Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau Studi Kasus Desa Citaman Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang

(1)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT

TERHADAP

PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU

(Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang)

ANI TRIANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

ANI TRIANI. Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau Studi Kasus Desa Citaman Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan miliknya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya nilai pembayaran yang bersedia masyarakat terima akibat diharuskannya upaya konservasi. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: (1) mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau, (2) Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berlangsung di DAS Cidanau (3) Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang ditawarkan dalam pasar hipotetis (4) Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Penelitian ini dilakukan di Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dan studi literatur. Analisis WTA menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method dengan alat pengolah data Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15.

Model hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau; Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung sebagai penyedia jasa lingkungan (seller); dan PT. Krakatau Tirta Industri sebagai pemanfaat jasa lingkungan (buyer). Mekanisme transaksi dilakukan secara tidak langsung (indirect payment) dengan menempatkan FKDC sebagai mediator transaksi. FKDC sebagai mediator transaksi bertugas untuk mengelola hasil transaksi pembelian jasa lingkungan dari PT. KTI untuk selanjutnya disalurkan melalui transaksi pembayaran kepada Kelompok Tani Karya Muda II. Penilaian terhadap program pembayaran jasa lingkungan didapat hasil responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya konservasi. Sebagian besar responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan. Cara penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh sebagian besar responden. Sebanyak 43 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kesediaan menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan diperoleh hasil bahwa 41 responden bersedia menerima dan dua responden tidak bersedia menerima nilai pembayaran. Alasan responden bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario


(3)

yang diusulkan adalah: 1) Tidak puas terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan yang ditetapkan dengan jalan negosiasi, 2) Biaya kebutuhan hidup semakin tinggi, sehingga nilai pembayaran jasa lingkungan yang pada awalnya diharapkan dapat membantu masyarakat menutupi kebutuhan hidup sudah tidak dapat menutupinya lagi, 3) Nilai kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan semakin tinggi, sehingga diperlukan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, sebagai insentif agar masyarakat tetap menjaga tegakan pohon di atas lahan miliknya. Adapun alasan responden menyatakan tidak bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan adalah bahwa program tidak membuat anggota kelompok kehilangan tegakan pohon yang ada di atas lahan miliknya. Hasil analis Willingness To Accept didapat nilai dugaan rataan WTA sebesar Rp 5.056,98 untuk setiap pohon yang terikat kontrak pembayaran jasa lingkungan per tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran terkait nilai rata-rata WTA masyarakat, dengan jumlah pohon sebanyak 500 pohon per ha, maka nilai pembayaran yang harus diserahkan kepada penyedia jasa lingkungan adalah Rp 2.528.490,00 per ha per tahun. Nilai ini merupakan nilai pembayaran yang ingin diterima oleh masyarakat. Total WTA responden diperoleh nilai sebesar Rp 217.450,00 per pohon per tahun. Mengacu pada jumlah pohon yang terdapat di lokasi penyedia jasa lingkungan, maka diperoleh nilai sebesar Rp 2.718.125.000,00. Nilai tersebut merupakan nilai perbaikan kualitas lingkungan hutan terhadap jasa hidrologi di lokasi model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman.


(4)

ANALISIS

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT

TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

DAS CIDANAU

(Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang)

ANI TRIANI H44051970

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor


(5)

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang

Nama : Ani Triani

NRP : H44051970

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS 19650212 199003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP

PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (STUDI KASUS DESA CITAMAN KABUPATEN SERANG)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

Ani Triani


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 09 Mei 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Tatang Sukardi dan Maesaroh.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kartini Bogor pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Cibalagung III Bogor. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, dengan sistem mayor-minor penulis diterima di program studi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai anggota Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan periode 2006/2007, staf divisi Coorporate Social Responsibility Resources Environmental and Economic Student Association (REESA) periode 2007/2008 dan sebagai sekretaris umum Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2006/2007.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi. Diperlukan instrumen ekonomi yang dapat mendekati nilai kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran akibat upaya konservasi yang harus dilakukan terhadap lahan miliknya. Hal ini salah satunya dapat didekati dengan analisis Willingness To Accept (WTA).

Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT.

Bogor, September 2009 Penulis


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc sebagai dosen penguji utama. 3. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen.

4. Ibunda dan ayahanda tercinta atas perjuangan, pengorbanan, doa, inspirasi hidup dan kasih sayang yang tiada terkira. Skripsi ini aku persembahkan untuk kalian.

5. Kakakku, Andriansyah, Ari Supriatna berserta istri dan keponakanku yang selalu setia mendukung dan menjadi inspirasi hidupku.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

7. Bapak Nana Pra Rahadian atas waktu, bimbingan dan bantuannya selama penelitian.

8. PT. KTI, BLHD Banten, Pak Bachrani, seluruh Staf Rekonvasi Bhumi (Mba Tati, A Iwan, A Irvan dan Yepi), Elli, masyarakat Citaman, keluarga Meita dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian.

9. Ade Fahrizal dan Annisa Merryna atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian.


(10)

10.Mba Nuva dan Bu Meilanie yang turut serta memberikan bimbingan dan pemecahan masalah terhadap skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku, Rani, Meita, Danti, Asri, Gita, Utha, Ade, Andita, Hans, Rendy, Aditya, Gian, Buja, Maya, Fina serta teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.


(11)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT

TERHADAP

PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU

(Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang)

ANI TRIANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

ANI TRIANI. Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau Studi Kasus Desa Citaman Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan miliknya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya nilai pembayaran yang bersedia masyarakat terima akibat diharuskannya upaya konservasi. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: (1) mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau, (2) Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berlangsung di DAS Cidanau (3) Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang ditawarkan dalam pasar hipotetis (4) Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Penelitian ini dilakukan di Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dan studi literatur. Analisis WTA menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method dengan alat pengolah data Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15.

Model hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau; Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung sebagai penyedia jasa lingkungan (seller); dan PT. Krakatau Tirta Industri sebagai pemanfaat jasa lingkungan (buyer). Mekanisme transaksi dilakukan secara tidak langsung (indirect payment) dengan menempatkan FKDC sebagai mediator transaksi. FKDC sebagai mediator transaksi bertugas untuk mengelola hasil transaksi pembelian jasa lingkungan dari PT. KTI untuk selanjutnya disalurkan melalui transaksi pembayaran kepada Kelompok Tani Karya Muda II. Penilaian terhadap program pembayaran jasa lingkungan didapat hasil responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya konservasi. Sebagian besar responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan. Cara penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh sebagian besar responden. Sebanyak 43 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kesediaan menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan diperoleh hasil bahwa 41 responden bersedia menerima dan dua responden tidak bersedia menerima nilai pembayaran. Alasan responden bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario


(13)

yang diusulkan adalah: 1) Tidak puas terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan yang ditetapkan dengan jalan negosiasi, 2) Biaya kebutuhan hidup semakin tinggi, sehingga nilai pembayaran jasa lingkungan yang pada awalnya diharapkan dapat membantu masyarakat menutupi kebutuhan hidup sudah tidak dapat menutupinya lagi, 3) Nilai kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan semakin tinggi, sehingga diperlukan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, sebagai insentif agar masyarakat tetap menjaga tegakan pohon di atas lahan miliknya. Adapun alasan responden menyatakan tidak bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan adalah bahwa program tidak membuat anggota kelompok kehilangan tegakan pohon yang ada di atas lahan miliknya. Hasil analis Willingness To Accept didapat nilai dugaan rataan WTA sebesar Rp 5.056,98 untuk setiap pohon yang terikat kontrak pembayaran jasa lingkungan per tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran terkait nilai rata-rata WTA masyarakat, dengan jumlah pohon sebanyak 500 pohon per ha, maka nilai pembayaran yang harus diserahkan kepada penyedia jasa lingkungan adalah Rp 2.528.490,00 per ha per tahun. Nilai ini merupakan nilai pembayaran yang ingin diterima oleh masyarakat. Total WTA responden diperoleh nilai sebesar Rp 217.450,00 per pohon per tahun. Mengacu pada jumlah pohon yang terdapat di lokasi penyedia jasa lingkungan, maka diperoleh nilai sebesar Rp 2.718.125.000,00. Nilai tersebut merupakan nilai perbaikan kualitas lingkungan hutan terhadap jasa hidrologi di lokasi model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman.


(14)

ANALISIS

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT

TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN

DAS CIDANAU

(Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang)

ANI TRIANI H44051970

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor


(15)

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang

Nama : Ani Triani

NRP : H44051970

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS 19650212 199003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP

PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (STUDI KASUS DESA CITAMAN KABUPATEN SERANG)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

Ani Triani


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 09 Mei 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Tatang Sukardi dan Maesaroh.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kartini Bogor pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Cibalagung III Bogor. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, dengan sistem mayor-minor penulis diterima di program studi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai anggota Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan periode 2006/2007, staf divisi Coorporate Social Responsibility Resources Environmental and Economic Student Association (REESA) periode 2007/2008 dan sebagai sekretaris umum Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2006/2007.


(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi. Diperlukan instrumen ekonomi yang dapat mendekati nilai kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran akibat upaya konservasi yang harus dilakukan terhadap lahan miliknya. Hal ini salah satunya dapat didekati dengan analisis Willingness To Accept (WTA).

Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT.

Bogor, September 2009 Penulis


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc sebagai dosen penguji utama. 3. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen.

4. Ibunda dan ayahanda tercinta atas perjuangan, pengorbanan, doa, inspirasi hidup dan kasih sayang yang tiada terkira. Skripsi ini aku persembahkan untuk kalian.

5. Kakakku, Andriansyah, Ari Supriatna berserta istri dan keponakanku yang selalu setia mendukung dan menjadi inspirasi hidupku.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

7. Bapak Nana Pra Rahadian atas waktu, bimbingan dan bantuannya selama penelitian.

8. PT. KTI, BLHD Banten, Pak Bachrani, seluruh Staf Rekonvasi Bhumi (Mba Tati, A Iwan, A Irvan dan Yepi), Elli, masyarakat Citaman, keluarga Meita dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian.

9. Ade Fahrizal dan Annisa Merryna atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian.


(20)

10.Mba Nuva dan Bu Meilanie yang turut serta memberikan bimbingan dan pemecahan masalah terhadap skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku, Rani, Meita, Danti, Asri, Gita, Utha, Ade, Andita, Hans, Rendy, Aditya, Gian, Buja, Maya, Fina serta teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... . i

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Jasa Lingkungan ... 11

2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air ... 11

2.2 Mekanisme Berbasis Pasar (Market-Based Mechanisms) untuk Konservasi Hutan ... 13

2.3 Pembayaran Jasa Lingkungan ... 14

3.1.1 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan ... 14

3.1.2 Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan ... 14

2.4 Persepsi ... 17

2.5 Teori Ekonomi Mengenai Barang-Barang Lingkungan ... 18

2.6 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan... 20

2.6.1 Konsep Contingent Valuation Method ... 21

2.6.2 Tahapan Pekerjaan dalam CVM ... 22

2.7 Penelitian Terdahulu ... 25

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

3.1 Kerangka Teoritis ... 27

3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat ... 27

3.1.2 Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method) ... 27

3.1.3 Langkah-Langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat ... 29


(22)

3.1.4 Analisis Regresi Linier Berganda ... 33 3.2 Kerangka Operasional ... 35 IV. METODE PENELITIAN ... 38 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38 4.2 Metode Pengambilan Sampel ... 38 4.3 Jenis dan Sumber Data ... 38 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 39

4.4.1 Analisis Mekanisme Pembayaran Jasa

Lingkungan ... 40 4.4.2 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap

Program Pembayaran Jasa Lingkungan ... 40

4.4.3 Analisis Kesediaan Menerima... 41

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept ... 41 4.5 Hipotesa ... 44

4.6 Pengujian Parameter... 44 V. GAMBARAN UMUM ... 47

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47 5.2 Kependudukan ... 49 5.3 Karakteristik Sosio Ekonomi Responden ... 50

5.3.1 Jenis Kelamin ... 51 5.3.2 Usia ... 51

5.3.3 Lama Pendidikan Formal ... 52 5.3.4 Jumlah Tanggungan ... 53 5.3.5 Tingkat Pendapatan ... 54 5.3.6 Lama Tinggal ... 55 5.3.7 Status Kepemilikan Lahan ... 56 VI. MEKANISME PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN ... 57

6.1 Pihak yang Terlibat dalam Mekanisme

Pembayaran Jasa Lingkungan ... 57 6.2 Proses Perumusan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan ... 63 6.3 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan yang

Sedang Berjalan ... 69 6.4 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di

Masa Depan ... 71 VII. PENILAIAN PROGRAM PEMBAYARAN JASA

LINGKUNGAN ... 74 7.1 Penilaian Responden terhadap Perubahan Kualitas

Lingkungan setelah Adanya Program Pembayaran

Jasa Lingkungan ... 74 7.2 Pengetahuan Responden Mengenai Peran Penting DAS


(23)

7.3 Penilaian Responden terhadap Pentingnya Usaha Konservasi

DAS Cidanau ... 77 7.4 Pengetahuan Responden Mengenai Program Pembayaran

Jasa Lingkungan ... 79 7.5 Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran

Jasa Lingkungan ... 83 7.6 Penilaian Responden terhadap Cara Penetapan Nilai

Pembayaran Jasa Lingkungan ... 84 7.7 Kepuasan terhadap Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan

Hasil Negosiasi ... 86 VIII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT ... 88

8.1 Analisis Kesediaan Menerima Responden terhadap Nilai

Pembayaran Sesuai Skenario yang Ditawarkan ... 88 8.2 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan

Contingent Valuation Method ... 91 8.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai

WTA Responden ... 97 IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

9.1 Kesimpulan ... 106 9.2 Saran ... 107 X. DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN ... 110


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Matriks Metode Analisis Data ... 40 2 Indikator Pengukuran Nilai WTA ... 43 3 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Citaman Tahun 2006 ... 49 4 Perubahan Kualitas Lingkungan di Desa Citaman... 76 5 Peran Penting DAS Cidanau ... 77 6 Alasan Menganggap Usaha Konservasi Tidak Penting ... 78 7 Alasan Perusahaan Membayarkan Dana PJL ... 81 8 Alasan Responden Menerima Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan

Hasil Negosiasi ... 87 9 Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Responden Bersedia atau

TidakBersedia Menerima Peningkatan Nilai Pembayaran ... 90 10 Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Responden Bersedia

atau Tidak Bersedia Menerima Peningkatan Nilai Pembayaran ... 90 11 Distribusi WTA Responden Kelompok Tani Karya Muda II ... 92 12 Besaran Nilai WTA Responden ... 95 13 Total WTA (TWTA) Responden ... 96 14 Hasil Analisis Nilai WTA Responden ... 98


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Logika Sederhana Payments For Environmental Services ... 16 2 Skema Model Valuasi Kontingensi ... 22 3 Diagram Alur Kerangka Berpikir... 37 4 Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin... 51 5 Sebaran Responden Menurut Usia ... 52 6 Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal ... 53 7 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan ... 54 8 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan ... 55 9 Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal ... 55 10 Sebaran Responden Menurut Status Kepemilikan Lahan ... 56 11 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau

yang Sedang Berjalan ... 69 12 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Masa Depan ... 71 13 Penilaian Responden terhadap Perubahan Kualitas Lingkungan

setelah Adanya Program Pembayaran Jasa Lingkungan ... 76 14 Penilaian Responden Mengenai Pentingnya Usaha Konservasi ... 78 15 Pengetahuan Responden Mengenai Pihak yang Membayarkan

Pembayaran Jasa Lingkungan ... 80 16 Pengetahuan Responden Mengenai Perannya dalam Program

Pembayaran Jasa Lingkungan ... 82 17 Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran Jasa Lingkungan

yang Sedang Berjalan ... 83 18 Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penetapan Nilai

Pembayaran Jasa Lingkungan ... 84 19 Penilaian Responden Mengenai Cara Penetapan Nilai Pembayaran

Jasa Lingkungan ... 85 20 Kepuasan Responden terhadap Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan

Hasil Negosiasi ... 86 21 Kesediaan Responden dalam Menerima Nilai Pembayaran Sesuai

Skenario yang Ditawarkan ... 88 22 Dugaan Kurva Tawaran WTA Kelompok Tani Karya Muda II ... 96


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Tabulasi Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Kelompok Tani

Karya Muda II, Desa Citaman, Kabupaten Serang Tahun 2009 ... 110 2 Tabulasi Penilaian Program Pembayaran Jasa Lingkungan Kelompok

Tani Karya Muda II, Desa Citaman, Kabupaten Serang Tahun 2009 .... 112 3 Kuisioner Penelitian ... 114 4 Hasil Analisis Data ... 119 5 Hasil Uji Statistika ... 120


(27)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam terbaharukan yang memiliki peran penting dalam menopang kehidupan manusia. Sumber daya ini memiliki aset multiguna (Fauzi, 2006). Multiguna dalam menghasilkan produk ekonomi hasil hutan seperti kayu dan turunannya juga sebagai penghasil jasa lingkungan.

Jasa lingkungan adalah produk sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi jasa wisata alam atau rekreasi; jasa perlindungan tata air atau hidrologi; kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir; keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati; penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006). Salah satu jasa lingkungan yang keberadaannya menyangkut hajat hidup orang banyak adalah jasa perlindungan tata air atau hidrologi. Fungsi hidrologi hutan antara lain berupa (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006): 1) pengendalian curah hujan yang jatuh di permukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan, 2) penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah 3) pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah, 4) proses air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup, dan 5) pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun.


(28)

Fungsi hidrologi tersebut menjadi penting karena isu yang menyertainya menyangkut masalah ketersediaan air. Air merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air manusia tidak mungkin dapat bertahan hidup. Kontribusi air terhadap pembangunan ekonomi pun sangat vital, awal peradaban manusia dan lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai dan mata air (Fauzi, 2006).

Menurut keberadaannya, air dapat dibedakan menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan (surface water) dapat diperoleh langsung dari sungai, danau atau laut, yang alurnya (surface flow) kita kenal dengan istilah Daerah Aliran Sungai (DAS). Ekosistem suatu DAS biasanya terbagi ke dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu sebagai penyedia air pada umumnya merupakan kawasan hutan. Oleh karena itu, stabilitas pemanfaatan sumber air akan sangat ditentukan oleh keutuhan dan kemampuan ekosistem serta pemeliharaan masyarakat sekitar hutan terhadap fungsi hidrologis hutan. Hal tersebut berhubungan erat dengan pola aktivitas ekonomi masyarakat yang berlangsung di daerah hulu.

Kondisi masyarakat sekitar hutan yang umumnya berada pada kondisi miskin dan tertinggal cenderung akan mengorbankan hutannya untuk mempertahankan hidup. Akibatnya hutan mengalami degradasi dan pada akhirnya akan mengganggu fungsi hidrologi. Gangguan fungsi hidrologi ini berimplikasi pada menurunnya ketersediaan air baku yang secara langsung maupun tidak langsung akan dirasakan oleh pemanfaat air di bagian hilir.

Berangkat dari masalah tersebut, maka diperlukan pengaturan dalam hubungan hulu dan hilir dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan serta penerapan


(29)

pembayaran jasa lingkungan antara pemanfaat jasa (buyer) maupun penyedia jasa (seller). Hal ini bertujuan agar masyarakat hulu sebagai penyedia jasa lingkungan mendapat dukungan dana untuk kegiatan pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan, serta mendapat insentif atas upaya konservasi hutan dan upaya tata guna lahan bagi kepentingan tata air di bagian hulu. Selain itu, agar pemanfaat jasa lingkungan di bagian hilir dapat merasakan ketersediaan air secara berkelanjutan guna mendukung berbagai aktivitas ekonomi.

Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) salah satunya telah diterapkan di Provinsi Banten, khususnya pada kawasan DAS Cidanau. DAS Cidanau memiliki peran penting bagi kelangsungan aktivitas ekonomi Kota Cilegon. Kota Cilegon yang berada di bagian hilir DAS Cidanau memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara karena perannya sebagai pusat perindustrian. Peran tersebut tidak akan berjalan lancar apabila tidak didukung oleh kondusifnya kondisi sumber daya alam di hulu DAS Cidanau. Ketergantungan sektor-sektor industri terhadap sumber daya alam DAS Cidanau terletak pada jasa lingkungan yang dihasilkan, terutama pada jasa perlindungan tata air atau hidrologi. Hal ini disebabkan fungsi vital air bagi semua aspek kehidupan, tidak terkecuali bagi sektor industri. Peran penting DAS Cidanau lainnya adalah keberadaan Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan merupakan kawasan endemik dan satu-satunya situs konservasi rawa pegunungan di Pulau Jawa.

Diterapkannya mekanisme PJL berawal dari kekhawatiran akan kelangsungan fungsi DAS Cidanau akibat pola aktivitas ekonomi masyarakat yang telah menyebabkan terjadinya perambahan Cagar Alam Rawa Danau. Perambahan ini berimplikasi pada penurunan debit air yang signifikan dari 8.000-10.000 liter per


(30)

detik menjadi 1.700 liter per detik dan diperkirakan akan mencapai angka 1.690 liter per detik pada tahun 2006 (Forum Komunikasi DAS Cidanau, 2007). Debit air menunjukkan angka yang cenderung terus menurun, sehingga dirasa perlu untuk menerapkan model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau telah berlangsung selama lima tahun, terhitung sejak tahun 2005. Komponen penting dari mekanisme ini adalah keterlibatan pemanfaat jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan. Pemanfaat jasa lingkungan dalam hal ini adalah PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai perusahaan yang memanfaatkan air baku dari Sungai Cidanau untuk tujuan komersil. Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung merupakan penyedia jasa lingkungan. Lama keterlibatan masing-masing desa dalam mengikuti kontrak pembayaran jasa lingkungan berbeda satu sama lain. Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang terikat kontrak sejak awal dibangunnya mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, yaitu pada tahun 2005. Dua desa lainnya baru terikat kontrak pada tahun 2008.

Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan miliknya. Cara penetapan nilai pembayaran dengan jalan negosiasi ini disadari betul oleh pengelola program sebagai suatu kelemahan.


(31)

Program pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman telah berlangsung selama lima tahun. Tahun 2009 merupakan tahun terakhir kontrak pembayaran jasa lingkungan. Terkait rencana akan dilanjutkannya program pembayaran jasa lingkungan di lokasi model Desa Citaman, maka diperlukan perbaikan di segala bidang. Salah satunya adalah penentuan besarnya nilai pembayaran yang selama ini dirasa sebagai suatu kelemahan dalam program.

Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti menganggap perlu adanya studi yang mengkaji tentang besarnya nilai pembayaran yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan, terkait dengan konsep WTA masing-masing kepala keluarga. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM), salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai atau harga dari suatu barang lingkungan. Penggunaan metode tersebut akan memberikan informasi mengenai nilai ekonomi dari perbaikan kualitas jasa lingkungan hutan terhadap perlindungan tata hidrologi dengan didasarkan pada besarnya jumlah nominal yang bersedia diterima masyarakat sebagai nilai pembayaran akibat adanya upaya konservasi hutan.

1.2. Perumusan Masalah

Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Diperlukan waktu sekitar tiga tahun untuk membangun dan mengembangkan model hubungan hulu-hilir (FKDC, 2007). Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu-hilir ini banyak dibantu oleh keberadaan Forum Komunikasi


(32)

DAS Cidanau (FKDC), organisasi yang dibangun untuk tujuan pelestarian DAS Cidanau.

Komponen penting dalam implementasi model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, yaitu adanya penyedia jasa lingkungan (seller) dan pemanfaat jasa lingkungan (buyer). Hasil identifikasi awal menetapkan bahwa Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dan Desa Cibojong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang sebagai penyedia jasa lingkungan. Luas lahan yang mendapat pembayaran jasa lingkungan masing-masing sebesar 25 ha. Namun, pada tahun 2008 kontrak terhadap Desa Cibojong dicabut dan digantikan oleh dua desa, yaitu Desa Cikumbueun, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang dan Desa Kadu Agung, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang. Pemanfaat jasa lingkungan dalam mekanisme ini adalah PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI).

Nilai pembayaran jasa lingkungan yang dibayarkan oleh PT. KTI adalah sebesar Rp 175.000.000,00 untuk 25 ha per tahun. Di sisi lain dana kompensasi yang diterima oleh masyarakat hanya Rp 1.200.000,00 ha per tahun setara dengan nilai Rp. 2.400,00 per pohon per tahun (mengacu pada persyaratan PJL bahwa lahan masyarakat yang berhak menerima PJL memiliki jumlah tanaman tidak kurang dari 500 batang pohon pada tahun pertama). Nilai pembayaran jasa lingkungan kepada penyedia jasa lingkungan ditentukan dengan proses tawar-menawar antara penyedia jasa lingkungan dengan FKDC. Proses ini terjadi di awal tahun implementasi pembayaran jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan yang terlibat adalah masyarakat Desa Citaman dan Desa Cibojong.


(33)

Nilai hasil negosiasi yang hingga kini digunakan sebagai dasar nilai pembayaran jasa lingkungan dirasa terlalu kecil (under estimate) bila dibandingkan dengan fungsi ekologis serta hidrologi yang dihasilkan dari upaya masyarakat untuk mengkonservasi DAS Cidanau. Penetapan nilai kompensasi yang pada prosesnya hanya diwakili oleh tokoh masyarakat, boleh jadi tidak betul-betul mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan mereka. Upaya konservasi memberikan konsekuensi bagi masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas ekonomi yang mengancam keberlangsungan fungsi pohon, seperti menebang pohon.

Nilai yang tidak mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi dikhawatirkan akan memicu kemungkinan masyarakat kembali menebang pohon di atas lahan miliknya karena nilai ekonomi kayu lebih besar dari nilai kompensasi yang diberikan. Disadari atau tidak, mungkin faktor ini juga yang salah satunya melatar belakangi tindakan masyarakat Desa Cibojong untuk menebang pohon di atas lahan miliknya. Keuntungan yang diperoleh dari menebang pohon mungkin dirasa lebih besar daripada nilai kompensasi yang diterima, sehingga pada akhirnya memberikan insentif kepada masyarakat untuk kembali menebang pohon daripada melakukan upaya konservasi.

Selain itu, Desa Citaman yang telah menjalani kontrak pembayaran jasa lingkungan selama lima tahun telah mencapai akhir kontraknya di tahun ini. Terkait hal tersebut, pengelola (FKDC) merasa perlu adanya perpanjangan kontrak pembayaran jasa lingkungan untuk Desa Citaman. Hal ini disebabkan pihak pengelola merasa bahwa Kelompok Tani Karya Muda II yang merupakan masyarakat penyedia


(34)

jasa sangat kooperatif terhadap program Rencana ini disambut baik oleh masyarakat penyedia jasa, namun dibutuhkan perumusan nilai pembayaran baru untuk program. Hal ini karena ketidakpuasan masyarakat akan nilai pembayaran sebelumnya dan kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Hal tersebut disadari pula oleh pengelola, dan karenanya pengelola berencana untuk meningkatkan nilai pembayaran. Rencana tersebut terganjal oleh masalah berapa besar nilai pembayaran yang sesuai dan diinginkan oleh masyarakat untuk perpanjangan kontrak agar masyarakat terus bersedia melakukan usaha konservasi di atas lahan miliknya.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian meliputi:

1. Bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan di DAS Cidanau?

3. Bagaimana kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang diusulkan dalam pasar hipotetis?

4. Berapa besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau.


(35)

2. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berlangsung di DAS Cidanau.

3. Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang ditawarkandalam pasar hipotetis.

4. Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pengelola mekanisme pembayaran jasa lingkungan (FKDC), sebagai masukan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang ingin diterima (WTA) penyedia jasa lingkungan. Metode ini mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi agar melakukan upaya konservasi sehingga diharapkan resiko kemungkinan penyedia jasa kembali menebang pohon di atas lahan miliknya karena persoalan-persoalan ekonomi tidak akan terjadi.

2. PT. Krakatau Tirta Industri (KTI), sebagai masukan untuk melakukan penyesuaian antara keinginan membayar (WTP) PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan dengan keinginan menerima (WTA) masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan.

3. Pemerintah Daerah Provinsi Banten, sebagai masukan mengenai kebijakan yang seharusnya diambil dalam mendukung program pembayaran jasa lingkungan 4. Bagi akademisi dan peneliti lain sebagai bahan studi litelatur bagi

penelitian-penelitian selanjutnya.


(36)

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Wilayah penelitian dilakukan di Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang.

2. Objek penelitian adalah program pembayaran jasa lingkungan dan masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian.

3. Pasar hipotetis hanya dibangun oleh satu skenario karena peneliti ingin membuat penyedia jasa fokus terhadap permasalahan yang diangkat (nilai pembayaran yang ingin diterima masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap pohon yang berada di atas lahan miliknya).

4. Penelitian hanya dilakukan pada sisi hulu dari pembayaran jasa lingkungan karena ingin melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam program pembayaran jasa lingkungan.


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jasa Lingkungan

Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan tata air atau hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006).

Wunder (2005) mengidentifikasi 4 (empat) tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemuka, yaitu:

1. Penyerap dan penyimpan karbon dan (carbon sequestration and storage), 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection),

3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (watershed protection), dan 4. Pelestarian keindahan bentang alam (protection of landscape beauty). 2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air

Salah satu bentuk jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan adalah jasa lingkungan terhadap sumberdaya air. Eksistensi sumberdaya air erat kaitannya dengan fungsi hidrologi. Hidrologi adalah ilmu mengenai air dan fenomena yang berkaitan dengan air (Lee, 1990). Ekosistem hutan alami umumnya merupakan sistem yang berperan penting di dalam pengaturan dan perlindungan fungsi tata air (hidrologis). Ekosistem hutan tersebut umumnya mempunyai fungsi penting dalam mengatur ketersediaan sumber daya air yang dikenal sebagai fungsi hidrologis hutan.


(38)

Fungsi hidrologis hutan tersebut antara lain berupa (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006):

1. Pengendalian curah hujan yang jatuh di permukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan.

2. Penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah.

3. Pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah. 4. Proses air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk

kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup.

5. Pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun.

Menurut Pagiola et al. (2002) jasa perlindungan Daerah Aliran Sungai mencakup:

1. Pengaturan aliran air (water flow), pemeliharaan aliran musim kering dan mengontrol banjir.

2. Pemeliharaan kualitas air, meminimalisir beban endapan (sediment load), beban nutrient (misalnya, phosphorous dan nitrogen), beban kimia, dan kadar garam. 3. Kontrol terhadap erosi tanah dan sedimentasi.

4. Penurunan salinitas tanah dan/atau pengaturan level air tanah. 5. Pemeliharaan habitat akuatik.


(39)

2.2. Mekanisme Berbasis Pasar (Market-Based Mechanisms) untuk Konservasi Hutan

Tujuan mendasar dari mekanisme berbasis pasar adalah untuk memperbaiki kegagalan pasar. Mekanisme dengan menjual jasa yang disediakan oleh hutan, baik secara perorangan atau dalam suatu kelompok bertujuan untuk menyebabkan timbulnya dana yang kemudian bisa dipakai baik untuk (Pagiola et al, 2002) :

1. Meningkatkan keuntungan konservasi secara pribadi menuju pengelolaan hutan perseorangan, dan juga mengubah insentif mereka; atau

2. Menyebabkan timbulnya sumber penghasilan yang bisa digunakan untuk membiayai usaha konservasi oleh publik atau privat conservation groups.

Pembayaran ini pada hakekatnya mentransfer beberapa keuntungan yang diterima oleh pemanfaat jasa lingkungan kepada pengelola hutan lokal. Akibatnya, total keuntungan dari mengkonservasi hutan dirasa meningkat oleh pengelola hutan lokal. Dengan asumsi bahwa keuntungan mengubah hutan untuk penggunaan lain tidak mengalami perubahan, pengelola hutan lokal akan memilih untuk memelihara hutan.

Lebih lanjut, pendukung dari pasar jasa lingkungan hutan pada kebanyakan kasus memperdebatkan, bahwa yang menyediakan jasa (sebagian besar pengguna tanah di pedesaan atau mainly rural land users) lebih miskin daripada penerima atau konsumen jasa lingkungan. Pada kenyataannya klaim terhadap hal tersebut benar, dan mekanisme keuangan baru sebenarnya memindahkan sumber penghasilan dari konsumen jasa lingkungan hutan yang relatif kaya kepada penyedia jasa yang relatif miskin.


(40)

2.3. Pembayaran Jasa Lingkungan

2.3.1. Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan

Secara umum, pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi di mana penyedia jasa (service providers) dibayar oleh penerima jasa (service users) (The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watersheds, the Third Latin American Congress on Watershed Management, 2003)1. Menurut Wunder (2005),

pembayaran jasa lingkungan didefinisikan sebagai sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdifinisi dengan baik (well-defined environmental service), di mana di sini berlaku pula prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima”. Sebuah pembayaran jasa lingkungan bisa didefinisikan sebagai sebuah transaksi yang sukarela atau mengikat secara hukum di mana sebuah jasa lingkungan yang jelas dan bisa teridentifikasi dibeli oleh pembeli dari penyedia jasa lingkungan2.

2.3.2 Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan

Bentuk penggunaan lahan yang berbeda bisa menyebabkan timbulnya berbagai jenis jasa lingkungan (Pagiola dan Platais, 2002). Penggunaan lahan dengan level perlindungan pohon yang tinggi, misalnya, bisa menolong dalam hal pengaturan aliran air di DAS dan mengurangi risiko banjir atau longsor. Namun pemilik lahan biasanya tidak mendapat kompensasi apa pun untuk jasa lingkungan seperti itu.

1http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/fs/esf-en.pdf. Diakses pada 24 Agustus 2009 pukul 04.26 2http://www.esp.or.id/index.php/program/sf/sf-3/sf-3-1/. Diakses pada 24 Agustus 2009 pukul 04.30


(41)

Akibatnya, mereka biasanya mengabaikan masyarakat hilir dalam membuat keputusan terhadap penggunaan lahan miliknya. Sering kali, hal ini dapat menyebabkan keputusan penggunaan lahan yang secara sosial sub-optimal.

Respon terhadap masalah ini cenderung sering mengandalkan usaha perbaikan, seperti memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh banjir atau pembuatan yang dimaksudkan untuk melindungi daerah hilir terhadap banjir, atau atas regulasi yang ditujukan untuk menentukan pola khusus penggunaan lahan. Pendekatan ini pada kenyataannya tidak ada satu pun yang terbukti efektif. Usaha perbaikan sering tidak sempurna dan mahal, bahkan lebih mahal daripada tindakan pencegahan. Pendekatan regulasi menjadi sulit dalam hal enforcement dan memaksakan biaya tinggi pada pemilik lahan miskin dengan mencegah mereka untuk tidak melakukan aktivitas yang menguntungkan secara pribadi (Pagiola dan Platais, 2002).

Beberapa tahun belakangan ini, pengakuan masalah ini dan kegagalan pendekatan sebelumnya untuk menangani masalah ini menyebabkan timbulnya usaha untuk mengembangkan sistem pemberian ganti rugi (payment of environmental services) kepada pemilik lahan untuk jasa lingkungan yang dihasilkan. Dengan begitu, pemilik lahan akan mempunyai insentif langsung untuk mempertimbangkan jasa lingkungan tersebut dalam menentukan keputusan terhadap penggunaan lahan miliknya, dan hal tersebut menghasilkan lebih banyak penggunaan lahan secara sosial-optimal (Pagiola dan Platais, 2002).

Prinsip penting dari payment of environmental services adalah bahwa yang menyediakan jasa lingkungan sebaiknya menerima kompensasi atas usaha konservasi


(42)

yang dilakukan dan bahwa yang menerima jasa lingkungan sebaiknya membayar penyediaan mereka (Pagiola dan Platais, 2002). Pendekatan ini lebih lanjut memberikan keuntungan dalam hal menyediakan tambahan sumber pendapatan bagi pemilik lahan miskin, dan menolong untuk memperbaiki mata pencaharian mereka. Gambar 2 menjelaskan ilmu ekonomi mengenai metode ini.

Sumber: Pagiola dan Platais, 2002

Gambar 1. Logika Sederhana Payments for Environmental Services

Seperti yang terlihat pada gambar, pemilik lahan mendapat sedikit keuntungan dari usaha konservasi hutan (forest conservation), bahkan kurang dari keuntungan yang akan mereka terima dari alternatif penggunaan lahan lain, seperti konversi untuk lahan gembala (conversion to pasture). Di lain pihak, deforestasi dapatmembebankan biaya terhadap penduduk hilir, bagi siapa yang tidak mendapat keuntungan dari jasa ekologi seperti water filtration. Pembayaran oleh penduduk hilir dapat membuat

Keuntungan bagi pemilik lahan

Biaya bagi masyarakat hilir

Payment of services conservation

Conversion to pasture

Conservation with service payment


(43)

usaha konservasi menjadi pilihan yang lebih menarik bagi pemilik lahan. Pembayaran secara nyata harus lebih dari tambahan keuntungan yeng diterima pemilik lahan dari penggunaan alternatif penggunaan lain (atau pemilik lahan tidak akan merubah prilaku mereka) dan kurang dari nilai keuntungan untuk penduduk hilir (atau penduduk hilir tidak akan bersedia membayarnya).

2.4. Persepsi

Persepsi dalam arti sempit merupakan penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Persepsi seseorang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan mereka. Orang-orang akan melihat sesuatu secara berbeda satu sama lain. Oleh karena itu persepsi merupakan faktor penentu yang utama dari perilaku.

Menurut Sarwono (1999), persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Selanjutnya Sarwono (1999) juga menyatakan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu, seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (umur), motif, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di luar yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya (misalnya suku bangsa) dan media komunikasi dimana seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu.

Menurut Atkinson (1983), persepsi merupakan proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Studi tentang persepsi sangat berkaitan dengan studi tentang proses kognitif, seperti ingatan dan


(44)

pikiran. Fenomena persepsi berhubungan dengan bagaimana satu bagian dari stimulus muncul sehubungan dengan stimulus lainnya.

2.5. Teori Ekonomi Mengenai Barang-Barang Lingkungan

Barang publik merupakan suatu jenis barang dimana setiap orang dapat menikmati utilitas yang diberikannya dan orang tersebut tidak dapat dikeluarkan dari komunitas pengguna, dengan kata lain barang publik dapat juga diartikan sebagai barang yang tidak ada seorang pun dapat dikecualikan dalam pemakaiannya. Berdasarkan ciri-cirinya barang publik memiliki dua sifat dominan, diantaranya sebagai berikut (Fauzi, 2006):

1. Non-Rivalry (tidak ada ketersaingan atau non-divisible).

Barang publik memiliki sifat non-rivalry dalam hal mengkonsumsinya. Artinya, konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Seperti udara yang kita hirup, dalam derajat tertentu tidak berkurang bagi orang lain untuk menghirupnya.

2. Non-Excludable (tidak ada larangan).

Sifat kedua dari barang publik adalah non-excludable, artinya sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang sama. Seperti pada saat kita menikmati pemandangan laut yang indah di pantai misalnya, kita tidak bisa atau sulit melarang orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama karena pemandangan adalah public goods.

Berdasarkan sifat diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebanyakan barang publik adalah berupa barang lingkungan. Nilai manfaat perubahan suatu barang publik dapat diketahui dengan memasukkan seluruh unsur manfaat yang ada padanya, inilah yang


(45)

disebut sebagai “nilai total”. Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi, diantaranya adalah :

1. Nilai kegunaan konsumtif (use value)

Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari:

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Nilai kegunaan non konsumtif ( non-use value)

Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti terlihat dalam gambar terdiri dari:

a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut.

b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang.


(46)

Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang.

2.6. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan

Barang dan jasa lingkungan merupakan barang non market value. Terdapat dua kelompok utama pendekatan untuk menilai dan mengukur barang tersebut, yaitu : (1) revealed preference approaches (revealed preference techniques), dan (2) stated preference approaches (expressed preference techniques) (Garrod dan Willis, 1999). Pendekatan revealed preference merupakan pendekatan untuk melihat bagaimana masyarakat membuat keputusan atas aktivitas-aktivitas yang ’menghormati’ dan ramah terhadap kegunaan atau dampak lingkungan. Fokus pendekatan ini mengukur nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value). Sedangkan pendekatan stated preference merupakan pendekatan yang menggunakan pertanyaan nilai kegunaan langsung dari individu-individu, melalui teknik pengambilan sampel dengan survey. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengukur nilai kegunaan langsung (direct use) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use values).

Metode valuasi kontingensi (CVM) merupakan salah satu metode yang termasuk kedalam pendekatan stated preference approaches (expressed preference techniques), disamping metode discrete choice dan conjoint analysis. CVM dapat digunakan untuk menghitung nilai-nilai (harga) manfaat dan kerugian (kerusakan) dari barang-barang yang tidak memiliki pasar (public goods), seperti barang lingkungan. Menghitung nilai CVM ini dapat dilakukan dengan menanyakan


(47)

langsung kepada individu atau masyarakat sejauh mana masyarakat bersedia membayar untuk perubahan kualitas lingkungan, seperti pengurangan polusi udara, melindungi spesies tertentu, pencadangan area hutan, kontaminasi dari kotoran aliran air sungai, dan sebagainya.

2.6.1. Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Berbagai definisi dan pengertian tentang CVM ini dinyatakan oleh berbagai ahli ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Hanley dan Spash (1993) menyatakan bahwa:

“CVM is enables economic values to be estimated for a wide range of commodities not traded ini markets”.

Yakin (1997) dalam Intan et al. (2008) menyatakan bahwa CVM adalah metode teknik survei untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar, seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain seperti pajak diterapkan. Berdasarkan pernyataan diatas jelas bahwa CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besar maksimum WTP untuk manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya minimum WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan.

Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai (harga) atau penawaran yang mendekati keadaan yang sebenarnya jika pasar dari barang tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik ’barang’ yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk


(48)

pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk (retribusi) secara langsung yang dikenal sebagai alat pembayaran.

2.6.2. Tahapan Pekerjaan Dalam CVM

Skema pelaksanaan perhitungan barang atau jasa lingkungan dengan menggunakan metode CVM dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Widayanto (2001) dalam Intan et al. (2008) Gambar 2. Skema Metode Valuasi Kontingensi

Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan penilaian CVM yang terbaik maka harus dilakukan minimal tiga tahapan pekerjaan, yaitu:

1. Mendesain dan membangun instrumen survei (kuesioner) Tahap ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Penjelasan tentang barang atau jasa lingkungan yang akan dinilai.

Penjelasan harus dilakukan secara nyata, detail dan informatif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan persepsi individu terhadap barang atau jasa yang akan dinilainya. Informasi yang disampaikan secara detail termasuk di dalamnya jenis dan perbedaan kualitas dari berbagai jenis barang atau jasa lingkungan. Penjelasan yang disampaikan dapat secara

CVM

Mendesain instrumen Administrasi survei Interpretasi hasil survei

1. Penjelasan produk 2. Pertanyaan mengenai

WTP/WTA

3. Pertanyaan karakteristik

1. Menetapkan metode pengambilan sampel

2. Memperhatikan efektivitas penyebaran

1. Analisis deskriptif 2. Analisis


(49)

deskriptif tulisan ataupun disertai dengan bantuan foto, diagram, peta dan skema dengan bahasa yang sederhana.

2) Penjelasan tentang WTP atau WTA individu.

Setelah adanya pemahaman individu terhadap barang atau jasa lingkungan maka individu juga harus paham mengenai WTP atau WTA yang akan dikeluarkannya. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah individu tersebut bersedia membayar ataukah bersedia menerima kompensasi atas kerugian yang dideritanya serta pertanyaan berapa besar WTP atau WTA yang akan dikeluarkan atau diterimanya.

3) Penjelasan tentang karakteristik maupun kondisi sosio demografi individu. Hal ini sangat dibutuhkan guna mengenai alasan dari setiap individu

menerima maupun menolak membayar atau menerima kompensasi serta alasan yang melatarbelakangi besar kecilnya nilai WTP atau WTA tersebut. Karakteristik individu misalnya menyangkut jenis kelamin, umur, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, jumlah tanggungan dalam rumahtangga, tingkat pendidikan, lama bekerja, pengalaman bekerja di bidang yang bersangkutan, dan lain-lain. Sedangkan kondisi sosio demografi misalnya ketersediaan fasilitas umum, kondisi jalan, letak rumah, kondisi lingkungan, yang dinilai, jarak desa-kota, jarak ke tempat bekerja, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut diduga mempengaruhi kesediaan membayar atau menerima kompensasi maupun besar kecilnya nilai WTP/WTA.

2. Administrasi Survei


(50)

1) Metode dalam pengambilan sampel

Harus ditentukan secara jelas populasi yang diteliti serta sampel yang akan diambil. Kesalahan dalam penentuan sampel dapat menyebabkan interpretasi yang salah terhadap populasi yang diteliti. Demikian juga kesalahan dalam menentukan jumlah sampel yang diambil (sampel terlalu sedikit) dapat menyebabkan kekurangtepatan dalam menggambarkan populasi yang diteliti. Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa semakin besar jumlah sampel maka akan menghasilkan interpretasi yang lebih baik. Namun, penentuan sampel harus meliputi jumlah serta cara pengambilannya yang tepat.

2) Tingkat efektivitas teknik penyebaran kuesioner (response rate),

Yaitu suatu indeks rasio antara jumlah kuesioner yang dibagikan kepada individu-individu dengan jumlah kuesioner yang dikirim kembali, jika pengisian kuesioner dilakukan melalui surat-menyurat. Penyebaran dan pengembalian kuesioner yang telah diisi dapat juga dilakukan melalui email atau internet. Untuk itu, response rate juga dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kuesioner yang dikirim kembali.

3. Interpretasi Hasil Survei

Interpretasi ini meliputi deskripsi ukuran populasi yang ada, jumlah sampel yang akan diambil dan sedapat mungkin mewakili dari populasi yang ada, nilai tengah atau nilai rata-rata WTP atau WTA serta informasi-informasi lain dari berbagai dimensi yang lebih luas dari survei valuasi kontingensi ini. Sebagian besar referensi menyebutkan khusus untuk penelitian yang


(51)

menggunakan metode kontingensi ini, bahwa semakin besar jumlah sampel yang mewakili populasi diambil (dirandom) maka semakin baik hasil penelitian yang diperolehnya karena semakin mendekati kondisi yang sesungguhnya. Umumnya jumlah sampel yang dapat menghasilkan hasil dengan baik berkisar antara 500 responden hingga 1.000 responden, yang mewakili unit rumah tangga.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau masih sedikit ditemukan. Salah satu peneliti yang melakukan penelitian mengenai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yaitu Agus Suryawan dari Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Suryawan (2005) melakukan penelitian dengan judul “Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Tekhnologi Inderaja (Studi Kasus: DAS Cidanau, Banten). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar perubahan lahan yang terjadi dengan membandingkan manfaat kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat DAS Cidanau beserta berapa besar dasar penentuan biaya kegiatan yang harus dibayarkan untuk kegiatan rehabilitasi dengan penanaman kebun campuran.

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa ekonomi untuk kegiatan penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dan perbandingan hasil klasifikasi terbimbing (supervised classification). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan kebun campuran memiliki kelayakan lebih baik dibandingkan pertanian monokultur padi. Hal ini ditandai dengan besarnya nilai Net Present Value


(52)

(NPV) yang dihasilkan mencapai RP 40.584.168,00 (BCR 6,624) berbeda jauh dengan kegiatan monokultur padi yang hanya menghasilkan NPV Rp 1.382.639,00 (BCR 1,04).

Diketahui dari hasil citra satelit bahwa perubahan luas cukup besar pada wilayah padang rumput rawa di Cagar Alam Rawa Danau yang berubah menjadi areal persawahan mencapai 1.404,54 ha, sedangkan luas hutan relatif satabil. Penentuan biaya kompensasi didasarkan atas matriks perubahan penggunaan lahan yang dikalikan dengan biaya rehabilitasi per ha. Besar biaya rehabilitasi yang dipergunakan dalam penelitian ini sama untuk berbagai perubahan lahan, yaitu sebesar Rp 23.709.600,00/ha. Akan tetapi besar biaya kompensasi sesungguhnya akan sangat tergantung dari jenis perubahan lahan yang terjadi serta biaya rehabilitasi untuk jenis tersebut.

Penelitian ini pada intinya membahas hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun penelitian yang dimaksud adalah mengenai penentuan dasar nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan adalah tahapan Contingent Valuation Method (CVM).


(53)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis

3.1.1. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA)Masyarakat Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

1. Responden merupakan masyarakat yang terletak di lokasi model penyedia jasa lingkungan dan menerima pembayaran jasa lingkungan.

2. PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan bersedia memberikan dana kompensasi atas upaya konservasi yang harus dilakukan Kelompok Tani Karya Muda II.

3. Responden dipilih dari penduduk yang relevan dan merupakan kepala keluarga dari masing-masing rumah tangga.

4. Harga yang ditawarkan kepada masyarakat dalam penentuan harga penawaran dimulai dari Rp 2.400,00

3.1.2. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method) Terdapat lima metode bertanya yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP/WTA responden (Hanley dan Spash,1993), yaitu:

1. Metode tawar-menawar (Bidding game)

Metode mempertanyakan nilai WTA atau WTP dimana kepada konsumen ditawarkan harga yang semakin meningkat sampai nilai maksimum yang mampu dibayarnya.


(54)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya, selain itu responden seringkali menemukan kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.

3. Metode Pertanyaan Tertutup (Close-ended question)

Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Setiap individu ditanyakan nilai maksimum WTP dengan beberapa nilai yang disarankan kepada mereka, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka. 4. Metode Kartu Pembayaran (Payment card)

Metode pertanyaan melalui kartu pembayaran, dimana pada metode ini peneliti menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima. Responden dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Tujuan awal dikembangkannya metode ini adalah untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan (benchmark) yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi


(55)

barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau nilai minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar.

5. Referendum

Metode yang menggunakan sebuah alat pembayaran yang disarankan kepada responden, baik responden tersebut setuju maupun tidak setuju (ya/tidak). Setiap jawaban yang diberikan harus dianalisis dengan menggunakan teknik respon biner.

Selain keempat metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent Ranking. Dengan metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.

3.1.3. Langkah-Langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept

Masyarakat

Nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan CVM terdiri dari enam tahap pekerjaan (Hanley and Spash, 1993), yaitu:


(56)

Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibangun atas dasar rendahnya nilai kompensasi yang dibayarkan dalam mekanisme PJL bila dibandingkan dengan nilai fungsi jasa lingkungan akibat adanya usaha konservasi yang dilakukan masyarakat. Pengelola DAS Cidanau telah menerapkan mekanisme PJL terhitung sejak tahun 2005 di Desa Citaman. Mekanisme ini bertujuan untuk menjaga fungsi DAS Cidanau, terutama fungsinya dalam menjamin ketersediaan air. Konsekuensi dari tujuan tersebut, masyarakat diharuskan untuk melakukan upaya konservasi terhadap pohon yang berada di atas lahan miliknya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas hal tersebut, masyarakat mendapatkan dana kompensasi sebesar Rp 1.200.000,00 per ha per tahun atau setara dengan Rp 2.400,00 per pohon per tahun (mengacu pada persyaratan persyaratan program PJL, bahwa lahan masyarakat yang berhak menerima PJL memiliki jumlah tanaman tidak kurang dari 500 batang pohon pada tahun pertama). Nilai kompensasi tersebut dirasa terlalu rendah dan tidak mewakili keinginan seluruh masyarakat karena dalam proses penetapannya masyarakat hanya diwakili oleh tokoh setempat bukan didasarkan atas keinginan masyarakat. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memicu keinginan masyarakat untuk kembali pada pola kehidupan mereka sebelumnya yang berpotensi mengancam kelestarian hutan sepanjang DAS Cidanau. Oleh karena itu, kebijakan peningkatkan nilai kompensasi yang didasarkan pada keinginan masyarakat menjadi penting untuk dilakukan dalam rangka pengelolaan DAS Cidanau yang lebih baik. Selanjutnya, pasar hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut,


(57)

Agar pengelolaan DAS Cidanau lebih baik, akan diajukan suatu kebijakan baru untuk meningkatkan dana kompensasi pembayaran jasa lingkungan berdasarkan keinginan masyarakat dengan persyaratan bahwa masyarakat harus meningkatkan upaya konservasi terhadap lahan mereka di lokasi model penyedia jasa lingkungan. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan insentif masyarakat dalam usaha mengkonservasi pohon yang berada di atas lahan miliknya sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lokasi model penyedia jasa lingkungan. Sehubungan dengan hal itu akan ditanyakan apakah masyarakat bersedia untuk menerima kebijakan tersebut dan berapa besar dana kompensasi yang sebenarnya bersedia diterima masyarakat. 2. Memperoleh Nilai Tawaran

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode referendum tertutup (dishotomous choice). Metode ini dipilih karena dapat memudahkan pengklasifikasian responden yang memiliki kecenderungan bersedia menerima pembayaran jasa lingkungan dengan yang tidak bersedia, sehingga dari kemungkinan jawaban “ya” untuk setiap nilai yang diberikan dapat diestimasi. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Dugaan rataan WTA dihitung dengan rumus:

EWTA =

n WTAx

n

t

i

=0

dimana:


(58)

i

x = Jumlah tiap data

n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dan kompensasi (i = 1, 2, …, k)

4. Menduga Kurva Penawaran

Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini:

WTA = f(PDD, PDPT, PJL, TANG, LMTG, POHON, SKL, BIAYA, DAKOM, PUAS, ε)

dimana:

WTA = Nilai WTA responden

PDD = Tingkat pendidikan (tahun)

PDPT = Tingkat pendapatan rumah tangga(rupiah/bulan)

PJL = Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima (rupiah/tahun) TANG = Jumlah tanggungan (orang)

LMTG = Lama tinggal (tahun)

POHON = Jumlah pohon yang dilibatkan dalam program PJL (batang) SKL = Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk berpartisipasi

dalam program PJL (bernilai 1 untuk ”milik pribadi” dan bernilai 0 untuk ”bagi hasil”)

BIAYA = Ada tidaknya biaya yang harus dikeluarkan responden untuk mengkonservasi pohon yang berada di atas lahan miliknya (bernilai 1 untuk “ada” dan bernilai 0 untuk “tidak ada”)

DAKOM = Penilaian responden terhadap cara penetapan nilai pembayaran (bernilai 1 untuk “baik” dan bernilai 0 untuk “buruk”)

PUAS = Kepuasan responden terhadap besarnya nilai pembayaran

(bernilai 1 untuk ”puas” dan bernilai 0 untuk ”tidak puas”) 5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA maka dapat diduga nilai total WTA dari masyarakat dengan menggunakan rumus:


(59)

TWTA = i

n

t

in

WTA

=0

dimana:

TWTA = Total WTA

WTAi = WTA individu ke-i

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (i = 1, 2, 3, …, k)

6. Mengevalusi Penggunaaan CVM

Evalusi penggunaan CVM merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA. Uji dapat dilakukan dengan uji keandalan yang melihat nilai R-squares (R2) dari model

OLS (Ordinary Least Square) WTA. 3.1.4. Analisis Regresi Linier Berganda

Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Hubungan kedua variabel memungkinkan seseorang untuk memprediksi secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel bebas. Namun situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah begitu sederhana, diperlukan lebih dari satu variabel secara akurat. Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda.

Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun sifat-sifat OLS adalah (Gujarati, 2003): (1) penaksir OLS tidak bias, (2) penaksir OLS mempunyai varian yang


(1)

116 e. Lainnya………..

6. Berapa kali dalam satu bulan, penyuluhan mengenai program pembayaran jasa lingkungan diselenggarakan:………/bulan

7. Dalam satu bulan, berapa kali Bapak/Ibu mengikuti penyuluhan:………kali 8. Apa motivasi Bapak/Ibu untuk mengikuti program pembayaran jasa

lingkungan

a. Karena mempunyai lahan/tanah di lokasi PJL b. Karena menghasilkan pendapatan tambahan c. Karena peduli akan kelestarian DAS Cidanau

d. Karena sudah diwajibkan oleh pihak-pihak yang terlibat untuk mengikuti program tersebut

e. Lainnya……….

9. Luas lahan yang Bapak/Ibu miliki di luar lokasi model PJL:... m2 10. Status lahan yang Bapak/Ibu miliki di lokasi model PJL:

a. Milik pribadi b. Sewa

c. Bagi-hasil d. Tanah garapan

e. Lainnya………

11. Luas lahan Bapak/Ibu miliki yang diikutsertakan dalam program PJL:…………m2

12. Jumlah pohon kayu-kayuan di atas lahan saudara yang diikutsertakan dalam program PJL:………pohon

13. Jumlah pohon buah-buahan di atas lahan saudara yang diikutsertakan dalam program PJL:………pohon

14. Adakah biaya yang dikeluarkan saudara untuk mengkonservasi/menjaga pohon di atas lahan milik saudara?

a. Ada

b. Tidak ada

15. Jika ada, biaya yang dikeluarkan akibat mengkonservasi pohon tersebut………Rp/bulan

C. Persepsi Responden Mengenai Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan yang Ada

Sehubungan dengan peran penting DAS Cidanau, dibuatlah mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang melibatkan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) sebagai pemanfaat, masyarakat Desa Citaman dan Cikumbueun sebagai penyedia jasa lingkungan dan FKDC sebagai mediator keduanya. Sebagai penyedia jasa lingkungan, masyarakat diharuskan mengkonservasi atau menjaga setiap pohon yang ada di atas lahan miliknya. Atas usahanya tersebut, diberikan kompensasi Rp. 1.200.000,- per ha per tahun atau Rp. 2.400,- per pohon per tahun (untuk 500 pohon yang harus dikonservasi). Nilai pembayaran ini ditetapkan dengan cara negosiasi dimana dalam prosesnya masyarakat hanya diwakili oleh tokoh setempat, bukan atas keinginan sebenarnya dari masyarakat untuk menerima dana kompensasi. Nilai pembayaran yang terlalu rendah bila dibandingkan dengan fungsi hidrologi yang dihasilkan dan penetapan nilai pembayaran yang bukan didasarkan pada keinginan masyarakat untuk menerima dana, dikhawatirkan akan memicu masyarakat untuk kembali pada pola aktivitas ekonomi sebelumnya dan tidak mengindahkan upaya konservasi terhadap pohon di atas lahan miliknya.


(2)

117 1. Apa peran penting DAS Cidanau yang saudara ketahui?

a. Menjamin ketersediaan air hingga hilir

b. Keberadaan Cagar Alam DAS Cidanau sebagai satu-satunya situs konservasi rawa pegunungan yang harus dikonservasi

c. Penopang aktivitas ekonomi Kota Cilegon d. Memiliki daya tarik wisata

e. Lainnya …

2. Mengacu pada peran penting tersebut, menurut anda apakah upaya konservasi perlu dilakukan?

a. Ya (langsung ke no. 4 ) b. Tidak

3. Jika tidak, apa alasan anda menganggap upaya konservasi tidak penting untuk dilakukan?

a. Karena bukan merupakan kewajiban

b. Karena merupakan kewajiban Pemerintah (Dinas Perkebunan atau Dinas Kehutanan)

c. Karena tuntutan ekonomi yang mengakibatkan semua tindakan yang dilakukan pada akhirnya tidak mengindahkan konservasi (orientasi ekonomi)

d. Karena tidak paham terhadap konservasi e. Lainnya………

4. Apakah Bapak/Ibu tahu siapa/perusahaan apa yang membayarkan dana kompensasi PES?

a. Ya, siapa ……….. b. Tidak (langsung ke no. 6)

5. Menurut anda, mengapa perusahaan tersebut membayarkan dana kompensasi PES?

a. Karena peduli terhadap kelestarian DAS Cidanau b. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c. Karena sadar bahwa usahanya bergantung pada kelestarian DAS Cidanau d. Menghargai usaha konservasi yang dilakukan masyarakat

e. Lainnya……….

6. Apakah anda mengetahui bagaimana cara penetapan dana kompensasi PES yang diberikan kepada anda?

a. Ya, cara………

b. Tidak

7. Bagaimana penilaian anda mengenai cara penetapan dana kompensasi dengan sistem negosiasi yang dalam prosesnya hanya diwakili oleh tokoh setempat? a. Baik

b. Buruk

8. Apakah besarnya dana kompensasi dari hasil negosiasi tersebut sesuai dengan keinginan sebenarnya dari Bapak/Ibu untuk menerima pembayaran jasa lingkungan?

a. Ya (langsung ke no. 10) b. Tidak


(3)

118 a. Karena butuh pendapatan tambahan

b. Karena sebelumnya sangat percaya pada tokoh setempat c. Karena lahan tersebut awalnya hanya lahan kosong

d. Tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima keputusan yang ada e. Lainnya………

10. Apakah Bapak/Ibu ingin program pembayaran jasa lingkungan ini dilanjutkan?

a. Ya lanjut, dengan nilai kompensasi yang sama

b. Ya lanjut, dengan nilai kompensasi yang didasarkan atas keinginan masyarakat (WTA)

c. Tidak dilanjutkan

D. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Kompensasi (WTA) 1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan kebijakan baru tersebut?

a. Setuju b. Tidak setuju

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia menerima peningkatan dana kompensasi yang akan diajukan?

a. Setuju (langsung ke no.4) b. Tidak setuju

3. Apa alasan Bapak/Ibu tidak setuju dengan rencana tersebut?

4. Jika setuju, berapakah dana kompensasi yang bersedia saudara terima akibat diharuskannya upaya konservasi?

a. 2400,-/pohon/tahun b. 2650,-/pohon/tahun c. 2900,-/pohon/tahun d. 3150,-/pohon/tahun e. 3400,-/pohon/tahun f. 3650,-/pohon/tahun g. 3900,-/pohon/tahun h. 4150,-/pohon/tahun i. 4400,-/pohon/tahun j. 4650,-/pohon/tahun k. 4900,-/pohon/tahun l. 5150,-/pohon/tahun m. 5400,-/pohon/tahun n. 5650,-/pohon/tahun o. 5900,-/pohon/tahun

CARD 2

Dalam rangka pengelolaan DAS Cidanau yang lebih baik, akan diajukan suatu kebijakan baru untuk meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan berdasarkan keinginan masyarakat. Peningkatan pembayaran harus diikuti dengan peningkatan usaha konservasi oleh masyarakat penyedia jasa lingkungan. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan insentif masyarakat di lokasi model penyedia jasa lingkungan dalam usaha mengkonservasi pohon di atas lahan miliknya sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(4)

119 Lampiran 4. Hasil Analisis Data

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik

Coefficientsa

4628.181 316.444 14.626 .000 3983.606 5272.756

40.806 35.652 .085 1.145 .261 -31.815 113.426 -.149 .198 .067 .628 1.593

44.401 37.410 .109 1.187 .244 -31.801 120.603 .654 .205 .070 .407 2.459

9.100 4.324 .176 2.105 .043 .293 17.908 .295 .349 .124 .496 2.015

-.001 .000 -.237 -2.882 .007 -.001 .000 -.586 -.454 -.169 .510 1.962

-.001 .000 -.304 -3.570 .001 -.001 .000 -.738 -.534 -.210 .476 2.101

1.453 .605 .238 2.402 .022 .221 2.685 .659 .391 .141 .353 2.835

62.607 111.169 .039 .563 .577 -163.836 289.051 .151 .099 .033 .731 1.368

.485 108.140 .000 .004 .996 -219.790 220.760 -.157 .001 .000 .804 1.244

-257.290 123.016 -.152 -2.092 .045 -507.865 -6.715 -.596 -.347 -.123 .654 1.529

-572.844 186.566 -.246 -3.070 .004 -952.866 -192.823 -.661 -.477 -.180 .538 1.859

(Constant) Pendidikan Jumlah tanggungan Lama tinggal Pendapatan Nilai PJL Jumlah pohon Status kepemilikan lahan Biaya pemeliharaan Penilaian cara penetapan nilai pembayaran Kepuasan terhadap nilai PJL

Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial Part Correlations

Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: WTA a.


(5)

120

1. Uji Durbin-Watson

2. Uji Normalitas

3. Uji Heteroskedastisitas

Model Summaryb

.943a .890 .855 310.90452 .890 25.770 10 32 .000 1.768

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

Change Statistics

Durbin-Watson Predictors: (Constant), Kepuasan terhadap nilai PJL , Pendidikan, Biaya pemeliharaan, Status kepemilikan lahan, Penilaian cara penetapan nilai pembayaran, Jumlah tanggungan, Pendapatan, Lama tinggal, Nilai PJL, Jumlah pohon

a.

Dependent Variable: WTA b.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

43 .0000000 271.37971661 .100 .100 -.055 .655 .785 N

Mean Std. Deviation

Normal Parameters a,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(6)

121

Coefficientsa

121.898 500.490 .244 .809 -898.858 1142.653

20.308 20.753 .202 .979 .335 -22.018 62.634 .079 .173 .157 .603 1.658

18.725 21.809 .220 .859 .397 -25.755 63.204 .135 .152 .137 .389 2.568

.739 2.632 .068 .281 .781 -4.630 6.107 .000 .050 .045 .436 2.294

-5.4E-005 .000 -.093 -.369 .714 .000 .000 -.206 -.066 -.059 .405 2.471

3.01E-006 .000 .005 .019 .985 .000 .000 -.161 .003 .003 .340 2.938

-.304 .375 -.237 -.811 .424 -1.068 .461 .037 -.144 -.130 .299 3.346

-106.291 63.740 -.314 -1.668 .105 -236.289 23.708 -.182 -.287 -.267 .724 1.381

-89.160 61.699 -.258 -1.445 .158 -214.995 36.675 -.128 -.251 -.231 .804 1.244

-76.439 74.829 -.215 -1.022 .315 -229.054 76.176 -.201 -.180 -.163 .575 1.738

71.893 121.113 .147 .594 .557 -175.118 318.903 -.004 .106 .095 .415 2.407

.024 .101 .113 .234 .817 -.182 .229 .165 .042 .037 .110 9.053

(Constant) Pendidikan Jumlah tanggungan Lama tinggal Pendapatan Nilai PJL Jumlah pohon Status kepemilikan lahan Biaya pemeliharaan Penilaian cara penetapan nilai pembayaran Kepuasan terhadap nilai PJL

WTA Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial Part Correlations

Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ut a.


Dokumen yang terkait

JUDUL INDONESIA: KESEDIAAN MENERIMA PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR SUB DAS WAY BETUNG HULU OLEH MASYARAKAT KAWASAN HUTAN REGISTER 19 (Studi Kasus di Desa Talang Mulya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran) JUDUL INGGRIS: WILLINGNESS TO ACCEPT PAYMEN

1 11 61

Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Teknologi Inderaja (Studi Kasus : DAS Cidanau, Banten)

0 3 106

Analisis willingness to pay dan willingness to accept masyarakat terhadap tempat pembuangan akhir sampah Pondok Rajeg Kabupaten Bogor

3 16 155

Analisis nilai ekonomi lahan sebagai dasar bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan (kasus desa Citaman DAS Cidanau)

1 20 137

Analisis Willingness To Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab (Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten)

2 19 126

Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)

1 15 213

Analisis willingness to accept masyarakat terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas

4 18 166

Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan Daerah Aliran Sungai Cidanau Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Citaman, Serang

0 11 84

Peran pembayaran jasa lingkungan (PJL) hutan terhadap sifat hidrologi lahan di DAS Cidanau, Banten

0 3 34

Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Teknologi Inderaja (Studi Kasus DAS Cidanau, Banten)

0 2 96