EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

(1)

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG

(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH

YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

Oleh

MUHAMAD DWI NUGROHO

Skripsi

Sebagai Salah Satu untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRACT

PROTECTIVE EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF BINAHONG LEAVES (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) IN HISTOPATOLOGICAL

VIEW OF LIVER DAMAGE INDUCED BY ETHANOL

By

MUHAMAD DWI NUGROHO

In this modern era, free radical spreads everywhere. This is happen in every occurrence of combustion like smoking, cooking, fuel combustion in engines and vehicles. Prolonged ultraviolet exposure, pesticides and other contaminants in our food, even due to excessive exercise, make us no choice but perform protective actions. Therefore this study is conducted to determine the protective effect of binahong leave ethanol extract against liver damage caused by free radicals.

This study is a randomized experimental study using a post-test only control group design controlled. Research subject were 25 male rat (Sprague dawley) wich were devided randomly into 5 groups dan given treatment for 10 days. K1 (normal control wich control only given aquadest), K2 (negative control which only given ethanol 10 ml/kgBW), K3 (given ethanolic extract of binahong leaves 50 mg/kgBW and ethanol 50% 10 ml/kgBW), K4 (given ethanolic extract of binahong leaves 100 mg/kgBW ethanol 50% 10 ml/kgBW), K5 (given ethanolic extract of binahong leaves 200 mg/kgBB and ethanol 50% 10 ml/kgBW).


(3)

Result show that avarage skor of liver damage on K1 : 0,12 ± 0,11 ; K2 : 1,76 ± 1,77 ; K3 : 1,36 ± 0,17 ; K4 : 1,2 ± 0,2 ; K5 : 0,28 ± 0,11. Results of Mann-Whitney test between all treatment groups and positive control group show p <0.05. But between the K3 and K4 and K1 and K2 obtained p> 0.05. In conclusion, the leaf extract binahong have protective effects at doses of 50 mg / kgBW, 100 mg /kgBW and 200 mg/kgBW.

Keywords: free radicals, binahong, experimental studies, Anredera cordifolia


(4)

ABSTRAK

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI

HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

Oleh

MUHAMAD DWI NUGROHO

Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Untuk itu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui efek protektif ekstrak etanol daun binahong terhadap kerusakan hati yang terjadi akibat radikal bebas .

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan metode acak terkontrol menggunakan post test only controlled group design. Subjek penelitian menggunakan 25 ekor tikus jantan galur Sprague dawley dengan 5 ulangan tiap kelompok. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu : K1 (Kontrol normal), K2 (diberi etalnol 10ml/kgBB/hari), K3 (diberi ekstrak etanol daun binahong 50mg/kgBB/hari dan etanol 10ml/kgBB/hari), K4 (diberi ekstrak etanol daun


(5)

binahong 100mg/kgBB/hari dan etanol 10ml/kgBB/hari) dan K5 (diberi ekstrak etanol daun binahong 200mg/kgBB/hari dan etanol 10ml/kgBB/hari).

Hasil analisis penelitian bahwa skor rata-rata gambaran kerusakan pada kelompok perlakuan : K1 : 0,12 ± 0,11 ; K2 : 1,76 ± 1,77 ; K3 : 1,36 ± 0,17 ; K4 : 1,2 ± 0,2 ; K5 : 0,28 ± 0,11. Hasil uji Mann-Whitney antara semua kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif didapatka p<0,05. Namun antara kelompok K3 dan K4 serta K1 dan K2 didapatkan p>0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun binahong memiliki efek protektif pada dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB.

Kata kunci : Radikal bebas, binahong, studi eksperimental, Anredera cordifolia (Tenore) Steenis


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………... i

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR………...…... v

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang………...…...………... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ………...……...….…... 4

D. Manfaat Penelitian………...….…... 4

E. Kerangka Teori... 5

F. Kerangka Konsep………....………... 8

G. Hipotesis………...………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 9

1. Deskripsi Tanaman ... 9

2. Manfaat dan Kandungan ... 10

B. Hati ... 14

1. Anatomi Hati ... 14

2. Histologi Hati ... 15

3. Fisiologi Hati ... 17

C. Alkohol ... 18

1. Definisi ... 18

2. Absorbsi ... 19

3. Distribusi ... 19

4. Metabolisme ... 20

5. Ekskresi ... 23

D. Pengaruh Alkohol terhadap Hati ... 24


(9)

ii

2. Stress Oksidatif Akibat Etanol ... 25

3. Penyakit Akibat Etanol (Alkoholik) ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 35

A. Rancangan Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu ... 34

C. Variabel Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sample ... 35

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 36

F. Alat dan Bahan ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 37

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia)... 37

2. Prosedur Pemberian Etanol ... 38

3. Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Binahong ... 39

4. Prosedur Perlakuan pada Tikus ... 39

5. Prosedur Pengambilan Sampel Organ Hati... 41

6. Prosedur Pembuatan Preparat ... 41

7. Defiisi Oprasional ... 46

H. Analisi Data ... 47

I. Ethical Clearance... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil ... 49

1. Kerusakan Hati Tikus ... 49

2. Analisis Mikroskopis Kerusakan Hati Tikus ... 54

B. Pembahasan ... 57

IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Kerangka teori ...7

2. Kerangka konsep ...8

3. Daun binahong ... 10

4. Anatomi sel hati ... 15

5. Histologi sel hati ... 17

6. Diagram alur penelitian ... 45

7. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida ... 57

8. Struktur dasar senyawa flavonoid ... 59

9. Kelompok kontrol normal ... 50

10.Kelompok kontrol patologis ... 50

11.Kelompok perlakuan satu ... 51

12.Kelompok perlakuan dua ... 52


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong ... 12

2. Definisi Operasional ... 46

3. Skor kerusakan hati ... 54

4. Hasil rata – rata kerusakan sel pada kelompok uji ... 55

5. Hasil uji statistik perbandingan antar kelompok (Analisis Mann Whitney) ... 56


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana‒mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif (Sauriasari, 2006).

Pada konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi makhluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA (Asam deoksiribonukleat) dan merusak lipid pada membran sel (Arief, 2012).

Salah satu zat yang tergolong sebagai radikal bebas adalah alkohol dan etanol. Metabolisme etanol di dalam sel hati menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak jaringan hati. Reaksi antara etanol dengan H2O2 dan radikal reaktif spesies yang lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang merupakan oksidan kuat (Hernawati, 2011).


(13)

2 Senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan efek radikal disebut antioksidan (Arief, 2012). Keanekaragaman hayati Indonesia sangat berpotensi dalam penemuan senyawa baru sebagai antioksidan (Selawa dkk., 2013). Salah satu tumbuhan yang menarik untuk diteliti sebagai komponen aktif antioksidan adalah binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Binahong merupakan tanaman rambat yang tersebar luas dan banyak di temukan di Indonesia. Secara empiris beragam khasiat binahong telah diakui, untuk mengatasi beberapa penyakit seperti luka bakar, kanker dan jantung (Selawa dkk., 2013).

Menurut penelitian Selawa dkk. (2013), Pada sampel segar daun binahong mengandung konsentrasi antioksidan sebanyak 4,2 mmol/100gr. Dan pada sampel kering binahong mengadung konsentrasi antioksidan sebesar 3,68 mmol/ 100gr. Berdasarkan penelitian Djamil dkk. (2012), juga menunjukan bahwa kandungan antioksidan tumbuhan binahong paling banyak terdapat pada ekstrak metanol daunnya, yang bisa dilihat dari kadar IC50 nya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa ekstrak metanol daun binahong menunjukkan efek antiinflamasi dan ekstrak etanol binahong memiliki efek antioksidan dan memiliki aktivitas hepatoprotektor (Sukandar dkk., 2011). Hal ini diperkuat oleh penelitian Orbayinah dkk. (2008), yang menyatakan bahwa pemberian jus binahong setiap hari terhadap tikus putih dapat menurunkan efek hepatotoksisitas dari pemberian karbon tetraklorida, dan menjaga nilai normal ALT (Alanine Aminotransferase) pada tikus putih strain Wistar.


(14)

3 Penelitian–penelitan lainya juga berhasil mengidenitifikasi kandungan zat aktif bermanfaat yang terdapat pada binahong. Seperti asam oleanolik, sapogenin, triterpenoid, flavonol, tryhidroxyflavone, betanidin, trapenoid, asam askorbatdan asam p-kumarat.

Oleh karena itu manfaat binahong tidak hanya dikenal secara empiris, tetapi juga telah di buktikan melalui penelitian–penelitian yang telah dilakukan. Namun masih diperlukan penelitian–penelitian lebih lanjut untuk membuktikan manfaat tumbuhan ini. Seperti melihat manfaat binahong secara langsung terhadap gambaran organ hati. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini untuk melihat maanfat langsung ekstrak binahong terhadap gambaran histopatolgi organ hati yang telah di induksi oleh etanol sebagai radikal bebas dan zat hepatotoksik.

B. Rumusan Masalah

Alkohol dalam dosis besar menciptakan efek metabolik bertingkat, menyebabkan kerusakan pada hati (Masters, 2007). Ekstrak daun binahong sudah dapat di buktikan khasiatnya sebagai anti-inflamasi, antioksidan, dan anti hepatotoksik. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak etanol daun binahong (Andredera codofolia (Ten.) Teenis)

memiliki efek protektif terhadap kerusakan hati tikus (Sparague dawley) yang diinduksi oleh etanol?


(15)

4 2. Apakah peningkatan dosis ekstrak etanol daun binahong (Andredera codofolia (Ten.) Teenis) dapat meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hati tikus (Sprague dawley) yang diinduksi olek etanol?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah terdapat efek proteksi dari ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) terhadap kerusakan hati tikus putih (Sprague dawley) yang telah di induksi oleh etanol

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan dosis ekstak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) dapat meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hati tikus (Sprague dawley) yang diinduksi oleh etanol?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharap peneliti dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam tata cara penulisan karya ilmiah, dapat menerapkan displin ilmunya di lapangan.

2. Bagi ilmu kedokteran, diharap dapat menggambarkan efektivitas penggunaan ekstrak daun binahong terhadap organ hati, sehingga dapat digunakan sebagai bahan peneltian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu kedokteran dan pengembangan penggunaan tanaman binahong ini dalam dunia pengobatan.


(16)

5 3. Seterusnya bagi masyarakat umum, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengetahuan dan pemahaman mengenai efek dari tanaman binahong yang selama ini dikenal masyarkat sebagai terapi empiris.

E. Kerangka Teori

Stres oksidatif adalah salah satu faktor utama dalam penyebab kerusakan sel hati oleh etanol, terutama oleh sel Kuffer yang menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) (Vrba & Mordiansky, 2002; Wheeler, 2003). Aktivasi sel Kuffer meregenerasi ROS dan mengaktifkan pro inflamasi TNF alfa yang dapat menyebabkan kerusakan hati. (Hoek & Pastorino 2002; Zhou et al., 2003). Peneliti lain menemukan terjadi peningkatan produksi radikal bebas di dalam hepar akibat induksi terhadap microsomal cytochrome P-450 oleh etanol (Skrzydlewska et al., 2002). Pemberian etanol pada tikus menyebabkan nekrosis pada jaringan hati karena terjadi peningkatan chemokines, lipid peroxidase dan endotoksin. Peningkatan lipid peroxidation dan endotoxemia merangsang/mengaktifkan NF-kB dan peningkatan produksi chemokines. Lipid peroksidase yang meningkat akibat peningkatan CYP2E1 juga penyebab kerusakan jaringan hepar. Chemokines juga dapat merangsang pelepasan radikal bebas dari sel Kupffer dan noutofil sehingga terjadi stres oksidatif. Kerusakan sel akibat etanol disebabkan interaksinya dengan membran yang akan menyebabkan terpengaruhnya fungsi membran dalam menyampaikan signal antar sel. Diduga etanol merangsang terbentuknya asetaldehide serta menurunnya rasio NAD+ /NADH. Meningkatnya


(17)

6 konsentrasi Ca2+ menyebabkan kerusakan sitoskelet dan menurunnya ATP meningkatkan keracunan etanol sehingga meningkatnya blebs (Pospos, 2005).

Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong oleh Astuti (2013) menunjukan bahwa tanaman binahong mengandung senyawa fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid dan alkaloid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan (Selawa dkk., 2013). Kuersetin adalah kelompok senyawa flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60‒70% dari flavonoid. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density Lipoprotein (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi (Waji dkk., 2009). Fungsi anti-inflamasi flavonoid telah terbukti baik in vitro dan in vivo. Mekanisme flavonoid dalam menghambat peradangan melalui dua cara, yaitu,menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim dari lisosom dan sel sel endotheil neutrofil dan juga menghambat fase proliferasi dan fase eksudat inflamasi (Ardo, 2003). Isolasi dari saponin telah menunjukkan aktivitas antitumor, penurun kolesterol, potensi kekebalan, antikanker dan antioksidan (Blumert & Liu, 2003; Astusi, 2011).


(18)

7 Keterangan : : Menyebabkan : Mencegah

Gambar 1. Kerangka Teori Inflamasi , steatosis,

nekrosis dan kerusakan jaringan hepar sitokrom P-450 ↑

TNF alfa ↑

Chemokines ↑

lipid peroxidase

Asetaldehid ↑ Endotoksin ↑ ROS (stress Oksidative) ↑

HEPAR Pemberian

etanol

Ekstrak Binahong (fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, dan alkaloid)


(19)

8 F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) memiliki efek protektif sehingga dapat mencegah kerusakan pada hati tikus putih galur Sprague dawley yang di induksi oleh etanol.

2. Peningkatan dosis ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hepar tikus putih galur Sprague dawley oleh etanol.

Kelompok 3 50mg/kgBB + etanol 50%

10ml/kgBB

Kelompok 4 100mg/kgBB + etanol 50% 10ml/kgBB Kelompok 1 Kontrol normal

Kelompok 2 Etanol 50 % 10ml/kgBB skoring Manja Roenigk Dianalisis Kerusakan Hati (Hepatosit) Ekstrak etanol daun

binahong

Kelompok 4 200 mg/kgBB + etanol 50% 10ml/kgBB


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

1. Deskripsi Tanaman

Binahong merupakan kelompok tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang ± 5 m. Batang binahong bersifat lunak, berbentuk silindris, saling membelit, berwarna merah, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun binahong berjenis tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5–10 cm, lebar 3–7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, permukaan licin, bisa dimakan. Binahong mempunyai jenis bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5–1 cm dan berbau harum. Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging lunak (Pink, 2004).


(21)

10 Gambar 3. Daun Binahong (Deane, 2012)

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) termasuk dalam famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang mempunyai potensi besar ke depan untuk diteliti, karena dari tanaman ini masih banyak yang perlu digali sebagai bahan fitofarmaka. Tanaman ini sebenarnya berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Tenggara. Di negara Eropa maupun Amerika, tanaman ini cukup dikenal, tetapi para ahli di sana belum tertarik untuk meneliti serius dan mendalam, padahal beragam khasiat sebagai obat telah diakui (Manoi, 2009).

2. Manfaat dan Kandungan

Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dikenal dengan sebutan Madeira Vine dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi dan antivirus. Tanaman ini masih diteliti meski dalam lingkup terbatas. Percobaan pada tikus yang disuntik dengan bahan ekstrak dari binahong dapat meningkatkan daya tahan tubuh, peningkatan agresivitas tikus dan tidak mudah sakit. Beberapa penyakit


(22)

11 yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009).

Menurut Tshikalange (2005). ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri gram‒positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta pada bakteri gram‒negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens,

dan Enterobacteraerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus. Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) dengan melakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan kandungan kimia berupa saponin triterpenoid, flavanoiod dan minyak atsiri.

Rochani (2009) melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong dengan menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol setelah dilakukan uji tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada analisisa kromatografi lapis tipis ditemukan senyawa


(23)

12 alkaloid, saponin dan flavonoid. Setiaji (2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Pada ekstrak dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2 % dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu juga dijelaskan Uchida (2003) bahwa di dalam daun binahong terdapat aktifitas antioksidan, asam askorbat dan total fenol yang cukup tinggi.

Tabel 1. Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong

Sumber: Astuti, 2013

a. Flavonoid

Senyawa‒senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu, dan akar. Sebagian besar flavonoid ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono-, di-, atau triglikosida, dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit


(24)

13 larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter, benzene, klorofom dan aseton (Waji et al., 2009).

Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis (Sriningsih dkk., 2012).

Senyawa – senyawa flavonoid terdiri atas bebrapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi dan rantai propana dan system 1,3-diarilpropan (Wajidkk., 2009). Berdasarkan penelitian Selawa dkk (2013), Jenis flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi serbuk segar dan serbuk kering ekstrak etanol daun binahong ialah flavonol. Flavonoid total pada sampel segar daun binahong diperoleh dengan cara memasukan nilai absorbansi pada kurva standar kuersetin dengan persamaan kurva yaitu y = 0,0278x – 0,0022 sehingga hasil dari besar flavonoid pada sampel segar daun binahong yaitu sebesar 11,23 mg/kg. Kandungan flavonoid pada sampel segar lebih besar, karena pada proses preparasi sampel segar tidak mengalami pemanasan. Hal tersebut dikarenakan proses pemanasan dapat membuat kadar dari senyawa flavonoid berkurang. Proses pemanasan ini dapat mengakibatkan penurunan kadar total flavonoid sebesar 15–78 %.


(25)

14 b. Saponin

Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid (Wallace et al., 2002).

Saponin sebagian besar terkandung dalam tanaman, namun saponin juga terkandung dalam beberapa jenis hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah. Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia dan jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus (Wina et al., 2005).

Berdasarkan penelitian Astuti (2013), kandungan senyawa saponin secara kuantitaitf dalam tanaman binahong menunjuka hasil presentase saponin dari tiap 20 mg sampel kering terdapat pada daun dan akar tanaman yaitu dengan jumlah sebesar (28,14 ± 0,22) untuk daun, Batang (3,65 ± 011) dan akar (43,15 ± 0,10).

B. Hati

1. Anatomi Hati

Hati adalah dalam organ terbesar tubuh. Permukaan atas hati berbatasan dengan diafragma, yang memisahkannya dari pleura, paru-paru, selaput


(26)

15 jantung dan jantung. Permukaan posterior‒inferiornya (atau visceral) berbatasan terhadap perut kerongkongan, lambung, duodenum, hepatic flexure of colon, ginjal kanan, kelenjar suprarenal serta memiliki kandung empedu. Hati dibagi menjadi lobus kiri kanan dan kecil yang lebih besar, bagian superiornya dipisahkan oleh ligamentum falciform (Elis, 2006).

Hati terdiri dari lobulus, masing‒masing dengan vena sentral soliter yang merupakan cabang dari vena hepatika yang pada gilirannya mengalir ke vena cava inferior. Dalam ruang antara lobulus disebut kanal portal, terdiri dari cabang arteri hepatika (membawa darah sistemik) dan vena portal, yang keduanya mengalir ke vena sentral melalui sinusoid yang melintasi lobulus tersebut. Cabang‒cabang duktus hepatika juga terdapat pada kanal portal dan menerima kapiler empedu dari lobulus hati (Elis, 2006).

Gambar 4. Anatomi sel hati (Encyclopedia, 2010)

2. Histologi Hati

Hati terdiri atas satuan heksagonal disebut lobulus hati. Di pusat setiap lobulus, terdapat sebuah vena sentral yang dikelilingi lempeng–lempng sel


(27)

16 hati, yaitu hepatosit dan sinusoid secara radial. Jaringan ikat disini membentuk triad porta atau daerah porta, tempat cabang arteri hepatika, cabang vena porta dan cabang duktus biliaris. Darah arteri dan darah vena mula–mula bercampur di sinusoid hepar saat mengalir ke vena sentral. Dari sini darah memasuki sirkulasi umum melalui vena hepatica (Eroschenko, 2003).

Sel–sel hati jika dipulas dengan perwarnaan hematoksilin dan eosin, sitoplasma hepatosit bersifat eosinofilik, terutama karena banyaknya mitokondria dan retikulum edndoplasma yang licin dan konjugasi dari bilirubin toksik hidrofobik oleh glukoronil-transferase untuk membentuk bilirubin glukorinuda non-toksik yang larut dalam air. Retikulum endoplasma kasar membentuk kelompokan tersebar dalam sitoplasma, disebut badan basofilik. Beberapa protein seperti albumin fibrinogen pada polisum dalam struktur ini (Junqueira et al., 2007).

Sinusoid hepar adalah saluran darah yang berliku–liku dan melebar, dengan diameter tidak teratur, dilapisi oleh sel endotel bertingkat tidak utuh, yang dipisahkan dari hepatosit di bawahnya oleh ruang perisinusoidal (Eroschenko, 2003).

Traktus portal terletak di sudut–sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula dari ortal terminal yang di batasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan dindang yang tebal


(28)

17 merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain struktur itu, ditemukan juga struktur limfatik (Junqueira et al., 2007).

Gambar 5. Histologi sel hati (Slomianka, 2009)

3. Fisiologi Hati

Menurut Guyton & Hall (2006), hati mempunyai bebrapa fungsi yaitu : a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohirat adalah menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak

Hati tidak hanya mensintesis lemak, tapi juga mengadakan katabolisme lemak. Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain ; meningkatkan kecepatan oksidasi asam lemak untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, pembentukan sebagian besar lipoprotein,


(29)

18 pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, serta pengubahan karbohidrat dan protein menjadi lemak.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam memetabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amoia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma dan membentuk asam amino esensial dan asam amino non esensial.

d. Fungsi hati dalam proses pembekuan darah

Hati membentuk sebagian besar zat–zat darah yang di pakai dalam koagulasi. Zat–zat tersebut adalah fibrinogen, protrombin, globulin akselator dan faktor VII, IX, dan X.

e. Penyimpanan vitamin, zat besi dan detoksikasi sekresi obat–obatan, hormon atau zat lain dalam tubuh serta sebagai fagositosis dan imunitas.

C. Alkohol

1. Definisi

Alkohol (etanol) adalah satu dari senyawa organik yang dibentuk dari hidrokarbon‒hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil dengan atom hidrogen dalam jumlah sama (Dorlans, 2002). Alkohol mempunyai rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu hidrogennya diganti dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah gugus hidroksil, -O. Alkohol tersusun dari unsur C, H, dan O. Struktur alkohol : R-OH primer, sekunder dan tersier (Ratna, 2010).


(30)

19 2. Absorbsi

Alkohol (etanol) adalah molekul kecil larut dalam air yang diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal (Masters, 2007). Alkohol tidak membutuhkan pencernaan, dapat langsung di absorbsi melalui usus halus, hanya sekitar 20% yang di absorbsi di lambung, dan dapat mencapai otak dalam waktu satu menit. Gas CO2 atau lambung yang kosong mempercepat absorbsi alkohol (Jones, 2002; Keel, 2003).

Menurut Darmono (2009), beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorbsi etanol, yaitu :

a. Kondisi lambung dalam keadaan kosong atau berisi.

Hal ini sangat penting dalam pengaturan absorbsi alkohol. Pada lambung keadaan kosong, absorbsi sempurna terjadi dalam waktu 1 atau 2 jam, tetapi pada lambung keadaan berisi penuh makanan absorbsi terjadi sampai 6 jam.

b. Komposisi larutan etanol yang diminum

Bir lebih lambat diabsorbsi daripada anggur (wine) dan anggur lebih lambat daripada spiritus. Hal ini karena minuman keras yang mengandung karbon diabsorbsi lebih cepat, karena senyawa karbon dioksida (CO2) dapat ambil alih isi lambung.

3. Distribusi

Setelah diabsorbsi, alkohol didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh. Distribusinya berjalan cepat. Keseimbangan terjadi diantara cairan jaringan, darah dan kompartemen jaringan itu sendiri. Volume distribusi


(31)

20 dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 l/Kg). Pada sistem saraf pusat, konsentrasi etanol meningkat dengan cepat. Hal ini dikarenakan otak menampung sebagian besar aliran darah dan etanol melewati membran biologi dengan cepat, sehingga etanol sangat mudah menembus jaringan otak dan plasenta. Selain itu, distribusi alkohol antara aveolar paru dengan darah sangat bergantung pada kecpatan difusi, tekanan gas dan konsentrasi alkohol kapiler paru (Darmono, 2009; Masters, 2007).

4. Metabolisme

Lebih dari 90% alkohol yang digunakan di oksidasi di dalam hati. Pada kadar etanol yang biasanya di capai dalam darah, kecepatan oksidasinya mengikuti kinetika orde nol (zero order kinetic), yaitu tidak bergantung pada waktu dan konsentrasi obat. Orang dewasa dapat memetabolisme 7–10 g (150‒220 mmol alkohol perjam, yang ekivalen dengan kira‒kira 10000 oz bir, 3,5 oz anggur, atau 1 oz minuman keras yang disuling dengan kadar murni 80 (Masters, 2007).

Metabolisme alkohol menjadi acetaldehyde mempunyai tiga jalur metabolisme dan proses metabolik ke empat, dimana terjadi pengoksidasian acetalde yang telah terbentuk. Adapun proses metabolisme alkohol , yaitu :

a. Jalur sitosol/ lintasan Alcohol Dehydrogenase (ADH)

Langkah pertama metabolisme alkohol adalah oksidasi etanol menjadi asetaldehid. Reaksi ini dikatalis oleh alkohol dehydrohgenase (ADH) yang mengandung koenzim NAD+(nicotinamide adeninde dinucleotide). Kemudian asetaldehid dikonversi menjadi asam asetat


(32)

21 oleh aldehid dehidrogenase dan akhirnya menjadi CO2 dan air melalui siklus asam sitrat. Beberapa efek metabolik alkohol secara langsung berhubungan dengan produksi NADH dan asetildehide yang berlebihan. Berikut ini adalah rumus reaksi kimianya :

CH3CH2OH + NAD+  CH3C=OH+NADH+H+ (Ophardt, 2003).

Jalur alkohol dehydrogenase 9ADH) terletak pada sitosol. Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidergenase steroid dan omega oksidasi asam lemak (Darmono, 2009).

b. Jalur mikrosom/ sistem oksidasi etanol di mikrosom melalui jalur microsomal ethanol oxidizing system (MEOS)

Sistem oksidasi etanol melalui microsomal ethanol oxydizing system (MEOS) terletak didalam retikulum endoplasma. Sistem ini bekerja dengan pertolongan tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P450, reduktase dan lesitin. Alkohol diuraikan menjadi asetaldehide (Darmono, 2009). Sistem enzim ini merupakan sistem oksidasi campuran NADPH sebagai kofaktor dalam memetabolisme etanol pada fase I. Reaksinya berupa :

CH3CH2OH + O2 + NADPH + H +  CH3C=OH + NADP + 2H2O Hasil reaksi berupa CH3C=OH adalah asetaldehide yang merupakan radikal bebas hidroksil, dimana oksidan ini bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, asam nukleat, serta molekul lainya untuk merusak jaringan.


(33)

22 Pada fase II sistem ini terjadi proses konjugasi dengan antioksidan glutathion yang terdapat pada hepar sehingga asetaldehide berubah manjadi asetat yang lebih polar sehingga larut dalam air, akan tetapi karena antioksidan glutathion terdeplesi akibat pemberian alkohol, maka fase II ini biasanya tidak akan terjadi. Akibatnya tertumpuklah asetaldehide yang bersifat reaktif dalam sel hepar (Murray et al., 2003).

c. Jalur peroksisom/ sistem katalase

Sistem ini berlangsung di dalam peroksisom dengan menggunakan katalse. Pada jalur ini terjadi perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O oleh enzim katalase. Sistem ini diperlukan ketika kadar alkohol dalam tubuh kita meningkat (Zakhari, 2006).

Menurut Darmono (2009), hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dimana pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengurangi keadaan redoks tersebut. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, sehingga dapat menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein. Perubahan redoks menimbulkan perubahan dari piruvat ke laktat yang menyebabkan terjadinya hiperlaktatsidemia.

Meningkatnya rasio NADH/NAD (NAD adalah Nicotinamide Adeninde Dinucleotide; NADH adalah reduced NAD) akan meningkatkan pula konsentrasi a-gliserofosfat yang akan meningkatkan


(34)

23 akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak di dalam hati. Lemak dalam hati berasal dari tiga sumber yaaitu : makanan, jaringan lemak yang di angkut ke hati sebagai Free Fatty Acid (FFA) dan hasil sintesis oleh hati sendiri. Oksidasi alkohol dalah hati menyebabkan berkurangnya oksidasi lemak dan meningkatnya lipogenesis hati (Darmono, 2009).

d. Metabolisme acetaldehyde

Sebagian besar acetaldehyde yang dibentuk dari alkohol di oksidasi di dalam hati. Sementara itu, beberapa sistem enzim mungkin bertanggung jawab atas reaksi ini, seperti mitochondrial NAD+-dependent aldehyde dehydrogenase. Sistem enzim ini merupakan jalur utama bagi oksidasi acetaldehyde. Produk reaksi ini adalah asetat. Selanjutnya asetat mengalami peruabahan metabolisme menjadi CO2 dan air (Masters, 2007).

Pada pemberian berulang alkohol terjadi deplesi dari enzim antioksidan alami tubuh tersebut diatas sehingga perubahan asetildehid menjadi asetat yang bersifat polar tidak terjadi. Hal ini berakibat menumpuknya asetaldehide yang merupakan radikal hidroksil dalam hepar. Penumpukan oksidan itu amat berbahaya karena dapat berikatan dengan molekul lain seperti, protein, asam nukleat, lipid, dan lain‒lain.

5. Ekskresi

Sekitar 90-98% etanol yang di absorbsi ke dalam tubuh akan di metabolisme menjadi aseltildeyhide, terutama dalam hati. Asetildehyde akan diubah


(35)

24 menjadi asetat yang bersifat polar. Biasanya sekitar 2‒10% di eksresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru maupn ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air liur (Fleming et al., 2008; Darmono 2009).

D. Pengaruh Alkohol terhadap Hati

Alkohol dalam dosis besar menciptakan efek metabolik bertingkat, menyebabkan kerusakan pada hati dan sistem pencernaan. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk pengurangan glukoneogenesis, hipeglikemia dan ketoasidosis, serta penimbunan lemak di hati. Faktor lain seperti keturunan, penyakit yang menyertai, jumlah dan lamanya minum alkohol menentukan beratnya kerusakan hati (Masters, 2007).

Ingesti jangka pendek hingga 80g etanol per hari umumnya menyebabkan kelainan hati yang ringan dan reversible, misalnya perlemakan hati. Ingesti 160g atau lebih etanol setiap hari selama 10 sampai 20 tahun dilaporkan secara konsisten menimbulkan cedera yang lebih parah. Asupan etanol 80 – 160g per hari dianggap sebagai ambang risiko (Borderline risk) terjadinya kerusakan hati yang lebih parah. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit‒penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatosis hepatitis atau alkoholik hepatitis), ke sirosis (Robbins et al., 2007).

Dosis etanol yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan dari penelitian sebelumnya yang telah terbukti menunjukan kerusakan signifikan


(36)

25 pada hati. Pada hewan percobaaan, digunakan etanol dengan dosis 5g/kgBB, menimbulkan kerusakan hati (Chen, 2010).

1. Kerusakan Jaringan Hati oleh Etanol

Kerusakan sel akibat etanol disebabkan interaksinya dengan membran yang akan menyebabkan terpengaruhnya fungsi membran dalam menyampaikan signal antar sel. Diduga etanol merangsang terbentuknya asetaldehide serta menurunnya rasio NAD+/NADH. Meningkatnya konsentrasi Ca2+ menyebabkan kerusakan sitoskelet dan menurunnya ATP meningkatkan keracunan etanol sehingga meningkatnya blebs (Pospos, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian pada tikus obese yang diberikan alkohol akut. Pada penelitian tersebut terjadi apoptosis dan kerusakan jaringan hepar, karena terjadi stress oksidatif dan nitrosative damage. Pada penelitian dengan tikus tersebut diberikan etanol 4 gram/kg dengan gavage setiap 12 jam selama 3 hari. Pemberian etanol menurunkan kadar antioksidan dan menurunkan aktivitas glutathione peroxidase dan meningkatkan cytochrom P-450 2E1 (Carmiel et al., 2003).

2. Stress Oksidatif Akibat Etanol

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk dari dalam tubuh dan dipicu oleh berbagai macam faktor. Radikal bebas dapat terbentuk melalui proses metabolisme. Proses metabolisme ini sering terjadi kebocoran elektron (Winarsi, 2007).


(37)

26 Pada konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi mahluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA, dan merusak lipid pada membran sel. (Arief, 2012).

Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yangsangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik (Sauriasari, 2006).

Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hidrogen peroksida, singlet oksigen dan lain sebagainya (Sauriasari, 2006).

Dalam pembentukan ROS, metabolisme etanol oleh CYP2E1 dan NADH teroksidasi oleh rantai transpor elektron menghasilkan ROS yang mengakibatkan peroksidasi lipid. Proses ini menghasilkan pembentukan senyawa yang dikenal sebagai malondialdehid (MDA) dan


(38)

4-hidroksi-2-27 nonenal (HNE), yang keduanya dapat membentuk adduct dengan protein. Selain itu, asetaldehida dan MDA bersama‒sama dapat bereaksi dengan protein untuk menghasilkan MDA‒asetaldehida-protein adduct (MAA). Semua adduct ini dapat menginduksi respon imun (misalnya, pembentukan antibodi). Selain itu, MAA adduct dapat menginduksi proses inflamasi dalam beberapa jenis sel hati (misalnya, sel‒sel stellata dan sel endotel). Temuan lainya menunjukkan hubungan antara MDA, HNE, dan adduct MAA dan pengembangan selanjutnya dari penyakit hati (Zakhari, 2006).

ROS, termasuk superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), ion hipoklorit (OCl-) ,dan hidroksil (OH) radikal, secara alami dihasilkan oleh berbagai reaksi di beberapa daerah sel. ROS bertindak dengan "mencuri " atom hidrogen dari molekul lain, sehingga mengubah molekul tersebut menjadi radikal bebas yang sangat reaktif. Atau ROS dapat menggabungkan dengan molekul yang stabil untuk membentuk radikal bebas. Melalui kedua mekanisme ini, ROS memainkan peran penting dalam perkembangan kanker (karsinogenesis), aterosklerosis, diabetes, peradangan, penuaan, dan proses berbahaya lainnya. Untuk mencegah kerusakan senyawa ini sangat reaktif dapat menyebabkan banyak sistem pertahanan telah berkembang dalam tubuh yang melibatkan senyawa yang disebut antioksidan, yang dapat berinteraksi dengan ROS dan mengubahnya menjadi molekul berbahaya. Dalam kondisi normal, keseimbangan antara ROS dan antioksidan yang ada di dalam sel. Bila keseimbangan ini terganggu dan kelebihan ROS hadir, maka akan menghasilkan keadaan stres oksidatif (Zakhari, 2006) .


(39)

28 Dalam kebanyakan sel, sebagian besar ROS dihasilkan dalam hubungan dengan sistem transpor elektron mitokondria. Selain itu, ROS diproduksi oleh CYP2E1 dan oleh sel Kupffer aktif di hati. Kedua konsumsi alkohol akut dan kronis dapat meningkatkan produksi ROS dan menyebabkan stres oksidatif melalui berbagai jalur, antara lain sebagai berikut (Wu dan Cederbaum 2003) :

 Perubahan keadaan redoks sel '(yaitu, dalam rasio NADH ke NAD +) sebagai hasil metabolisme etanol oleh ADH dan ALDH, yang menghasilkan produksi lebih NADH.

 Pembentukan asetaldehida.

 Induksi CYP2E1 pada tingkat alkohol tinggi.

 Hipoksia yang berhubungan dengan metabolisme alkohol.  Kerusakan pada mitokondria akibat alkohol.

 Aktivasi sel Kupffer.

 Pengurangan kadar antioksidan tertentu (misalnya, mitokondria dan glutathione sitosol).

 Pembentukan 1‒hidroksi radikal yang disebutkan di atas.

Kontribusi relatif dari faktor‒faktor ini dengan peningkatan kadar ROS tidak diketahui. Terlepas dari bagaimana mereka dihasilkan, bagaimanapun, peningkatan kadar ROS memiliki banyak efek yang merugikan. Sebagai contoh, ROS merangsang pelepasan TNF ‒a dari sel Kupffer. Sitokin ini memainkan peran penting dalam mengaktifkan reaksi inflamasi yang dapat berkontribusi terhadap kerusakan jaringan dan pembentukan jaringan parut (yaitu, fibrosis ) di hati. Selain itu, ROS dapat berinteraksi dengan lipid,


(40)

29 protein dan DNA dalam proses yang disebut peroksidasi, yang dapat memiliki konsekuensi yang berbahaya. Misalnya, seperti yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya, peroksidasi lipid mengarah ke generasi MDA dan HNE. Peroksidasi membran mitokondria mengubah sifat membran (misalnya, membran permeabilitas) sehingga molekul tertentu yang biasanya terkandung dalam mitokondria dapat keluar dari mitokondria ke sitosol. Pelepasan senyawa yang disebut sitokrom c ke sitosol misalnya, menyebabkan rantai reaksi biokimia yang pada akhirnya menyebabkan jenis tertentu kematian sel (yaitu bunuh diri sel atau apoptosis). Selain itu, peroksidasi molekul dalam membran mitokondria mengubah distribusi muatan listrik melintasi membran yang menghasilkan penurunan tingkat ATP dalam sel dan mempromosikan jenis lain dari kematian sel disebut nekrosis. Kedua apoptosis dan nekrosis berkontribusi terhadap kerusakan hati yang berhubungan dengan alkohol (Zakhari, 2006).

3. Penyakit Hati Akibat Etanol (Alkoholik)

Penyakit hati alkoholik adalah suatu keadaan yang timbul karena konsumsi alkohol secara berlebihan (Robbins et al., 2007). Penyakit hati alkoholik dapat berupa penyakit perlemakan hati, hepatitis alkoholik, dan sirosis. Sirosis alkoholik dapat berupa perlemakan hati, hepatitis alkoholik, dan sirosis. Sirosis alkoholik merupakan hasil akhir dari kerusakan hati akibat konsumsi berulang alkohol (Carol & Kathryn, 2003). Klasifikasi penyakit hati alkoholik menurut Robbins et al. (2007) yaitu :


(41)

30 a. Steatosis Hati (perlemakan hati)

Steatosis hati adalah penimbunan atau akumulasi lemak di hepatosit. Hati akan menjadi kuning dan membesar karena akumulasi lemak yang berlebihan. Patogenesis perlemakan hati kurang diketahui dan dapat tergantung dari jumlah konsumsi alkohol, diet lemak, penyimpanan lemak dalam tubuh, status hormonal dan faktor lainya (Carol & Kathryne, 2003).

Secara mikroskopis, hati yang mengalami perlemakan akibat alkoholisme kronis tampak sebesar (hingga 4 sampai 6 kg), lunak, kuning dan berminyak. Sedangkan secara mikroskopis, pada permulaan terjadianya steatosis hati tidak ada atau sedikit fibrosis. Namun seiring dengan berlanjutnya asupan alkohol, maka terbentuklah jaringan fibrosa disekitar vena sentral dan meluas ke dalam sinusoid didekatnya. Apabila asupan alkohol dihentikan, maka jaringan hati akan mengalami perbaikan sempurna (Robbins et al., 2007).

b. Peroksidasi Lipid

Lipid merupakan komponen penting pada membran sel yang mengelilingi sel seperti halnya struktur sel lain, antara lain mitokondria dan inti sel. Kerusakan pada lipid pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan sel. Degradasi total yang disebut dengan peroksidasi merupakan tanda kerusakan oksudatif (Wu et al., 2003).

Polyunsaturated (PUFA) yang berada di sekeliling membran bagian yang sensitif terhadap radikal bebas (Wu et al., 2003). Hal ini mengakibatkan lipid, terutama polyunsaturated fatty acids (PUFA) adalah yang paling


(42)

31 sering oleh radikal bebas (Rajjnessh, 2009). Peroksidasi Lipid juga melibatkan inaktivasi enzim penting dalam sel (Verma et al., 2007).

Dengan mencegah oksidasi pada lipid membran, permeabilitas sel akan terjaga dan metabolisme sel tidak akan terganggu (Stoilova et al., 2007)

c. Hepatitis alkoholik

Hepatitis alkoholik adalah tingkat pertengahan di antara perlemakan hati dan sirosis. Ini sering terlihat pada seseorang yang menambah intake alkoholnya. Hepatitis alkoholik ditandai dengan inflammasi dan nekrosis dari sel hati. Kondisi ini biasanya bersifat serius dan fatal. Pada seseorang yang bertahan hidup dan terus mengkonsumsi alkohol, fase akut biasanya diikuti dengan hepatitis alkoholik presisten dengan progresivitas menuju sirosis sekitar 1‒2 tahun kemudian (Carol & Kathryn, 2003).

Secara makroskopis, hati tampak bercak merah disertai daerah yang tercemar empedu. Ukuran hati normal atau membesar, sering terlihat adanya nodus‒nodus dan fibrosis yang menunjukan evolusi sirosis (Robbins et al., 2007), yaitu :

1) Adanya pembengkakan dan nekrosis hepatosit

Satu atau beberapa sel mengalami degenerasi balon dan nekrosis. Pembengkakan terjadi akibat akumulasi lemak, air dan protein

2) Badan mallory

Beberapa hepatosit mengalami akumulasi filamen intermediet sitokeratin dan protein lain yang tampak sebagai bahan inklusi di sitoplasma hepatosit yang mengalami degenerasi. Badan inklusi ini


(43)

32 bersifat khas, tetapi tidak spesifik untuk penyakit hati alkoholik karena juga ditemukan pada sirosis bilier primer, penyakit Wilson, sindrom kolestatik kronis dan tumor hepatoselular.

3) Reaksi neutrofilik

Neutrofil menembus lobus dan berkumpul di sekitar hepatosit yang mengalami degenerasi, terutama yang mengandung badan mallory. Limfosit dan makrofag juga masuk ke saluran porta dan berkumpul di dalam parenkim.

4) Fibrosis

Hepatits alkoholik hampir selalu disertai fibrosis sinusoid dan perivenula. Kadang‒kadang fibrosis mendominasi, terutama pada asupan alkohol beruang dengan dosis besar. Pada sebagian kasus terjadi kolestasis dan pengandapan ringan hemosiderin di hepatosit dan sel kuffer.

d. Sirosis hepatis alkoholik

Sirosis hepatis alkoholik adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati mengalami regenerasi (Maryani, 2003).

Gambaran makroskopis sirosis hepatik adalah mula‒mula hati tampak kuning kecoklatan, berlemak, dan membesar (biasanya lebih dari 2kg). Dalam beberapa tahun, hati berwarna coklat, menciut, tidak berlemak dan beratnya kadang-kadang kurang dari 1kg (Robbins et al., 2007).


(44)

33 Menurut Robbins et al. (2007), gambaran sirosis alkoholik sacara mikroskopis yakni awalnya terbentuk septum fibrosis yang halus dan berjalan melalui sinusoid dari vena sentralis menuju regio porta serta dari saluran porta ke saluran porta. Aktivitas regeneratif hepatosit parenkim yang terperangkap menghasilkan nodus dengan ukuran cukup seragam. Nodus ini cenderung bergaris tengah kurang dari 0,3cm maka pola sirosis ini disebut sirosis mikronodular. Seiring dengan berlalunya waktu, nodularitas semakin mencolok. Nodus besar menyebar menciptakan suatu gambaran seperti paku dalam permukaan hati.

Saat septum fibrosa meyelinap masuk dan mengelilingi nodus, maka hati semakin fibrotik, kehilangan lemaknya dan mengecil secara progresif. Pulau-pulau parenkim yang masih ada digantikan oleh jaringan fibrosa yang semakin meluas, kemudian pola kelainan hati berubah menjadi mikro dan makro nodular. Nekrosis iskemik dan obliterasi nodus akhirnya menciptakan jaringan parut yang luas. Seiring terjadinya stasis empedu, maka badan Mallory jarang ditemukan pada tahap ini. Oleh karena itu, sirosis alkoholik tahap akhir mempunyai gambaran makroskopis dan mikroskopis yang serupa dengan sirosis yang terjadi akibat hepatitis virus, maupun sebab lain (Robbins et al., 2007).


(45)

III.METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan metode acak terkontrol menggunakan post test only controlled group design (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini 25 ekor tikus putih galur Sprague Dawley berumur 2‒3 bulan yang dipilih secara random yang dibagi menjadi 5 kelompok .

B. Tempat dan Waktu

Pengambilan tanaman uji dilakukan di Bandar Lampung. Sedangkan pengolahan tanaman dilaksanakan di Laboraturium Kimia Organik FMIPA Universitas Lampung. Dan pengelolaan tikus putih dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variable) adalah ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia).

2. Variabel terikat (dependent variable) adalah gambaran histopatologi hepar tikus putih galur Sprague Dawley.


(46)

35 D. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mencit galur Sprague dawley berumur 2–3 bulan yang diperoleh dari laboraturium Patologi Fakultas Kedokteraan Hewan IPB. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi kedalam 5 kelompok dengan pegulangan sebanyak 5 kali.

Menurut Supranto (2000), rumus penentuan sample untuk uji eksperimental, yakni (t-1) (n-1) ≥ 15. Dimana t merupakan jumlah kelompok perlakuan, dan n adalah jumlah pengulangan atau sample setiap kelompok, niai n sama dengan 5 kali.

Cara pengambilan sampel untuk penelitian eksperimental, dengan menggunakan Supranto (2000) :

(t-1) (n-1) ≥ 15 t : jumlah kelompok n : jumlah sampel

Pada penelitian kali ini terdapat 4 kelompok, sehingga (t-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 3,75 n ≥ 3,75 +1 n ≥ 4,75


(47)

36 E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel yang di ambil harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut : 1. Memiliki berat badan antar 180–220gr

2. Jenis kelamin jantan 3. Berusia sekitar 2‒3 bulan

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memiliki penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif.

2. Keluarnya eksudat yang tidak normal darimata, mulut, anus, genital setelah masa adaptasi.

3. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi di laboratorium

F. Alat dan Bahan

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, penulis menggunakan alat dan bahan, sebagai berikut :

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu etanol dengan dosis 10ml/kgBB dan ekstrak daun binahong dengan dosis 50 mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200mg/kgBB. Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi dengan metode paraffin meliputi : Larutan Formalin 10% untuk fiksasi, garam fisiologis NaCl (0,9%), alkohol teknis, tolulol,


(48)

37 xylol, paraffin dengan titik cair 50‒55 derajat celcius, pewarnaan Haematoxylin dan eosin Y, akuades, Meyer’s albumin, enthelen.

2. Alat penelitian

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat tikus

2) Spuit oral 1 cc 3) Mikropipet

4) Gunting minor set, untuk membedah perut mencit (laparotomi) 5) Kapas dan alkohol

3. Alat pembuat preparat histologi

Adapun alat pembuat preparat histologi adalah mikrotom, waterbath, embedding cassette, cover glass dan kaca preparat.

G. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia) Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Lampung. Pembuatan ekstrak diawali dengan menyediakan daun binahong. Masing masing sampel tersebut dicuci bersih kemudian dikeringkan, selanjutnya digiling hingga menjadi serbuk. Serbuk yang dihasilkan kemudian ditimbang, serbuk tersebut diekstraksi menggunakan etanol sebagai pelarut.


(49)

38 Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai yang dapat menyaring sebagian besar metabolit skunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70% (Depkes, 2009).

Masukan satu bagian serbuk simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyaringan sekurang‒kurangnya duua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama (Depkes, 2009).

Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes, 2009).

2. Prosedur Pemberian Etanol

Dosis etanol yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan dari hasil penelitian Chen (2010) yang telah membuktikan bahwa pemberian etanol 5g/kgBB selama 10 hari meyebabakan efek kerusakan yang signifikan pada hati.

Perhitungan volume pemberian etanol yaitu 1 gram etanol sama dengan 1 mL alkohol 100% . Jadi jika konsentrasi etanol dibuat 50% maka dalam 50% v/v 100 ml terdapat 50 gram etanol.


(50)

39 3. Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Binahong

Dosis pada penelitian ini di daasarkan atas penelitian sebelumnya yaitu penelitian-penelitian Sukandar dkk. pada tahun 2010, 2011, dan 2013. Hasil dari penelitian-penelitian menunjukan bahwa ekstrak binahong pada dosis 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200mg/kgBB memiliki efek terapeutik yang signifikan pada tubuh manusia, yaitu dapat menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan kadar kreatinin darah yang diakibatkan kerusakan ginjal, memperbaiki gambaran histopatologi kerusakan pankreas dan juga memperbaiki gambaran histopatologis kerusakaan ginjal.

Untuk itu digunakan pada penelitian ini digunakan ekstrak daun binahong dengan dosis 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200mg/kgBB tikus. Penentuan dosis untuk perlakuan ditetapkan atas rata‒rata berat badan hewan uji.

4. Prosedur Perlakuan pada Tikus

a. Tikus sebanyak 20 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok.

b. Selama satu minggu tiap‒tiap kelompok tikus diadaptasikan sebelum diberi perlakuan.

c. Mengukur berat badan tikus sebelum perlakuan. d. Melakukan perlakuan pada masing-masing kelompok :

 Kelompok 1 sebagai kontrol normal, diberikan aquades (minum) dan pakan standar.

 Kelompok 2 sebagai kontrol negatif, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah etanol dosis 10 ml/ kgBB.


(51)

40  Kelompok 3 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 50 mg/kgBB kemudian selang 2 jam (hal ini dikarenakan 2 jam adalah waktu untuk pengosongan lambung) diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

 Kelompok 4 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 100 mg/kgBB kemudian selang 2 jam diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

 Kelompok 5 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 200 mg/kgBB kemudian selang 2 jam diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

e. Setelah 14 hari , perlakuan diberhentikan. f. Lima tikus jantan dari tiap kelompok dinarkosis.

g. Dilakukan laparotomi, hati tikus diambil untuk sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin eosin.

h. Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%.

i. Dilakukan pengamatan terhadap preparat dengan parameter skoring Manja Roenigk.


(52)

41 5. Prosedur Pengambilan Sampel Organ Hati

Tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianestesi dengan Ketamine-xylazine 75-100 mg/kgBB + 5-10 mg/kgBB secara IP kemudian tikus di euthanasiaberdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setalah itu dilakukan laparotomi, hati tikus diambil untuk sediaan mikroskopis.

6. Prosedur Pembuatan Preparat a. Fixation

1) Menfiksasi spesimen berupa potongan organ lambung yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%

2) Mencuci dengan air mengalir

b. Trimming/sampling

1) Membuat irisan potongan lambung dengan ketebalan sebesar 3-5mm. 2) Memasukkan potongan organ lambung tersebut ke dalam embedding


(53)

42 3) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu.

c. Dehidrasi

Berturut-turut melakukan perendaman organ lambung dalam alkohol bertingkat 80% selama 2 jam, 90% selama 2 jam, 95% selama 1 jam, alkohol absolut I selama 2 jam, alkohol absolut II selama 1 jam.

d. Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

e. Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing-masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,10C.

f. Embedding

1) Menuangkan paraffin cair dalam pan

2) Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan

3) Melepaskan paraffin yang berisi potongan lambung dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-60 C beberapa saat.

4) Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan scapel/pisau hangat

5) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing


(54)

43 g. Cutting

1) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu

2) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4‒5 mikron.

3) Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

4) Memindahkan lembaran jaringan ke dalam waterbath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna

5) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.

6) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.

h. Staining (pewarnaan) dengan harris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut :

Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing‒masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquadest selama 1 menit. Keempat, potongan organ dimasukkan dalam zat warna harris Hematoxylin selama 20 menit.


(55)

44 Kemudian memasukkan potongan organ dalam fosin selama 2 menit. Kesembilan, secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alcohol absolute III dan IV masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

i. Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.


(56)

45 Timbang Berat Badan Tikus

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian

K KN P1 P2

Tikus di adaptasikan selama 7 hari

diet standar

diet standar + Cekok etanol 50 %

10ml/kgBB

diet standar + Cekok etanol 50% 10ml/kgBB

ekstrak 50mg/kgBB

diet standar + Cekok etanol 50 %

10ml/kgBB ekstrak 100mg/kgBB Tikus di berikan perlakuan selama 10 hari

Tikus di narkosis dengan kloroform

Lakukan pembedahan dan pengambilan hati tikus

Fiksasi sampai ldengan formalin 10%

Pembuatansediaanhistopatologi

Pengamatan

Interpretasi hasil pengamatan

P3

diet standar + Cekok etanol 50 %

10ml/kgBB ekstrak 200mg/kgBB


(57)

46 7. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 3. Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI SKALA

1 Daun

binahong

Daun binahong merupakan daun tunggal, helaian daun memiliki ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin, serta daging daun tipis lunak

Dosis ekstrak daun binahong Dosis I : 50mg/kgBB/hari Dosis I : 100 mg/kgBB/hari Dosis II : 200mg/kgBB/hari

Numerik

2 Gambaran histopatologi hati

Gambaran histopatologi hati tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop Tiap preparat jaringan hati dibaca dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400x.

Pembacaan preparat dari lima lapangan. Dinilai skor untuk setiap lapangan pandang. Dan dicari rerata skor untuk semua lapang pandang pada setiap tikus. Dengan sistem skoring sebagai berikut :

0 : Normal

1 : Bengkak keruh < 50 % 2 : Bengkak keruh > 50 % 3 : Nekrosis


(58)

47 H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah mikroskop diuji analisis statistik menggunakan program analisis data. Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data akan dilakukan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel<50. Jika varian data berdistribusi normal serta homogen, maka dilanjukan dengan metode statistik one way ANOVA jika tidak dilakukan uji Krukal-aillis. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0,05 selanjutnya dilakukan uji post hoc LSD atau uji Mann Whitney.

I. Ethical Clearance

Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15,


(59)

48 dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 3-4 ekor tiap kandang. Animal houseberada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stress pada hewan coba.

c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada.

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih


(60)

49 untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba sesuai dengan IACUC (Ridwan, 2013).


(61)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordofolia (Ten.) Steenis ) dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB memiliki efek protektif yang bermakna terhadap kerusakan hati tikus yang diinduksi oleh etanol.

2. Ekstrak etanol dengan dosis 200 mg/kgBB menunjukan efektifitas terbaik dalam penurunan kerusakan hati tikus putih yang diinduksi oleh etanol

B. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada tanaman binahong baik secara utuh maupun perbagian tanaman.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam tanaman binahong sebagai fitofarmaka.

3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut terkait dosis terapeutik tanaman binahong dengan meminimalisasi efek samping yang mungkin timbul


(62)

64 4. Peneliti lain disarankan meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu yang lebih lama untuk melihat bagiamana hubungan durasi waktu pemberian ekstrak etanol daun binahong terhadap gambaran histopatologi hati tikus yang di induksi etanol.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosukarto K, Mitri R. 2003. Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran 140: 41-48.

Ardo, S. 2003. Pemanfaatan flavonoid di bidang kedokteran gigi. Dental Journal Edisi khusus Temu Ilmiah Nasional III. Surabaya. Hal: 81-84.

Arief, S. 2012. Radikal bebas. Bulletin pediatrik Unair. Surabaya. 1 : 1-9

Astuti, S.M. 2013. Determination of ssaponin compound from anredera cordifolia (ten.) steenis plant (binahong) to potential treatment for several diseases. Journal of Agricultural Science. 3(4).

Astuti, S.M. 2013. Skrining fitokimia dan uji aktifitas antibiotika ekstrak etanol daun, batang, bunga, dan umbi tanaman binahong (andredera cordofolia (ten.) steenis). Bulletin Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH). 19 : 1-13

Blumert, M and Liu J. 2003. Jiaogulan (Gynostemma pentaphyllum), China’s. Immortality Herb 3rd ed. Torchlight.

Carmiel, H.M., Cederbaum, A.I., Nieto N. 2003. Binge etanol exposure increases liver injury in obese rats. Gastroenterology. 125(6) :1818‒33

Carol, P and Kathryn, G.J. 2003. Essentials of Pathophysiology. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Chen, Xi. 2010. Protective effect of quarcetin on liver injury induced by ethanol. Pharmacognozy Magazine. 6 : 135‒141.


(64)

66 Darmono. 2009. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. UIP. Jakarta. Hal : 2-17

Deane, G. Madeira Vine, Lamb’s Tail, Mignonette Vine. 2012. http://www.eattheweeds.com/anredera-cordifolia-pest-or-food-crop-2/.

Diakses pada 30 September 2013.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta. Hal : 174-175

Djamil, R., Wahyudi, P.S., Wahono, S., Hanafi, M. 2012. Antioxidant activity of flavonoid andredera cordofolia. Jakarta: Faculty of Pharmacy Pancasila University. Hal : 1-3

Dorlans. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29. EGC. Jakarta.

Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy Arevision and Applied Anatomy for Clinical Students. Blackwell Publishing Ltd. Australia. Pp : 93-98

Enclycopedia Britannica. 2003.

http://global.britannica.com/EBchecked/media/68633/Anterior-and-posterior-views-of-the-liver?topicId=1081754. Diakses pada tangga 2 Oktober 2013.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore Dengan Korelasi Fungsional. EGC. Jakarta.

Fleming, M., John, M., Adron, H. 2008. Etanol. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. EGC. Jakarta.

Glostein, P., Kromer, G. 2008 Cell death by necrosis : towards a molecular definition. Biochemical Science. 32(1) : 38‒42

Gordon, M. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Food Antioxidant. Elsevier. London. 1 : 1-18


(65)

67 Hernawati. 2011. Gambaran Efek Toksik Etanol pada Sel Hati. Karya tulis ilmiah.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Hoek, J.B., Pastorino, J.G. 2002. Ethanol, oxidative stress and cytokine-induced liver injury. Alcohol. 27(1) : 63‒68.

Jones, P. Alcohol Addiction : A Phsycohobical Apporoach. Psychiatry dan Wellness Behavioral Medicine Associates. 2002. http://bma-wellness.com/addictions/Alcohol.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Junqueira, L., Carneiro, J., Kelley, O. 2007. Histologi Dasar. EGC : Jakarta. Hal : 318-325

Keel, R.O. Alcohol. 2003. http://www.umsl.edu/~keelr/180/alcohol2.html. diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Kumalaningsih. 2007. Antioksidan alami penangkal radikal bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya. 1 : 50 - 56

Kumar, S., Gupta, P., Sharma, S., and Kumar, D., 2011, A Review on Immunostimulatory Plants, Review. Journal of Chinese Integrative Medicine. 9(2) : 117-128.

Guha, G., Rajkumar, V., Mathew, L., Ashok, R., Kumar, A. 2011. The antioxidant and DNA protection potential of Indian tribal medicinal plants Turk J Biol. 35 : 233-242

Manoi, F. 2009. Binahong (anredera cordifolia (ten.) steenis) sebagai obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. 15(1:3).

Marks, D. B., Marks, A. D., Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC. Jakarta. 25 : 576.

Maryani, S. 2003. Sirosis hepatik. Bagian ilmu penyakit dalam USU. Medan.

Masters, S. 2007. Alkohol. Katzung Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi II. Gramedia Pustaka Media. Jakarta.


(1)

66 Darmono. 2009. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. UIP. Jakarta. Hal : 2-17

Deane, G. Madeira Vine, Lamb’s Tail, Mignonette Vine. 2012. http://www.eattheweeds.com/anredera-cordifolia-pest-or-food-crop-2/.

Diakses pada 30 September 2013.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta. Hal : 174-175

Djamil, R., Wahyudi, P.S., Wahono, S., Hanafi, M. 2012. Antioxidant activity of flavonoid andredera cordofolia. Jakarta: Faculty of Pharmacy Pancasila University. Hal : 1-3

Dorlans. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29. EGC. Jakarta.

Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy Arevision and Applied Anatomy for Clinical Students. Blackwell Publishing Ltd. Australia. Pp : 93-98

Enclycopedia Britannica. 2003.

http://global.britannica.com/EBchecked/media/68633/Anterior-and-posterior-views-of-the-liver?topicId=1081754. Diakses pada tangga 2 Oktober 2013.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore Dengan Korelasi Fungsional. EGC. Jakarta.

Fleming, M., John, M., Adron, H. 2008. Etanol. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. EGC. Jakarta.

Glostein, P., Kromer, G. 2008 Cell death by necrosis : towards a molecular definition. Biochemical Science. 32(1) : 38‒42

Gordon, M. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Food Antioxidant. Elsevier. London. 1 : 1-18


(2)

67 Hernawati. 2011. Gambaran Efek Toksik Etanol pada Sel Hati. Karya tulis ilmiah.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Hoek, J.B., Pastorino, J.G. 2002. Ethanol, oxidative stress and cytokine-induced liver injury. Alcohol. 27(1) : 63‒68.

Jones, P. Alcohol Addiction : A Phsycohobical Apporoach. Psychiatry dan Wellness Behavioral Medicine Associates. 2002. http://bma-wellness.com/addictions/Alcohol.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Junqueira, L., Carneiro, J., Kelley, O. 2007. Histologi Dasar. EGC : Jakarta. Hal : 318-325

Keel, R.O. Alcohol. 2003. http://www.umsl.edu/~keelr/180/alcohol2.html. diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Kumalaningsih. 2007. Antioksidan alami penangkal radikal bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya. 1 : 50 - 56

Kumar, S., Gupta, P., Sharma, S., and Kumar, D., 2011, A Review on Immunostimulatory Plants, Review. Journal of Chinese Integrative Medicine. 9(2) : 117-128.

Guha, G., Rajkumar, V., Mathew, L., Ashok, R., Kumar, A. 2011. The antioxidant and DNA protection potential of Indian tribal medicinal plants Turk J Biol. 35 : 233-242

Manoi, F. 2009. Binahong (anredera cordifolia (ten.) steenis) sebagai obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. 15(1:3).

Marks, D. B., Marks, A. D., Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC. Jakarta. 25 : 576.

Maryani, S. 2003. Sirosis hepatik. Bagian ilmu penyakit dalam USU. Medan.

Masters, S. 2007. Alkohol. Katzung Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi II. Gramedia Pustaka Media. Jakarta.


(3)

68 Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. EGC.

Jakarta.

Mus. Informasi Spesies Binahong. 2008.

http://www.plantamor.com/species/anredera-cordifolia. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Nanji A.A. 2003. Curcumin prevents alcohol-induced liver disease in rats by inhibiting the expresion of NF- kB-dependent genes. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology. 284 : G321‒G327.

Nanji A.A., Jokelainen K., Fotouhinia M., 2001. Increase Severity of Alcohol Liver Injury in Rats : Role of Oxidative Stress, Endotoxin, and Chemokines. Am. J. Phsiol Gastrointerst Liver Physiol. 281(6) : 1348‒1356.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Hal : 115-130

Ophardt, C.E. 2003. Virtual Chembook. Depertment of Chemistry Elmhurst IL. Elmhurst College.

Orbaniyah, S., Kartyanto, A. 2008 Efikasi binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap kadar alkaline phosphatase. Jurnal Medika Planta. (4) : 1. Pink, A, 2004. Gardening for the Million. Project Gutenberg literary archive

foundation.

Pospos, N.S. 2005. L-Ornitin-L-Aspartat (LOLA) menghindari blebbing akibat keracunan e-tanol pada hepatosit . Cermin Dunia Kedoktean. (149) : 57‒60.

Rachmawati, S. 2007. Studi makroskopi, dan skrining fitokimia daun anredera cordifolia (ten.) steenis. (Skripsi). Fakultas Farmasi UNAIR. Surabaya.

Ratna. Alkohol dan Eter. 2010. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/alkohol-dan-eter/. Diakses pada 2 Oktober 2013.

Robbins, S., Ramzi., Vinay, K. 2007. Robbins Dasar Patologi Penyakit Edisi 7. EGC. Jakarta. Hal : 684-690


(4)

69 Rochani, N. 2009. Uji Aktivitas antijamur ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) Steenis) terhadap candida albicans serta skrining fitokimianya. (Skripsi). Fakultas Farmasi UMS. Surakarta.

Sauriasari, R. Mengenal dan menangkal radikal bebas. 2006. www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/mengenal-dan-menangkal-radikal-bebas/. Diakses pada 2 Oktober 2013.

Selawa, W., Runtuwene, M.R.J., Citraningtyas, G. 2013. Kandungan flavonoid dan kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong [anredera cordifolia(ten.)steenis]. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(1).

Setiaji, A. 2009. Uji aktivitas antibakteri ekstrak petroleum eter, etil asetat dan etanol 70% rhizoma binahong (anredera cordifolia (tenore) Steenis) terhadap staphylococcus aureus ATCC 25923 dan escherichia coli ATCC 11229 serta skrining fitokimianya. (Skripsi). Fakultas Farmasi UMS. Surakarta. Diakses dari http://etd.eprints. ums.ac.id/5253/1/K100050288.pdf. Pada tanggal 2 Oktober 2013.

Skrzydlewska E., Roszkowska A., Kozusko B. 2002. Influence of etanol on oxidative stress in the liver. Przegl Lek. 59(10) : 848‒53

Slomaniaka, L. Blue histology - accessory digestive glands. 2009. Diakses dari http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/Liver/liver.htm

Sriningsih, Adji, H.A., Sumaryono, W., Wibowo, A.E., Caidir, Firdayani, Kusumaningrum, S., Kartakusuma, P. 2012. Analisa senyawa golongan flavonoid herba tempuyung (Sonchua arvensis L.). Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. Hal : 1-4

Stoilova, Krastanov, A., Denev, P., Gargov, S. 2007. Antioxidant activity of extract ginger (Zingiber officinale). Food Chemistry. 102 pp : 764-770.

Sukandar, E.Y., Sigit, J.I., Adiwibowo, L.F. 2013. Study of kidney repair mechanism of corn silk (Zea mays L.Hair)-binahong (Andredera cordofolia (ten. Steenis) ) leaves combination on renal failure rat Mmodel. International Journal of Pharmachology. 9(1): 12-13.


(5)

70 Sukandar, E.Y., Qowiyyah, A., Larasari, L. 2011. Effect of methanol extract hearleaf madeiravine (Anredera cordofolia (Ten.) Steenis) leaves on blood sugar in diabetes mellitus mode mice. Jurnal Medika Planta. 1(4).

Sukandar, E.Y., Qowiyyah, A., Minah., N. 2010. Influence of ethanol extract binahong (Anredera codrofolia (Ten. Steenis) ) leaves on renal failure rat model. Jurnal Medika Planta. 1(2)

Supranto J, 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Rineka Cipta. Jakarta.

Suyanto, D (2009). Khasiat Binahong. http://carahidup.um.ac.id/2009/10/khasiat-binahong/. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Tshikalange, T.E. 2007. In Vitro anti-HIV-1 properties of ethnobotanically selected south african plants used in the treatment of sexually transmitted diseases. University Of Pretoria. Journal Of Ethnopharmacology. 96 pp: 515-519.

Uchida, S. 2003. Production of a digital map of the hazardous conditions of soil erosion for the sloping lands of West Java, Indonesia using geographic information systems (GIS). JIRCAS.

Verma, R., Asnani V. 2007. Ginger extract ameliorates paraben induced biochemical changes in liver and kidney of mice. Acta Polaniae Pharmaceutical and Drug Research. 3(64) : 217‒220.

Vrba, J. M and M. Mordiansky, 2002. Oxidative burst of kuffer cll : Target to liver injury treatment. Biomed, Paper, 146 : 15‒20.

.

Waji, R.A., Sugrani, A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam flavonoid ( Quarcetin). Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Hassanudin. Makkasar. Hal : 4-12

Wallace, R.J., McEwan, N.R., McIntosh, F.M., Teferedegne, B., Newbold, C.J., 2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences. 15(10) : 1458–1468.

Wheeler, M.D. 2004. Endotoxin and kupferr cell activation in alcoholic liver disease. Alcohol Res. Health, 27 : 300‒3006.


(6)

71 Wina, E., Muetzel, S., Becker, K. Effects of daily and interval feeding of sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in Sheep. University of Hohenheim. Germany. Asian-Aust. Journal Animal Science. 19(11) : 1580–1587.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 189-192

Wu, D., Cederbaum, A. 2003. Alcohol, oxidative stress, and free radical damage. Alcohol Research and Health. 27(4).

Zakhari, S. 2006. Overview: how is alcohol metabolized by the body ?. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) 5635, Fisher Lane. MSC 9304 Bethesda.

Zhou, Z.L. et al. Acritical involvment of oxidative stress in acute alcohol-induced hepatic Tnf-alfa production. Am. J. Pathol. 136 : 1137‒1144.


Dokumen yang terkait

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL

3 28 59

EFEK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)) YANG DIEKSTRAKSI ETANOL 70% TERHADAP AKTIVITAS ALT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL 50%

1 11 60

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steenis) TERHADAP PENURUNAN KADAR Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore.) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Ldl (Low Density Lipoprote

0 2 16

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steenis) TERHADAP PENURUNAN KADAR Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore.) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Ldl (Low Density Lipoprote

1 4 13

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steen) TERHADAP KADAR ALT Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore.) Steen) Terhadap Kadar ALT (Alanin aminotransferase) Pada Tikus Jantan Galur Wistar

0 1 13

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steen) TERHADAP KADAR ALT Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore.) Steen) Terhadap Kadar ALT (Alanin aminotransferase) Pada Tikus Jantan Galur Wistar

0 1 15

28 PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (ANREDERA CORDIFOLIA (TEN.) STEENIS TERHADAP PH DAN TUKAK LAMBUNG PADA TIKUS PUTIH BETINA

0 0 18