

Penghitungan WTA dan atau WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Dalam penelitian ini penghitungan WTA dilakukan secara langsung (direct method), dengan cara survey dan melakukan wawancara dengan masyarakat. Terdapat 4 (empat) metode untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP dan atau WTA responden (Wunder, 2008), yaitu:

1. Metode Tawar Menawar (Bidding Game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika “ya” maka besarnya nilai uang diturunkan/dinaikkan sampai

ke tingkat yang disepakati.

2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga


(31)

tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya.

3. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk meningkatkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain.

Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.

4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum)

Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu apakah responden mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atau diterimanya penurunan nilai kualitas lingkungan.


(32)

19

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode tawar menawar (bidding game). Metode ini digunakan karena responden akan lebih mudah memahami isi dari pertanyaannya dan nilai yang didapat juga akan lebih akurat.

Berdasarkan hasil penelitian Antika (2011) nilai WTA yang ditawarkan masyarakat sekitar DAS Brantas sebesar Rp 8.265 per pohon per tahun. Nilai ini merupakan nilai yang bersedia diterima responden untuk melaksanakan sistem tebang pilih dalam pemanfaatan pohon yang ada pada lahan mereka. Sedangkan, berdasarkan hasil penelitian Triani (2009) nilai dugaan rataan WTA responden DAS Cidanau adalah Rp 5.056,98 per pohon per tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran terkait nilai rata-rata WTA masyarakat, dengan jumlah pohon sebanyak 500 pohon per ha, maka nilai pembayaran yang harus diserahkan kepada penyedia jasa lingkungan adalah Rp 2.528.490,00 per ha per tahun. Adapun indikator pengukuran nilai WTA yang digunakan pada penelitian Antika (2011) dan Triani (2009) disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Indikator Pengukuran Nilai WTA

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 1 Tingkat

pendidikan (PDD)

Suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai pemerintah serta disahkan oleh

departemen pendidikan

Dibedakan menjadi: a. Tidak sekolah b. SD, kelas 1 2 3 4 5 6 c. SMP, kelas 7 8 9 d. SMA, kelas 10 11 12 e. Perguruan tinggi

2 Tingkat pendapatan rumah tangga (Rupiah/bulan) (PDPT)

Pendapatan suatu rumah tangga dari seluruh mata pencaharian

Dibedakan menjadi: a. Rp. 500.000 b. Rp. 500.001-Rp.

1.000.000 c. Rp.

1.000.001-1.500.000


(33)

2.000.000

e. Rp. 2.000.001-Rp. 2.500.000

f. >Rp. 2.500.000 No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 3 Jumlah batang

pohon dalam program (batang) (JBTP)

Jumlah pohon yang dilibatkan dalam program pembayaran jasa lingkungan Skala interval 4 Jumlah tanggungan (orang) (TNGG) banyaknya anggota keluargayangterdiri dari; istri, dan anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala keluarga a. 1-3 b. 4-6 c. >6

5 Lama tinggal (tahun) (LTGL)

Lama responden menetap dilokasi penelitian

a. <31 tahun b. 31-45 tahun c. 46-60 tahun d. >60 tahun 6 Kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi (PUAS) Kepuasan responden terhadap besarnya dana kompensasi yang ditawarkan

Dibedakan menjadi: a. Puas

b. Tidak puas

Sumber: Antika (2011).

Tabel 2. Indikator Pengukuran Nilai WTA

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 1 Tingkat

pendidikan (PDD)

Suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan

a. Tidak sekolah b. SD, kelas 1 2 3 4

5 6

c. SMP, kelas 7 8 9 d. SMA, kelas 10

11 12


(34)

21

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 2 Tingkat

pendapatan rumah tangga (PDPT)

Pendapatan suatu rumah tangga dari seluruh mata pencaharian (perbulan)

Dibedakan menjadi: a. Rp. 200.000 b. Rp. 200.001-Rp.

400.000 c. Rp.

400.001-600.000

d. Rp. 600.001-Rp. 800.000

e. Rp. 800.001-Rp. 1.000.000 f. >Rp. 1.000.000 3 Tingkat

pendapatan dari program PJL

(PJL)

Pendapatan dari program PJL yang telah berlangsung

Skala interval

4 Jumlah tanggungan (orang) (TANG)

banyaknya anggota keluarga yangterdiri dari; istri, dan anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala keluarga

Dibedakan menjadi: a. <4

b. 4-6 c. 7-9 d. >9

5 Jumlah pohon yang

dilibatkan dalam program PJL (batang) (POHON)

Jumlah pohon yang dilibatkan dalam program pembayaran jasa lingkungan

Skala interval

6 Lama tinggal (tahun) (LMTG)

Lama responden menetap dilokasi penelitian Dibedakan menjadi: a. <26 b. 26-41 c. 42-57 d. >57 7 Status kepemilikan lahan (SKL)

Kedudukan responden dari lahan pertanian yang digarap

Dibedakan menjadi: a. Milik pribadi b. Sewa

c. Bagi-hasil d.Tanah garapan


(35)

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran

8 Biaya

konservasi lahan (BIAYA)

Ada tidaknya biaya yang harus dikeluarkan responden untuk

konservasi pohon yang berada di atas lahan miliknya

Dibedakan menjadi: a. Ada

b. Tidak ada

9 Penilaian responden terhadap cara penetapan kompensasi (DAKOM) Penilaian responden terhadap cara penetapan kompensasi yang ada

Dibedakan menjadi: a. Baik c. Buruk 10 Kepuasan responden terhadap besarnya dana kompensasi (PUAS)

Kepuasan responden terhadap besarnya dana kompensasi yang ditawarkan

Dibedakan menjadi; a. Puas

b.Tidak puas

Sumber: Triani (2009).

Berdasarkan hasil penelitian Antika (2011) nilai WTA responden Kelompok Tani Sumber Urip dipengaruhi oleh dua faktor yaitu jumlah pohon yang diikutsertakan dalam program pembayaran jasa lingkungan dan jumlah tanggungan responden. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Triani (2009) nilai WTA responden Kelompok Tani Karya Muda II dipengaruhi oleh faktor nilai pendapatan dari pembayaran jasa lingkungan yang selama ini diterima, kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan yang selama ini diterima, jumlah pohon, tingkat pendapatan rumah tangga, lama tinggal, dan penilaian terhadap cara penetapan nilai pembayaran.


(36)

23

Adapun alasan penggunaan variabel-variabel pada penelitian ini adalah: 1. Tingkat pendapatan rumah tangga

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi nilai WTA responden karena semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin rendah nilai WTA masyarakat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Triani (2009) bahwa variabel tingkat pendapatan memiliki nilai sig. 0,007. Artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai

WTA responden pada taraf α= 0,01 (1%).

2. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi nilai WTA responden karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka nilai WTA akan semakin rendah karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka responden tersebut akan semakin paham dan sadar dengan pentingnya upaya konservasi (Triani 2009 dan Antika 2011). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar bahwa warga Negara Indonesia wajib melaksanakan pendidikan minimal 9 tahun yang berarti wajib mendapatkan pendidikan hingga SMP atau sederajat. Hal ini berarti jika responden telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun ini maka dapat dikatakan sudah baik.

3. Jumlah tanggungan

Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka biaya kebutuhan hidup akan semakin tinggi, maka dari itu nilai WTA akan semakin tinggi, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Antika (2011) bahwa Variabel jumlah tanggungan dengan P-value 0,094 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai


(37)

4. Lama tinggal

Semakin lama responden tinggal dilokasi penelitian maka rasa memiliki responden akan semakin tinggi atas lokasi tersebut, maka nilai WTA akan semakin tinggi, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Triani (2009) bahwa variabel lama tinggal memiliki nilai sig. 0,043 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata

terhadap nilai WTA responden pada taraf α = 0,05 (5%). Program Pembayaran

Jasa Lingkungan (PJL) mengharuskan masyarakat untuk melakukan usaha konservasi terhadap pohon di atas lahan miliknya. Hal ini berarti bahwa dengan adanya program PJL maka terjadi pembatasan pemanfaatan sumberdaya hasil hutan. Adanya pembatasan tersebut membuat masyarakat dengan lama tinggal yang lebih lama merasa dirugikan. Kerugian ini timbul karena sebelumnya merasa dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya tanpa ada pembatasan. Skala pengukuran yang dipakai pada penelitian Triani (2009) adalah <26 tahun, 26-41 tahun, 42-57 tahun dan >57 tahun.

5. Umur

Menurut Papaliaet al.(2009), semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang maka akan semakin matang seseorang tersebut dalam mengambil keputusan. Umur akan mempengaruhi nilai WTA responden karena semakin dewasa seseorang maka pemikiran seseorang tersebut akan semakin baik dalam memutuskan sesuatu, maka dari itu semakin tua umur responden tetapi masih dalam rentang usia produktif maka nilai WTA akan semakin rendah. Usia produktif manusia adalah 15-64 tahun, ketika manusia berada pada rentang usia tersebut maka manusia dapat bekerja dengan baik, tetapi pada saat usia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 64 tahun maka sudah tidak lagi dalam usia produktif (Suharto, 2009).


(38)

25

6. Status garapan lahan

Status garapan lahan akan mempengaruhi nilai WTA karena jika kepemilikan lahan yang digarap adalah milik pribadi maka nilai WTA yang diinginkan akan semakin tinggi (Triani, 2009).

7. Luas lahan

Luas lahan yang dimiliki responden akan mempengaruhi nilai WTA karena semakin besar luas lahan yang dimiliki responden maka nilai WTA yang diinginkan juga akan semakin besar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bahwa luas lahan usaha pertanian skala kecil paling besar adalah 2 ha, petani tersebut adalah petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Biaya konservasi lahan

Biaya konservasi akan mempengaruhi nilai WTA karena semakin besar biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk konservasi lahannya maka nilai WTA masyarakat akan semakin tinggi (Triani, 2009).


(39)

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada bulan Januari 2013. Lokasi penelitian merupakan bagian hulu dari Sub DAS Way Betung Hulu yang telah mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran sebesar 52,2% sehingga perlu adanya upaya konservasi dilokasi tersebut, lokasi ini merupakan kawasan hutan negara.

B. Objek dan Alat Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah masyarakat sekitar Sub DAS Way Betung hulu Register 19 Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Pesawaran. Alat yang digunakan antara lain: alat tulis, kalkulator, komputer, panduan wawancara/kuisioner, dan kameradigital.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden di lokasi penelitian melalui kuisioner. Data primer yang dibutuhkan meliputi: karakteristik responden, respon responden mengenai peran penting Sub DAS Way Betung hulu, respon responden mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan,


(40)

27

respon responden mengenai seberapa besar nilai WTA responden dikarenakan adanya program pembayaran jasa lingkungan yang mengharuskan responden melakukan upaya konservasi terhadap pohon di atas lahan miliknya.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi pemerintah di lokasi penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data yang menyangkut informasi mengenai program pembayaran jasa lingkungan serta data sosial demografis penduduk Desa Talang Mulya.

D. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling. Batas eror yang digunakan pada penelitian ini adalah 15% karena keadaan penduduk Desa Talang Mulya yang relatif homogen, maka dari itu dengan batas eror 15% sudah cukup mewakili. Desa Talang Mulya terdiri dari 3 (tiga) dusun yaitu dusun Talang Mulya dengan jumlah 142 KK, dusun Talang Baru dengan jumlah 71 KK dan dusun Umbul Lapang dengan jumlah 125 KK, sehingga total jumlah kepala keluarga di Desa Talang Mulya adalah 338 KK (Profil Desa, 2013). Berdasarkan formula Slovin (Arikunto, 2011), maka didapatkan jumlah responden pada penelitian ini adalah

N n =————

N(e)² + 1 Keterangan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = batas error 15 % 1 = bilangan konstan


(41)

338

n =——————

338 (15%)² +1 338

n =——— 8,605

n = 39,2794≈39 responden

Mengingat Desa Talang Mulya terdiri dari 3 dusun yang jumlah sub populasinya tidak sama maka untuk mendapatkan sampel dari masing-masing sub populasi digunakan rumus (Walpole, 1993). Jumlah responden masing-masing dusun dapat dilihat pada Tabel 3.

Ni ni= ——× n

N Keterangan:

n : Banyaknya sampel ni : Banyaknya sampel ke-iz

N : Banyaknya populasi rumah tangga Ni : Banyaknya populasi ke-i

I : Sub populasi

Tabel 3. Jumlah responden masing-masing dusun

No Nama Dusun Jumlah KK Jumlah Responden

1 Talang Mulya 142 16

2 Talang Baru 71 9

3 Umbul Lapang 125 14

Total 338 39

E. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode deskriptif dan model kuantitatif. Pengolahan dan analisis data kuantitatif dilakukan secara bertahap dimulai dengan


(42)

29

pengelompokkan data, perhitungan penyesuaian dengan kalkulator, dan tabulasi data. Data yang ditabulasi dipersiapkan sebagai input komputer sesuai dengan model yang digunakan. Perhitungan dengan model analisa dilakukan dengan bantuan komputer. Proses pengolahan data dilakukan dengan program dengan program Minitab 16. Matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

Data 1 Mengetahui dana

kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Sub DAS Way Betung hulu

Kuisioner dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan

masyarakat yang menjadi responden dalam

penelitian

Tahapan Metode Penilaian WTA

2 Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai WTA

Kuisioner dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan

masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian Analisis regresi linier berganda dengan Minitab 16

3 Mengetahui bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat

Kuisioner dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan

masyarakat yang menjadi responden dalam

penelitian

Analisis Deskriptif

1. Analisis kesediaan menerima (WTA) masyarakat

Cara untuk mengetahui nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini adalah dengan mengghitung nilai rataan WTA dan menghitung total WTA (Hanley and Spash, 1993).


(43)

a. Memperkirakan Nilai Rataan WTA

Dugaan nilai rataan WTA dihitung dengan rumus:

EWTA = WTA x

n dimana:

EWTA = Dugaan nilai rataan WTA

x

i = Jumlah tiap data

n = Jumlah responden

i = Responden ke-I yang bersedia menerima dana kompensasi

(i=1,2,…,k)

b. Menghitung Total WTA

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA maka dapat diduga nilai WTA dari masyarakat dengan rumus:

TWTA = WTA n

dimana:

TWTA = Total WTA

WTAi = Nilai WTA individu ke-i

n

i = Jumlah sampel ke-I yang bersedia menerima sebesar WTA I = Responden ke-I yang bersedia menerima dan kompensasi

(i = 1,2, …, …k)

2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA dianalisis dengan model regresi bertahap (Stepwise regression) berganda menggunakanMinitab 16. Adapun Skala pengukuran dari fungsi Willingness To Accept disajikan dalam Tabel 5. Model persamaannya adalah:


(44)

31

Y = B0+ B1X1+ B2X2+ B3X3+ B4X4+ B5X5+ B6X6+ B7D1+ B8D2 dimana:

Y = Nilai WTA responden X1= Tingkat pendidikan (tahun)

X2= Tingkat pendapatan rumah tangga (rupiah/bulan) X3= Umur (tahun)

X4= Luas lahan garapan (ha)

X5= Lama tinggal responden dilokasi penelitian (tahun)

X6= Jumlah anggota keluarga yang masih dalam tanggungan kepala keluarga (orang)

D1= Status garapan lahan (1 jika milik pribadi, 0 jika lainnya) D2= Biaya konservasi (1 jika ada, 0 jika tidak ada)

Tabel 5. Skala Pengukuran Nilai WTA (Antika, 2011 dan Triani 2009 yang telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian)

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 1 Tingkat

pendidikan (PDD)

Suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan

Dibedakan menjadi: a. Tidak sekolah

b. SD/MI/Sederajat, tetapi tidak lulus c. SD/MI/Sederajat dan lulus d. SMP/MTs/Sederajat atau lebih 2 Tingkat pendapatan rumah tangga (Rupiah/bulan) (PDPT)

Pendapatan mengenai hasil panen responden selama satu tahun dan pemasukan lainnya selain dari lahan miliknya

Dibedakan menjadi: a. ≤Rp. 500.000 b. Rp. 500.001-Rp.

1.000.000

c. Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000

d. > Rp. 2.000.000

3 Umur

responden (Tahun) (UMUR)

Umur responden Dibedakan menjadi: a. <15 tahun

b. >64 tahun c. 15-35 tahun d. 36-64 tahun 4 Luas lahan

garapan (ha) (LUAS)

Luas seluruh lahan yang digarap oleh responden

Dibedakan menjadi:

a. ≤ 0,5 ha

b. 0,6 -1 ha c. 1,1-2 ha d. >2ha


(45)

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 5 Status garapan

lahan (SGL)

Kedudukan responden dari lahan yang digarap

Dibedakan menjadi: D = 0; lainnya D = 1; milik pribadi 6 Biaya

konservasi lahan (BIAYA)

Ada tidaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk konservasi lahan miliknya

Dibedakan menjadi: D = 0; Tidak ada D = 1; Ada 7 Lama tinggal

(LMTG)

Lama waktu responden tinggal dilokasi penelitian (tahun)

Dibedakan menjadi: a. <26 tahun

b. 26-41 tahun c. 42-57 tahun d. >57 tahun 8 Jumlah

tanggungan (JLTGG)

Jumlah anggota keluarga yang masih dalam

tanggungan kepala keluarga

Dibedakan menjadi: a. tidak ada

b. 1-3 orang c. 4-6 orang d. >6 orang

3. Analisis bentuk-bentuk insentif yang diinginkan masyarakat

Identifikasi karakteristik responden serta persepsi responden terhadap bentuk-bentuk insentif yang diinginkan di lokasi penelitian menggunakan kuisioner/wawancara pertanyaan terbuka. Data yang didapatkan dari hasil wawancara akan dianalisis secara deskriptif kualitatif.


(46)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Demografi Desa

1. Letak dan Luas wilayah

Desa Talang Mulya merupakan salah satu desa pemekaran dari Desa Hurun Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran yang terletak kurang lebih 70 km dari pusat pemerintahan kecamatan. Desa Talang Mulya mempunyai luas 654 Ha. Sebagian wilayah Desa Talang Mulya terdiri dari pegunungan dan perbukitan, ketinggian rata-rata 1400 m dari permukaan laut.

2. Iklim

Iklim Desa Talang Mulya sebagaimana desa-desa lain di wilayah indonesia adalah beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Hal tersebut mempengaruhi langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Curah Hujan rata-rata di desa ini berkisar antara 2000-3000 mm/th. Jumlah bulan hujan rata-rata 6 bulan/tahun dan suhu rata-rata 20-30 °C.

B. Keadaan Sosial Desa 1. Jumlah Penduduk

Desa Talang Mulya berdasarkan sensus penduduk tahun 2012 mempunyai jumlah penduduk sebesar 1340 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 705 orang dan


(47)

jumlah penduduk perempuan 635 orang. Jumlah kepala keluarga 338 KK dan jumlah keluarga miskin 150 KK yang tersebar dalam 3 (tiga) dusun dengan rincian yang dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk masing-masing dusun

NO Nama Dusun Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 Talang Mulya 568 42,39

2 Talang Baru 271 20,22

3 Umbul Lapang 501 37,39

Total 1.340 100,00

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

2. Tingkat pendidikan penduduk Desa Talang Mulya

Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Talang Mulya masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Dasar (SD), bahkan ada pula yang tidak lulus SD. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, karena pendidikan tertinggi yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran dijelaskan pada Tabel 7.


(48)

35

Tabel 7. Tingkat pendidikan Desa Talang Mulya

NO Tingkat Pendidikan Penduduk Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Jumlah Penduduk Buta Huruf 2 0,19

2 Jumlah Penduduk pra sekolah dan masih sekolah

308 30,02

3 Jumlah penduduk tidak tamat SD 310 30,21

4 Jumlah Penduduk tamat SD 308 30,02

5 Jumlah Penduduk tamat SMP 52 5,07

6 Jumlah Penduduk tamat SLTA 40 3,90

7 D-3 4 0,39

8 S-1 2 0,19

Total 1.026 100,00

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

3. Keadaan Ekonomi Desa

Desa Talang Mulya merupakan desa yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Hasil pertanian/perkebunan yang mendominasi adalah kopi, kakao, kemiri, durian dan tanaman perkebunan lainnya, hal ini dikarenakan lahan yang dikelola masyarakat merupakan kebun campuran. Rincian mata pencaharian penduduk Desa Talang Mulya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Mata pencaharian penduduk Desa Talang Mulya NO Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 300 78,95

2 Pedagang 50 13,16

3 Buruh Tani 30 7,89

Total 380 100,00

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

4. Pola Penggunaan Tanah

Penggunaan tanah di Desa Talang Mulya sebagian besar diperuntukan untuk tanah pertanian/perkebunan kakao, kopi, kelapa, pisang dan hanya sebagian kecil


(49)

diperuntukan untuk lahan palawija. Rincian penggunaan lahan tanah di Desa Talang Mulya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pola penggunaan tanah Desa Talang Mulya

NO Jenis Lahan/Tanah Jumlah (ha) Persentase (%)

1 Tanah Perkebunan Rakyat 520,0 20,23

2 Tanah Tegalan/ladang - 0,00

3 Tanah Pesawahan 5,0 0,19

4 Tanah Pemukiman Penduduk 125,0 4,86

5 Tanah Lahan Perkantoran 1,0 0,04

6 Lahan Lapangan 1,0 0,04

7 Tanah Hutan Lindung 1.918,5 74,64

Total 2.570,5 100,00

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

5. Kepemilikan Ternak

Sebagian besar masyarakat Desa Talang Mulya beternak ayam, hal ini dikarenakan modal yang diperlukan untuk beternak ayam tidak besar, terlebih lagi masa pertumbuhan ayam tidak terlalu lama sehingga dapat cepat dijual. Sedangkan masyarakat yang beternak sapi masih sangat jarang padahal kondisi di Desa tersebut banyak terdapat rumput yang dapat digunakan sebagai pakan sapi. Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Talang Mulya dijelaskan pada Tabel 10.

Tabel 10. Data kepemilikan ternak oleh penduduk Desa Talang Mulya NO Jenis Hewan Ternak Jumlah (ekor) Persentase (%)

1 Ayam 2.520 59,17

2 Kambing 964 22,63

3 Itik 235 5,52

4 Bebek 500 11,74

5 Sapi 5 0,12

6 Domba 35 0,82

Total 4.259 100,00


(50)

37

6. Sarana dan Prasarana Desa

Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Talang Mulya masih sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari keadaan jalan desa yang masih jalan tanah berbatu sehingga pada musim hujan jalan tersebut sulit untuk dilewati karena licin. Sarana lainnya seperti Sekolah Dasar (SD) bangunannya sudah sangat tua sehingga perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana di desa ini.

Tabel 11. Prasarana desa yang dimiliki Desa Talang Mulya

NO Prasarana Desa Jumlah

1 Jalan Desa 2,2 Km

2 Balai Desa 1 unit

3 Sekolah Dasar (SD) 2 unit

4 Perumahan SD 3 unit

5 MTs

-6 Poskesdes 1 unit

7 Masjid 2 unit

8 Mushola 2 unit

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

7. Pembagian Wilayah Desa

Wilayah Pemerintah Desa Talang Mulya dibagi menjadi 3 (tiga) dusun atau Rukun Warga (RW) dengan jumlah Rukun Tetangga (RT) sebanyak 9 (sembilan) dan jarak antar dusun berkisar ½ km sampai 1 km. Pembagian wilayah pemerintah Desa Talang Mulya adalah Dusun Talang Mulya dengan 4 RT, Dusun Talang Baru dengan 2 RT dan Dusun Umbul Lapang dengan 3RT.


(51)

C. Potensi Sumber Daya Desa Talang Mulya 1. Potensi Sumber Daya Alam Desa Talang Mulya

Potensi sumber daya alam Desa Talang Mulya sangat melimpah, hal ini dikarenakan lokasi desa ini sangat dekat dengan hutan, sehingga desa ini memiliki sumber daya alam seperti sungai, perkebunan yang luas, air terjun. Sebagian dari penduduk desa ini memanfaatkan air sungai menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), hal ini menunjukan bahwa potensi sumber daya alam didesa ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Potensi sumber daya alam yang dimiliki Desa Talang Mulya diuraikan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Potensi sumber daya alam Desa Talang Mulya

NO Jenis potensi Jumlah

1 Luas Desa (ha) 654,00

- Tanah sawah setengah teknis 5,00

- Tanah perkebunan rakyat 520,00

- Tanah pemukiman penduduk 125,00

- Tanah lahan lapangan 1,00

- Tanah lahan perkantoran 0,25

- Hutan lindung 1.918,50

2 Luas perkebunan (ha)

- Kopi 150,00

- Cengkeh 2,00

- Kakao 358,00

- Pisang 10,00

3 Sumber daya air (buah)

- Sungai 5,00

- Mata air 6,00

- Sumur gali 50,00

- Air terjun 5,00


(52)

39

2. Potensi Sumber Daya Manusia

Potensi sumber daya manusia Desa Talang Mulya sangat melimpah, hal ini dikarenakan desa ini didominasi masyarakat yang masih dalam usia produktif, tetapi perlu peningkatan baik secara pendidikan formal maupun pelatihan keterampilan sehingga dapat mengelola sumber daya alam dengan baik. Potensi sumber daya manusia Desa Talang Mulya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Potensi sumber daya manusia

NO Rentang usia (tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 < 1 110 9,34

2 1-5 211 17,91

3 6-10 195 16,55

4 11-17 152 12,90

5 18-25 137 11,63

6 26-30 143 12,14

7 31-40 116 9,85

8 41-58 57 4,84

9 >58 57 4,84

Total 1.340 100,00

Sumber: Profil Desa Talang Mulya, 2012.

3. Potensi Sarana dan Prasarana Desa Talang Mulya

Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Talang Mulya sudah cukup banyak, tetapi perlu adanya pengembangan dan perbaikan terhadap sarana dan prasarana tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Potensi sarana dan prasarana Desa Talang Mulya dapat dilihat pada Tabel 14.


(53)

Tabel 14. Potensi sarana dan prasarana Desa Talang Mulya

N0 Jenis sarana prasarana Jumlah

1 Jalan desa (km) - Jalan aspal - Jalan oderlag - Jalan tanah

2 2 1 2 Prasarana air bersih (unit)

- Sumur gali - Mata air

30 6 3 Prasarana pemerintah (unit)

- Balai desa 1

4 Prasarana peribadatan (unit) - Masjid

- Mushola

2 2 5 Prasarana kesehatan (unit)

- Poskesdes - Posyandu

1 -6 Sarana kesehatan (orang)

- Bidan desa

- Dukun bayi terlatih - Kader kesehatan - Kader posyandu

1 5 3 5 7 Prasarana pendidikan (unit)

- SD

- Perumahan SD - Mts - TPA 2 3 -8 Prasarana penerangan (KK)

- PLN

- Diesel/genset - Lampu minyak - Tenaga surya - Kincir angin/mikrohidro 109 5 150 25 75

9 Prasarana keamanan (unit)

- POS kamling 7


(54)

41

D. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman 1. Letak Geografis dan Administrasi

Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 1050 02’ 42,01” s/d 1050 13’ 42,09” BT dan 050 23’ 47,03” s/d

050 30’ 34,86” LS. Berdasarkan administrasi pemerintahan kawasan ini berada di lintas Kota Bandarlampung dan Kabupaten Pesawaran (dahulu masuk Kabupaten Lampung Selatan), dengan 7 (tujuh) wilayah kecamatan. Kawasan Tahura yang masuk Kota Bandar Lampung ± seluas 300 ha diwilayah Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Utara dan Kecamatan Kemiling. Selebihnya ± 21.949,31 ha berada di Kabupaten Pesawaran, meliputi; Kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Gedong Tataan, Kecamatan Way Lima dan Kecamatan Kedondong.

2. Letak, Luas, dan Batas Kawasan

Tahura WAR memiliki panjang batas keliling 106.665,80 meter, terdiri dari batas buatan (pal batas B/THR) sepanjang 83.191,31 meter, dan batas alam (sungai) 17.985,56 m serta batas enclave (buatan) 5.488,93 meter (untuk enclave I sepanjang 3.615,82 m dan enclave II sepanjang 1.873,11 m). Jumlah pal batas buatan (B/THR) sebanyak 1.050 pal dan pal batas enclave 50 pal (enclave I sebanyak 20 pal dan enclave II sebanyak 30 pal).

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan Tahura Wan Abdul Rachman, maka berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan, kawasan Tahura Wan Abdul Rachman dibagi habis menjadi blok-blok pengelolaan, yaitu:


(55)

a. Blok Koleksi tumbuhan, sesuai dengan fungsi Tahura pada blok ini diarahkan untuk koleksi tanaman asli dan bukan asli serta langka atau tidak langka. b. Blok Pemanfaatan, bentuk pemanfatan dalam kawasan Tahura adalah untuk

kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam, pada blok ini juga dapat dibangun sarana dan prasarana kegiatan tersebut (Maksimal 10% dari luas blok pemanfatan)

c. Blok Perlindungan, bagian dari kawasan Tahura sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta penyangga kehidupan.

d. Blok lainnya (Pendidikan, penelitian, dan social forestry), pada blok ini dapat dilakukan aktivitas pendidikan dan penelitian serta pengelolaan hutan bersama masyarakat terbatas dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.

3. Keadaan Topografi

Kawasan Tahura WAR dibentuk oleh daerah perbukitan dan pegunungan dengan topografi kawasan bervariasi mulai dataran landai, curam dan sangat curam. Dataran landai meliputi kawasan dengan luas ± 675 ha, bergelombang - agak curam ± 3.650 ha dan curam ± 17.924,31 ha.

4. Ketinggian

Kawasan ini memiliki ketinggian mulai 50 meter s/d 1661 meter dari permukaan air laut (dpl). Daerah tertinggi terdapat di puncak Gunung Pesawaran (1.661 meter), Gunung Betung (1.240 meter) dan Gunung Tangkit Ulu Padang Ratu (1.660 meter).


(56)

43

5. Hidrologi

Kawasan Tahura WAR merupakan wilayah Catchment Area(tangkapan air) dari beberapa sungai/anak sungai yang terdapat di kawasan ini. Dibagian selatan kawasan mengalir sungai Way Sabu yang merupakan aliran sungai yang cukup panjang dikawasan ini dan bermuara di Teluk Ratai. Sungai Way Ngeluk, Way Langka dan Way Berenung yang bermuara di sungai Way Sekampung terdapat dibagian utara kawasan. Sedangkan Way Semah, Way Harong, Way Padang Ratu, Way Kedondong dan Way Awi merupakan sungai/anak sungai yang terdapat di barat kawasan. Disisi Timur kawasan mengalir sungai/anak sungai Way Balak, Way Betung, Way Jernih dan Way Simpang Kanan, dll.

6. Geologi

Daerah kawasan Tahura WAR dibentuk dari komposisi geologi basalt endesit dan lapisan tufa intermedier dengan bahan plato basalt dan sedikit endapan kwarter dan sedimen tufa masam. Dari komposisi geologi tersebut, jenis tanah yang dibentuk dikawasan Tahura terdiri dari jenis tanah andosol coklat kekuningan, jenis tanah latosol cokelat tua kemerahan dan latosol kemerahan.

7. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandarlampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandarlampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 Km di sebelah selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandarlampung–Gedong Tataan–Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 Km di sebelah utara kawasan. Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth


(57)

Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 Km).


(58)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai dugaan rataan WTA Desa Talang Mulya adalah Rp 8.552,63 per pohon per tahun,. Sedangkan nilai total WTA Desa Talang Mulya sebesar Rp 12.503.945,06 per tahun.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTA yaitu tingkat pendidikan, umur dan status garapan lahan.

3. Bentuk-bentuk insentif yang diinginkan, berupa uang tunai, pembangunan pedesaan, bantuan bibit dan pupuk dan bantuan hewan ternak.

B. Saran

1. Perlu adanya peningkatan kesadaran mengenai pentingnya penanaman pohon sebagai upaya konservasi bagi penyedia jasa lingkungan.

2. Perlu adanya penelitian mengenai kesediaan membayar pemanfaat jasa lingkungan air Sub DAS Way Betung Hulu.

3. Perlu adanya penerapan dari penelitian mengenai program pembayaran jasa lingkungan air Sub DAS Way Betung hulu.


(59)

Antika, A.P. 2011.Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas. Skripsi. IPB. Bogor.

Arikunto, S. 2011.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Bac D.U, Catacutan D.C and Ha H.M. 2014.Importance of National Policy and Local Interpretation in DesigningPayment for Forest Environmental

Services Scheme for the Ta Leng River Basin in Northeast Vietnam. Journal Environment and Natural Resources Research, Vol. 4, No. 1 P. 39-53, 2014.

Conservation Finance Alliance. 2003. Conservation Finance Guide.

http://guide.conservationfinance.org/index.cfm

DANIDA. 2011.Report Protocol of Payment For Environmental Services. ESP Programme–DANIDA.

Dasrizal, Ansofino, Juita E and Jolianis. 2012.Model Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Kaitannya dengan Konservasi Sumber Daya Air dan Lahan. Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat, Vol. 1, No. 1, 2012.

Fauzi, A. 2006.Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Febriani, N. 2008.Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. Thesis. IPB. Bogor.

Febriarianto, S.S. 2009.Nilai Ekonomi Pemanfaatan Air untuk Pertanian dan Rumah Tangga di Hulu DAS Way Betung dalam Menunjang Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Handayani, N. 2009.Nilai Ekonomi Pemanfaatan DAS Way Betung Provinsi Lampung di Taman Wisata Bumi Kedaton. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.


(60)

62

Hanley, N. and C.L. Spash. 1993.Cost Benefit Analysis and The Environment. Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Indriyanto, 2008.Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Lubis, H.A. 2011.Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Koefisien Aliran Permukaan DAS Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Merryna, A. 2009.Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. IPB. Bogor

Papalia, Olds dan Fieldman. 2009. Human Development Jilid II. Trans. Marwesndy, Brian. Jakarta: Salemba Humanika.

Pasaribu, E.E. 2009.Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Way Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Pasha R, Asmawan T, Leimona B, Setiawan E, Wijaya CI. 2010.Komoditisasi atau koinvestasi jasa lingkungan? Skema Imbal Jasa Lingkungan Program Peduli Sungai di DAS Way Besai, Lampung, Indonesia. ICRAF Working paper nr 104. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 32p

Pearce, D.W dan D. Moran, 1994.The Economic Value of Biodiversity. IUNC. Earthscan Publication, London.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2008.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2012.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2008.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2013.Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Jakarta

Pemerintah Republik Indonesia. 2004.Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Jakarta

Profil Desa. 2013.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Talang Mulya. Talang Mulya.


(61)

Pudjiharta, A. 2008. PengaruhPengelolaan Hutan pada Hidrologi. Jurnal. Puslitbanghut. Bogor.

Purwati, E. 2009.Nilai Ekonomi Air DAS Way Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Putri, P.R.D, Yuwono, S.B dan Qurniati, R. 2013.Nilai Ekonomi Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Orok Sub DAS Way Ratai Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Silva Lestari, Vol. 1, No. 1, 2013: 37-46.

Rohmat, D. 2010.Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber Daya Air. Makalah. UPI. Bandung.

Suharto, E. 2009Pekerja Sosial di Dunia Industri. PT Refika Aditama. Bandung. Tim Studi PES RMI. 2007.‘Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema

PES di DAS Deli, Sumatera Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah’. Triani, A. 2009.Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap

Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi. IPB. Bogor. Walpole, R. 1993. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wunder, S. 2005.Payment for Environmental Services : Some Nuts and Bolts.

Research. Center for International Forestry Research.

______. 2008.Necessary Conditions for Ecosystem Service Payments.

Conference paper. Economics and Conservation in the Tropics: A Strategic Dialouge. January 31-February 1.

Yuwono S.B, Sinukaban N, Murtilaksono K and Sanim B.2011.Land Use Planning of Way Betung Watershed for Sustainable Water Resources Development of Bandar Lampung City. Journal Tropical Soils, Vol. 16, No. 1, 2011: 77-84.


(1)

43

5. Hidrologi

Kawasan Tahura WAR merupakan wilayah Catchment Area(tangkapan air) dari beberapa sungai/anak sungai yang terdapat di kawasan ini. Dibagian selatan kawasan mengalir sungai Way Sabu yang merupakan aliran sungai yang cukup panjang dikawasan ini dan bermuara di Teluk Ratai. Sungai Way Ngeluk, Way Langka dan Way Berenung yang bermuara di sungai Way Sekampung terdapat dibagian utara kawasan. Sedangkan Way Semah, Way Harong, Way Padang Ratu, Way Kedondong dan Way Awi merupakan sungai/anak sungai yang terdapat di barat kawasan. Disisi Timur kawasan mengalir sungai/anak sungai Way Balak, Way Betung, Way Jernih dan Way Simpang Kanan, dll.

6. Geologi

Daerah kawasan Tahura WAR dibentuk dari komposisi geologi basalt endesit dan lapisan tufa intermedier dengan bahan plato basalt dan sedikit endapan kwarter dan sedimen tufa masam. Dari komposisi geologi tersebut, jenis tanah yang dibentuk dikawasan Tahura terdiri dari jenis tanah andosol coklat kekuningan, jenis tanah latosol cokelat tua kemerahan dan latosol kemerahan.

7. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandarlampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandarlampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 Km di sebelah selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandarlampung–Gedong Tataan–Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 Km di sebelah utara kawasan. Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth


(2)

44

Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 Km).


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai dugaan rataan WTA Desa Talang Mulya adalah Rp 8.552,63 per pohon per tahun,. Sedangkan nilai total WTA Desa Talang Mulya sebesar Rp 12.503.945,06 per tahun.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTA yaitu tingkat pendidikan, umur dan status garapan lahan.

3. Bentuk-bentuk insentif yang diinginkan, berupa uang tunai, pembangunan pedesaan, bantuan bibit dan pupuk dan bantuan hewan ternak.

B. Saran

1. Perlu adanya peningkatan kesadaran mengenai pentingnya penanaman pohon sebagai upaya konservasi bagi penyedia jasa lingkungan.

2. Perlu adanya penelitian mengenai kesediaan membayar pemanfaat jasa lingkungan air Sub DAS Way Betung Hulu.

3. Perlu adanya penerapan dari penelitian mengenai program pembayaran jasa lingkungan air Sub DAS Way Betung hulu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Antika, A.P. 2011.Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas. Skripsi. IPB. Bogor.

Arikunto, S. 2011.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Bac D.U, Catacutan D.C and Ha H.M. 2014.Importance of National Policy and Local Interpretation in DesigningPayment for Forest Environmental

Services Scheme for the Ta Leng River Basin in Northeast Vietnam. Journal Environment and Natural Resources Research, Vol. 4, No. 1 P. 39-53, 2014.

Conservation Finance Alliance. 2003. Conservation Finance Guide. http://guide.conservationfinance.org/index.cfm

DANIDA. 2011.Report Protocol of Payment For Environmental Services. ESP Programme–DANIDA.

Dasrizal, Ansofino, Juita E and Jolianis. 2012.Model Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Kaitannya dengan Konservasi Sumber Daya Air dan Lahan. Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat, Vol. 1, No. 1, 2012.

Fauzi, A. 2006.Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Febriani, N. 2008.Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. Thesis. IPB. Bogor.

Febriarianto, S.S. 2009.Nilai Ekonomi Pemanfaatan Air untuk Pertanian dan Rumah Tangga di Hulu DAS Way Betung dalam Menunjang Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Handayani, N. 2009.Nilai Ekonomi Pemanfaatan DAS Way Betung Provinsi Lampung di Taman Wisata Bumi Kedaton. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.


(5)

62

Hanley, N. and C.L. Spash. 1993.Cost Benefit Analysis and The Environment. Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Indriyanto, 2008.Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Lubis, H.A. 2011.Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Koefisien Aliran Permukaan DAS Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Merryna, A. 2009.Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. IPB. Bogor

Papalia, Olds dan Fieldman. 2009. Human Development Jilid II. Trans. Marwesndy, Brian. Jakarta: Salemba Humanika.

Pasaribu, E.E. 2009.Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Way Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Pasha R, Asmawan T, Leimona B, Setiawan E, Wijaya CI. 2010.Komoditisasi atau koinvestasi jasa lingkungan? Skema Imbal Jasa Lingkungan Program Peduli Sungai di DAS Way Besai, Lampung, Indonesia. ICRAF Working paper nr 104. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 32p

Pearce, D.W dan D. Moran, 1994.The Economic Value of Biodiversity. IUNC. Earthscan Publication, London.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2008.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2012.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2008.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2013.Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Jakarta

Pemerintah Republik Indonesia. 2004.Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Jakarta

Profil Desa. 2013.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Talang Mulya. Talang Mulya.


(6)

63

Pudjiharta, A. 2008. PengaruhPengelolaan Hutan pada Hidrologi. Jurnal. Puslitbanghut. Bogor.

Purwati, E. 2009.Nilai Ekonomi Air DAS Way Betung. Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Putri, P.R.D, Yuwono, S.B dan Qurniati, R. 2013.Nilai Ekonomi Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Orok Sub DAS Way Ratai Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Silva Lestari, Vol. 1, No. 1, 2013: 37-46.

Rohmat, D. 2010.Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber Daya Air. Makalah. UPI. Bandung.

Suharto, E. 2009Pekerja Sosial di Dunia Industri. PT Refika Aditama. Bandung. Tim Studi PES RMI. 2007.‘Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema

PES di DAS Deli, Sumatera Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah’. Triani, A. 2009.Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap

Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi. IPB. Bogor. Walpole, R. 1993. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wunder, S. 2005.Payment for Environmental Services : Some Nuts and Bolts.

Research. Center for International Forestry Research.

______. 2008.Necessary Conditions for Ecosystem Service Payments.

Conference paper. Economics and Conservation in the Tropics: A Strategic Dialouge. January 31-February 1.

Yuwono S.B, Sinukaban N, Murtilaksono K and Sanim B.2011.Land Use Planning of Way Betung Watershed for Sustainable Water Resources Development of Bandar Lampung City. Journal Tropical Soils, Vol. 16, No. 1, 2011: 77-84.


Dokumen yang terkait

Analisis Pembayaran Jasa Lingkungan Masyarakat Hilir Terhadap Upaya Perbaikan Kondisi Hutan Di Hulu DAS Deli

0 22 78

NILAI EKONOMI AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WAY OROK SUB DAS WAY RATAI DESA PESAWARAN INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

0 7 10

KESEDIAAN MENERIMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR SUB DAS WAY BETUNG HULU OLEH MASYARAKAT KAWASAN HUTAN REGISTER 19 (Studi Kasus di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

0 14 63

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Studi kasus di Desa Durian dan Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan)

0 10 91

Pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum studi kasus DAS Cisadane Hulu

8 102 685

Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau Studi Kasus Desa Citaman Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang

3 14 152

Pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum: studi kasus DAS Cisadane Hulu

5 87 1344

Analisis willingness to accept masyarakat terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas

4 18 166

Kajian Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan (Studi Kasus Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum, Jawa Barat)

1 7 190

37 NILAI EKONOMI AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WAY OROK SUB DAS WAY RATAI DESA PESAWARAN INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN (THE ECONOMIC VALUES OF HYDROLOGICAL WAY OROK WATERSHEDS OF WAY RATAI WATERSHEDS SUB UNIT IN PESAWARAN INDAH VILLAG

0 0 10